Anda di halaman 1dari 5

1.

Sebutkan dan jelaskan prinsip-prinsip penyimpulan sebagai hukum


dasar penyimpulan?

Jawab : Untuk menentukan ketepatan dan kepastian kesimpulan yang


dihasilkan dalam membandingkan dua proposisi dalam bentuk silogisme,
harus mengikuti aturan-aturan tertentu yang langsung berbentuk rumusan
silogisme berkesimpulan dan tepat. Prinsip-prinsip penyimpulan
merupakan hukum dasar penyimpulan, terbagi atas dua macam prinsip
dan memiliki tujuh hukum dasar yaitu :

a. Prinsip Konotasi term dalam silogisme, terdapat 3 hukum dasar


penyimpulan yaitu :
1. Dua hal yang sama, jika yang satu diketahui sama
dengan hal ketiga, maka yang lain pun pasti sama.
Contoh dalam proposisi “Semua manusia berakal
budi”, dan Semua yang berakal budi berbudaya”. Jika
keduanya dibandingkan maka akan diperoleh
kesimpulan bahwa “manusia” beranggotakan sama
dengan “berbudaya”, yang berarti bahwa “semua
manusia berbudaya”. Sehingga berdasarkan hukum
pertama atas dasar konotasi term dalam silogisme,
akan diperoleh kesimpulan akhir : “semua manusia
berakal budi, dan semua yang berakal budi berbudaya,
maka semua manusia berbudaya”.
2. Dua hal yang sama, jika sebagian yang lain pun
termasuk di dalamnya. Contohnya dalam proposisi
“Rakyat Indonesia adalah menjadi warga negara
Indonesia”, dan “Sebagian warga negara Indonesia
adalah keturunan asing”. Jika keduanya dibandingkan
maka akan diperoleh kesimpulan bahwa sebagian
anggota yang lain, yaitu “rakyat Indonesia” juga
termasuk dalam “keturunan asing”, yang berarti
“sebagian rakyat Indonesia keturunan asing”, sehingga
berdasarkan hukum kedua atas dasar konotasi term
dalam silogisme, akan diperoleh kesimpulan
akhir:“Rakyat Indonesia adalah menjadi warga negara
Indonesia, dan sebagian warga negara Indonesia
adalah keturunan asing, maka sebagian rakyat
Indonesia keturunan asing”.
3. Antara dua hal, jika yang satu sama dan yang lain
berbeda dengan hal ketiga, maka dua hal itu berbeda.
Contohnya dalam proposisi “Semua yang berbudaya
adalah manusia”, dan “Semua manusia bukan
keturunan kera”. Jika keduanya dibandingkan maka
akan diperoleh kesimpulan bahwa sebagian anggota
yang lain, yaitu “yang berbudaya” tidak satu pun
anggotanya yang sama dengan hal kedua “keturunan
kera”, yang berarti “Semua yang berbudaya bukanlah
keturunan kera”, sehingga berdasarkan hukum ketiga
atas dasar konotasi term dalam silogisme, akan
diperoleh kesimpulan akhir:
“Semua yang berbudaya adalah manusia, dan semua
manusia bukan keturunan kera, maka semua yang
berbudaya bukannlah keturunan kera”.
b. Prinsip denotasi term dalam silogisme, ada 4 hukum dasar
penyimpulan yaitu :
1. Jika sesuatu hal diakui sebagai sifat yang sama
dengan keseluruhan, maka diakui pula sebagai sifat
oleh bagian-bagian dalam keseluruhan.
2. Jika sesuatu hal diakui sebagai sifat yang sama dengan 
bagian dari suatukeseluruhan, maka diakui pula sebagi
bagian dari keseluruhannya itu.
3. Jika sesuatu hal diakui sebagai sifat yang meliputi
keseluruhan, maka meliputi pula bagian-bagian dalam
keseluruhan itu.
4. Jika sesuatu hal tidak diakui oleh keseluruhan, maka
tidak diakui pula oleh bagian- bagian dalam
keseluruhan itu.

2. Jelaskan perbedaan silogisme beraturan dan silogisme tidak


beraturan dengan disertai contoh?
Jawaban :

Menurut Bakry dan Trisakti (2017), silogisme beraturan adalah suatu


silogisme atau bentuk penyimpulan yang terdiri dari tiga proposisi,
dimana ketiganya sebagai proposisi premis mayor, proposisi premis
minor, dan proposisi kesimpulan (serta term tengah), dirumuskan dengan
jelas. Terdapat empat macam silogisme beraturan, yaitu:

1. Silogisme Sub-Pre, dimana term pembandingnya (term tengah) dalam


premis pertama (premis mayor) sebagai subjek dan dalam premis kedua
(premis minor) sebagai predikat.
Contohnya: “Semua yang berakal budi adalah manusia dan semua yang
berbudaya berakal budi maka semua manusia berbudaya”.
2. Silogisme Bis-Pre, dimana term pembandingnya (term tengah) menjadi
predikat dalam kedua premis. Contohnya: “Semua manusia adalah
berbudaya dan semua keturunan kera tidak berbudaya maka semua
manusia bukan keturunan kera”.

3. Silogisme Bis-Sub, dimana term pembandingnya (term tengah) menjadi


subjek dalam kedua premis. Contohnya: “Semua manusia adalah
makhluk dan semua manusia berbudaya maka sebagian makhluk adalah
berbudaya”.

