Anda di halaman 1dari 19

MODUL PSIKOLOGI REMAJA

(PSI 301)

MODUL PERTEMUAN 11

Remaja dan Kesehatan

DISUSUN OLEH:

Hilman Al Madani, M.Psi.

UNIVERSITAS ESA UNGGUL

2020
Universitas Esa Unggul
http://esaunggul.ac.id

0 / 19
MODUL PERTEMUAN 12

Remaja dan Kesehatan

Sub Topik Pembahasan

1. Masalah Kesehatan Pada Remaja


2. Stress Pada Remaja
3. Depresi Pada Remaja
4. Masalah Kesehatan Fisik Remaja
5. Pentingnya Kesehatan Remaja
6. Upaya penanganan Masalah Kesehatan pada Remaja
7. Yang Perlu diperhaditkan dalam Kesehatan Remaja

Kemampuan Akhir/Tujuan yang Ingin Dicapai

Dari sesi ini, diharapkan mahasiswa dapat:

1. Memahami permasalahan kesehatan pada remaja, perilaku berisiko, nutrisi dan aktivitas
fisik pada remaja.

2. Mampu menjelaskan apa saja permasalahan kesehatan pada remaja.

3. Mampu menjelaskan penyebab terjadinya masalah kesehatan pada remaja.


4. Mampu menjelaskan hal apa saja yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kesehatan
remaja.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id

1 / 19
REMAJA DAN KESEHATAN

Masalah Kesehatan Pada Remaja

Remaja menghadapi masalah kesehatan yang kompleks, walaupun selama ini diasumsikan
sebagai kelompok yang sehat. Dari beberapa survei diketahui besaran masalah remaja,
sebagaimana ditunjukkan oleh data berikut: survei demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI)
tahun 2007 menunjukkan 17% perempuan yang saat ini berusia 45-49, menikah pada usia 15
tahun; Sementara itu, terdapat peningkatan secara substansial pada usia perempuan pertama kali
menikah. Perempuan usia 30-34 tahun yang menikah pada usia 15 tahun sebesar 9%, sedangkan
perempuan usia 20-24 tahun yang menikah pada usia 15 tahun sebesar 4% (BPS and Macro
International, 2008).
Menurut survei kesehatan reproduksi remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2007, persentase
perempuan dan lelaki yang tidak menikah, berusia 15-19 tahun merupakan:

▪ Perokok aktif hingga saat ini: Perempuan: 0,7%; sedangkan lelaki: 47,0%.
▪ Mantan peminum alkohol: Perempuan: 1,7%; dan lelaki: 15,6%.
▪ Peminum alkohol aktif: perempuan: 3,7%; lelaki: 15,5 %.
▪ Lelaki pengguna obat dengan cara dihisap: 2,3%; dihirup: 0,3 %; ditelan 1,3%.
▪ Perempuan pertama kali pacaran pada usia <12 tahun: 5,5%; pada yusia 12-14 tahun:
22,6%; usia 15-17 tahun: 39,5%; usia 18-19 tahun: 3,2%. Melakukan petting pada saat
pacaran: 6,5%.
▪ Lelaki pertama kali pacaran pada usia <12 tahun: 5,0%; usia 12-14 tahun: 18,6%; usia 15-
17 tahun: 36,9%; usia 18-19 tahun: 3,2%. Melakukan petting saat pacaran: 19,2%.
▪ Pengalaman seksual pada perempuan: 1,3%; lelaki: 3,7%.
▪ Lelaki yang memiliki pengalaman seks untuk pertama kali pada usia: <15 tahun: 1,0%;
usia 16 tahun : 0,8%; usia 17 tahun: 1,2%; usia 18 tahun: 0,5%; usia 19 tahun: 0,1%.
▪ Alasan melakukan hubungan seksual pertama kali sebelum menikah ypada remaja berusia
15-24 tahun ialah: Untuk perempuan alasan tertinggi adalah karena terjadi begitu saja
Universitas Esa Unggul
http://esaunggul.ac.id

2 / 19
(38,4%); dipaksa oleh pasangannya (21,2%). Sedangkan pada lelaki, alasan tertinggi ialah
karena ingin tahu (51,3%); karena terjadi begitu saja (25,8%).
▪ Delapan puluh empat orang (1%) dari responden pernah mengalami KTD, 60% di
antaranya mengalami atau melakukan aborsi.

