Anda di halaman 1dari 98

76

PENGELOLAAN TEBU (Saccharum officinarum L.)


DI PG CEPIRING, PT INDUSTRI GULA NUSANTARA,
KENDAL DENGAN ASPEK KHUSUS MODIFIKASI
BUDIDAYA UNTUK MENURUNKAN SALINITAS

ANTONIUS HARI KRISTANTO


A24070001

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
77

RINGKASAN

ANTONIUS HARI KRISTANTO. Pengelolaan Tebu (Saccharum


Officinarum L.) di PG Cepiring, PT Industri Gula Nusantara, Kendal dengan
Aspek Khusus Modifikasi Budidaya untuk Menurunkan Salinitas.
(Dibimbing oleh PURWONO).
Program peningkatan produksi tebu dengan ektensifikasi menemui
berbagai kendala. Tingginya laju konversi lahan pertanian menjadi lahan non
pertanian dan kompetisi dengan komoditas lain menjadi penghambat program ini.
Semakin sulitnya menemukan lahan untuk areal pertanaman tebu memaksa
berbagai pihak untuk menanam tebu di lahan marginal yang sulit untuk
pertanaman tebu, salah satu contohnya adalah lahan di dekat pesisir laut dengan
cekaman salinitas. Penanaman tebu di lahan tercekam salinitas membutuhkan
teknik budidaya yang khusus. Teknik budidaya ini bertujuan untuk mengurangi
tingginya kadar garam yang dapat menyebabkan cekaman fisiologi pada tebu.
Beberapa teknik budidaya khusus sebenarnya telah diterapkan, seperti pada kebun
tebu PG Cepiring, PT Industri Gula Nusantara. Teknik budidaya tersebut
dilakukan yaitu modifikasi teknik tata air melalui ukuran got yang lebih besar
untuk mengurangi kadar garam pada lahan sehingga memungkinkan tebu untuk
tumbuh dan berproduksi di lahan tersebut.
PG Cepiring, PT Industri Gula Nusantara adalah pabik gula dengan
produk gula kristal putih. Bahan baku yang dugunakan adalah tebu dan raw sugar.
Kapasitas pabik mencapai 1 800 TCD (ton cane per day). Luas area perkebunan
tebu mencapai 2 471 ha yang terbagi dalam beberapa pola kemitraan yaitu
kemitraan A, kemitraan B, dan tebu mandiri.
Upaya reklamasi lahan salin menggunakan metode kolam-alur (basin-
furrow method). Berdasarkan pengamatan, perlakuan khusus yang diterapkan di
lahan tercekam salinitas dapat menurunkan tingkat salinitas lahan, namun
pertumbuhan tebu tetap terhambat pada fase vegetatif awal. Akibat hambatan
pertumbuhan tersebut, produktivitas tebu di lahan salin lebih rendah daripada
lahan nonsalin. Pada lahan salin menghasilkan 58.87 ton/ha sedangkan lahan
nonsalin 96.40 ton/ha. Meskipun produksinya rendah, usaha tani tebu di lahan
78

salin tetap menguntungkan dan tidak jauh berbeda dengan lahan nonsalin. Dengan
upaya yang telah dilakuan, usaha tani tebu di lahan salin tetap menguntungkan
sehingga budidaya tebu di lahan salin tetap dapat dilanjutkan. Saran penulis untuk
PT Industri Gula Nusantara menyangkut budidaya tebu di lahan salin adalah
penelitian lebih lanjut tentang penentuan dosis pemupukan khusus lahan salin dan
penambahan bahan kimia selain pupuk untuk membantu reklamasi lahan salin
dengan gipsum (CaSO4.2H2O).
79

PENGELOLAAN TEBU (Saccharum officinarum L.)


DI PG CEPIRING, PT INDUSTRI GULA NUSANTARA,
KENDAL DENGAN ASPEK KHUSUS MODIFIKASI
BUDIDAYA UNTUK MENURUNKAN SALINITAS

Skripsi sebagai salah satu syarat


untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

ANTONIUS HARI KRISTANTO


A24070001

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
80

Judul : PENGELOLAAN TEBU (Saccharum officinarum L.)


DI PG CEPIRING, PT INDUSTRI GULA
NUSANTARA, KENDAL DENGAN ASPEK
KHUSUS MODIFIKASI BUDIDAYA UNTUK
MENURUNKAN SALINITAS
Nama : ANTONIUS HARI KRISTANTO
NIM : A24070001

Menyetujui,
Pembimbing

Ir. Purwono, MS.


NIP 19580922 198203 1 001

Mengetahui,
Ketua Departemen

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr.


NIP 19611101 198703 1 003

Tanggal Lulus :………………..


81

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Punggur, Lampung Tengah pada tanggal 26 Januari


1990. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan
Drs. Andreas Sutrisno, M.M. dan Hartini, S.Pd.
Jenjang pendidikan yang ditempuh penulis diantaranya TK Pertiwi
Punggur dan lulus pada tahun 1995. Penulis melanjutkan pendidikan di SD Negeri
3 Tanggulangin dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis
melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Punggur dan lulus pada tahun 2004.
Selanjutnya penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kotagajah pada tahun 2007. Tahun
2007 penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada program S-1 Mayor-Minor, dengan
Mayor Agronomi dan Hortikultura, Departemen Agronomi dan Hortikultura,
Fakultas Pertanian, IPB, dan Minor Manajemen Fungsional.
Tahun 2008 penulis menjadi asisten praktikum Fisika Tingkat Persiapan
Bersama dan asisten matakuliah Agama Katolik (Tim Pendamping) sebagai
penaggung jawab kuliah. Penulis juga aktif di berbagai organisasi. Tahun 2007
sebagai anggota Paduan Suara Mahasiswa IPB (Agria Swara) dan Paduan Suara
Mahasiswa Katolik IPB (Pluela Domini). Tahun 2008 sebagai pengurus
HIMAGRON (Himpunan Mahasiswa Agronomi). Tahun 2009 sebagai Ketua
Divisi PSDM dan salah satu pendiri Koperasi Mahasiswa Agronomi dan
Hortikultura. Beberapa prestasi yang didapat penulis antara lain Program
Kreatifitas Mahasiswa (PKM) yang didanai oleh Dikti, yaitu di bidang penelitian,
pengabdian masyarakat, dan kewirausahaan pada tahun 2010 dan 2011.
82

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmat
kasih dan karunia-Nya, penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang membantu dalam penyusunan skripsi ini, dan secara khusus kepada:
1. Ayahanda Andreas Sutrisno, Ibunda Hartini dan Kakak Andre Hari Wibowo
tercinta yang telah memberikan dukungan doa, moral, dan material selama
menjalani pendidikan.
2. Ir. Purwono, M.S. selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan
bimbingan dan saran selama proses magang sampai dengan penyusunan
skripsi ini.
3. Direksi PT. Industri Gula Nusantara yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk melaksanakan kegiatan magang.
4. Ibu Wahyu Ningsih selaku pemimbing lapang yang banyak memberi
bantuan, masukan, dukungan dan fasilitas selama kegiatan magang.
5. Bapak Giardi, Harimuladi, Judiman, Heriyono, Badawi, Ngaluwi, Rochmat,
Mbah Tunut, Mbah Roso, dan Mbah Wadji selaku staf Kantor Tanaman dan
staf lapang PT. IGN yang telah membantu dan mendampingi penulis selama
kegiatan magang berlangsung.
6. Tim Tanaman IGN : Bang Choirul, Mas Moko, Mas Agung, “Genk’e”
Mono, Anggi, mandor kecil (Eka, Agung, dan Salin) dan sinder muda (Mas
Hari dan Mas Adi) atas kebersamaan yang indah selama 4 bulan.
7. Partner magang dan PS, Bagus dan Manahan, atas kebersamaan dan
kerjasama selama magang dan bimbingan, “Ini baru awal perjuangan
panjang kita kawan”.
8. My Special one dan penghuni Perwira43 (Leo, Brury, Adit, abang-abang,
kakak-kakak, teman-teman dan adik-adik) atas dukungan dan kenangan tak
terlupakan.
83

9. Tim Pendamping IPB secara khusus “Densus08” (Eny, Lusi, Lisa, Brury,
Adian, Chisi, Rio, Manta, Sari, Bambang, Ayu, Ella, Arianti, Dika, Leo,
Ishak, dan Ulin), terimakasih atas kebersamaan dan kenangan indah tak
terlupakan, “Mari kita terus berproses dari sebuah kepompong, menjadi
kupu-kupu”.
10. Teman-teman Agronomi dan Hortrikultura angkatan 44 yang telah
memberikan semangat dan persahabatan yang tak terlupakan
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk bagi pihak
yang memerlukan, serta dapat mengembangkan ilmu pengetahuan.

Bogor, Juni 2011

Penulis
84

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... vii
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Latar Belakang ................................................................................................. 1
Tujuan .............................................................................................................. 3
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 4
Botani dan Morfologi Tanaman Tebu .............................................................. 4
Ekologi Tanaman ............................................................................................. 5
Tanah Salin ...................................................................................................... 6
Pengaruh Salinitas Terhadap Tanaman ............................................................ 7
Upaya Pemanfaatan Tanah Salin ..................................................................... 8
METODE MAGANG ........................................................................................... 10
Tempat dan Waktu ......................................................................................... 10
Metode Pelaksanaan ....................................................................................... 10
Pengamatan dan Pengumpulan Data .............................................................. 11
Analisis Data .................................................................................................. 14
KEADAAN UMUM ............................................................................................. 15
Sejarah PG Cepiring ...................................................................................... 15
Letak Geografi atau Letak Wilayah Administratif ........................................ 16
Keadaan Iklim dan Tanah .............................................................................. 16
Luas Areal dan Tata Guna Lahan .................................................................. 17
Keadaan Tanaman dan Produksi .................................................................... 19
Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan ...................................................... 20
PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG ........................................................ 24
Aspek Teknis ................................................................................................. 24
Pembukaan lahan dan penanaman tebu ................................................ 24
Pemeliharaan tanaman tahun pertama .................................................. 29
Pemeliharaan tanaman keprasan ........................................................... 37
Pemanenan ............................................................................................ 38
Pengolahan gula .................................................................................... 42
Aspek Manajerial ........................................................................................... 46
Pengelolaan kegiatan lapang ................................................................ 46
Aspek Khusus ................................................................................................ 48
Kondisi salinitas kebun......................................................................... 48
Teknis budidaya tebu di lahan salin ..................................................... 49
Kondisi tebu di lanah salin ................................................................... 51
Pertumbuhan dan pembungaan tebu di lahan salin .............................. 52
Produktivitas tebu dan analisis usaha tani kebun tebu di lahan salin ... 53
87

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
Gambar 1 . Alur Pembukaan Lahan dan Penanaman Tebu ................................ 24

Gambar 2. Got pada Saat Pembukaan Lahan .................................................... 27

Gambar 3. Pembuatan Juringan Secara Manual (a) dan Juringan yang


Telah Selesai (b) .............................................................................. 28

Gambar 4. Bibit Bagal Tebu 2 Mata .................................................................. 28

Gambar 5. Penanaman Tebu .............................................................................. 29

Gambar 6 . Alur Pemeliharaan Tebu Tahun Pertama ......................................... 30

Gambar 7. Pengairan Tebu dengan Metode Furrow Irrigation ........................ 32

Gambar 8. Pekerjaan Kletek Tebu (a) dan Tebu yang Telah Dikletek (b) ........ 35

Gambar 9 . Alur Pemeliharaan Tebu Keprasan .................................................. 37

Gambar 10. Alur Pemanenan Tebu ..................................................................... 39

Gambar 11. Hand Refractometer untuk Pengukuran Brix Nira Tebu


di Lapang ......................................................................................... 40

Gambar 12. Penebangan Tebu ............................................................................. 41