4. Silogisme Pre-Sub, dimana term pembandingnya (term tengah) dalam


premis pertama (premis mayor) sebagai predikat dan dalam premis kedua
(premis minor) sebagai subjek. Contohnya: “Semua anggota FKPPI
adalah rakyat Indonesia dan semua rakyat Indonesia tidak beraliran
komunis maka semua anggota FKPPI tidak beraliran komunis”.

Sedangkan silogisme tidak beraturan merupakan kumpulan berbagai silogisme,


yaitu silogisme kategori yang proposisinya ada yang tidak dinyatakan atau
berkaitan atau juga bentuk silogisme yang terdiri dari beberapa silogisme yang
berkaitan. Silogisme Tidak Beraturan dibedakan atas empat macam, yaitu:

A. Entimema, yaitu bentuk silogisme di mana satu proposisi dihilangkan


karena dianggap sudah diketahui. Ada 4 macam bentuk kemungkinan
Entimema, yaitu:
1. Entimema dari silogisme, di mana premis mayor dihilangkan. Contohnya:
“Mahasiswa yang telah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Fakultas
diperkenankan mengajukan permohonan penulisan skripsi” (premis
mayor); “Rudi Saputra telah memenuhi syarat yang ditetapkan Fakultas”
(premis minor); maka kesimpulannya “Rudi Saputra diperkenankan
mengajukan permohonan penulisan skripsi karena Rudi Saputra telah
memenuhi syarat yang ditetapkan Fakultas”.

2. Entimema dari silogisme, di mana premis minor dihilangkan. Contohnya:


Contohnya: “Mahasiswa yang telah memenuhi syarat yang ditetapkan
oleh Fakultas diperkenankan mengajukan permohonan penulisan skripsi”
(premis mayor); “Rudi Saputra telah memenuhi syarat yang ditetapkan
Fakultas” (premis minor); maka kesimpulannya “Rudi Saputra
diperkenankan mengajukan permohonan penulisan skripsi karena
mahasiswa yang telah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Fakultas
diperkenankan mengajukan permohonan penulisan skripsi”.
3. Entimema dari silogisme, dimana kesimpulan dihilangkan, karena
langsung sudah diketahui. Contohnya: “Mahasiswa yang telah memenuhi
syarat yang ditetapkan oleh Fakultas diperkenankan mengajukan
permohonan penulisan skripsi” (premis mayor); “Rudi Saputra telah
memenuhi syarat yang ditetapkan Fakultas” (premis minor); maka
kesimpulannya “Mahasiswa yang telah memenuhi syarat yang ditetapkan
oleh Fakultas diperkenankan mengajukan permohonan penulisan skripsi,
dan Rudi Saputra telah memenuhi syarat yang ditetapkan Fakultas”.

4. Entimema dari silogisme, di mana premis mayor dan minor dihilangkan,


karena dianggap sudah diketahui. Contohnya: “Mahasiswa yang telah
memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Fakultas diperkenankan
mengajukan permohonan penulisan skripsi” (premis mayor); “Rudi
Saputra telah memenuhi syarat yang ditetapkan Fakultas” (premis minor);
maka kesimpulannya “Rudi Saputra diperkenankan mengajukan
permohonan penulisan skripsi”.
Epikirema, yaitu bentuk silogisme, di mana salah satu atau kedua premis
(mayor dan minor) disertai dengan alasan. Contohnya: “Kelompok
pemeras pedagang telah ditahan polisi karena mengganggu ketenangan
masyarakat. Dan remaja kampung X adalah kelompok pemeras pedagang
karena mengikuti “Gali” sebagai pemimpin. Maka remaja putus sekolah
kampung X telah ditahan polisi”.
B. Sorites, yaitu bentuk silogisme, di mana premis berhubungan lebih dari
dua proposisi, sehingga kesimpulan berbentuk hubungan antara premis
mayor dan premis minor, tanpa term tengah. Contohnya: Partai yang
fanatik mementingkan golongan sendiri itu bukan partai yang mau
mengalah. Partai yang mau mengalah adalah partai yang mau
bermusyawarah. Partai yang mau bermusyawarah adalah partai seperti
dituntut oleh pancasila. Partai seperti dituntut oleh pancasila adalah partai
yang sesuai dengan konsensus bangsa Indonesia. Partai yang fanatik
mementingkan golongan sendiri bukan partai yang sesuai dengan
konsensus bangsa Indonesia.
C. Polisilogisme, yaitu: bentuk silogisme, di mana hubungan pada
kesimpulan sebelumnya menjadi premis pada silogisme berikutnya. Ada
dua poli-silogisme, yaitu: Pro-silogisme (silogisme yang bukan bagian
akhir); dan Epi-silogisme (silogisme yang bagian akhir). Contohnya:
Semua manusia tidak sempurna. Semua raja adalah manusia. Semua raja
tidak sempurna.Hendrik VIII adalah seorang raja. Jadi, hendrik VIII tidak
sempurna.

Referenci :
ISIP4211/Inisiasi 6. 2019
Noor Muhsin Bakry dan Sonjoruri Budiani Trisakti. Logika. Edisi Kedua.
Rangerang Selatan: Universitas Terbuka, 2017.

Anda mungkin juga menyukai