Kasus HIV/AIDS sampai dengan 31 Maret 2009 dilaporkan melalui laporan triwulan
Direktorat jendral pengendalian penyakit dan pengendalian lingkungan (Ditjen P2PL), sebagai
berikut:

▪ Persentase kumulatif kasus AIDS berdasarkan:


▪ Cara penularan: pengguna jarum suntik: 42%; heteroseksual: 48,4%; homoseksual: 3,7%.
▪ Kelompok usia: 15-19 tahun: 3,08%; 20-29 tahun: 50,5%.
▪ Provinsi dengan jumlah pasien AIDS terbanyak pada pengguna napza suntik adalah Jawa
Barat, sebanyak 2.366 orang.
▪ Persentase kasus AIDS pada pengguna napza suntik di Indonesia yberdasarkan jenis
kelamin, yaitu: lelaki: 91,8%; perempuan: 7,5%; tidak diketahui: 0,7%.
▪ Persentase kumulatif kasus AIDS pada pengguna napza suntik di yIndonesia berdasarkan
golongan usia, yaitu: 15-19 tahun: 1,7%; dan 20-29 tahun: 64,7%.

Berdasarkan riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2007:

▪ Secara nasional persentase kebiasaan merokok penduduk Indonesia berumur >10 tahun
sebesar 23,7%, lelaki 46,8%; dan perempuan: 3 %. Jika kebiasaan merokok ini dibagi
menurut karakteristik usia responden, didapatkan data bahwa pada usia 10-14 tahun: 0,7%;
usia 15-24 tahun: 17,3%.
▪ Prevalensi penyakit asma, jantung, diabetes mellitus, dan tumor menurut karakteristik
responden yang didiagnosis oleh tenaga kesehatan, yaitu:
1. Umur 5-14 tahun: asma: 1,2%; jantung: 0,2%; diabetes mellitus: 0%; tumor 1,0%.
2. Umur 15-24 tahun: asma: 1,2%; jantung: 0,3%; diabetes mellitus: 0,1%; tumor: 2,4%.
3. Prevalensi penyakit asma, jantung, diabetes mellitus, dan tumor menurut karakteristik
responden yang didiagnosis oleh tenaga kesehatan atau dengan gejala:

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id

3 / 19
4. Umur 5-14 tahun: asma: 2%, jantung: 2,2%, diabetes mellitus: 0%.
5. Umur 15-24 tahun: asma 2,2%, jantung: 4,8%, diabetes mellitus: 0,4%.
▪ Prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk berumur 15 tahun ke atas
(berdasarkan self reporting questionnaire-20) menurut karakteristik responden 15-24
tahun adalah: 8,7%
▪ Prevalensi anemi menurut kelompok umur 5-14 tahun: 9,4%; 15-24 tahun: 6,9%.
▪ Prevalensi cedera dan penyebab cedera menurut karakteristik yresponden usia 5-14 tahun:
cedera akibat terjatuh: 78,4%; usia 15-24 tahun: cedera akibat terjatuh 47,9%.
▪ Prevalensi jenis cedera menurut karakteristik responden berusia 5-14 tahun: luka lecet
62,5%; usia 15-24 tahun: luka lecet 57,8%.
▪ Prevalensi kurang aktivitas fisik penduduk berusia di atas10 tahun menurut karakteristik
usia: 10-14 tahun: 66,9%; 15-24 tahun: 52%. Sedangkan jika dilihat berdasarkan jenis
kelamin lelaki: 41,4%; dan perempuan: 54,5%.

Stress Pada Remaja

Elkind dan Postman (dalam Fuhrmann, 1990) menyebutkan tentang fenomena akhir abad
duapuluh, yaitu berkembangnya kesamaan perlakuan dan harapan terhadap anak-anak dan orang
dewasa.

