SILOGISME
Di Susun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia
Di susun oleh :
1. Ari Hidayatullah
2. Egies
3. M. Ikmal
4. Mozsa
5. Hananda
STAI AL-ANDINA
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini meskipun jauh dari
kesempurnaan. Pembuatan makalah ini diharapkan dapat menjadi salah satu wadah
pembelajaran dalam menambah ilmu utamanya dalam mata kuliah Bahasa Indonesia
terkhusus pada pelafalan, pemakaian huruf, pemisahan suku kata, penulisan huruf, kata,
partikel, dan angka bilangan. Pada kesempatan ini kami membuka diri untuk menerima
kritik dan saran yang berguna untuk perbaikan dalam makalah ini. Semoga makalah ini
dapat memberikan pengetahuan dalam proses pembelajaran utamanya dalam penggunaan
ejaan Bahasa Indonesia yang benar.
Tim penyusun
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
Kesimpulan............................................................................................................xi
Saran......................................................................................................................xi
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
iii
PENDAHULUAN
iv
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Silogisme
Silogisme adalah suatu bentuk penarikan kesimpulan/konklusi secara deduktif.
Deduktif merupakan salah satu teknik untuk mengambil simpulan sedangkan silogisme
disusun dari dua proposisi (pernyataan) dan sebuah konklusi (kesimpulan).dari dua
pernyataan tersebut yang kemudian dihubungkan dengan pernyataan ketiga yang kemudian
dapat ditarik kesimpulannya, dengan menggabungkan kedua premis tersebut.
Yang perlu diketahui bahwa silogisme hanya mempersoalkan kebenaran
formal(kebenaran bentuk)tanpa mempersoalkan kebenaran material(kebenaran isi),karena
konklusi itu sudah didasari oleh kondisi kebenaran dan premis yang selalu diambil adalah
premis yang permasalahannya benar(jelas).
Jadi silogisme itu adalah bentuk penyimpulan tidak langsung. Dikatakan demikian
karena silogisme menyimpulkan sebuah pengetahuan baru yang kebenarannya diambil
secara sintetis dari dua permasalahan yang dihubungkan dengan cara tertentu. Akan tetapi
dari dua permasalahan tersebut harus mempunyai persamaan. Aristoteles membatasi
silogisme sebagai: Argumen yang konklusinya diambil secara pasti dari premis-premis yang
menyatakan permasalahan yang berlainan.
v
1. Berdasarkan komprehensi.
A. Apabila dua buah term yang keduanya saling berhubungan dengan term yang lain, maka
kedua term itu saling berhubungan pula.
Contoh:
Baju adalah pakaian yang sangat berguna;
Baju adalah pakaian yang paling murah;
Pakaian yang sangat berguna adalah pakaian yang paling murah.
B. Apabila dua buah term, satu diantaranya mempunyai hubungan dengan term yang kedua
dan term yang lainnya tidak, maka kedua term itu tidak mempunyai hubungan satu sam
lain.
Contoh:
Tidak seorangpun manusia yang sempurna di dunia ini;
Ali adalah manusia;
Jadi Ali tidaklah sempurna di dunia ini.
2. Berdasarkan ekstensi
Segala sesuatu yang secara umum ditandaskan mengenai suatu pokok kaliamat, harus pula
ditandaskan mengenai segala sesuatu yang diliputi oleh pokok kalimat itu. Apabila secara
umum ditandaskan, bahwa budi bahsa adalah disukai, maka dengan itu ditandaskan pula,
bahwa setiap budi bahasa adalah disukai.
Segala sesuatu yang dipungkiri tentang suatu pokok kalimat, harus pula dipungkiri tentang
segala sesuatu yang diliputi oleh pokok kalimat itu.
vi
Adalah silogisme yang semua proposisinya merupakan proposisi kategorial. Dikatakan
begitu karena dalam silogisme kategorik terdapat premis mayor (premis yang termnya
menjadi predikat), dan premis minor ( premis yang termnya menjadi subjek). kemudian
kedua premis tersebut dihubungkan dengan term penengah (middle term).dari premis
pertama atau dapat juga dikatakan premis umum, itu harus merupakan proposisi universal.
sedangkan premis kedua / premis khusus tidak harus berproposisi universal tetapi bisa
menggunakan proposisi partikular atau singular, tetapi dengan syarat ia harus diletakkan
dibawah aturan premis umum, dan dikedua premis itu harus saling berhubungan dan harus
diperhatikan kualitas dan kuantitasnya agar dapat diambil konklusinya yang valid.
Contoh: Semua tumbuhan membutuhkan air. (Premis Mayor).
Akasia adalah tumbuhan (premis minor).
Akasia membutuhkan air (Konklusi).