Gambar 13. Pengangkutan Tebu ke Truk Angkutan (a) dan Kapasitas


Muatan Truk Angkutan (b) .............................................................. 42

Gambar 14. Skema Proses Pengolahan Tebu dan Raw Sugar PG Cepiring ........ 43

Gambar 15. Got Lahan Salin (a), Got Lahan Nonsalin (b), Penampang
Melintang Got Lahan salin (c), dan Penampang
Melintang Got Lahan Nonsalin (d) .................................................. 50
85

PEMBAHASAN ................................................................................................... 55
Aspek Teknis ................................................................................................. 55
Sistem tata air kebun ............................................................................ 55
Aspek Manajerial ........................................................................................... 57
Sistem kemitraan .................................................................................. 58
Kredit ketahanan pangan dan energi (KKP-E Tebu) ............................ 59
Sistem beli putus................................................................................... 61
Manajemen kemitraan .......................................................................... 63
Struktur organisasi bagian tanaman PG Cepiring ................................ 64
Aspek Khusus ................................................................................................ 64
Kondisi salinitas kebun......................................................................... 64
Teknis budidaya tebu di lahan salin ..................................................... 66
Kondisi tebu di lanah salin ................................................................... 66
Pertumbuhan dan pembungaan tebu di lahan salin .............................. 68
Produktivitas tebu dan analisis usaha tani kebun tebu di lahan salin ... 69
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 71
Kesimpulan .................................................................................................... 71
Saran .............................................................................................................. 71
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 73
LAMPIRAN .......................................................................................................... 75
86

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
Tabel 1. Keadaan Iklim Selama 3 Tahun Terakhir di Wilayah PG Cepiring ..... 17

Tabel 2. Luas Areal (ha) PG Cepiring Berdasarkan Kategori Kebun ................ 17

Tabel 3. Luasan Kebun Bibit (ha) Berdasarkan Kategori Kebun Bibit .............. 18

Tabel 4. Produktivitas, Rendemen Tebu dan Produksi Gula Kristal


Putih (GKP) Selama 4 Tahun ............................................................... 20

Tabel 5. Produksi Gula Kristal Putih dengan Bahan Baku Raw Sugar
selama 4 tahun ...................................................................................... 20

Tabel 6. Jumlah Karyawan PG Cepiring Tahun 2011 ........................................ 22

Tabel 7. Analisis Salinitas Tanah Saat Tebu Berumur 31 MSK ........................ 48

Tabel 8. Tinggi Tanaman Tebu (cm), Jumlah Ruas, Diameter (cm), dan
Bobot Batang (kg) pada 27 MSK sampai 41 MSK .............................. 51

Tabel 9. Jumlah Batang Tebu per Meter dan Jumlah Sogolan ........................... 52

Tabel 10. Brix Nira Tebu di Lapang pada Umur 27 MSK dan 41 MSK .............. 52

Tabel 11. Pertumbuhan Tebu di Kebun Salin dan Nonsalin pada 27 MSK
sampai 41MSK ..................................................................................... 53

Tabel 12. Produktivitas Tebu (ton/ha) di Lahan Salin dan Nonsalin


Selama Tiga Musim Tanam.................................................................. 53

Tabel 13. Keuntungan Usaha Tani Tebu (Rp) di Kebun Salin dan Nonsalin
Masa Tanam 2010/2011 ....................................................................... 54

Tabel 14. Nilai KKP-E Setiap Tahapan Budidaya Tebu PC per Hektar .............. 60

Tabel 15. Curah Hujan Kebun Pidodo pada Stasiun Hujan Terdekat .................. 65
85

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman
1. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Karyawan Harian di Kebun
PG Cepiring, PT. Industri Gula Nusantara, Kedal ....................................... 75

2. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Pendamping Mandor di Kebun


PG Cepiring, PT. Industri Gula Nusantara, Kedal ....................................... 76

3. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Pendamping Sinder di Kebun


PG Cepiring, PT. Industri Gula Nusantara, Kedal ....................................... 78

4. Bobot Batang per Meter per Jenis Tebu Berdasarkan Diameter Batang
5 Tahun Terakhir .......................................................................................... 81

5. Data Curah Hujan dan Hari Hujan Tahun 2007-2009 di


Kabupaten Kendal ........................................................................................ 82

6. Struktur Organisasi PG Cepiring PT Industri Gula Nusantara .................... 83

7. Struktur Organisasi Bagian Tanaman PG Cepiring, PT Industri Gula


Nusantara...................................................................................................... 84
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tebu (Saccharum officinarum L.) adalah tanaman perkebunan penting di


Indonesia. Tebu merupakan tanaman keluarga rumput-rumputan (Graminae)
sebagai bahan baku pembuatan gula.
Dewasa ini masih terjadi masalah dalam kecukupan produksi gula untuk
kebutuhan dalam negeri. Dengan luas areal perkebunan tebu nasional sebesar
438 957 ha pada tahun 2008, Indonesia mampu memproduksi tebu segar sebesar
2 800 946 ton. Dengan rendemen rata-rata nasional sebesar 6.99% - 7.23%,
produksi gula dalam negeri baru sekitar 2.6 juta ton. Sementara itu, Indonesia
membutuhkan 4.85 juta ton gula yang terdiri dari 2.7 juta ton untuk konsumsi
langsung dan 2.15 juta ton untuk keperluan industri. Produksi gula menurun pada
tahun 2010 yaitu hanya sebesar 2.3 juta ton. Berdasarkan data tersebut poduksi
gula nasional sampai saat ini belum mencukupi kebutuhan gula nasional dan
Indonesia masih mengalami kekurangan gula (Kementrian Pertanian, 2011).
Kesenjangan antara produksi gula dan kebutuhan gula dalam negeri
membutuhkan upaya untuk mengatasinya. Salah satu upaya yang telah ditempuh
adalah meningkatkan produktivitas tebu. Peningkatan produktivitas tebu telah
dilakukan baik secara intensifikasi, maupun secara ekstensifikasi. Kegiatan
ekstensifikasi telah dilakukan pemerintah dengan berusaha menambah luas areal
pertanaman tebu. Berbagai fasilitas yang telah diberikan pemerintah kepada petani
tebu guna memenuhi tujuan tersebut antara lain program Kredit Ketahanan
Pangan dan Energi (KKP-E). Tujuan utama fasilitas tersebut adalah memicu
petani untuk menanam tebu di lahan pertanian mereka.
Program peningkatan produksi gula dengan ektensifikasi menemui
berbagai kendala. Tingginya laju konversi dan kempetisi dengan komoditas lain
merupakan penghambat program ini. Semakin sulitnya menemukan lahan untuk
areal pertanaman tebu memaksa berbagai pihak untuk menanam tebu di lahan
marginal yang sulit untuk pertanaman tebu, salah satu contohnya adalah lahan di
dekat pesisir laut dengan cekaman salinitas. Lahan marjinal didefinisikan sebagai
lahan yang mempunyai potensi rendah sampai sangat rendah untuk dimanfaatkan
2

sebagai lahan pertanian, namun dengan penerapan suatu teknologi dan sistem
pengelolaan yang tepat, potensi lahan tersebut dapat ditingkatkan menjadi lebih
produktif dan berkelanjutan (Alihamsyah dan Noor, 2003).
Lahan salin mempunyai potensi untuk dimanfaatkan menjadi pertanaman
tebu. Total lahan salin yang mencapai 0.44 juta ha di Indonesia merupakan
potensi untuk upaya ektensifikasi perkebunan tebu (Alihamsyah dan Noor, 2003).
Dengan luasan yang cukup besar tersebut, lahan salin dapat dikembangkan
menjadi perkebunan tebu untuk manambah produksi tebu Indonesia. Penambahan
produksi tebu akan meningkatkan produksi gula nasional untuk memenuhi
kebutuhan gula nasional.
Pertanaman tebu sudah merambah lahan marginal dengan cekaman
salinitas. Usaha perkebunan tebu di pulau Jawa yang didominasi oleh kebun tebu
rakyat banyak dilakukan di daerah pesisir laut utara. Salah satu contohnya adalah
perkebunan tebu di wilayah PG Cepiring, PT Industri Gula Nusantara (IGN) yang
terletak di Kendal, yaitu kabupaten di pesisir laut utara Jawa. Penggunaan lahan
yang dekat dengan laut kerap menimbulkan masalah cekaman salinitas di wilayah
PG Cepiring dan kebun tebu lain yang berada di wilayah jalur pantai utara.
Salinitas didefinisikan sebagai adanya garam terlarut dalam konsentrasi yang
berlebihan dalam larutan tanah.
Penanaman tebu di lahan tercekam salinitas membutuhkan teknik
budidaya yang khusus. Teknik budidaya ini bertujuan untuk mengurangi dampak
negatif dari tingginya kadar garam yang dapat menyebabkan cekaman fisiologi
pada tebu. Beberapa teknik budidaya khusus sebenarnya telah diterapakan, seperti
pada kebun tebu PG Cepiring. Teknik budidaya tersebut dilakukan untuk
mengurangi kadar garam pada lahan sehingga memungkinkan tebu untuk bertahan
dan tumbuh di lahan tersebut.
Kegiatan magang ini mempelajari pengelolaan perkebunan tebu serta
mempelajari budidaya, pertumbuhan dan produksi tebu di lahan tercekam salinitas
di PG Cepiring. Hasil yang didapat diharapkan menjadi referensi untuk diterapkan
di tempat lain berkenaan dengan budidaya tebu tercekam salinitas.
3

Tujuan

Tujuan umum dari kegiatan magang ini adalah mengetahui dan memahami
pengelolaan perkebunan tebu secara nyata di lapangan serta mengaplikasikan dan
membandingkan teori yang telah dipelajari dengan kondisi nyata di lapangan.
Tujuan khusus dari kegiatan magang ini adalah mempelajari modifikasi
teknik budidaya yang diterapkan di lahan tercekam salinitas, serta mengetahui
petumbuhan, produksi dan analisis usaha tani tebu di lahan tercekam salinitas
dengan teknik budidaya yang telah diterapkan oleh perusahaan.
4

TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan Morfologi Tanaman Tebu

Tebu (Saccharum officinarum) termasuk dalam kelas monokotiledon, ordo


Glumaceae, family Graminae dan genus Saccharum. Beberapa spesies tebu yang
lain adalah Saccharum officianrum, Saccharum robustum, Saccharum
spontaneum, dan Saccharum barberi. Saccarum officinarum merupakan spesies
tebu paling modern dan paling banyak dibudidayakan (James, 2004).
Menurut James (2004), tanaman tebu terbagi menjadi beberapa bagian
utama, yaitu akar, batang, daun, dan bunga. Tanaman tebu memiliki perakaran
serabut, yang dapat dibedakan menjadi akar primer dan akar sekundar. Akar
primer adalah akar yang tumbuh dari mata akar buku tunas stek batang bibit.
Karakteristik akar primer yaitu halus dan bercabang banyak. Sedangkan akar
sekunder adalah akar yang tumbuh dari mata akar dalam buku tunas yang tumbuh
dari stek bibit, bentuknya lebih besar, lunak, dan sedikit bercabang. Menurut
Supriyadi (1992) pertumbuhan akar ada yang tegak lurus ke bawah dan ada yang
mendatar dekat permukaan tanah.
Tebu memiliki tipe batang beruas-ruas. Di antara ruas-ruasnya terdapat
buku-buku ruas dan terletak mata tunas yang tumbuh menjadi pucuk tanaman
baru. Susunan ruas-ruas pada batang tebu dapat berliku atau lurus. Bentuk ruas
yang menyusun batang dibedakan menjadi enam bentuk, yaitu silindris, tong,
kelos, konis, konis berbalik, dan cembung cekung. Tinggi batang dipengaruhi oleh
baik buruknya pertumbuhan, jenis tebu maupun keadaan iklim. Tinggi tanaman
tebu antara 2-5 m. Pada pucuk batang tebu terdapat titik tumbuh yang penting
untuk pertumbuhan meninggi (Supriyadi, 1992).
Daun tebu terdiri atas dua bagian yaitu helai daun dan pelepah daun. Helai
daun berbentuk pita yang panjangnya 1-2 m (tergantung varietas dan keadaan
lingkungan),dan lebar 2-7 cm. Tebu tidak memiliki tangkai daun. Diantara
pelepah dan helaian daun terdapat sendi segitiga daun dan pada bagian sisi
dalamnya terdapat lidah daun yang membatasi helaian dan pelepah daun. Warna
daun tebu bermacam-macam ada yang hijau tua, hijau kekuningan, merah
5

keunguan dan lain-lain. Ujung daun tebu meruncing dan tepinya bergerigi
(James, 2004).
Bunga tersusun dalam malai yang terbentuk setelah pertumbuhan
vegetatif. Bunga berkembang pada pagi hari dengan jangka waktu pembungaan
pada satu malai berlangsung beragam antara 5 sampai 12 hari. Bunga tebu
termasuk bunga sempurna. Tangkai sari dan tepung sari menjurai keluar setelah
bunga cukup matang. Kepala putik berambut yang umumnya berwarna keunguan.
Buahnya termasuk buah padi-padian, bijinya berukuran kecil memiliki panjang
antara 1.0-1.5 mm dan lebar 0.5 mm (James, 2004).

