Anda di halaman 1dari 11

PRINSIP-PRINSIP PENYIMPULAN

Oleh Kelompok 10 :
Nurul Citra : 0406211003
Indah Maulida : 0406211004

Dosen pengampu :
Hefni Julidar Daulay, STh.I,M.Ag

ILMU HADIS
FALKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “PRINSIP-PRINSIP PENYIMPULAN” dengan tepat waktu.
Dalam penulisan makalah ini kami selaku penulis, tidak sedikit menemukan
beberapa hambatan. Namun berkat kerja keras, kekompakkan serta dukungan dan
bantuan dari berbagai pihak penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Sehubungan dengan itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. BUNDA
2. Teman – teman Prodi ILMU HADIST
Dengan kerja keras dan usaha yang telah kami lakukan semoga karya ini
dapat berguna bagi semua pihak yang membutuhkan. Penulis juga akan terus
berupaya untuk memperbaiki karya ini sehingga dapat menjadi solusi dari sebagian
permasalahan di UINSU.

2
DAFTAR ISI

Contents
BAB I .................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang ............................................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah....................................................................................................... 4
BAB II ................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ..................................................................................................................... 5
1. Prinsip-Prinsip Penyimpulan ....................................................................................... 5
2. silogisme beraturan dan silogisme tidak beraturan ................................................... 6
3. Hukum-Hukum Kesimpulan ........................................................................................ 8
BAB III ................................................................................................................................ 10
PENUTUP ........................................................................................................................... 10
A. KESIMPULAN ............................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 11

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mata kuliah ini menyajikan materi yang berhubungan dengan peranan
logika sebagai teori penyimpulan dengan menggunakan bahasa sebagai sarana
dalam mengungkapkan konsep. Materi di dalamnya disajikan secara tematis dalam
pengertian bahwa konsep-konsepnya dikaitkan dengan proses dalam melakukan
penyimpulan.
Lebih jauh, pembahasan di sini juga mencakup pengertian dan sejarah
logika, berbagai macam konsep dan term, prinsip-prinsip penalaran, berbagai
proposisi seperti proposisi kategorik, proposisi hipotetik, proposisi disjungtif,
proposisi konjungtif, termasuk disjungsi dan konjungsi.
Selain itu, membahas pula mengenai penalaran hipotetik, penalaran oposisi,
penalaran eduksi, berbagai prinsip penyimpulan yang meliputi silogisme beraturan,
silogisme tak beraturan dan hukum – hukum kesimpulan.

B. Rumusan Masalah
1. Mengetahui bagaimana prinsip-prinsip penyimpulan?
2. Bagaimana mengetahui hukum- hukum prinsip-prinsip penyimpulan?

4
BAB II
PEMBAHASAN

1. Prinsip-Prinsip Penyimpulan
Untuk menentukan ketepatan dan kepastian kesimpulan yang dihasilkan
dalam membandingkan dua proposisi dalam bentuk silogisme,harus mengikuti
aturan-aturan tertentu yang langsung berbentuk rumusan silogisme berkesimpulan
dan tepat. Prinsip-prinsip penyimpulan merupakan hukum dasar penyimpulan,
terbagi atas dua macam prinsip dan memiliki tujuh hukum dasar yaitu :
a.Prinsip Konotasi term dalam silogisme, terdapat 3 hukum dasar penyimpulan
yaitu :
1.Dua hal yang sama, jika yang satu diketahui sama dengan hal ketiga, maka yang
lain pun pasti sama. Contoh dalam proposisi Semua manusia berakal budi , dan
Semua yang berakal budi berbudaya. Jika keduanya dibandingkan maka akan
diperoleh kesimpulan bahwa manusia beranggotakan sama dengan berbudaya, yang
berarti bahwa “semua manusia berbudaya”.Sehingga berdasarkan hukum pertama
atas dasar konotasi term dalam silogisme,akan diperoleh kesimpulan akhir “semua
manusia berakal budi, dan semua yang berakal budi berbudaya,maka semua
manusia berbudaya”.
2.Dua hal yang sama, jika sebagian yang lain pun termasuk di dalamnya. Contohnya
dalam proposisi“Rakyat Indonesia adalah warga negara Indonesia”, dan “Sebagian
warga negara Indonesia adalah keturunan asing”. Jika keduanya dibandingkan
maka akan diperoleh kesimpulan bahwa sebagian anggota yang lain, yaitu “rakyat
Indonesia” juga termasuk dalam “keturunan asing”, yang berarti“sebagian rakyat
Indonesia keturunan asing”, sehingga berdasarkan hukum kedua atas dasar konotasi
term dalam silogisme, akan diperoleh kesimpulan akhir:“Rakyat Indonesia adalah
warga negara Indonesia, dan sebagian warga negara Indonesia adalah keturunan
asing, maka sebagian rakyat Indonesia keturunan asing”.
3.Antara dua hal, jika yang satu sama dan yang lain berbeda dengan hal ketiga,
maka dua hal itu berbeda. Contohnya dalam proposisi “Semua yang berbudaya
adalah manusia”, dan “Semua manusia bukan keturunan kera”. Jika keduanya
dibandingkan maka akan diperoleh kesimpulan bahwa sebagian anggota yang lain,
yaitu “yang berbudaya” tidak satu pun anggotanya yang sama dengan hal kedua
“keturunan kera”, yang berarti “Semua yang berbudaya bukanlah keturunan kera”,
sehingga berdasarkan hukum ketigaatas dasar konotasi term dalam silogisme, akan
diperoleh kesimpulan akhir:“Semua yang berbudaya adalah manusia, dan semua

