Anda di halaman 1dari 11

CRITICAL THINGKING CASE STUDY

ASMA BRONKIAL

Tn. S seorang kakek yang berusia 88 tahun dibawa ke UGD RSU Badung setelah mengalami
sesak nafas dan lemas dirumahnya. pemeriksaan fisik menunjukan adanya suara nafas tambahan
yaitu wheezing dengan respirasi rate 27 x / menit, perkusi suara sonor, terdapat retraksi otot
bantu nafas GCS : E3 M5 V4. Tekanan darah 130/90 mmHg nadi 84x/menit sushu 370C .
keluhan ,pasien mengatakan tadi malam asmanya kambuh dan sampai sekarang pasien masih
merasa sesak nafas dan badan lemas, kadang batuk kering saat terkena udara tadi malam. pasien
memerlukan tindakan oksigenasi yang tepat dan posisi tidur yang baik untuk mengatasi sesak
pasien . rencana keperawatan farmaksi komprehensif juga harus mencakup langkah-langkah
komplikasi medis yang lainnya.

Rencana asuhan keperawtaan apa yang harus dikembangkan perawat untuk Tn. S sehubungan
dengan pengajaran pasien?

1. Introduction
2. Patofisiologi post-op subdural hematoma dan ventrikulostomi pada Mr.RT
3. Analisis kasus
1) Pengkajian
2) Diagnosa
3) Perencanaan
4) Evaluasi
5) Penatalakasanaan

Introduction

Menurut The American Thoraric Society, (1962) Asma adalah suatu penyakit dengan ciri
meningkatnya respon trakhea dan bronkhus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi
adanya penyempitan jalan napas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan
maupun sebagai hasil pengobatan (Muttaqin, 2008). Jalan napas memiliki otot polos hipertrofi
yang berkontraksi selama serangan, menyebabkan bronkokonsrtiksi. Di samping itu, terdapat
hipertrofi kelenjar mukosa, edema dinding bronkial, dan infiltrasi ekstensif oleh eosinofil dan
limfosit. Mukus bertambah jumlahnya dan abnormal menjadi kental, kenyal, dan bergerak
lambat. Pada kasus yang berat, banyak jalan napas yang tersumbat oleh sumbatan mukus,
mungkin sebagian dibatukan dalam sputum. Sputum tersebut khasnya sedikit dan putih (West,
2010)..
WHO memperkirakan bahwa 235 juta orang saat ini menderita asma. (WHO, 2012).
Antibodi yang dihasilkan (IgE) menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap
antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan produk sel-sel
mast (disebut mediator) seperti histamin, bradikinin, dan prostatglandin serta anafilaksis dari
substansi yang bereaksi lambat. Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot
polos dan kelenjar jalan napas, menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membran mukosa,
dan pembentukan mukus yang sangat banyak (Smeltzer dan Bare, 2002). Mukosa dan dinding
bronkhus pada klien dengan asma akan terjadi edema. Terjadinya infiltrasi pada sel radang
terutama eosinofil dan terlepasnya sel silia menyebabkan adanya getaran silia dan mukus di
atasnya. Hal ini membuat salah satu daya pertahanan saluran pernapasan menjadi tidak berfungsi
lagi. Pada klien dengan asma bronkhial juga ditemukan adanya penyumbatan saluran pernapasan
oleh mukus terutama pada cabang-cabang bronkhus (Muttaqin, 2008) Masalah Keperawatan
yang muncul pada kasus Asma bronkhial antara lain bersihan jalan napas tidak efektif, kerusakan
pertukaran gas, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (Somantri, 2012).
Merujuk dari sumber di atas maka pada asma bronkhial dapat diangkat diagnosa keperawatan
salah satunya adalah bersihan jalan napas tidak efektif / obstruksi jalan napas, Menurut Hidayat
(2006), obstruksi jalan napas(bersihan jalan napas) merupakan kondisi pernapasan yang tidak
normal akibat ketidakmampuan batuk secara efektif, dapat disebabkan oleh sekresi yang kental
atau berlebihan akibat penyakit infeksi, imobilisasi, statis sekresi, dan batuk tidak efektif karena
penyakit persarafan seperti cerebro vascular accident(CVA), efek pengobatan sedatif, dll.
Penatalaksanaan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu pengobatan non-
farmakologi(keperawatan) dan farmakologi(medis). Secara non-farmakologi antara lain :
penyuluhan, menghindari faktor pencetus, fibrasi dada. Sedangkan secara farmakologi antara
lain memberikan therapy agonis beta , metilxantin, kortikosteroid, kromolin dan iprutropioum
bromide (atroven). (Muttaqin, 2008)
Patofisiologi