Ekologi Tanaman

Menurut James (2002), tebu pada umumnya dapat tumbuh dengan baik
pada daerah yang memiliki iklim tropis dan sub tropis dengan daerah penyebaran
390 LU dan 350 LS. Dibutuhkan suhu rata-rata tahunan di atas 210 C, apabila
kuarang dari 200 C maka pertumbuhannya akan terhambat dan pertumbuhan akan
terhenti pada suhu 160 C. Suhu perkecambahan tunas stek tebu antara 32-380 C.
Suhu yang diperlukan untuk dapat menghasilkan sukrosa yang tinggi adalah
antara 26-270 C. Curah hujan tahunan yang dikehendaki adalah 1 500- 2 500 mm
per tahun dengan penyebaran merata. Kelembaban yang baik bagi pertanaman
tebu adalah 63-85%. Ketinggian tempat yang memenuhi syarat pertumbuhan tebu
adalah tidak lebih dari 600 m dpl.
Tanaman tebu menghendaki penyinaran matahari langsung. Penyinaran
matahari penting bagi tanaman tebu untuk pembentukan gula, tercapainya kadar
gula yang tinggi pada batang, dan mempercepat proses pemasakan. Menurut
Supriyadi (1992) kadar sukrosa tertinggi dapat dicapai pada penyinaran matahari
selama 7-9 jam per hari. Selain itu, menurut Siswoyo at al (2007), kandungan
sukrosa juga dipengaruhi oleh pascapanen tebu, yaitu penyimpanan. Intensitas
cahaya yang baik untuk fotosintesis tebu adalah 3 000-4 500 footcandle.
Tanaman tebu dapat tumbuh baik pada tanah yang cukup subur, gembur
dan mudah menyerap serta melepaskan air. Menurut Sutardjo (2002) tanah yang
baik untuk pertumbuhan tebu adalah tanah lempung liat dengan solum dalam atau
tanah lempung berpasir dengan lempung berdebu. Tebu dapat ditanam pada tanah
6

dengan kisaran pH 5.5-7.0. Pada pH di bawah 5.5 dapat menyebabkan perakaran


tanaman tidak dapat menyerap air sedangkan apabila tebu ditanam pada tanah
dengan pH di atas 7.0 tanaman akan sering kekurangan unsur fosfor .
Pertumbuhan tebu dibagi menjadi empat tahap, yaitu tahap
perkecambahan, pemunculan anakan, pemanjangan batang, dan pengisian sukrosa
di batang (pemasakan). Kebutuhan air yang diperlukan pada setiap tahapan
berbeda. Fase awal pada perkecambahan dan pemunculan anakan membutuhkan
air sedang. Fase pemanjangan batang membutuhkan air yang cukup banyak. Fase
kemasakan membutukan air dengan jumlah sedikit. Fase perkecambahan dimulai
saat tanam sampai 1 BST. Fase pemunculan tunas pada 1-3 BST. Fase
pemanjangan batang pada 3-9 BST. Fase kemasakan pada 9-12 BST (Sutardjo,
2002)

Tanah Salin

Salinitas tanah adalah suatu kondisi dimana kadar garam terlarut tanah
mencapai tingkat meracuni tanaman (Santoso, 1993). Pada umumnya tanah salin
tergolong ordo Aridisol, yaitu tanah yang terbentuk pada daerah kering atau
dengan curah hujan rata-rata kurang dari 500 mm/tahun. Jumlah air hujan tidak
cukup untuk mengimbangi air yang hilang melalui tanah dan tanaman
(evapotranspirasi). Pada waktu air diuapkan ke udara, garam tertinggal di lapisan
permukaan. Proses akumulasi garam berlangsung terus yang disebut proses
salinisasi. Garam-garam yang diakumulasikan diantaranya adalah NaCl, Na2SO4,
CaCO3 dan MgCO3. Di daerah iklim basah (humid) salinisasi hanya terjadi di
delta sungai yang terpemgaruh air laut dan pantai yang telaknya rendah. Salinisasi
juga dapat terjadi secara setempat dan membentuk tanah salin tipe intrazonal,
seperti misalnya tanah-tanah yang direklamasi dari dasar laut dan tanah-tanah di
daerah pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut ( Tan, 1991).
Ciri kimia tanah salin tidak dapat didasarkan atas nilai pH saja. Tanah
salin mempunyai pH 8,5 atau lebih. Tanah salin ditentukan berdasarkan jumlah
garam terlarut dan garam yang dapat dipertukarkan. Parameter yang diukur adalah
daya hantar listrik (DHL) atau electrical conductivity (EC) untuk kandungan
garam dan presentase pertukaran garam atau exchangeable sodium percentage
7

(ESP). Tanah salin dicirikan oleh nilai EC lebih dari 4 mmho/cm pada 250C
dengan ESP kurang dari 15%, dan pH kurang dari 8,5 (Tan, 1991).
Proses salinisasi umumnya terjadi pada daerah iklim kering sampai agak
kering, berupa tanah-tanah yang biasanya ditumbuhi vegerasi Halophyta sampai
semak. Selama musim kering permukaan tanah ditutupi oleh efflorescense atau
kerak garam, yang larut di dalam air tanah setiap kali tanah tersebut basah. Proses
salinisasi terjadi tidak hanya karena curah hujan yang kurang untuk melarutkan
dan mencuci garam, tetapi juga karena penguapan yang menyebabkan
terkumpulnya garam dalam tanah dan dalam air tergenang di atas permukaan
tanah. Drainase yang buruk menyebabkan evaporasi lebih besar daripada
perkolasi. Hal ini merupakan faktor utama berlangsungnya proses salinasi.
Tentang lambatnya perkolasi air tanah, dapat disebabkan oleh keadaan tekstur
yang sangat halus, struktur mampat atau adanya lapisan padas kedap air. Sebagai
akibat perkolasi yang sangat menghambat, air yang menguap dari dalam tanah
akan menarik air tanah yang melarutkan garam keatas, sehingga waktu menguap
akan meninggalkan garam, berbentuk kerak di permukaan tanah atau lapisan yang
banyak mengandung garam yang disebut horizon silikan, atau kristal (Santoso,
1993).

Pengaruh Salinitas Terhadap Tanaman

Pengaruh utama salinitas terhadap tanaman adalah ganguan penyerapan air


(Shalhevet dan Bernstein, 1985). Konsentrasi yang tinggi dari garam-garam netral
seperti NaCl dan Na2SO4 akan mengganggu penyerapan air oleh tanaman. Hal ini
diakibatkan oleh tekanan osmotik yang tinggi dalam larutan tanah yang
melampaui tekanan osmosis dalam sel akar (Santoso, 1993).
Menurut Tan (1991), kepekatan garam yang tinggi menyebabkan tanaman
mengalami plasmolisis, sehingga air dalam tanaman bergerak keluar menuju
larutan tanah. Tanaman yang keracunan garam mengalami hambatan
perpanjangan sel dan daun berwarna hijau kotor (berbintik hitam). Mekanisme
gangguan garam terhadap tanaman dapat melalui ketidakseimbangan hara.
Kelebihan bikarbonat dapat menyebabkan kahat Fe. Kelebihan garam
8

menyebabkan kahat Ca dan Mg. Kondisi pH yang tinggi dapat menyebabkan


kelarutan unsur mikro berkurang, sehingga menyebabkan kahat unsur mikro.
Keberadaan ion Na dalam jumlah tinggi menyebabkan tanah tersuspensi.
Bila tanah dikeringkan seakan-akan menjadi gumpalan kompak dan keras, dan
membentuk lapisan keras dipermukaan. Hal ini menyebabakan penurunan
porositas tanah dan menghambat kelancaran udara, sehingga dapat menimbulkan
gangguan pertumbuhan tanaman.
Bahaya bagi tanaman bisa juga datang dari garam terlarut walaupun
konsentrasinya belum cukup untuk memengaruhi penyerapan air. Masuknya ion
unsur hara ke dalam bulu akar dipengaruhi oleh sifat dan konsentrasi ion lain yang
ada. Oleh karena itu, garam dapat menimbulkan kesulitan nutrisi tanaman karena
tanaman tidak mampu menyerap hara yang diperlukan dari tanah. Tanaman yang
tumbuh pada tanah salin terlihat terganggu dan mempunyai daun-daun tebal serta
warna daunnua hijau tua. Pengaruh salinitas pada tanaman pertama kali terlihat
pada penyebaran energi dari proses pertumbuhan dalam mempertahankan tingkat
tekanan osmosis yang berbeda. Proses yang pertama kali dari energi pertumbuhan
adalah penghambatan dari perpanjangan sel. Sel-sel daun secara kontinu akan
membelah tetapi tidak memanjang. Dari serangkaian kejadian, sebagian sel-sel
tiap unit daun dicirikan dengan warna hijau gelap yang disebabkan oleh tekanan
osmosis tanaman (Santoso, 1993).
Cekaman salinitas berakibat pada penurunan produksi tanaman, termasuk
pada tebu. Menurut Putri (2011), tebu tidak mengalami penurunan hasil pada nilai
EC tanah 1.7 dS/m. Ketika nilai EC tanah sebesar 3.3 dS/m akan menurunkan
hasil tebu sebesar 10 %. Hasil tebu akan menurun sebesar 25% pada nilai EC
tanah sebesar 6 dS/m. Penurunan hasil tebu lebih besar terjadi pada nilai EC 10.4
dS/m,yaitu sebesar 50%. Pada nilai EC 18.6 dS/m tebu tidak dapat bertahan
hidup.

