Selain hal diatas, RBV ini termasuk pandangan yang dominan bila kita
membicarakan bagaimana seharusnya menganalisis keunggulan keunggulan
bersaing yang berkelanjutan dari sebuah organisasi. RBV mengasumsikan bahwa
masing-masing organisasi selalu punya sumber daya yang unik. Inilah yang
membedakan dua perusahaan dengan ukuran tidak terlalu berbeda, ada di satu
industri yang sama, bisa berbeda kinerja dan keberhasilannya.
Para peneliti dan pakar manajemen strategik punya kriteria sendiri-sendiri untuk
membuat penggolongan. Penggolongan yang lazimnya dapat diterima adalah
sumber daya dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu sumber daya
berwujud (tangible) dan sumber daya nirwujud (intangible). Gambarnya bisa kita
lihat seperti berikut (De Wit, Meyer, 2005).
Gambar Tipe-tipe Sumber Daya Organisasi (De Wit, Meyer, 2005)
a. Sumber daya berwujud (tangible) dan yang nirwujud (intangible). Sumber
daya berwujud adalah segala sesuatu yang tersedia di perusahaan yang
secara fisik dapat diamati (disentuh), seperti bangunan, mesin, material,
tanah, dan uang. Sumber daya nyata dapat kita katakan sebagai “perangkat
keras” dari organsiasi. Sementara itu, yang disebut sumber daya nirwujud
adalah “perangkat lunak” dari organisasi. Sumber daya nirwujud tidak
dapat disentuh, tapi sebagian besar dikerjakan oleh karyawan di organisasi.
Secara umum, sumber daya berwujud perlu diadakan atau dibeli sementara
sumber daya nirwujud perlu dikembangkan. Karena itulah, sumber daya
berwujud lebih sering bisa ditransfer, lebih mudah untuk dihargai, dan
biasanya jelas ada nilai neraca keuangan organisasi.
b. Sumber daya Relasionial dan Kompetensi. Dalam kategori sumber daya
intangible kita dapat menggolongan dua jenis sumber daya lagi, yakni
yang disebut sumber daya relasionial dan kompetensi. Yang disebut
dengan sumber daya relasioinal adalah segala sumber daya yang tersedia
di organisasi yang muncul akibat interaksi organisasi dengan
lingkungannya. Misalnya, hubungan organisasi dengan pelanggannya,
pemasok, pesaing, atau instansi pemerintah. Hubungan ini, reputasi
organisasi pun saat berhubungan dengan berbagai pihak tadi dapat
dianggap menjadi sumber daya yang penting bagi organisasi. Misalnya
dengan reputasi, hubungan dengan pemerintah menjadi lebih lancar
misalnya. Para pemasok, yang kadang harus menyerahkan dulu
pasokannya sebelum menerima pembayaran penuh, menjadi percaya.
Apalagi kalau berbicara tentang konsumen kita, karena keberlangsungan
sebuah organisasi bisnis sangat tergantung pada konsumennya.
Di buku dan artikelnya itu, kedua pakar ini membuat analogi, bahwa perusahaan
yang punya multibisnis adalah sebuah phon besar. Tubuh dan cabang utama
adalah produk inti, sedangkan cabang yang lebih kecil adalah unit-bisnis seperti;
daun, bunga, dan buahnya adalah produk akhir. Sementara itu, sistem akar yang
memberikan berbagai makanan yang diperlukan adlaah kompetensi intinya, yang
membuat makanan, dan stabilitas. Perusahaan bisa memberikan perhatian yang
salah bila hanya fokus pada bunga dan buahnya, tetapi tidak pada kekuatan
akarnya.