Faktor
Faktor
Intrinsik
Ekstrinsik

Alergen(bulu binatang,debu, serbuk bunga) Sistem Saraf Otonom

Antigen merangsangIgE di sel mast,


maka terjadi reaksi antigen-antibody Faktor pemicu: Infeksi, emosi,olahraga
berlebih, dingin, polutan, merokok,

Terjadi Proses pelepasan produk-produk


sel mast (mediator kimiawi): Histamin, Saraf parasimpatis
Bradikinin, prostaglandin, anafilaksis
dari substansi yang bereaksi lambat
Asetinkolin pada
(SRS-A)
otot polos bronkus
meningkat
Mempengaruhi otot polos dan
kelenjar jalan nafas

Bronkokontriksi

Peningkatan Spasme otot Edema mukosa


mukus bronkus

Obstruksi jalan napas

Bersihanjalannafas
Aliran O2 terhambat
tidakefektif asma

Ekspirasi panjang Suplai O2


keperiferinadekuat

Ketidakefektifan
Ketidakefektifan
pola nafas
perfusi jaringan
perifer
Analisa Kasus

Identitas Pasien

Nama : Tn S

Umur : 88 Tahun

Assesment :

Pasien mengalami sesak nafas sejak tadi malam


RR : 27 x/menit
Sebelumnya pasien menghirup inhaler dirumah dan segera dilarikan ke UGD
GCS : E3 V4 M5
Suara nafas wheezing
Terdapat otot bantu pernafasan

A. Pengkajian

1. Riwayat penyakit sekarang

Pada kasus Tn. S pasien merasa sesak, seperti biasanya pasien langsung menghirup

inhaler untuk meredakan sesaknya, namun kali ini tidak mengurangi sesak, dalam

keadaan gelisah dan masih sadar penuh akhirnya pasien dilarikan ke Rumah Sakit.

Sedangakan menurut Muttaqin (2008) Klien dengan serangan asma datang mencari

pertolongan terutama dengan keluhan sesak napas yang hebat dan mendadak, kemudian

diikuti dengan gejala-gejala lain seperti wheezing, penggunaan otot bantu pernapasan,

kelelahan, gangguan kesadaran, sianosis, dan perubahan tekanan darah. Berdasarkan

kedua pernyataan ketidaksesuaian pada teori dan kasus yaitu pada teori adalah gangguan

kesadaran tidak ditemukan pada kasus, hal itu disebabkan saat kambuh klien telah

menghirup inhaler untuk memperingan sesak yang selama ini dideritanya kendati kali ini
tidak semempan kekambuhan sebelumnya namun mampu menahan pasien untuk tidak

sampai mengalami gangguan kesadaran, sehingga dapat dilarikan ke Rumah Sakit dalam

keadaan sadar penuh.

2. Riwayat penyakit dahulu

Pada kasus Tn. S pasien mengalami Pasien mengatakan sering mengalami sesak sejak

dulu, dan sering keluar masuk rumah sakit karena keluhan yang sama, tidak mempunyai

riwayat infeksi atau sakit yang lainnnya. Sedangkan menurut Muttaqin (2008) pada

pengkajian riwayat penyakit dahulu, penyakit yang pernah diderita pada masa-masa

dahulu seperti adanya infeksi pernapasan atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, dan

polip hidung. Dalam kasus ini tidak ditemukan riwayat infeksi pernapasan atas, sakit

tenggorokan, amandel, sinusitis, dan polip hidung sebelumnya. Hal ini dapat dikarenakan

asma yang diderita pasien murni dicetuskan oleh alergen - alergen yang didapat pasien

dari lingkungan sekitarnya.