Upaya Pemanfaatan Tanah Salin

Drainase yang baik diperlukan dalam pemanfaatan tanah-tanah salin


(reklamasi tanah salin). Dalam proses reklamasi sangat penting untuk mengusir
kelebihan garam dari zone akar. Hal ini hanya dapat dikerjakan dengan
9

penggunaan air secukupnya untuk mencuci garam ke dalam lapisan tanah bagian
bawah. Dengan kondisi drainase yang tidak baik, penambahan air yang banyak
akan meningkatkan permukaan air tanah dan menyebabkan meningkatnya
akumulasi garam di tanah permukaan, sehingga akan memperburuk kondisi tanah
salin. Drainase yang cukup harus disediakan untuk mereduksi permukaan air
tanah hingga di bawah zone akar tanaman, yaitu tidak kurang dari 2.4-3 m di
bawah permukaan tanah (Santoso, 1993).
Metode reklamasi tradisional adalah metode telaga (ponding) yaitu
membuat parit lebar di sekeliling lahan. Kedalaman air 0,3 m atau lebih
diharapkan dapat menampung garam yang tercuci dari tanah. Metode ini relatif
kurang efektif karena laju pengurangan garam berjalan sangat lambat.
Metode pencucian yang lebih efektif adalah metode kolam-alur (basin-
furrow method). Tanah diratakan dan air irigasi dilewatkan melalui parit yang
dibuat di sekeliling lahan. Air dipertahankan sekitar seminggu sampai seluruh
lahan dapat diresapi air. Kepekatan garam dalam tanah menurun karna pencucian
aliran air irigasi. Kebutuhan air dengan metode ini lebih sedikit daripada metode
telaga.
Ion garam divalen (umunya Ca) diharapkan tersedia selama reklamasi.
Untuk itu diperlukan penambahan gipsum (CaSO4.2H2O). Penambahan gipsum
dapat mencapai beberapa ton per hektar dan dapat diulang setelah 2 atau 5 tahun
atau sesuai kadar sodium tanah.
Bila pencucian tidak mungkin dilakukan, misalnya air tidak tersedia, maka
upaya mencari tanaman yang toleran garam adalah jalan yang terbaik. Rekayasa
para pemulia tanaman sangat berperan dalam menciptakan varietas-verietas yang
toleran garam ( Dirjen Pendidikan Tinggi, 1991).
10

METODE MAGANG

Tempat dan Waktu

Kegiatan magang dilaksanakan di PG Cepiring, PT Industri Gula


Nusantara, Kendal, Jawa Tengah, pada tanggal 14 Februari sampai 14 Juni 2011.
Kegiatan pengamatan aspek khusus dilaksanakan di kebun Pidodo, yaitu kebun
dengan salinitas tinggi, dan kebun Gondang, yaitu kebun dengan kondisi yang
normal. Kegiatan pengamatan aspek khusus dilaksanakan selama kegiatan
magang.

Metode Pelaksanaan

Metode pelaksanaan kegiatan magang terdiri atas kerja lapang dan


pengamatan langsung. Kegiatan kerja lapang yang dilakukan yaitu pada aspek
teknis dan manajerial. Kegiatan pengamatan langsung mendapatkan data primer
yang akan membantu menganalisis aspek khusus yang akan diperdalam.
Kegiatan kerja lapang pada aspek teknis yaitu menjadi karyawan harian
lepas (KHL) selama satu bulan. Kegiatan yang dilakukan mengikuti semua tugas
lapang yang diperintahkan sesuai dengan kebutuhan kebun. Kegiatan meliputi
pembukaan dan pengolahan lahan, persiapan dan penyediaan bahan tanam,
penanaman, irigasi, perawatan, taksasi, dan pemanenan tebu (Tabel Lampiran 1).
Kegiatan kerja lapang pada aspek manajerial adalah menjadi pendamping
mandor dan menjadi pendamping sinder. Kegiatan sebagai menjadi pendamping
mandor dilakukan selama satu bulan. Kegiatan yang dilakukan adalah membantu
mengawasi karyawan harian pada setiap kegiatan budidaya tanaman di lapangan,
membuat analisis pada setiap kegiatan di lapangan, membantu memotivasi
karyawan, dan membantu mengorganisasi karyawan pada setiap pekerjaan (Tabel
Lampiran 2).
Kegiatan sebagai pendamping sinder dilakukan selama dua bulan.
Kegiatan yang dilakukan adalah mempelajari kegiatan di tingkat bagian kebun,
memonitor hasil kegiatan kebun, mempelajari kegiatan administrasi kebun.
Kegiatan juga meliputi manajemen kebun kemitraan beserta pembiayaannya
11

melalui Kredit Ketahanan Pangan dan Energi Tebu (KKP-E Tebu). Kegiatan ini
meliputi pengukuran luas kebun pengajuan dan membantu administrasi dalam
pencairan kredit KKP-E kepada petani mitra (Tabel Lampiran 3).
Aspek khusus yang diperdalam adalah modifikasi teknik budidaya di lahan
salin. Pengamatan dilakukan di kebun Pidodo yang termasuk kebun salin.
Pegamatan meliputi teknik budidaya dan keadaan tebu. Pengamatan juga
dilakukan pada kebun Gondang sebagai kebun nonsalin dengan parameter
pengamatan yang sama dengan pengamatan di kebun Pidodo.

Pengamatan dan Pengumpulan Data

Kegiatan magang juga meliputi pengumpulan data yang akan membantu


menganalisis aspek khusus yang akan diperdalam. Pengumpulan data dilakukan
dengan dua metode, yaitu metode langsung untuk data primer dan metode tidak
langsung untuk data sekunder.
Pengamatan dan analisis dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan dan
produktivitas tebu dengan cekaman salinitas, serta teknik budidaya yang
diterapkan di kebun tersebut. Pengamatan tebu yang tercekam salinitas ini
dilakukan di kebun Pidodo, yaitu kebun di pesisir pantai utara Jawa yang berjarak
1 km dari pantai, sehingga terkendala dengan salinitas yang tinggi.
Pengamatan juga dilakukan pada kebun yang tidak terkendala salinitas
sebagai pembanding. Variabel pengamatan di kebun ini sama seperti yang
diterapkan di kebun terkendala salinitas. Pengamatan tebu sebagai pembanding ini
dilakukan di kebun Gondang, yaitu kebun sawah tadah hujan yang tidak
terkendala dengan salinitas.
Pengamatan di kedua kebun dilakukan pada satu blok untuk masing-
masing kebun. Setiap blok diambil satu petak contoh. Setiap petak contoh diambil
lima bak tanam tebu sebagai ulangan. Setiap bak tanam tebu diambil empat
juringan contoh. Setiap juringan contoh terdapat satu tanaman contoh, sehingga
terdapat empat tanaman contoh pada setiap ulangan. Kategori tanaman yang
diamati adalah variatas Bululawang (BL) dengan kategori RC I (Ratoon Cane)
atau tebu keprasan pertama.
12

Penentuan contoh dilakukan dengan metode acak dan sistematis,


disesuaikan dengan keadaan kebun dan homogenitasnya (Mantra dan Kasto,
2008). Blok dan petak contoh dipilih secara acak. Bak contoh untuk kebun
Gondang dipilih secara sistematis karena lingkungan yang homogen. Bak contoh
untuk kebun Pidodo dipilih dengan menyesuaikan keadaan lahan karena tingkat
homogenitasnya yang rendah dan kondisi kebun yang sulit terjangkau. Penentuan
juringan dan tanaman contoh untuk kedua kebun dilakukaan dengan cara
sistematis.
Beberapa variable pengamatan yang dilakukan meliputi :
a. Tinggi Batang
Pengamatan dilakukan dengan mengukur tinggi tebu contoh dari
permukaan tanah sampai titik tumbuh tanaman tebu. Pengamatan dilakukan
pada 27, 31, 35, dan 39 MSK (minggu setelah keprasan).
b. Diameter batang
Pengamatan dilakukan dengan mengukur diameter batang tebu
menggunakan jangka sorong. Diameter batang yang diambil adalah diameter
yang terbesar pada bagian batang tebu contoh. Pengamatan dilakukan pada 27,
31, 35, dan 39 MSK.
c. Jumlah ruas batang
Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah ruas batang tebu mulai
dari permukan tanah sampai titik tumbuh tebu. Pengamatan dilakukan pada 27,
31, 35, dan 39 MSK.
d. Jumlah batang dan jumlah sogolan per meter juringan
Pengamatan ini dilakukan dengan menghitung jumlah batang tebu dan
sogolan yang terdapat pada juringan contoh kemudian membaginya dengan
panjang juringan tersebut dalam satuan meter. Pengamatan jumlah batang
dilakukan pada 27 MSK sementara jumlah sogolan pada 41 MSK.
e. Umur Berbunga
Pengamatan dilakukan pada umur tebu saat bunga pertama kali muncul.
f. Brix nira
Pengukuran brix nira dilakukan di lapangan menggunakan alat Hand
Refractometer pada bagian batang atas, tengah dan bawah. Nilai brix batang
13

contoh adalah rata-rata dari ketiga nilai brix tersebut. Pengukuran brix nira
dilakukan pada lima batang tebu yang diambil secara acak pada setiap bak
tanam contoh pada setiap kebun. Pengamatan dilakukan pada 27 MSK dan 41
MSK.
g. Electronic Conductivity (EC) dan salinitas tanah
Pengukuran EC dan salinitas tanah dilakukan pada komposit tanah kedua
kebun. Pengukuran EC tanah dan salinitas tanah dilakukan di Laboratorium
Tanah, Balai Penelitian Tanah, Bogor.
h. Tata Layout Kebun
Dilakukan pengamatan langsung terhadap tata layout kebun. Pengukuran
dilakukan pada lebar dan dalam got keliling, got malang, dan got mujur.
i. Produktivitas
Data produktivitas kebun didapat dari studi arsip bagian tanaman serta
wawancara dengan mandor dan sinder kebun. Data produktivitas mencakup
produktivitas kategori PC, RC1, dan produktivitas RC2 selama tiga tahun.
j. Analisis Usaha Tani
Analisis usaha tani dilakukan pada kebun contoh dengan memasukkan
rencana anggaran kebun pada masa tanam 2010/2011, produktivitas kabun
berdasarkan taksasi maret, serta besaran biaya kebun dan harga produk gula dan
tetes yang berlaku sesuai standar perusahaan. Analisis dilakukan pada setiap blok
pada kebun contoh menurut kategori tanaman yang ada.
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan berkonsultasi dengan pihak
manajemen perusahaan. Data sekunder yang diperlukan meliputi :
a. Produksi tebu, gula, dan rendemen.
Data meliputi produksi tebu, produksi gula, dan rendemen tebu. Data
mencakup semua kebun milik PG termasuk kebun Pidodo dan Gondang yang
digunakan dalam analisis aspek khusus. Data produksi tebu juga mencakup
produksi tebu tahun ini berdasarkan taksasi Maret.
b. Penyebaran lokasi kebun.
Data meliputi kebun yang dimiliki perusahaan, penyebarannya dilapangan,
serta pembagian kebun.
c. Laporan giling
14

Informasi meliputi data giling pabrik setiap hari, yaitu jumlah tebu yang
digiling, produksi gula dan rendemen tebu setelah digiling.
d. Keadaan umum perusahaan
Informasi yang meliputi sejarah dan kondisi umum perusahaan.
e. Keadaan lahan
Informasi keadaan lahan perkebunan meliputi jenis tanah, tekstur dan struktur
tanah.
f. Iklim
Informasi mengenai tipe iklim, curah hujan rata-rata bulanan dan tahunan,
jumlah bulan basah, bulan kering dan jumlah hari hujan.
g. Kondisi umum pertanaman
Informasi tentang luas pertanaman, varietas, dan produksi tebu.
h. Organisasi dan manajemen perusahaan
Informasi tentang struktur organisasi, wewenang dan tanggung jawabnya.