Anak-anak masa kini mengalami banjir stres yang datang dari perubahan sosial yang cepat
dan membingungkan serta harapan masyarakat yang menginginkan mereka melakukan peran
dewasa sebelum mereka masak secara psikologis untuk menghadapinya.

Stres itu sendiri adalah respon individu terhadap keadaan atau kejadian yang memicu stress
yang mengancam dan mengganggu kemampuan seseorang untuk menanganinya (coping). Tubuh
pun berespon terhadap stress yang dialami oleh seseorang. Sindrom adaptasi umum (General
Adaptation Syndrom / GAS) yang dikemukakan oleh Seyle menggambarkan efek umum pada
tubug remaja akibat stress. GAS terdiri dari 3 tahap, yaitu: Peningkatan, Pertahanan, dan

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id

4 / 19
Kelelahan. Tidak semua stress itu buruk. Seyle menyebutkan stress yang baik sebagai “eustress”.
Kritik yang ditujukan pada Seyle mengatakan bahwa kita juga perlu mengetahuo factor-faktor
seperti strategi penanganan stress yang dilakukan oleh remaja.

Tekanan-tekanan pada remaja tersebut menimbulkan akibat seperti kegagalan di sekolah,


kecelakaan, merokok, penyakit menular seksual, penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika,
dan zat adiktif lainnya (NAPZA), Human Immunodeficiency Virus-Acquired Immunodeficiency
Syndrome (HIV-AIDS), kehamilan, kurang gizi atau obesitas, depresi bahkan bunuh diri.

Penggolongan stress menurut Seyle

Hall (dalam papalia 1998) menyebut masa ini sebagai periode “badai dan tekanan” atau
“storm and stress” suatu masa dimana ketegangan emosi meningkat sebagai akibat dari perubahan
fisik dan kelenjar.

1. Menurut Lazarus dan Folkman (dalam Morgan 1986) stress adalah keadaan internal yang
dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh (kondisi penyakit, latihan dll) atau oleh
kondisi lingkungan dan sosial yang dinilai potensial membahayakan, tidak terkendali atau
melebihi kemampuan individu.

2. Menurut seyle (Bell 1996) stress diawali dengan reaksi waspada (alarm reaction) terhadap
adanya ancaman, yang ditandai oleh proses tubuh secara otomatis, (seperti : meningkatnya
denyut jantung, yang diikuti oleh reaksi penolakan terhadap stressor, dan akan mencapai
tahap kehabisan tenaga (exhaustion) jika individu tidak mampu untuk bertahan.

Ada beberapa faktor yang memicu timbulnya stress pada remaja. Antara lain:
Faktor-faktor Lingkungan

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id

5 / 19
Stres muncul karena suatu stimulus menjadi semakin berat dan berkepanjangan
sehingga remaja tidak lagi bisa menghadapinya. Ada 3 tipe konflik yaitu approach-
approach, avoidance-avoidance, dan approach-avoidance. Frustasi terjadi jika remaja tidak
dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Stres dapat muncul akibat kejadian besar dalam
hidup maupun gangguan sehari-hari dalam kehidupan remaja.

Faktor-faktor Kepribadian
Pola tingkah laku Tipe A adalah sekelompok karakteristik-rasa kompetitif yang
berlebihan, kemauan keras, tidak sabar, mudah marah, dan sikap bermusuhan – yang
dianggap berhubungan dengan masalah jantung. Penelitian mengenai pola tingkah laku
Tipe A pada anak-anak dan remaja menemukan bahwa anak-anak dan remaja dengan pola
tingkah laku Tipe A cenderung menderita lebih banyak penyakit, gejala gangguan jantung,
ketegangan otot, dan gangguan tidur, dan bahwa anak-anak dan remaja dengan tipe A
biasanya memiliki orang tua yang juga memiliki pola tingkah laku Tipe A.