5
manusia bukan keturunan kera, maka semua yang berbudaya bukannlah keturunan
kera”.1
b.Prinsip denotasi term dalam silogisme, ada 4 hukum dasar penyimpulan yaitu :
1. Jika sesuatu hal diakui sebagai sifat yang sama dengan keseluruhan, maka diakui
pula sebagai sifat oleh bagian-bagian dalam keseluruhan.
2.Jika sesuatu hal diakui sebagai sifat yang sama dengan bagian dari suatu
keseluruhan, maka diakui pula sebagi bagian dari keseluruhannya itu.
3.Jika sesuatu hal diakui sebagai sifat yang meliputi keseluruhan, maka meliputi
pula bagian-bagian dalam keseluruhan itu.
4.Jika sesuatu hal tidak diakui oleh keseluruhan, maka tidak diakui pula oleh
bagian- bagian dalam keseluruhan itu.

2. silogisme beraturan dan silogisme tidak beraturan


silogisme beraturan adalah suatu silogisme atau bentuk penyimpulan yang
terdiri dari tiga proposisi,dimana ketiganya sebagai proposisi premis mayor,
proposisi premis minor, dan proposisi kesimpulan (serta term tengah), dirumuskan
dengan jelas. Terdapat empat macam silogisme beraturan, yaitu:
a.Silogisme Sub-Pre, dimana term pembandingnya (term tengah) dalam
premis pertama (premis mayor) sebagai subjek dan dalam premis kedua
(premis minor) sebagai predikat. Contoh : Semua birokrasi adalah pelayan
publik, Kantor pajak adalah birokrasi jadi,Kantor pajak adalah pelayan
publik.
b.Silogisme Bis-Pre, dimana term pembandingnya (term tengah) menjadi
predikat dalam kedua premis. Contohnya: “Semua pelayan publik adalah
aparatur birokrat, Zahra adalah aparatur birokrat maka Zahra adalah pelayan
publik.
c. Silogisme Bis-Sub, dimana term pembandingnya (term tengah) menjadi
subjek dalam kedua premis. Contohnya: “Pembuat kebijakan adalah
administrator publik, Pembuat kebijakan adalah pelayan publik Jadi,
Administrator publik adalah pelayan publik.
d. Silogisme Pre-Sub, dimana term pembandingnya (term tengah) dalam
premis pertama (premis mayor) sebagai predikat dan dalam premis kedua
(premis minor) sebagai subjek. Contohnya: “semua koruptor adalah orang

I Gusti Ngurah Puger dan Dewa Nyoman Redana, “Penerapan kemampuan berfikir
mantik dalam pembelajaran sains, Jurnal Pendidikan”,Vol. 6 No.2, (2019), hal. 11