Analisis Data

Data yang diperoleh dari variebel pengamatan dianalisis menggunakan


analisis statistika, yaitu uji t dan analisis deskriptif.
15

KEADAAN UMUM

Sejarah PG Cepiring

Pabrik gula Cepiring didirikan tahun 1835 oleh Pemerintah Hindia


Belanda dengan nama Kendalsche Suiker Onderneming sebagai suatu perseroan
di atas tanah seluas 1 298 594 m2. Rehabilitasi pabrik pertama dilakukan tahun
1917 dengan menyempurnakan proses defekasi. Rehabilitasi yang kedua
dilakukan pada tahun 1926 dengan mengganti proses pemunian dari cara defekasi
menjadi karbonatasi rangkap.
Pabik gula Cepiring menjadi milik pemerintah Indonesia setelah
kemerdekaan Indonesia. PG Cepiring dikoordinir oleh Pusat Perkebunan Negara
(PPN) pada masa transisi kemerdekaan. Pada tahun 1968, PNP diubah menjadi
Perusahaan Negara Perkebunan (PNP) dan PG Cepiring di bawah pengawasan
PNP XV di Semarang. Kemudian tahun 1973, PNP XV diubah statusnya menjadi
PTP XV (Persero) dan tahun 1981, PTP XV digabung dengan PTP XVI menjadi
PTP XV – XVI (Persero) yang berpusat di Surakarta.
PG Cepiring beroperasi dan mengalami masa kejayaan, hingga pada tahun
1998 terpaksa berhenti beroperasi. Hal ini dikarenakan kekurangan bahan baku
tebu akibat persaingan lahan dengan komoditas pertanian lain, sehingga tidak
memenuhi kapasitas giling dan biaya operasional.
PG Cepiring mulai direnovasi dibawah manajemen PT Industri Gula
Nusantara (IGN) dan diresmikan pada tahun 2008, setelah berhenti beroperasi
selama 10 tahun. PT IGN merupakan perusahaan patungan antara PT Multi Manis
Mandiri (MMM) dan PT Perkebunan Nusantara IX (PTPN IX) dengan
kepemilikan saham sebesar 70% untuk PT MMM dan 30% untuk PTPN IX. PG
Cepiring direnovasi bangunan dan mesinnya dengan menggunakan dua macam
bahan baku, yaitu tebu dan raw sugar. PG Cepiring melakukan giling perdana
untuk kedua bahan baku tersebut pada tahun 2008. Hingga saat ini PG Cepiring
tetap beroperasi dengan menggiling bahan baku tebu pada masa panen dan bahan
baku raw sugar diluar masa panen tebu.
16

Letak Geografi atau Letak Wilayah Administratif

PT Industri Gula Nusantara adalah perusahaan perkebunan tebu dengan


pabrik gula yang terletak di Cepiring, Kendal. Areal perkebunan tebu yang
dimiliki mencakup tebu dengan sistem kemitraan pola A (KMA), sistem
kemitraan pola B (KMB) dan sistem kemitraan pola D (KMD).
Kebun KMA dan KMB tersebar di wilayah Kabupaten Kendal sampai
Kabupaten Semarang. Kebun tebu yang terletak di Kabupaten Kendal meyebar
pada kecamatan Patebon di wilayah utara, Kecamatan Weleri, Cepiring, sampai
Kecamatan Sukorejoi di wilayah selatan. Kebun tebu di Kabupaten Semarang
menyebar pada Kecamatan Kedung Pane di wilayah barat sampai kecamatan
Bergas di wilayah timur. Secara umum letak geografis kebun milik PG Cepiring
terletak di antara 60 32’ LS – 60 18’LS dan 1090 40’ BT– 1100 18’ BT untuk
wilayah Kabupaten Kendal.
Ketinggian kebun tebu berkisar antara 0 mdpl sampai lebih dari 1000
mdpl. Kebun dengan ketinggian 0-100 mdpl mencakup kebun di Kecamatan
Cepiring, Patebon, Kaliwungu, Rowosari dan Weleri. Kebun dengan ketingian
101-500 mdpl terdapat di Kecamatan Limbanganan. Kebun dengan ketinggian
501-1000 mdpl terdapat di Kecamatan Boja, Pegandon, Gemuh serta kebun di
wilayah Kebupaten Semarang. Sedangkan kebun dengan ketinggian lebih dari
1000 mdpl terdapat di Kecamatan Plantugan, Pageruyung, Singorejo, Sukorejo,
Patean, Boja, dan Limbangan pada kebun Bergas.
Topografi kebun tebu bervariasi, yaitu topografi datar pada kebun sawah
tadah hujan dan irigasi teknis, sampai topografi bergelombang pada kebun
tegalan. Tingkat kemiringan kebun sawah tadah hujan dan sawah irigasi teknis
kurang dari 25%. Tingkat kemiringan kebun tegalan lebih bervariasi, yaitu antara
0% - daiatas 45%. Kebun dengan tingkat kemiringan yang tinggi dalah kebun
tegalan yang terdapat di daerah bergunung sampai berbukit.

Keadaan Iklim dan Tanah

Secara umum keadaan iklim di wilayah PG Cepiring memiliki curah hujan


yang cukup tinggi (Tabel 1). Musim kemarau terjadi sekitar bulan Juni sampai
dengan Oktober karena pada saat itu arus angin tidak banyak mengandung uap air.
17

Sebaliknya mulai bulan Novenber hingga Mei arus angin banyak mengandung
uap air sehingga terjadi musim hujan (PBS Kendal, 2010).

Tabel 1. Keadaan Iklim Selama 3 Tahun Terakhir di Wilayah PG Cepiring

Tahun Curah Hujan Tahunan Hari Hujan Tahunan


2007 1 473 83
2008 2 802 127
2009 2 131 105
Sumber : BPS Kabupaten Kendal

Jenis tanah yang ada di PC Cepiring sebagian besar adalah tanah berat.
Secara umum, tanah yang ada termasuk jenis tanah endapan atau tanah alluvial.
Sangat sedikit batuan muda yang ada pada lapisan tanah. Lapisan olah tanah
cukup dalam. Pada beberapa kebun terdapat kandungan liat yang tinggi sehingga
drainase tanah tidak terlalu baik dan akan bermasalah ketika musim penghujan.
Pada kebun di daerah pesisir, kandungan pasir lebih banyak sehingga drainase
tanah lebih baik dari pada kebun lain yang jauh dari pantai.

Luas Areal dan Tata Guna Lahan

Terdapat beberapa jenis kebun tebu berdasarkan sistem kemitraan yang


diterapkan. Pola kemitraan yang diterapkan antara lain pola kemitraan A (KMA),
pola kemitraan B (KMB), dan pola kemitraan D (KMD) atau tebu mandiri.
Kebun KMA adalah kebun kemitraan dengan pola bagi hasil di awal. Kebun
KMB adalah kebun kemitraan dengan pola bagi hasil yang dilakukan setelah
panen tebu. Kebun KMD (mandiri) adalah kebun dengan keseluruhan teknik
budidaya dan pembiayaan dilakukan oleh petani.
Total luas kebun tebu milik perusahaan mengalami peningkatan sejak awal
berdirinya IGN. Besarnya luasan tebu pada masing-masing kategori kebun dapat
dilihat pada Tebel 2. Total luasan untuk tabu giling belum mencukupi kapasitas
giling pabrik yang mencapai 1 800 TCD (ton cane per day). Untuk mencukupi
kebutuhan tebu tersebut, banyak dipenuhi oleh kiriman tebu KMD. Tebu kiriman
petani tersebut berasal dari berbagai daerah antara lain Pati, Rembang, Kudus dan
Jepara.
Tabel 2. Luas Areal PG Cepiring Berdasarkan Kategori Kebun
18

Kategori Kebun
Masa Tanam
KMA KMB Tebu Mandiri Total
…………………...….…ha……….......................……..
2008 26 74 101 201
2009 155 164 547 866
2010 185 259 1 389 1 833
2011 236 282 1 953 2 471
Sumber : Kantor Tanaman, PT Industri Gula Nusantara

Kebun yang dimiliki oleh PG Cepiring terdiri dari kebun produksi dan
kebun bibit. Kebun bibit diterapkan pada kebun implasemen dan kebun lain yang
terdapat di area cakupan PG Cepiring. Sistem kebun bibit yang diterapkan adalah
kebun bibit berjenjang. Beberapa kategori kebun bibit yang ada antara lain kebun
bibit pokok (KBP), kebun bibit nenek (KBN), kebun bibit ibu (KBI), dan kebun
bibit datar (KBD). Bibit yang akan digunakan untuk kebun tebu giling (KTG)
berasal dari KBD. Luasan kebun bibit setiap kategori terdapat pada Tabel 3.
Dalam pemenuhan kebutuhan bibit, terdapat beberapa cara selain
menggunakan bibit dari kebun bibit berjenjang. Bibit juga didapatkan dari
pembelian bibit dari kebun bibit P3GI.

Tabel 3. Luasan Kebun Bibit Berdasarkan Kategori Kebun Bibit

Kategori Kebun Bibit


Masa Tanam
KBP KBN KBI KBD
…………….……….……..ha…………….……………..
2009 0.1 0.5 3.1 21.5
2010 0.18 1.27 8.89 71.83
2011 0.16 1.25 9.97 79.75
Sumber : Kantor Tanaman, PT Industri Gula Nusantara

Kebun produksi terdiri dari kebun PC (plant cane), dan tanaman keprasan
(ratoon cane). Tanaman keprasan dipertanahkan sampai keprasan keempat (RC4).
Perbandingan luasan kelima kategori kebun tersebut relatif sama karena setiap
tahun dilaksanakan pembukaan lahan untuk penggantian kebun tebu yang telah
mencapai ratoon keempat. Pada masa tanam 2009/2010, sebagian besar kebun
produksi adalah tanaman PC yaitu sebesar 25.82 %. Proporsi luas kebun dengan
tanaman RC1 sebesar 23.10%, untuk RC2 sebesar 19.67%, RC3 sebesar 17.40%,
dan RC4 sebesar 14.00 %.
19

Keadaan Tanaman dan Produksi

Varietas yang ditanaman antara lain BL, PS 864, PS 881, PSJT 941.
Penanaman dalam satu blok menggunakan varietas yang sama. Untuk suatu kebun
dengan beberapa blok terdapat kemungkinan penggunaan lebih dari satu macam
varietas.
Kategori tanaman tebu meliputi tanaman pertama dan tanaman ratoon.
Kategori tanaman yang ada meliputi PC, RC1, RC2, dan RC3. Umur tanaman
juga bervariasi, tergantung bulan tanamnya untuk tanaman PC dan bulan
keprasannya pada tanaman Ratoon. Bulan tanam dan kepras antara bulan Juni
sampai Desember, sehingga umur tanaman saat pengamatan berkisar antara 3-8
bulan.
Pola penanaman pada budidaya reynoso dan tegalan menggunakan
pembagian bak tanam tebu yang disebut lidah. Pada setiap lidah terdapat lajur-
lajur tebu yang disebut juringan atau laci. Panjang juring tanam tebu pada
umumnya 8 m. Kerapatan tebu pada satu bak diupayakan mencapai lebih dari
75 juringan/bak. Jarak antar juring adalah 1m. Satu juring rata-rata terdapat 75-85
batang tebu yang dapat dipanen. Satu bak tanam tebu terdapat 60 juring. Satu
hektar kebun tebu rata-rata terdapat 20 bak tanam. Oleh karena itu, dalam satu
hektar terdapat 1200 juring tebu. Angka tersebut biasa disebut dengan istilah
faktor. Pembuatan bak dan juring tanam akan mengikuti dan menyesuaikan
keadaan kebun sehingga besarnya faktor setiap kebun berbeda.
Varietas tebu yang digunakan berdasal dari kategori varietas masak awal,
masak tengah dan masak akhir. Varietas masak awal yang digunakan adalah
PS 864 dan PS 881. Varietas masak tengah dan akhir yang digunakan adalah BL
dan PS JT.
Pabrik Gula Cepiring memproduksi produk utama berupa gula kristal
putih. Bahan baku yang digunakan selain tebu adalah raw sugar. Hasil sampingan
beruma tetes (molasses), blotong, dan ampas. Tetes digunakan sebagai bahan baku
industri etanol. Ampas tebu digunakan sebagai bahan bakar boiler. Bahan blotong
belum termanfaatkkan.
20

Produksi tebu dan gula PG cepiring meningkat setiap tahunnya (Tabel 4).
Hal ini dikarenakan upaya perluasan area tebu. Peningkatan ini juga dipengaruhi
oleh semakin banyaknya petani mandiri yang menggilingkan tebunya di PG
Cepiring karena sistem beli putus yang sudah diterapkan PG Cepiring. Sistem beli
putus ini dapat menarik petani karena proses pembayaran yang cepat lebih
menguntungkan bagi petani daripada sistem bagi hasil yang harus menunggu tebu
selesai digiling dan menjadi gula. Peningkatan produksi gula juga terdapat pada
gula dengan bahan baku raw sugar (Tabel 5).