Faktor-faktor Kognitif
Lazarus percaya bahwa pada remaja tergantung pada bagaimana mereka membuat
penilaian secara kognitif dan menginterpretasi suatu kejadian. Penilaian kognitif adalah
istilah yang digunakan Lazarus untuk menggambarkan interpretasi individu terhadap
kejadian-kejadian dalam hidup mereka sebagai sesuatu yang berbahaya, mengancam, atau
menantang (penilaian orimer) dan keyakinan mereka apakah mereka memiliki kemampuan
untuk menghadapi suatu kejadian dengan efektif (penilaian sekunder). Strategi pendekatan
biasanya lebih baik daripada strategi menghindar.

Faktor-faktor Sosial Budaya


Akulturasi mengacu pada perubahan kebudayaan yang merupakan akibat dari
kontak yang sifatnya terus menerus antara dua kelompok kebudayaan yang berbeda. Stres
akulturasi adalah konsekuensi negative dari akulturasi. Anggota kelompok etnis minoritas
sepanjang sejarah telah mengalami sikap bermusuhan, prasangka, dan ketiadaan dukungan

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id

6 / 19
yang efektif selama krisis, yang menyebabkan pengucilan, isolasi social, dan meningkatnya
stress. Kemiskinan juga menyebabkan stress yang berat bagi remaja dan keluarganya.
Kondisi kehidupan yang kronis, seperti pemukiman yang tidak memadai, lingkungan yang
berbahaya, tanggung jawab yang berat, dan ketidakpastian keadaan ekonomi merupakan
stressor yang kuat dalam kehidupan warga yang miskin. Kemiskinan terutama dirasakan
berat di kalangan remaja dari etnis minoritas dan keluarganya.

Ketahanan

Ada 3 karakteristik yang ditemukan dalam kehidupan anak-anak dan remaja yang
dapat memiliki ketahanan di tengah kemalangan dan ketidakberuntungan, yaitu: a)
keterampilan kognitif dan respon positif terhadap orang lain, b) keluarga ditandai dengan
adanya kehangatan, keterikatan satu sama lain, dan ada orang dewasa yang memperhatikan,
dan c) ketersediaan sumber dukungan eksternal.

Sedangkan dari beragam permasalahan yang menjadi penyebab timbulnya stress pada
remaja di antaranya adalah:

1. Putus dengan pacar

2. Perbedaan pendapat dengan orang tua

3. Perselisihan dengan saudara perempuan dan laki-laki

4. Perubahan status ekonomi pada orang tua

5. Sakit yang diderita oleh anggota keluarga

6. Masalah dengan teman sebaya

7. Masalah dengan orang tua

8. Hubungan yang buruk atau dingin antara ayah dan ibu

9. Cara pendidikan yang berbeda oleh kedua orang tua atau kakek-nenek

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id

7 / 19
10. Sikap orang tua yang kasar atau keras kepada anak

11. Campur tangan atau perhatian yang berlebih dari orang tua terhadap anak

12. Orang tua yang jarang dirumah atau terdapatnya istri lain

13. Kurang stimuli kognitif atau sosial

Depresi Pada Remaja

Depresi adalah gangguan mental yang umumnya ditandai dengan perasaan depresi,
kehilangan minat atau kesenangan, penurunan energi, perasaan bersalah atau rendah diri, sulit tidur
atau nafsu makan berkurang, perasaan kelelahan dan kurang konsentrasi. Kondisi tersebut dapat
menjadi kronis dan berulang, dan secara substansial dapat mengganggu kemampuan individu
dalam menjalankan tanggung jawab sehari-hari. Di tingkat yang paling parah, depresi dapat
menyebabkan bunuh diri (WHO, 2012).

Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, Fifth Edition (DSM-
V), seseorang dikatakan depresi jika setidaknya selama dua minggu mengalami minimal lima dari
sembilan kriteria berikut, yaitu (1) adanya perasaan depresi yang muncul di Sebagian besar waktu,
bahkan hampir setiap hari, (2) adanya penurunan minat dan kesenangan di hampir sebagian besar
kegiatan dan hampir setiap hari, (3) adanya perubahan berat badan atau nafsu makan yang
signifikan, (4) adanya perubahan tidur: menjadi insomnia atau hipersomnia, (5) adanya perubahan
aktivitas, (6) merasa kelelahan dan kehilangan energi, (7) munculnya perasaan bersalah atau tidak
berharga yang berlebihan dan sebenarnya tidak pantas muncul, (8) mengalami penurunan
konsentrasi, dan (9) memiliki pikiran berulang tentang kematian (tidak hanya takut mati), adanya
keinginan bunuh diri berulang tanpa rencana spesifik, usaha bunuh diri, atau rencana spesifik
untuk melakukan bunuh diri.

Depresi disebabkan oleh beberapa faktor, baik faktor genetik, biologi, lingkungan, dan
faktor psikologis. Para peneliti menemukan bahwa depresi melankolis gangguan bipolar, dan
depresi postpartum, berkaitan dengan peningkatan kadar sitoksin yang berkombinasi dengan
Universitas Esa Unggul
http://esaunggul.ac.id

8 / 19
penuruan sensitivitas kortisol (Brogan). Sedangkan penelitian lainnya menemukan bahwa depresi
tidak hanya dikarenakan terlalu sedikit atau banyaknya zat kimia tertentu di otak. Banyak
kemungkinan penyebab depresi termasuk terganggunya fungsi otak akibat regulasi suasana hati,
kerentanan genetic, peristiwa kehidupan yang penuh stress, obat-obatan, dan adanya indikasi
medis. Diyakini bahwa interaksi faktor-faktor tersebutlah yang menyebabkan terjadinya Depresi
(Harvard Health Publication, 2009).

Peristiwa hidup yang negatif seperti halnya pengalaman bullying juga bisa menjadi salah
satu faktor yang menyebabkan terjadinya depresi. Dari penelitian Uba, Yaacob, dan Juhari (2010),
terdapat korelasi yang signifikan antara bullying dan depresi pada remaja. Selain itu, juga
ditemukan dari 75 laporan yang berasal dari 49 penelitian yang dilakukan secara longitudinal
menunjukkan adanya asosiasi antara perilaku bullying yang dialami korban dengan depresi di
kemudian hari (Lösel, Ttofi & Theodorakis, 2012). Selain itu, beberapa faktor di atas tampaknya
kondisi keluarga juga dapat menjadi salah satu faktor di atas, tampaknya kondisi kelurga juga
dapat menjadi salah satu faktor risikonya. Penelitian yang dilakukan Vardanyan (2013)
mengidentifikasi potensi faktor risiko yang berkaitan dengan berkembangnya depresi antara lain
perceraian/perpisahan orang tua, memiliki orang tua tunggal, finansial orang tua, memiliki
masalah dengan teman sekolah, dan tidak puas dengan kondisi keluarga. Penelitian lainnya juga
menunjukkan bahwa berdasarkan hasil Analisa multivariable diperoleh bahwa kekerasan yang
terjadi di dalam keluarga, komposisi keluarga, masalah-masalah yang terjadi pada saat remaja, dan
rendahnya kohesivitas keluarga menjadi faktor yang dominan terjadinya depresi (Reinherz,
Paradis, Giaconia, Stashwick & Fitzmaurice, 2004).

Masalah Kesehatan Fisik Remaja

Ada hubungan yang signifikan antara permasalahan emosi pada remaja dengan
permasalahan fisiknya. Misalnya saja, gejolak emosi yang terjadi pada remaja seringkali membuat
kondisi emosi remaja menjadi negative. Kondisi tersebut akan menimbulkan kecemasan
ketegangan akan memicu kelenjar adrenal untuk memproduksi adrenalin dan kortisol. Naiknya
Universitas Esa Unggul
http://esaunggul.ac.id

9 / 19
kortisol akan melumpuhkan sistem kekebalan tubuh kita sehingga tubuh remaja menjadi rentan
terhadap berbagai penyakit.