Lebih jauh menurut Prahal dan Hamel, ada tiga pengujian yang dapat kita lakukan
untuk menentukan apakah perusahaan memiliki kompetensi inti. Pertama, kalau
sebuah perusahaan elektronika punya kekuatan pada sistem display, maka ia
punya kesempatan masuk dalam bisnis kalkulator, miniatur TV Set, monitor untuk
laptop. Kedua, kompetensi inti harus dapat membuat kontribusi yang signifikan
pada anggapan manfaat konsumen dari produk akhir. Kemudian yang ketiga,
kompetensi inti seharusnya sulit ditiru oleh pesaing, apalagi karena memang ia
adalah harmonisasi yang kompleks dari kemampuan produksi dan teknologi
tertentu. Sebagai contoh, misalnya orang banyak membicarakan perusahaan
Federal Express, sebuah perusahaan distribusi dunia, yang kopmetensinya adalah
penggunaan teknolgoi informasi mendukng operasinya. Jika kita mengirim satu
paket ke luar negeri misalnya menggunakan FedEx, anda akan tenang karena kita
menelusuri sudah di mana posisi barang kita, hingga sampai ke tujuan. Begitu
pula, Bank BCA, sebagai bank yang memiliki ATM dengan jaringan terluas di
Indonesia memiliki kompetensi di bidang Teknologi Informasi. Bila kompetensi
init ini menjadi sesuatu yang menonjol di antara berbagai pesaing dalam satu
industri, kita dapat menyebutnya sebagai distinctive competencies. Kompetensi
yang penuh pembedaan. Di Indonesia misalnya, kita mengenal PT Astra
Internasional yang kuat dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM).
Semua mengalami pengembangan di Astra. Disini kita lihat, sesuatu yang menjadi
kunci kekuatan internal perusahaan, belum tentu menjadi distinctive dalam
industri. Orang bisa sama-sama memberlakukan bahwa SDM adlaah kunci
perusahaannya, namun tidak semua bisa seperti Astra Internasional.
Kalau jawaban dari empat pertanyaan pokko di atas adalah “Ya” kita dapat
mengatakan bahwa kompetensi yang sedang di analisis itu sebagai kompetensi
yang distinctive. Meskipun cukup jelas mekanisme yang ditawarkan oleh
kerangka VRIO, banyak pihak yang merasa bahwa kerangka kerja ini memiliki
beberapa kelemahan. Pertama, modal ini mengasumsikan perusahaan beroperasi
di lingkungan persaingan yang relatif stabil. Kedua, model ini menganlisis
ancaman dan peluang dari tingkat strategic business unit (SBU-unit usaha yang
memiliki rencana strategis sendiri), sementara umumnya informasi berada pada
level industri. Sulit sekali mendapatkan akses atas informasi tentang pesaing yang
berbeda agar kita dapat membuat asumsi dan memperkirakan model VRIO yang
terjadi. Apakah kompetensi hanya bisa dipoerleh secara internal? Jika tidak,
apakah yang dapat menjadi sumber kompetensi organisasi? Sumber kompetensi
berbeda beda. Ada yang memang dihasilkan dari pengembangan secara internal
bertahun-tahun, ada yang diperoleh dari perusahaan lain. Hasil analisis kita atas
kompetensi ini penting untuk memastikan apakah kompetensi-kompetensi yang
kita miliki bagian dari faktor strategik internal kita yang menentukan kekuatan
dan kelemahan kita. Ukuran yang digunakan dapat dibandingkan dengan ukuran:
Selain cara yang bisa dilakukan diatas, saat kita melakukan analisis internal, kita
perlu memastikan apakah seluruh sumber daya kita sudah berperan meningkatan
keunggulan daya saing kita. Untuk itu, kita bisa melakukan lima proses tahapan
(Wheelen & Hunger, 2008), yaitu:
Pada akhir bab ini, kita akan melihat bagiamana mengimplemetnasikan tahapan-
tahapan anjuran Wheelen dan Hunger tersebut diatas. Namun, sebelum kesana,
kita coba bahas terlebih dahulu bagaimana kita mempertahankan kekuatan internal
kita sebagai sebuah keunggulan.
Gambar Kontinum Tingkat Kelanggengan Sumber Daya (Wheelen & Hunger, 2008)
Gambar tersebut merupakan sebuah kontinum, dimana di sisi ekstrem kiri adalah
kondisi umber daya itu sulit ditiru, sedangkan sisi ekstrem kanan adalha kondisi
dimana sumber daya dan keunggulan itu mudah ditiru.