Tabel 4. Produktivitas, Rendemen Tebu dan Produksi Gula Kristal Putih


(GKP) Selama 4 Tahun
Produksi Luas Produktivitas Rendemen GKP
Tahun
Tebu (ton) Lahan (ha) (ton/ha) (%) (ton)
2008 15 622 201 77.7 6.93 1 082
2009 63 944 866 73.8 7.53 4 815
2010 135 902 1 833 74.1 6.31 8 210
2011 * 166 506 2 471 67.4 7.07 11 775
Ket : * proyeksi berdasarkan taksasi maret
Sumber : Kantor Tanaman, PT Indistri Gula Nusantara

Tabel 5. Produksi Gula Kristal Putih dengan Bahan Baku Raw Sugar
selama 4 tahun
Tahun Raw Sugar Rendemen GKP
(ton) (%) (ton)
2008 32 948 89.82 29 594
2009 104 737 94.32 98 783
2010 142 594 93.38 133 151
2011 100 000 94.77 94 770
Sumber : Kantor Tanaman, PT Industri Gula Nusantara

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan

Pabrik Gula Cepiring merupakan unit produksi gula yang dimiliki oleh PT
Industri Gula Nusantara (IGN) dan PT Perkebunan Nusantara IX. Struktur
organisasi yang ada di PG Cepiring merupakan gabungan dari karyawan PG
sebelum berhenti beroperasi dan karyawan baru PT IGN. PG Cepiring dikepalai
oleh seorang direktur utama. Direktur utama membawahi beberapa direktur yaitu
direktur operasional, direktur komersial.
21

Struktur organiasasi PG Cepiring dibagi kedalam beberapa bagian. Bagian


yang terdapat di PG Cepiring antara lain, Commercial, Proces and laboratory,
Teknical, Plantation (tanaman), Electrical and power plant, umum, logistik,
Human Resources Development (HRD), Information and technology system (IT),
Procurment, dan Marketing. Setiap bagian dikepalai oleh seorang manager.
Direktur utama adalah pembuat kebijakan-kebijakan strategis dan
mengarahkan kepada tujuan-tujuan jangka panjang perusahaan. Direktur
operasional berfokus kepada kebijakan-kebijakan tentang operasional perusahaan,
meliputi operasional pabrik dan bahan bakunya yang bersal dari tebu dan raw
sugar. Direktur komersial berfokus kepada kebijakan-kebijakan pemasaran
produk gula dan kebijakan pengembangan serta pembiayaan keuangan
perusahaan.
Terdapat kepala pabrik (factory), yang membawahi beberapa bagian yang
berhubungan dengan pabrik, yaitu Proces and laboratory, Teknical, Electrical
and power plant. Tugas kepala pabrik adalah menkoordinasikan semua bagian
yang terlibat dalam pabrik dalam kegiatan operasional pabrik. Bagian Proces and
laboratory adalah bagian yang memiliki tugas manajemen operasional proses
pabrikasi bahan baku tabu dan raw sugar menjadi gula kristal putih. Bagian
Teknical berhubungan dengan kinerja mesin-mesin pabrik serta perawatannya.
Bagian Electrical and power plant bertanggung jawab atas penyediaan tenaga
listrik bagi operasional pabrik.
Bagian Commmercial adalah bagian yang memiliki tugas pokok
manajemen segala urusan keuangan untuk opresional perusahaan dan membawahi
beberapa sub bagian, yaitu keuangan, akuntan, pajak dan ekspor-impor. Bagian
Umum berhubungan dengan operasional perusahaan diluar pabik, kantor dan
perkebunan tebu serta membawahi sub bagian Sipil, Lanskap, dan Keamanan.
Bagian Logistik memiliki tugas menyediakan segala keperluan barang untuk
operasional kantor dan pabrik, yang mencakup bahan baku produksi gula, bahan
bakar pabrik, serta barang-barang lain yang diperlukan pabrik dan kantor.
Bagian HRD memiliki tugas memanajemen sumber daya manusia yang
berperan dalam operasional perusahaan. Bagian Information and technology
system (IT) memiliki tugas dalam membuat sistem informasi dan komputerisasi
22

keseluruhan perusahaan. Bagian Precurement memiliki tugas sebagai penyedia


barang yang dibutuhkan bagian logistik untuk operasional perusahaan. Bagian
Marketing berhubungan dengan pemasaran produk gula kepada konsumen.
Bagian Tanaman memiliki tugas pokok menyediakan bahan baku tebu
yang cukup dan berkualitas sesuai dengan kapasitas giling pabrik selama musim
giling pabrik. Bagian tanaman juga bertugas untuk memanajemen kebun petani
mitra.
Karyawan di PG Cepiring diklasifikasikan menjadi tiga yaitu karyawan
staf IGN, staf perwakilan PTPN IX, karyawan outsourcing, dan karyawan harian
lepas. Karyawan staf IGN adalah karyawan yang direkrut dan diangkat oleh
bagian HRD PT IGN secara internal.
Karyawan outscourcing adalah karyawan yang diangkat oleh perusahaan
outscourcing mitra IGN, yaitu PT Dyka Konsultama (Tabel 6). Karyawan
outscourcing termasuk kedalam karyawan harian dan karyawan musiman.
Karyawan musiman biasanya memenuhi pekerjaan musiman, seperti saat musim
giling tebu.
Karyawan harian lepas adalah karyawan yang diangkat oleh mandor
berdasarkan perjanjian antara mandor dan karyawan tersebut dalam waktu
tertentu. Banyaknya karyawan dan jangka waktu bekerja akan disesuaikan dengan
pekerjaan yang akan diselesaikan.

Tabel 6. Jumlah Karyawan PG Cepiring Tahun 2011


Karyawan Jumlah
Staf IGN 407
Staf PTPN IX 41
Harian (outscourcing) 199
Musiman (outscourcing) 134
Sumber : Kantor Besar, PT Industri Gula Nusantara

PG Cepiring memberlakukan hari kerja yang sama, baik pada musim


tebangan dan maupun diluar musim tebangan. Hal ini dikarenakan pabrik akan
selalu beroperasi setiap hari untuk mengolah raw sugar diluar musim tebangan.
Kegiatan produksi berlangsung 24 jam, terutama di dalam pabrik sehingga
dibutuhkan pengaturan tenaga kerja (shift) agar proses produksi tetap berjalan.
23

Jam kerja selama 24 jam dibagi kedalam tiga shift, yaitu pagi, siang, dan malam.
Waktu yang diberlakukan pada ketiga shift tersebut yaitu, shift pagi dimulai pukul
07.00-15.00 WIB, shift siang dimulai pukul 15.00- 23.00 WIB, dan shift malam
dimulai pukul 23.00-07.00 WIB.
24

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

Aspek Teknis

Kegiatan magang mencakup pengamatan dan praktek langsung kegiatan-


kegiatan teknis di kebun. Kegiatan teknis yang telah dilakukan meliputi kegiatan
pembukaan lahan dan penanaman, pemeliharaan tanaman PC maupun tanaman
ratoon, pemanenan, dan pengolahan tebu. Berikut ini kegiatan teknis yang telah
dilakukan yang dikelompokkan berdasarkan urutan kegiatan.

Pembukaan lahan dan penanaman tebu

Pembukaan lahan adalah kegiatan pertama yang mengawali proses


budidaya. Kegiatan penanaman selanjutnya dilakukan setelah proses pembukaan
lahan. Beberapa kegiatan pembukaan lahan dan penanaman di wilayah PG
Cepiring mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut.

Peninjauan dan pengukuran lahan

Pembuatan got

Pembuatan Juringan dan persiapan penanaman

Penanaman

Gambar 1 . Alur Pembukaan Lahan dan Penanaman Tebu

Peninjauan dan pengukuran lahan. Peninjauan lahan dan pengukuran


merupakan kegiatan sebelum pembukaan lahan. Beberapa tujuan diantaranya
adalah mengetahui jumlah luasan yang akan ditanam, pembuatan jalan tebang,
pengaturan sistem irigasi, dan menentukan biaya sewa dengan petani berdasarkan
luasan yang didapat pada saat pengukuran.
Pengukuran lahan dilakukan menggunakan sistem Global Positioning
System (GPS). Kegiatan ini menggunakan alat GPS yang dapat menentukan
koordinat suatu lokasi berdasarkan garis lintang dan bujurnya. Selain alat GPS,
25

dibutuhkan program komputer yang dapat menghitung luasan kebun berdasarkan


koordinat yang didapatkan dari GPS. Program komputer tersebut juga dapat
digunakan untuk menampilkan peta kebun yang diukur serta denahnya.
Pengukuran lahan menggunakan GPS yaitu pertama menentukan titik-titik
koordinat dari setiap petakan yang akan diukur, terutama pada bagian tepi-tepi
kebun. Selanjutnya adalah memasukkan data dari masing-masing titik koodinat
tersebut ke dalam GPS. Kemudian data-data yang didapat dilahan tersebut dapat
diolah dengan menggunakan software komputer Map Source dan ArcView. Dari
pengolahan melalui program tersebut dapat diketahui luasan serta sketsa bentuk
kebun yang diukur.

Pembuatan got. Got merupakan sistem pengaturan air di lahan tebu. Got
diperlukan dalam upaya penambahan air ketika musim kemarau dan upaya
drainase air ketika musim penghujan. Terdapat beberapa macam got, yaitu got
keliling, got mujur, got malang, serta afur.
Got keliling adalah got yang mengelilingi petakan lahan. Jika kebun
memiliki luasan yang besar, biasanya got keliling akan mengelilingi petakan
seluas 1 ha, atau biasa disebut geblekan. Nama lain got keliling ini adalah got
besar I atau grondang. Kedalaman got ini yaitu 70 cm dan lebarnya 60 cm. Got
keliling berfungsi sebagai pemasukan (inlet) dari sumber air, serta penampung
dari got yang lain pada pengeluaran (outlet).
Got mujur adalah got yang searah dengan barisan tanam tebu. Got mujur
dibuat bersamaan dengan pembutan got keliling. Got ini terletak di dalam
geblekan. Nama lain dari got mujur adalah got besar II atau Wengku. Kedalaman
got ini yaitu 60 cm dan lebarnya 50 cm. Fungsi dari got mujur adalah menampung
air dari got malang dan mengalirkannya ke saluran outlet got keliling.
Got malang adalah got yang tegak lurus dengan barisan tanam tebu. Got
malang dibuat setelah pembuatan got keliling dan got mujur selesai. Jarak antara
got malang sama dengan panjang juringan yaitu 8 m, karena PG Cepiring
menggunakan pola bukaan lahan faktor 1200. Nama lain dari got malang adalah
got kecil, karena merupakan got dengan ukuran yang paling kecil. Kedalaman got
malang yaitu 50 cm dan lebar 50 cm.
26