3. Riwayat penyakit keluarga

Pada kasus Tn. S keluarganya tidak ada yang mempunyai keluhan sesak seperti pasien.

Pada tinjauan teori menurut Hood Alsagaf pada Muttaqin (2008), pada klien dengan

serangan asma perlu dikaji tentang riwayat penyakit asma atau penyakit alergi yang lain

pada anggota keluarganya karena hipersensitivitas pada penyakit asma ini lebih

ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan. Hal ini disebabkan asma yang diderita

pasien lebih dipengaruhi oleh lingkungan di sekitar yang dapat memicu alergi pencetus

asma.

4. Pemeriksaan fisik

a. Tanda - tanda Vital


Pada kasus Tn. S ditemukan peningkatan frekuensi pernapasan namun tidak

ditemukan peningkatan tekanan darah dan nadi, sedangkan menurut tinjauan teori

pada tanda tanda vital ditemukan adanya peningkatan frekuensi pernapasan, tekanan

darah meningkat, dan peningkatan nadi. Sehingga tidak terjadi kesesuaian antara fakta

dan teori. Hal ini terjadi karena saat pengkajian pasien tidak dalam keadaan kambuh,

meskipun keadaan saat itu pasien terdapat sesak dibuktikan dengan terkajinya

frekuensi pernapasan yang meningkat.

b. Mulut dan Laring

Pada kasus Tn. S pasien mampu makan 3x sehari dengan porsi sedang dan minum air

putih 7 - 8 gelas / hari, meskipun terdapat penurunan nafsu makan menurut anamnesa

pasien. Sedangkan menurut tinjauan teori (Wijaya dan Putri, 2013) pada pemeriksaan

mulut dan laring terdapat mual / muntah, nafsu makan menurun, ketidakmampuan

untuk makan. Sehingga terjadi ketidaksesuaian antara fakta dan teori, hal ini

dikarenakan pasien mampu mentoleransi sesak yang dialaminya dalam hal

kemampuan untuk makan, dibuktikan dengan tampilan fisik pasien yang tampak

gemuk.

c. Ekskremitas

Pada Tn. S hanya ditemukan berkeringat saja, sedangkan menurut tinjauan teori pada

pemeriksaan ekskremitas, adanya edema, tremor dan tanda-tanda infeksi pada

ekstremitas karena dapat merangsang serangan asma. (Muttaqin, 2008). Sianosis

sekunder terhadap hipoksia hebat, dan gejala-gelaja retensi karbondioksida, termasuk

berkeringat, takikardi dan pelebaran tekanan nadi (Wijaya dan Putri, 2013). Terjadi

ketidaksesuaian antara fakta dan teori, hal ini dikarenakan saat pengkajian pasien
tidak dalam keadaan kambuh, sehingga tidak ditemukan tanda-tanda sebanyak yang

dijelaskan pada teori.

B. Diagnosa Keperawatan

Pada pasien Tn. S (29 Tahun) dengan Asma Bronkhial muncul masalah keperawatan sebagai

berikut :

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret (sekret

yang tertahan, kental). Diagnosa ini muncul pada Tn. S ditandai adanya retraksi otot-otot

interkostalis, terdapat penggunaan otot bantu pernapasan, terdapat whezzing, batuk tidak

efektif. Menurut teori bersihan jalan napas ditandai dengan batuk tidak efektif atau tidak ada,

tidak mampu mengeluarkan sekresi di jalan napas, suara napas menunjukkan adanya

sumbatan, dan jumlah, irama, kedalaman pernapasan tidak normal.

2. Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan peningkatan kerja pernapasan,

hipoksemia, dan ancaman gagal napas. Diagnosa ini muncul pada Tn. S ditandai dengan

retraksi otot-otot interkostalis, terjadi penggunaan otot bantu pernapasan, terjadi

peningkatan frekuensi pernapasan, terjadi pernapasan cuping hidung. Menurut teori

perubahan pola napas ditandai oleh perubahan pola napas seperti dyspnea.