Cara lain yang bisa melengkapi analisis kita, yang sering dilakukan saat analisis
internal adalah tentang model bisnis perusahaan. Model bisnis adalah bagaimana
metode perusahaan secara keseluruhan untuk menghasilkan pendapatan dan laba
dalam lingkungan bisnis yang ada. Ini termasuk bagaimana karakteristik struktur
dan operasional sebuah perusahaan. Untuk meudahkan kita merumuskan model
bisnis satu perusahaan, kita bisa menjawab pertanyaan seperti:
Bisnis model yang paling sederhana, tentu saja bisnis model yang menghasilkan
produk atau jasa yang dapat dijual dan menghasilkan pendapatan yang melebihi
biaya-biaya dan pengeluaran. Beberapa model bisnis yang sering jadi
pembicaraan di kalangan bisnis adalah (Wheelen & Hunger, 2007):
Sistem aktivitas adalah serangkaain proses penciptaan nilai yang terintegrasi yang
akhirnya menghasilkan produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan. Apakah ia
perusahaan manufaktur ataupun jasa, setiap perusahaan pasti memiliki sejumlah
aktivitas agar dapat memenuhi apa yang diinginkan pelanggan mereka. Pada tahun
1980, Michael E. Porter menyebut aktivitas ini sebagai rantai nilai (value chain).
Artinya, pada setiap aktivitas itu terjadi penciptaan nilai. Rantai nilai adalah
serangakaian aktivitas yang menciptakan nilai dalam suatu perusahaan, mulai dari
pemerolehan bahan baku dari pemasok hingga berakhir di distribusi hasil produksi
pada pelanggan. Gambar berikut menjelaskan rantai nilai yang lazim pada sebuah
hasil manufaktur, untuk perusahaan manufaktur misalnya, nilai tambah tersebut
dapat seperti gambar berikut:
Aktivitas
Bahan Baku Pabrikasi Distributor Pengecer
Manufaktur
Gambar Rantai Nilai Pada Produk Hasil Manufaktur (Wheelen & Hunger, 2008)
Sehingga, fokus analisis kita disini adalah bagaimana perusahaan berfungsi dalam
penciptaan nilai yang ada pada rantai nilai.
Gambar Elemen Rantai Nilai dalam Sebuah Perusahaan (Porter, Wheelen & Hunger, 2008)
Aktivitas pada rantai nilai inilah akhirnya yang membedakan mana perusahaan
yang akan unggul mana yang tidak. Kita perlu melakukan analisis para rantai nilai
agar kita dapat memberikan efek nilai tambah yang tinggi pada pelanggan dan
pada elemen di mana kita memiliki kekuatannya.
Dilihat dari masa munculnya konsep ini, sudah hampir 30 tahun konsep Porter ini
digunakan. Meskipun sebagian besar masih terasa relevansinya, istilah aktivitas
pendukung untuk aktivitas manajemen sumber daya manusia bisa diperdebatkan.
Ini karena banyak yang sepakat bahwa kondisi bisnis di era milenium baru ini
sudah berbeda dengan dulu. Berbagai perubahan yang ada ini membuat
perusahaan yang menganggap bahwa Manajemen SDM tidak bisa lagi dianggap
aktivitas pendukung. Ia merupakan bagian penting dari bagian utama perusahaan
kini.
Berikut ini, menurut Porter tiga langkah yang harus kita jalankan dalam
menganalisis rantai nilai perusahaan, yaitu:
a. Mengamati rantai nilai lini produk dalam hal berbagai aktivitas yang
terlibat dalam menghasilkan produk dan jasa tersebut. agar kita fokus
dalam analisisnya, pertanyaan-pertanyaan berikut dapat kita ajukan;
aktivitas mana yang kita anggap kuat (kompetensi inti)? Mana yang kita
anggap lemah? Apakah ada kekuatan kita yang menghasilkan keunggulan
bersaing? Bisakah kita anggap itu sebagai kompetensi pembeda
(distinctive competency)?
b. Mengamati kaitan antara setiap rantai nilai dalam lini produk. Misalnya
antara fungsi keuangan sangat terkait erat dengan fungsi penjualan.
Pengadaan bahan baku sangat terkait erat dengan mutu pengawasannya.
c. Memerhatikan potensi sinergi di antara rantai nilai dari berbagai lini
produk atau unit bisnis. Perusahaan harus memaksimalkan kemungkinan
pemanfaatan setiap elemen dalam rantai nilai. Kadang-kadang, ada produk
yang skala ekonomisnya belum tercapai bila menggunakan armada
distribusi sendiri. Dalam hal ini, kita bisa menggunakan armada distribusi
untuk produk tertentu yang lain.
Rating:
1. Kelemahan utama
2. Kelemahan biasa
3. Kekuatan biasa
4. Kekuatan utama
*skor terbobot > 2.50 : posisi internal terkuat