Proses pembuatan got menggunakan alat bantu yang terdiri dari Eblek,
Tonjo, Rucik, dan Mekris. Eblek adalah alat bantu yang terbentuk bilah bambu
dengan panjang 3 m dengan papan segiempat berukuran 10 cm x 5 cm yang
dipasang mendatar di bagian atasnya. Eblek berfungsi sebagai patokan dalam
pembuatan got agar lurus dengan patokan di ujung yang lain. Proses pencetakan
got dan pemasangan alat bantu tersebut dilakukan oleh mandor dengan arahan
sinder kebun.
Tonjo adalah bilah bambu sepanjang 2 m yang dipasang diantara dua eblek
dengan meluruskannya pada kedua eblek di kedua sisi. Di antara dua eblek utama,
terdapat beberapa tonjo yang dipakai sebagai panduan untuk membuat got agar
pembuatan got dapat lurus. Tonjo juga dipakai sebagai tanda dalam pembuatan
juringan agar jumlah juringan di antara lidahan seragam dalam jumlah dan
arahnya. Tonjo kelima yang dipasang biasanya ditandai menggunakan rumput
yang disebut jumbul. Upaya ini bertujuan untuk mempermudah penghitungan
jumlah juring atau lidahan yang akan dibuat.
Rucik adalah bilah bambu sebanjang 60 cm yang dipasang mendampingi
eblek atau tonjo. Rucik berfungi untuk menunjukkan tanah yang akan didalamkan
untuk pembuatan got.
Mekris adalah alat bantu yang berbentuk “+”, dan ditempatkan secara
vertikal pada kayu lain setinggi 1.5 m. Mekris digunakan untuk menentukan got
yang tegak lurus dengan got yang telah dibuat. Alat ini digunakan untuk
pembuatan got keliling dan got mujur.
Pembuatan got dilakukan secara manual dengan menggunakan beberapa
alat, yaitu cangkul, garpu dan golok. Prestasi kerja yang didapatkan untuk
pekerjaan pembuatan got adalah 53,2 m/HOK. Sistem upah untuk pekerjaan
pembuatan got adalah sistem borongan. Upah yang diterima untuk pekerjaan
pembuatan got yaitu Rp 500,00/m.
27

Gambar 2. Got pada Saat Pembukaan Lahan

Pembuatan juringan dan persiapan penanaman. Juringan adalah jalur


penanaman bibit tebu yang berupa bibit bagal. Juringan berbentuk seperti got
dengan kedalaman 20 cm yang terdapat diantara got malang. Dengan pola
pembukaan lahan reynoso dengan faktor 1200, panjang juringan adalah 8 m,
selebar bak tanam atau disebut juga lidahan, yang dibatasi oleh got malang.
Jumlah juringan yang umum dalam satu bak tanam adalah 60 buah.
Juringan dibuat dengan cara manual, menggunakan alat cangkul dan
garpu. Kedalaman juringan yaitu 20 cm. Tanah yang telah dipecah dengan garpu
tidak seluruhnya dinaikkan ke atas membentuk guludan. Pada juringan
ditinggalkan tanah remah dengan ketebalan 10 cm. Tanah ini nantinya akan
digunakan sebagai kasuran, yaitu tempat untuk menempatkkan bibit bagal tebu.
Sebelum penanaman, dilakukan pemberaan lahan. Setelah juringan selesai
dibuat, lahan dibiarkan selama 7 hari. Hal ini bertujuan agar tanah teroksidasi dan
tekstur tanah menjadi halus, sehingga tanah yang terdapat di dalam juringan siap
untuk dibuat menjadi kasuran.
Pembuatan juringan dilakukan secara manual dengan sistem pembayaran
borongan. Tenaga kerja yang dipekerjaan adalah laki-laki. Prestasi kerja yang
didapatkan tenaga kerja borongan yaitu 26 juringan/HOK. Besaran upah yang
diterapkan adalah Rp 1 500,00 per juringan dengan panjang 8 m.
28

(a) (b)
Gambar 3. Pembuatan Juringan Secara Manual (a) dan Juringan yang
Telah Selesai (b)

Penanaman. Kegiatan penanaman merupakan tahapan yang membutuhkan


persiapan dalam penyediaan bahan tanam, yaitu bibit. Bibit yang akan ditanam di
kebun wilayah PG Cepiring berasal dari kebun bibit milik PG (KBD) maupun
berasal dari pembelian bibit berasal dari kebun bibit P3GI
Kegiatan penyediaan bibit meliputi tebang bibit di KBD, angkut bibit,
kletek bibit, dan pemotongan bibit. Penebangan dilakukan sampai tandas ke tanah
serta memotong pucuk bibit. Setelah bibit ditebang, bibit diangkut ke truk dengan
kapasitas muat berkisar 6-7 ton, kemudian langsung diangkut ke lahan tujuan.
Pekerjaan kletek dan pemotongan bibit segera dilaksanakan maksimal satu hari
setelah bibit tiba di lahan. Bibit dipotong dengan dua mata tunas setiap
potongannya. Bidang potong bibit akan disesuaikan dengan letak mata bibit agar
mempermudah dalam penanaman bibit. Bibit yang terpotong-potong dimasukkan
kedalam karung untuk ditanam keesokan harinya. Prestasi kerja karyawan pada
perkerjaan kletek dan potong bibit yaitu 0.568 ton/HOK dengan sistem
pengupahan borongan.

Gambar 4. Bibit Bagal Tebu 2 Mata


29

Penanaman dilakukkan dengan metode single planting, yaitu bibit ditanam


secara berbaris dengan jumlah 24 potongan bibit setiap juringan sepanjang 8 m.
Setiap ujung juringan ditambahkan satu potongan bibit yang digunankan sebagai
cadangan bibit untuk penyulaman, sehingga total kebutuhan potongan bibit pada
satu juringan adalah 26 buah. Penanaman dilakukan dengan pembagian tugas
yaitu petugas pengecer bibit, petugas penata bibit di juringan, dan petugas yang
menutup bibit yang telah ditanam. Petugas pengecer bibit menghitung potongan
bibit dan menempatkan di setiap juringan. Petugas penanam akan menata bibit di
juringan dengan kedua mata tunas berada di samping potongan bibit. Bibit yang
telah ditata kemudian dibenamkan ke tanah. Pekerjaan yang terakhir adalah
menutup bibit menggunakan tanah remah atau gembur setebal 5 cm. Prestasi kerja
karyawan penanaman yaitu 0.028 ha/HOK dengan sistem pengupahan borongan.
Sebelum kegiatan penanam dilakukan pemupukan pertama dengan dosis
setengah dosis 250 kg ZA/ha dan 250 kg Phonzka/ha. Pemupukan dilaksanakan
bersamaan dengan penanaman, yaitu sebelum potongan bibit ditata untuk ditanam
di juringan.

Gambar 5. Penanaman Tebu

Pemeliharaan tanaman tahun pertama

Tanaman PC (Plant Cane) adalah tanaman tahun pertama yang baru


ditanam di lahan. Beberapa kegiatan budidaya yang dilaksanakan pada tanaman
30

PC antara dimulai setelah penaman sampai pemanenan. Berikut adalah berbagai


kegiatan budidaya yang dilakukan pada tanaman PC.

Pemupukan Penyulaman Pemberian air

Pembumbunan Pencacahan gulud Pengendalian gulma

Pengendalian hama
Pemeliharaan got Kletek dan penyakit
Gambar 6 . Alur Pemeliharaan Tebu Tahun Pertama

Pemupukan. Pemupukan yang dilakukan PG Cepiring menggunakan pupuk


tunggal dan majemuk. Pupuk yang dipakai yaitu pupuk ZA dan NPK Phozka. PG
Cepiring menggunakan dosis yang seragam pada semua kebun. Pemupukan
berdasarkan analisis hara tanah dan daun belum dapat dilakukan karena
laboratorium tanaman belum selesai dikembangkan. Dosis yang diterapkan yaitu
500 kg ZA/ha dan 500 kg Phonzka/ha. Kandungan pupuk ZA adalah 21%N,
sedangkan NPK Phozha adalah 15% N, 15%, dan 15% K2O. Maka dosis setiap
unsur yang diterapkan adalah 165 kg N/ha, 75 kg P2O5/ha dan 75 kg K2O/ha
Pemupukan dilaksanakan dua kali, yaitu pemupukan I dan pemupukan II.
Pemupukan I dilaksanakan bersamaan dengan tanam bibit atau maksimal 1
minggu setelah tanam. Dosis yang diterapkan untuk pemupukan I adalah 250 kg
ZA/ha dan 250 kg Phozka/ha. Pemupukan kedua dilaksanakan pada 4 minggu
setelah tanam. Dosis yang diterapkan sama dengan pemupukan I, yaitu adalah 250
kg ZA/ha dan 250 kg Phozka/ha. Pada pemupukan kedua bisanya ditambahkan
insektisida butir sistemik Furadan 3G sebagai upaya pengendalian hama dan
penyakit.
Aplikasi pemupukan yaitu dengan mencampurkan terlebih dahulu pupuk
ZA dan Phonzka sebanyak dosis untuk satu hektar lahan. Kemudian karyawan
harian mengambil dari campuran pupuk kemudian menempatkan pupuk di sekitar
batang tananam. Aplikasi pemupukan tidak disertai dengan penutupan pupuk.
31

Prestasi kerja yang didapat dari karyawan adalah 169,17 kg/HOK, dengan sistem
pengupahan harian.

Penyulaman. Penyulaman adalah kegiatan menanam ulang bibit tebu yang tidak
tumbuh setelah penanaman pertama kali. Kegiatan penyulaman pada tebu dapat
menggunakan tiga macam bibit tebu, yaitu bibit bagal, bibit rayungan dan bibit
awil. Secara umum, bibit awil lebih sering digunakan
Kegiatan penyulaman pada umumnya menggunakan KHL wanita. Sistem
upah yang diterapkan pada pekerjaan penyulaman adalah pembayaran harian
dengan upah Rp 15 000,- – Rp 20 000,- per hari. Rata-rata prestasi kerja yang
didapatkan pekerja selama 1 hari yaitu 0.0376 ha/HOK.
Bibit awil adalah tunas tebu dari bibit bagal cadangan yang ditanam di
kebun. Metode penyulaman menggunakan bibit ini membutuhkan tenaga
pendongkel bibit cadangan, pemotong daun bibit cadangan, pembuat lubang
tanam dan penanam bibit. Kegiatan menyulaman pada kebun rata-rata menanam
bibit sulaman 1-5 bibit setiap juringan.
Penggunaan bibit rayungan yang berasal dari kebun bibit memiliki cara
penanaman yang berbeda. Bibit yang didapatkan dari kebun bibit berupa batang
tebu 2 ruas dengan satu tunas yang telah tumbuh. Penanaman dengan bibit
tersebut ditanam dengan batang tebu vertikal.

Pemberian air. Tanaman tebu membutuhkan air untuk pertumbuhannya terutama


pada fase tumbuhnya tunas dari bibit dan fase awal pertumbuhan vegetatif.
Ketersediaan air yang tidak mencukupi dapat terjadi karena irigasi teknis yang
tidak lancar pada tebu lahan sawah atau tidak ada hujan pada tebu lahan tegalan.
Kekurangan air pada vase tersebut dapat diatasi dengan pemberian air secara
khusus.
Pemberian air di PG Cepiring dilakukan setelah penanaman bibit sampai
umur tanaman 2 MST. Pemberian air juga dilakukan pada tebu sulaman ketika
irigasi tidak mencukupi atau tidak ada hujan. Pemberian air yang dilakukan PG
Cepiring menggunakan sistem penyiraman dan sistem pengairan melalui got
(furrow irrigation). Pekerjaan ini dilakukan dengan menutup outlet dan mengairi
32

got-got hingga kapasitas lapang. Apabila air dari irigasi teknis tidak mencukupi
dapat diupayakan untuk memompa air dari sumber air terdekat.
Pemberian air bibit sulaman biasanya dilakukan dengan cara penyiraman.
Penyiraman bisanya menggunakan sumber air dari sumur yang sengaja dibuat di
kebun untuk mempermudah pengambilan sumber air.