2. Silogisme Hipotetik
Silogisme hipotetik adalah argumen yang premis mayornya berupa proposisi hipotetik,
sedangkan premis minornya adalah proposisi kategorik. Ada 3 macam tipe silogisme
hipotetik:
a. Silogisme kondisional
vii
Adalah silogisme yang premis mayornya berupa keputusan kondisional. Keputusan
kondisional adalah keputusan yang mengandung syarat, yaitu terdiri dari dua bagian,
dimana yang satu dinyatakan benar, jika syarat yang dinyatakan dalam bagian lain dipenuhi.
Contoh: Jika jatuh huja air, maka jalan-jalan menjadi basah.
b. Silogisme disjunktif
Adalah yang premis mayornya terdiri dari keputusan disjunktif. Keputusan disjunktif
adalah yang di dalamnya terkandung suatu pilihan antara dua kemungkinan atau lebih.
Premis minor mengiyakan atau memungkiri salah satu kemungkinan-kemungkinan yang
disebut dalam mayor. Sedang kesimpulannya mengandung kemungkinan yang lain.
Disjunktif dibedakan menjadi 2 bagian yaitu:
a. Dalam arti sempit(arti sebenarnya)
Adalah disjunktif yang hanya mengadung dua kemungkinan;artinya tidak dapat bersama-
sama benar dan tidak ada kemungkinan ketiga.
Contoh:
Kau masuk atau tidak masuk
Nah, ternyata kau masuk
Jadi tidak tinggal di luar (tidak masuk).
Contoh:
viii
Kesebelasan pss kalah atau menang?
Nah, tidak kalah
Jadi menang(belum tentu)-sebab ada kemungkinan yang lain, yaitu sama kuat/seri.
3. Silogisme Alternatif
ix
Silogisme alternatif adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi
alternatif. Proposisi alternatif yaitu bila premis minornya membenarkan salah satu
alternatifnya. Kesimpulannya akan menolak alternatif yang lain.
Contoh:
Nenek Sumi berada di Bandung atau Bogor.
Nenek Sumi berada di Bandung.
Jadi, Nenek Sumi tidak berada di Bogor.
4. Entimem
Dalam kehidupan sehari-hari biasanya silogisme itu muncul hanya dengan dua proposisi,
salah satunya dihilangkan. Walaupun dihilangkan, Proposisi itu tetap dianggap ada dalam
pikiran, dan dianggap diketahui pula oleh orang lain. Bentuk semacam inilah yang
dinamakan entimem (dari kata enthymeme>enthymema, Yunani. Lebih jauh kata itu berasal
dari kata enthymeisthai yang berarti simpan dalam ingatan). Dalam tulisan-tulisan bentuk
inilah yang dipergunakan.
Contoh:
Premis Mayor: Siapa saja yang dipilih mengikuti pertandingan Thomas Cup adalah seorang
pemain kawakan.
Premis Minor: Rudy terpilih untuk mengikuti pertandingan Thomas Cup
Konklusi: Sebab itu Rudy adalah pemain (bulu tangkis) kawakan.
Bila semua gaya tulisannya sehari-hari mengikuti corak tersebut, maka akan dirasakan
bahwa tulisannya terlalu kaku. Sebab itu ia akan mengambil bentuk lain, yaitu entimem.
Bentuk itu berbunyi:”Rudy adalah seorang pemain bulu tangkis kawakan, karena terpilih
untuk mengikuti pertandingan Thomas Cup”.
BAB III
PENUTUP
x
3.1. Kesimpulan
Persoalan dalam sebuah argumentasi adalah bagaimana mengemukakan dan
menganalisa kebenaran atau menunjukkan kekeliruan penalaran orang lain. Bagaimana ia
harus memperlihatkan hubungan antara proposisi” yang terdapat dibalik tulisannya itu.
Tetapi ia juga harus merumuskan penalarannya itu dalam bahasa yang baik. Oleh sebab itu,
bentuk penalaran seperti bermacam-macam silogisme yang dikemukakan diatas harus
dikuasai untuk mampu menguji kebenaran dan kesahihan kesimpulan yang diturunkannya.
Sesudah itu berkewajiban juga untuk menyampaikan kebenaran itu dalam bentuk bahasa
yang baik18.
DAFTAR PUSTAKA
xi
Keraf, Gorys. 1982. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Poedjawijatna. 1992. Logika, Filsafat Berpikir. Jakarta: Rineka Cipta.
Burhanuddin Salam. 1988. Logika Formal, filsafat Berpikir. Jakarta: Bina Aksara.
A. Vloemans, Regis Jolivet, A.B. Hutabarat.1999. Logika. Jakarta: Erlangga.
Robert L. Shurter, John R. Pierce.1966. Critical Thinking. New York: McGraw Hill.
Mundiri. 1994. Logika. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
xii