6
tidak beretika, orang yang tidak beretika adalah pelaku kejahatan publik
jadi, semua koruptor adalah pelaku kejahatan publik
Sedangkan silogisme tidak beraturan merupakan kumpulan berbagai
silogisme,yaitu silogisme kategori yang proposisinya ada yang tidak dinyatakan
atau berkaitan atau juga bentuk silogisme yang terdiri dari beberapa silogisme yang
berkaitan. Silogisme Tidak Beraturan dibedakan atas empat macam ;
Entimema, yaitu bentuk silogisme yang hanya menyebutkan premis atau
kesimpulan saja atau keduanya, tetapi ada satu premis yang tidak dinyatakan.
Contoh: PKI adalah berhaluan komunis, maka PKI tidak boleh berkembang di
negara Pancasila. Contoh tersebut yang tidak disebutkan adalah pada premis
“Komunis tidak boleh berkembang di negara Pancasila.
Epikirema, adalah suatu bentuk silogisme yang salah satu atau kedua
premisnya disertai dengan alasan. Premis yang disertai dengan alasan itu
sebenarnya merupakan kesimpulan dari silogisme itu sendiri. Contoh: Semua
pemimpin partai terlarang bersifat pasif, karena mereka dilarang melakukan
kegiatan politik. Hasan adalah pemimpin partai terlarang. Jadi Hasan adalah
bersikap pasif.
Sorites adalah suatu bentuk silogisme yang premisnya saling berkaitan
lebih dari dua proposisi, sehingga kesimpulannya berbentuk hubungan antara salah
satu term proposisi pertama dengan salah satu term proposisi terakhir yang
keduanya bukan term pembanding. Contoh: Manusia itu berakal budi. Berakal budi
itu berbudaya. Berbudaya itu perlu makan. Makan memerlukan barang,Jadi
manusia memerlukan barang.
Polisilogisme adalah suatu bentuk penyimpulan berupa perkaitan silogisme,
sehingga kesimpulan silogisme sebelumnya selalu menjadi premis pada silogisme
berikutnya. Contoh: Jika Farhan adalah seorang raja, dan raja adalah manusia, maka
Farhan adalah manusia, dan manusia adalah berakal budi, maka Farhan adalah
berakal budi, dan berakal budi adalah memerlukan makan, maka Farhan
memerlukan makan2.

Falah Al-Abidi dan Sayyid Saad Al-Musawi, Buku Saku Logika : Sebuah Daras
Ringkas. (Jakarta : Sadra Press, 2018), hal. 50

7
3. Hukum-Hukum Kesimpulan
Terdapat 8 kaidah atau hukum yang berlaku dalam penyusunan silogisme
kategoris. Masing-masing 4 menyangkut term, dan 4 menyangkut proposisi.
Kaidah-kaidah tersebut adalah sebagai berikut:
a.Menyangkut term-term.
• Silogisme tidak boleh mengandung lebih atau kurang dari tiga term.
Kurang dari tiga term berarti tidak ada silogisme. Lebih dari tiga
term berarti tidak adanya perbandingan. Kalaupun ada tiga term,
ketiga term itu haruslah digunakan dalam arti yang sama tepatnya.
Kalau tidak, hal itu sama saja dengan menggunakan lebih dari tiga
term. Misalnya:
Kucing itu mengeong
Binatang itu kucing
Jadi, binatang itu mengeong
• Term-antara (M) tidak boleh masuk (terdapat dalam) kesimpulan.
Hal ini sebenarnya sudah jelas dari bagan silogisme. Selain itu,
masih dapat dijelaskan bagini: term-antara (M) dimaksudkan untuk
mengadakan perbandingan dengan term-term. Perbandingan itu
terjadi dalam premis-premis. Karena itu, term-antara (M) hanya
berguna dalam premis-premis saja3.
• Term subyek dan predikat dalam kesimpulan tidak boleh lebih luas
daripada dalam premis-premis. Artinya, term subyek dan predikat
dalam kesimpulan tidak boleh universal, kalau dalam premis-premis
particular. Ada bahaya ‘latius hos’. Istilah ini sebenarnya merupakan
singkatan dari hukum silogisme yang berbunyi: ‘Latius hos quam
praemiisae conclusion non vult’. Isi ungkapan yang panjang ini
sama saja dengan ‘generalisasi’. Baik ‘Latius hos’ maupun
‘generalisasi’ menyatakan ketidakberesan atau kesalahan
penyimpulan, yakni menarik kesimpulan yang terlalu luas. Menarik
kesimpulan yang universal pada hal yang benar hanyalah
kesimpulan dalam bentuk keputusan yang particular saja. Misalnya:
Kucing adalah makhluk hidup
Manusia bukan kucing
Jadi, manusia bukan makhluk hidup