Hal senada juga diungkapkan oleh Charles Goodstein, MD, (New York University’s
Langone School of Medicine), bahwa otak berhubungan erat dengan sistem endokrin yang bekerja
melepaskan hormon. Hormon ini berpengaruh pada kesehatan mental kita. Pikiran dan perasaan
dapat mempengaruhi hormon yang dilepaskan dari sistem endokrin yang kemudian akan
mempengaruhi sistem kerja organ tubuh kita.

Goodstein juga mengatakan bahwa seringkali pasien yang datang ke dokter dengan keluhan
pusing, letih, gangguan di perut ternyata penyebabnya adalah depresi, walau si pasien tidak secara
terang-terangan merasa mengalami depresi.
Berkaitan dengan masalah Kesehatan fisik, Menteri Kesehatan RI mengungkapkan
beberapa masalah kesehatan yang dialami dan mengancam masa depan remaja Indonesia. Empat
masalah kesehatan yang dinilai paling sering dialami oleh remaja Indonesia antara lain kekurangan
zat besi (anemia), kurang tinggi badan (stunting), kurang energi kronis (kurus), dan kegemukan
atau obesitas.

Anemia
Anemia terjadi karena kurangnya asupan zat besi dalam makanan dan minuman sehari-
hari. Kalau sudah terkena anemia dampaknya bisa berakibat pada penurunan imunitas,
konsentrasi, prestasi, kebugaran, dan produktivitas.
Secara khusus, anemia yang dialami remaja perempuan berdampak lebih serius dibanding laki-
laki, karena mengingat mereka adalah calon ibu. Jika hal ini tidak diatasi, maka akan memperbesar
risiko kematian ibu melahirkan, bayi lahir prematur, dan berat bayi lahir rendah. Berikan daging
merah, sayuran hijau, dan produk-produk yang mengandung zat besi sebagai asupan harian anak
remaja

Stunting

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id

10 / 19
Merupakan masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang
dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.
Stunting dapat menimbulkan diabetes melitus, jantung koroner, hipertensi, dan obesitas.

Kurus atau kurang energi kronis (KEK)

Penyebab dari masalah ini bisa karena pola asupan yang salah, takut gemuk, dan diet tidak
sehat. Remaja yang terkena KEK, sangat berpeluang mengalami berbagai penyakit infeksi. Oleh
karena itu, harus mengonsumsi makanan bergizi seimbang.

Obesitas

Menurut Global Health Survey 2015 penyebab obesitas antara lain karena pola makan
remaja yang buruk. Seperti jarang sarapan, kurang mengonsumsi makanan berserat, sering
mengonsumsi makanan penyedap, serta kurang beraktivitas. Hal ini mengakibatkan risiko
seseorang menjadi kegemukan, bahkan obesitas.

Pentingnya Kesehatan Remaja

Pertumbuhan dan perkembangan yang pesat dari aspek fisis, emosi, intelektual, dan sosial
pada masa remaja merupakan pola karakteristik yang ditunjukkan dengan rasa keingintahuan yang
besar, keinginan untuk bereksperimen, berpetualang, dan mencoba bermacam tantangan, selain
cenderung berani mengambil risiko tanpa pertimbangan matang terlebih dahulu. Ketersediaan
akan akses terhadap informasi yang baik dan akurat, serta pengetahuan untuk memenuhi
keingintahuan mempengaruhi keterampilan remaja dalam mengambil keputusan untuk
berperilaku. Remaja akan menjalani perilaku berisiko, bila keputusan yang diambil dalam

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id

11 / 19
menghadapi konflik tidak tepat dan selanjutnya menerima akibat yang harus ditanggung seumur
hidupnya dalam berbagai bentuk masalah kesehatan fisis dan psikososial.

Beberapa alasan mengapa program kesehatan remaja ini perlu diperhatikan antara lain
disebabkan:

1. Jumlah remaja di Indonesia lebih kurang 20% dari populasi


2. Remaja merupakan aset sekaligus investasi generasi mendatang
3. Upaya pemenuhan Hak Asasi Manusia
4. Untuk melindungi sumber daya manusia potensial

Upaya penanganan Masalah Kesehatan pada Remaja

Beberapa masalah remaja termasuk masalah kesehatan remaja perlu ditangani secara
khusus dengan metode yang khusus pula. Metode mendidik remaja adalah dengan:

1. Mengembangkan potensi remaja

2. Memandirikan remaja

3. Memberikan kemampuan untuk beradaptasi dan berperilaku yang diperlukan remaja dalam
mengatasi tantangan dan kebutuhan hidup sehari-hari.