C. Perencanaan

Pada perencanaan yang dibuat untuk Tn. S yang tidak dilakukan pada pelaksanaan yaitu

Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret (sekret yang

tertahan, kental). Perencanaan yang tidak dilakukan yaitu fisioterapi dada dengan teknik postural

drainase, perkusi dan fibrasi dada. Hal ini dikarenakan pasien menolak untuk dilakukan
intervensi tersebut

D. Implementasi

Pelaksanaan yang dilakukan pada Tn. S dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan keadaan yang

dialami oleh pasien. Menurut teori jalan napas memiliki otot polos hipertrofi yang berkontraksi

selama serangan, menyebabkan bronkokonsrtiksi. Di samping itu, terdapat hipertrofi kelenjar

mukosa, edema dinding bronkial, dan infiltrasi ekstensif oleh eosinofil dan limfosit. Mukus

bertambah jumlahnya dan abnormal menjadi kental, kenyal, dan bergerak lambat. Pada kasus

yang berat, banyak jalan napas yang tersumbat oleh sumbatan mukus, mungkin sebagian

dibatukan dalam sputum. Sputum tersebut khasnya sedikit dan putih. Oleh karena itu diperlukan

penanganan segera. Pelaksanaan yang dilakukan sesuai dengan perencanaan karena dapat

mempercepat proses penyembuhan.

E. Evaluasi

Evaluasi pada pasien Tn. S (29 Tahun) dengan Asma Bronkhial dengan diagnosa keperawatan :

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret (sekret

yang tertahan, kental). Diagnosa ini muncul pada Tn. S ditandai adanya retraksi otot-otot

interkostalis, terdapat dyspnea, terdapat penggunaan otot bantu pernapasan, terdapat

whezzing. Diagnosa keperawatan ini teratasi sebagian karena Tn. S. Menurut teori diagnosa

ini dapat teratasi dalam waktu 3 x 24 jam ditandai dengan tidak ada suara napas tambahan

seperti wheezing, pernapasan klien normal (16 - 20x/menit) tanpa ada penggunaan otot bantu

pernapasan. Tidak terjadi kesesuaian antara fakta dan teori karena pasien masih mengeluhkan

sesak meskipun tidak separah sebelumnya.


2. Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan peningkatan kerja pernapasan, dan

ancaman gagal napas. Diagnosa ini muncul pada Tn. S ditandai adanya retraksi otot-otot

interkostalis, terdapat dyspnea, ekspresi wajah pasien nampak menahan sesak. Menurut teori

diagnosa ini dapat teratasi dalam waktu 2 x 24 jam ditandai dengan efektifnya pola napas,

tidak adanya bunyi napas tambahan, tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan, napas

pendek tidak ada, pernapasan klien normal (16 - 20x/menit), ekspansi dada simetris.

Diagnosa keperawatan ini teratasi sebagian karena Tn. S masih mengeluhkan sesak meskipun

wheezing hampir tidak terdengar dan separah sebelumnya.

F. Penatalaksanaan

- Posisi Semi fowler

- Observasi TTV

- Infus RL 20 tpm

- Injeksi ceftriaxone 2 X 1 gram

- Injeksi dhipenhidramine 3 x 50 mg

- Oksigen masker 5 lpm


Daftar Pustaka

Musliha, 2010. Keperawatan Gawat Darurat : Plus Contoh ASKEP dengan Pendekatan NANDA, NIC,
NOC. Yogyakarta : Nuha Medika.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Pernapasan. Jakarta: EGC.
Nursalam. 2011. Proses dan Dokumentasi Keperawatan : Konsep dan Praktik Edisi 2. Jakarta : Salemba
Medika
Prasetyo, Budi. 2010. Seputar Masalah ASMA.Yogyakarta : DIVA Press
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah , Edisi 8. Jakarta : EGC.
Somantri, Irman. 2012. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan, Edisi
2. Jakarta : Salemba Medika.
Tanjung, Dudut. 2003. Asuhan Keperawatan Asma Bronkhial.
http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-dudut2.pdf . Tanggal 3 Desember 2012. Jam
19.30 WIB.
Wijaya, Andra Saferi dan Putri, Yessi Mariza. 2013. Keperawatan Medikal Bedah : Keperawatan
Dewasa Teori dan Askep. Yogyakarta : Nuha Medika.
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku saku diagnosis keperawatan NANDA NIC NOC

Anda mungkin juga menyukai