Amelia Zuliyanti Siregar dan Nurliana Harahap, Strategi dan Teknik Penulisan Karya
Tulis Ilmiah dan Publikasi, (Yogyakarta : Deepublish PublisherPublisher, 2019), hal. 28

8
• Term-antara (M) harus sekurang-kurangnya satu kali universal. Jika
term-antara particular baik dalam premis major maupun minor,
mungkin sekali term-antara itu menunjukkan bagian-bagian yang
berlainan dari seluruh luasnya. Kalau begitu term-antara tidak lagi
berfungsi sebagai term-antara dan tidak lagi menghubungkan
(memisahkan) subyek dan predikat. Misalnya:
Banyak orang kaya yang kikir
Si Fulan adalah orang kaya
Jadi, Si Fulan adalah orang yang kikir.
b. menyangkut keputusan-keputusan (proposisi)
• jika kedua premis (yakni major dan minor) afirmatif atau positif,
maka kesimpulannya harus afirmatif dan positif pula.
• Kedua premis tidak boleh negatif, sebab term-antara (M) tidak lagi
berfungsi sebagai penghubung atau pemisah subyek dan predikat.
Dalam silogisme sekurang-kurangnya satu, yakni subyek atau
predikat, harus dipersamakan dengan term-antara (M). Misalnya:
Batu bukan binatang
Kucing bukan batu
Jadi, kucing bukan binatang
• Kedua premis tidak boleh partikular. Sekurang-kurangnya satu
premis harus universal. Misalnya:
Ada orang kaya yang tidak tenteram hatinya
Banyak orang yang jujur tenteram hatinya
Jadi, orang-orang kaya tidak jujur
Kesimpulan harus sesuai dengan premis yang paling lemah. Keputusan
particular adalah keputusan yang ‘lemah’ dibandingkan dengan keputusan yang
universal. Keputusan negatif adalah keputusan yang ‘lemah’ dibandingkan dengan
keputusan afirmatif atau positif. Oleh karena itu:
• Jika satu premis partikular, kesimpulan juga partikular;
• Jika salah satu premis negatif, kesimpulan juga harus negatif;
• Jika salah satu premis negatif dan partikular, kesimpulan juga harus
negatif dan partikular. Kalau tidak, ada bahaya ‘latius hos’ lagi.
Misalnya: Beberapa anak puteri tidak jujur, Semua anak puteri itu
manusia (orang)Jadi, beberapa manusia (orang) itu tidak jujur.

9
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Prinsip-prinsip Penyimpulan Penyimpulan tidak langsung, struktur
penalarannya diwujudkan dalam bentuk silogisme, yaitu yang secara umum
diartikan dengan susunan pikir. Silogisme merupakan salah satu bentuk
penyimpulan deduktif yang sering digunakan, baik dalam kehidupan sehari-hari
dalam suatu perbincangan maupun dalam bentuk penelitianpenelitian ilmiah.
Silogisme adalah setiap penyimpulan, di mana dari dua keputusan (premis-
premis) disimpulkan suatu keputusan yang baru (kesimpulan). Keputusan yang
baru itu berhubungan erat sekali dengan premis premisnya Keeratannya terletak
dalam hal ini: Jika premis-premisnya benar, dengan sendirinya atau tidak dapat
tidak kesimpulannya benar.

10
DAFTAR PUSTAKA

Noor Muhsin Bakri dan Sonjoruri Budiani Trisakti (2012), Logika. Ed. V

Falah Al-Abidi dan Sayyid Saad Al-Musawi (2008), Buku Saku Logika :
Sebuah Daras Ringkas.

I Gusti Ngurah Puger dan Dewa Nyoman Redana (2019), “Penerapan


kemampuan berfikir mantik dalam pembelajaran sains, Jurnal Pendidikan.

https://bolehcarisini.blogspot.com/2019/11/prinsip-prinsip-penyimpulan-
sebagai.html?m=1

11

Anda mungkin juga menyukai