Dalam menangani permasalahan remaja, perlu dikembangkan pola pendidikan yang


berorientasi pada kesehatan psikososial remaja. Kompetensi psikososial adalah seluruh
kemampuan yang berorientasi pada aspek kejiwaan seseorang terhadap diri sendiri dan
interaksinya dengan orang lain serta lingkungan sekitarnya dalam konteks kesehatan.

Kompetensi psikososial yang harus dimiliki oleh remaja

1. Empati

2. Kesadaran diri
Universitas Esa Unggul
http://esaunggul.ac.id

12 / 19
3. Pengambilan keputusan

4. Pemecahan masalah

5. Berpikir kreatif

6. Berpikir kritis

7. Komunikasi efektif

8. Hubungan interpersonal

9. Mengatasi emosi

10. Mengatasi stress

Yang Perlu diperhaditkan dalam Kesehatan Remaja

Pertama, pola makan yang sehat. Tidak sarapan, jajanan tidak sehat, konsumsi junk food,
makanan dan minuman kemasan (yang pada umumnya tinggi gula dan garam), serta jarang
mengonsumsi buah dan sayur adalah pola makan yang kerap dijumpai pada masa remaja. Pola
makan ini besar kemungkinan terbawa hingga dewasa dan akhirnya dituai sebagai penyakit stroke,
kencing manis, dan kanker yang merupakan penyebab kematian utama masyarakat Indonesia.
Menerapkan pola makan sehat bagi remaja sangat menantang karena ia lebih banyak
menghabiskan waktu di luar rumah dan adanya pengaruh teman sebaya yang besar.

Kedua, pemantauan pertumbuhan. Bukan balita saja yang perlu ditimbang dan diukur
tinggi badannya. Remaja juga perlu, meski tak perlu sebulan sekali seperti masa balita. Jika tidak
ada permasalahan, setidaknya 6 bulan sekali remaja perlu ditimbang dan diukur tinggi badannya.
Pemantauan ini akan membantu kita mendeteksi dini kondisi gizi kurang, gizi lebih dan obesitas
serta perawakan pendek yang mungkin menjadi bagian dari permasalahan kesehatan lainnya.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id

13 / 19
Ketiga, pubertas sehat. Pubertas secara rerata pada anak perempuan dimulai dengan
pertumbuhan payudara pada usia 8-13 tahun dan pada anak laki-laki dimulai dengan pembesaran
testis (buah zakar) pada usia 9-14 tahun. Haid pertama pada anak perempuan terjadi kurang lebih
3 tahun setelah payudara mulai tumbuh atau umumnya sebelum usia 16 tahun. Pada 1-2 tahun
pertama menstruasi polanya sangat mungkin masih belum teratur. Tinggi badan remaja perempuan
akan cepat bertambah di awal masa pubertas, sementara remaja laki-laki akan banyak bertambah
tinggi badan di akhir masa pubertas.

Keempat, imunisasi. Sama halnya dengan pemantauan pertumbuhan, imunisasi juga sangat
diperlukan bagi remaja. Penyakit infeksi lebih mudah terjadi di masa remaja daripada masa
sebelumnya. Imunisasi yang dianjurkan Ikatan Dokter Anak Indonesia bagi remaja antara lain DT,
MMR, typhoid, dan HPV (Human Papiloma Virus, virus penyebab kanker leher rahim).

Kelima, aktivitas positif dan sehat. Memiliki aktivitas positif bagi remaja sangat penting
untuk maturasi perkembangan otak remaja, menjaga kesehatan fisik dan kesehatan mental, serta
menghindarinya dari perilaku negatif.

Keenam, keselamatan dan keamanan di rumah, di sekolah/tempat kerja/tempat kursus serta


dalam perjalanan adalah aspek kesehatan remaja yang sangat penting. Kekerasan dalam rumah
tangga, bullying di sekolah, serta ketidakpatuhan pada peraturan lalu lintas adalah beberapa
penyebab masalah keselamatan dan keamanan remaja.

Ketujuh, penggunaan gadget dan internet sehat. Kehidupan zaman now tidak lepas dari
gadget dan internet. WHO pada tahun 2017 yang lalu telah mencanangkan adiksi game sebagai
salah satu permasalahan kesehatan yang penting. Penggunaan gadget dalam kehidupan sehari-hari
penting bagi proses pembelajaran dan pengembangan ilmu, namun agar tetap terjaga baik, aturan
perlu diadakan dan disepakati baik di rumah maupun di sekolah.

Kedelapan, relasi yang sehat di rumah dan sekolah. Peralihan dari masa anak ke dewasa
disertai peralihan psikologis dan peran sosial remaja sehingga peran keluarga dan peran sekolah

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id

14 / 19
pun perlu ikut berubah. Perselisihan banyak terjadi karena maslng-masing pihak belum memahami
apa saja yang terjadi dalam masa peralihan dan bagaimana menyikapinya.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id

15 / 19
Latihan

1. Apa saja faktor pemicu timbulnya stress pada remaja?


2. Apa saja yang biasanya menjadi penyebab timbulnya stress pada remaja?
3. Mengapa program Kesehatan bagi remaja penting?

Kunci Jawaban

1. Ada beberapa faktor yang memicu timbulnya stress pada remaja. Antara lain: faktor
Lingkungan, faktor Kepribadian, faktor Kognitif, danfaktor Sosial Budaya.
2. Ragam permasalahan yang menjadi penyebab timbulnya stress pada remaja di antaranya
adalah:
a. Putus dengan pacar
b. Perbedaan pendapat dengan orang tua
c. Perselisihan dengan saudara perempuan dan laki-laki
d. Perubahan status ekonomi pada orang tua
e. Sakit yang diderita oleh anggota keluarga
f. Masalah dengan teman sebaya
g. Masalah dengan orang tua
h. Hubungan yang buruk atau dingin antara ayah dan ibu
i. Cara pendidikan yang berbeda oleh kedua orang tua atau kakek-nenek
j. Sikap orang tua yang kasar atau keras kepada anak
k. Campur tangan atau perhatian yang berlebih dari orang tua terhadap anak
l. Orang tua yang jarang dirumah atau terdapatnya istri lain
m. Kurang stimuli kognitif atau sosial
3. Beberapa alasan mengapa program kesehatan remaja ini perlu diperhatikan antara lain
disebabkan:
a. Jumlah remaja di Indonesia lebih kurang 20% dari populasi
b. Remaja merupakan aset sekaligus investasi generasi mendatang
Universitas Esa Unggul
http://esaunggul.ac.id

16 / 19
c. Upaya pemenuhan Hak Asasi Manusia
d. Untuk melindungi sumber daya manusia potensial

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id

17 / 19
Referensi:

https://www.researchgate.net/publication/335178171_Depresi_pada_Remaja_Gejala_dan_Perma
salahannya

https://www.sahabatnestle.co.id/content/kesehatan/kesehatan-pria-wanita/bagaimana-kesehatan-
mental-dan-kesehatan-fisik-saling-mempengaruhi.html

Hurlock, E., (2000). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan.
Terjemahan. Jakarta: Erlangga.

Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2009). Human development (10th ed). New York:
Mc Graw-Hill.

Papalia, D.E, Olds. S.W. & Feldman, R.D. (2012). Human Development 11th . New York:
McGrow-Hill

Santrock, J. (2016). Adolescence. USA: McGraw-Hill.

Sarwono, S. W. (2009). Psikologi remaja. Jakarta: Rajawali Pers.

Steinberg, L. (2011). Adolescence. 9th ed. NY: McGraw-Hill Companies, Inc.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id

18 / 19

Anda mungkin juga menyukai