Gambar 7. Pengairan Tebu dengan Metode Furrow Irrigation

Pemberian air dikebun menggunakan pompa air ketika tidak terdapat air
irigasi yang mengalir ke kebun. Sumber air diambil dari saluran irigasi yang
terdekat dari kebun. Air akan dipompa dari saluran irigasi dan dialirkan ke dalam
got kebun. Kegiatan ini biasanya dilanjutkan dengan penyiraman juringan-
juringan yang telah ditanami bibit mengunakan air yang mengalir di got. Prestasi
kerja pekerjaan penyiraman ini adalah 0.13 ha/HOK.

Pengendalian gulma. Pengendalian gulma merupakan upaya untuk mengurangi


populasi gulma yang sudah mengganggu pertumbuhan tanaman tebu. Terdapat
dua macam pengendalian gulma yang diterapkan di kebun, yaitu pengendalian
secara kimia dan secara manual.
Pengendalian gulma secara manual dilakukan dengan menggunakan
herbisida. Bahan aktif herbisida yang digunakan adalah 2,4-D dan Ametryn.
Kedua bahan aktif tersebut adalah jenis bahan aktif herbisida sintemik. Aplikasi
herbisida pada lahan menggunakan campuran kedua bahan aktif tersebut.
Konsentrasi herbisida yang diaplikasian berdasarkan pengamatan adalah 60 ml
33

herbisida yang mengandung bahan aktif 2,4-D 826 g/l dan 160 ml herbisida yang
mengandung bahan aktif ametryn 500 g/l untuk 1 tangki semprot dengan volume
17 liter. Berdasarkan pengamatan, sekali penyemprotan rata-rata dapat
menyemprot 83 juringan, atau kira-kira 0,00682 ha. Dengan aplikasi tersebut,
volume semprot yang diterapkan adalah sebesar 245,66 l/ha. Dengan konsentrasi
yang digunakan, dosis yang diaplikasikan adalah 711,186 g 2,4-D/ha dan 1 156 g
ametryn/ha. KHL yang digunakan untuk penyemprotan herbisida ini disesuaikan
dengan besarnya luasan kebun serta target penyelesaian pekerjaan aplikasi
herbisida tersebut.
Upaya pengendalian gulma yang diterapkan selain cara kimia adalah cara
manual. Pekerjan ini dikenal dengan nama pembubutan. Alat yang digunakan
adalah sabit. Tenaga kerja yang digunakan pada umumnya adalah wanita.

Pencacahan gulud. Pencacahan guludan atau penggemburan adalah suatu


kegiatan yang bertujuan untuk memecah tanah yang padat sehingga menjadi tanah
yang halus dan remah sehingga nanti memudahkan untuk melakukan
pembumbunan.
Pencacahan gulud dilakukan sebelum pekerjaan pembumbunan dimulai.
Sistem upah yang diterapkan adalah sistem borongan. Rata-rata dalam 1 hari KHL
mendapat 60 juringan atau 1 lidah, sehingga PK untuk pekerjaan cacah gulud
adalah 0.05 ha/HOK. Efektivitas pekerjaan cacah gulud dipengaruhi oleh
kekerasan tanah. Kondisi tanah yang keras akan sangat menyulitkan para KHL
untuk melakukan pencacahan, sehingga PK yang didapatkan lebih rendah.

Pembumbunan. Pembumbunan adalah pekerjaan menambahkan tanah pada


kedua sisi juringan sebagai upaya dalam memperbanyak anakan dan
meningkatkan pertumbuhan tanaman tebu. Pembumbunan di PG Cepiring
dilakukan sebanyak tiga kali. Pembumbunan pertama dilakukan pada umur 1.5
BST. Pembumbunan kedua dilakukan pada umur 3.5 BST. Pembumbunan ketiga
dilakukan pada umur 6 BST. Sistem pembayaran yang diberlakukan adalah sistem
borongan. Upah yang diterima pekerja sebesar Rp 600,- per laci. PK yang
didapatkan oleh KHL sebesar 60 laci/HOK atau 0.05 ha/HOK.
34

Pemeliharaan got. Got adalah alat untuk pemberian irigasi sekaligus drainase
pada lahan tebu. Keberadaan got sangat penting untuk pertumbuhan tebu karena
mempempengaruhi keadaan perakaran tebu. Perakaran yang baik akan
menyebabkan tebu tumbuh dengan baik serta proses kematangan tebu dapat
berjalan dengan baik (Supriadi, 1992)
Pemeliharaan got antara lain pendalaman got dan pembersihan gulma yang
ada di dalam got. Pekerjaan pemeliharaan got dilakukan secara manual dengan
tenaga manusia menggunakan peralatan cangkul dan garpu. Sistem kerja yang
digunakan adalah borongan, yaitu upah dihitung per meter got yang telah
diperbaiki. Prestasi kerja karyawan harian lepas yang diamati pada pekerjaan
pemeliharaan got adalah 27 m got/HOK.

Kletek. Kletek adalah pekerjaan membuang daun tebu yang telah mengering.
Tujuan utama pekerjaan kletek agar tebu dalam keadaan bersih pada saat ditebang
dan digiling di pabrik.
Kegiatan kletek pada umunnya dikerjakan oleh KHL wanita. Pada
umumnya, pekerjaan kletek diberlakukan sistem pembayaran borongan. Standar
yang diterapkan pekerjaan kletek selama 1 HOK dapat melakukan kletek pada 20
laci. Sehingga standar PK yang diperoleh KHL pada pekerjaan kletek adalah
0.0375 ha/HOK. Setelah diamati di lapang, PK yang didapatkan karyawan adalah
sebesar 0.0167 ha/ HOK sedangkan PK yang didapatkan mahasiswa adalah
0.0113 ha/HOK. Prestasi kerja kletak sangat dipengaruhi oleh faktor cuaca dan
keadaan kebun. Kebun dengan populasi gulma yang tinggi juga dapat
menurunkan prestasi kerja karena mempersulit pekerjaan. Pekerjaan kletek
dilakukan apabila terdapat 7-9 daun kering. Pekerjaan kletek dilakukan dua kali,
yaitu pada umur 5 bulan untuk kletek satu dan 10 bulan atau sebelum panen untuk
kletek kedua.
35

(a) (b)
Gambar 8. Pekerjaan Kletek Tebu (a) dan Tebu yang Telah Dikletek (b)

Pengendalian hama dan penyakit. Pengendalian hama dan penyakit adalah upaya
untuk meminimalkan serangan hama dan penyakit yang dapat mengakibatkan
kerusakan bahkan kematian pada tebu. Pengendalian hama di PG Cepiring
dilakukan secara manual, kimia, dan kultur teknis. Hama utama yang terdapat di
wilayah PG Cepiring antara lain penggerek batang, penggerek pucuk, kutu bulu
putih dan tikus.

1. Penggerek Batang (Chilo auricilius Dudg.)


Serangan penggerek batang yang dominan terjadi pada siklus hidup tebu
yang sudah beruas. Serangan ini membentuk lubang pada ruas tebu. Serangan ini
menyebabkan kerusakan ruas, pertumbuhan terhambat, batang mudah patah, dan
dapat menyebabkan kematian batang bila menyerang titik tumbuh. Kerugian yang
ditimbulkan adalah kehilangan produksi pada tebu-tebu yang mati dan penurunan
bobot dan rendemen pada batang tebu yang terserang. Upaya yang dilakukan
adalah upaya pencegahan dengan menggunakan bibit yang bebas dari penggerek
dan menjaga kebersihan kebun.

2. Penggerek Pucuk (Tryporyza nivella F.)


Penggerek pucuk menyerang tanaman tebu pada titik tumbuh. Apabila
serangan sudah mencapai titik tumbuh, pertumbuhan apikal tebu terhenti dan
tumbuh tunas baru pada mata tunas di bagian sekitar pucuk tebu, sehingga
pertumbuhan tebu menjadi tidak normal dan merusak rendemen tebu. Gejala
36

serangan hama ini yaitu terdapat deretan lubang berwarna coklat pada daun dan
terlihat lorong gerek yang berwarna coklat pada tulang daun.
Kegiatan pengendalian dilakukan secara manual dengan cara memotong
pucuk tebu dimulai dari pucuk tebu hingga ke bawah sedikit demi sedikit
sepanjang 2 cm sampai mendapat larva penggerek pucuk. Pengendalian secara
kimia dilakukan dengan aplikasi insektisida sistemik Furadan 3G. Dosis aplikasi
yang diberikan adalah 25 kg/ha. Aplikasi furadan dilakukan bersamaan dengan
pemupukan kedua pada 4 MST, dengan cara mencampurkannya dengan pupuk
yang akan diaplikasikan.

3. Kutu Bulu Putih (Ceratovacuna lanigera Zehnt.)


Kutu bulu putih adalah hama yang membentuk koloni di bawah
permukaan daun dan menghisap sari makanan pada daun. Kutu ini juga
mengeluarkan cairan (embun madu) yang jatuh pada permukaan daun di
bawahnya, kemudian akan menjadi media pertumbuhan cendawan jelaga yang
berwarna hitam. Serangan kutu bulu putih terdapat pada kebun tegalan, sedangkan
serangan pada kebun tebu sawah tidak terjadi.
Upaya pengendalian hama ini adalah memotong daun yang terserang.
Pengendalian secara kimia juga dilakukan yaitu dengan penyemprotan insektisida
berbahan aktif clorpirifos dengan penyemprotan hanya pada tanaman yang
terserang.

4. Tikus sawah (Rattus argentivente Rob & Kloss)


Hama tikus dominan terdapat di lahan sawah namun terdapat pula pada
lahan tegalan. Hama tikus menyerang tebu pada awal pertumbuhan bibit dengan
memakan mata tunas bibit, sehingga bibit tebu tidak dapat tumbuh. Serangan
tikus juga terdapat pada batang tebu yang telah beruas, khususnya tebu-tebu yang
rebah.
Pengendalian tikus dilakukan melalui upaya preventif. Pengendalian
dilakukan sejak pembukaan lahan, yaitu dengan memberikan premi kepada
pekerja pembukaan lahan apabila berhasil membunuh tikus di lahan. Pengendalian
tikus juga dilakukan secara kimia. Jenis racun yang digunakan adalah racun tikus
berbahan aktif racumin. Racumin adalah bahan aktif jenis sistemik.
37

Terdapat beberapa kebun tebu di wilayah PG Cepiring yang terserang


penyakit. Penyakit yang ditemukan antara lain penyakit luka api, dan karat daun.
Pengendalian penyakit luka api dilakukan dengan mencabut seluruh tanaman yang
terserang. Hal ini untuk menghindari penyebaran penyakit ke batang tebu yang
lain. Upaya pengendalian dilakukan pada masa awal pertumbuhan tanaman
pertama atau tanaman keprasan karena gejala penyakit luka api sudah terlihat pada
masa pertumbuhan awal.
Upaya pengendalian penyakit secara umum dilakukan dengan pencegahan.
Beberapa upaya pencegahan adalah memilih bibit yang sehat, serta menjaga
sanitasi kebun. Upaya pengendalian dilakukan pada masa pertumbuhan vegetatif
awal.

Pemeliharaan tanaman keprasan

Tanaman keprasan adalah tanaman tahun kedua dan seterusnya. Tanaman


ini disebut dengan Ratoon Cane (RC). Tanaman ini dimulai setelah tanaman PC
telah ditebang sampai tebangan-tebangan selanjutnya. Beberapa kegiatan
budidaya yang dilaksanakan pada tanaman ratoon antara dimulai dari
pemeliharaan kebun setelah tebangan sampai pemanenan. Secara umum kegiatan
pemeliharaan tanaman keprasan sama dengan pemeliharaan tanaman tahun
pertama (PC). Berikut adalah berbagai kegiatan budidaya yang dilakukan pada
tanaman keprasan.

Bersih kebun

Kepras

Potong akar

Kegiatan pemeliharaan lain seperti


tebu tahun pertama (PC)

Gambar 9 . Alur Pemeliharaan Tebu Keprasan


38

Bersih kebun. Bersih kebun adalah kegiatan membuang kotoran berupa daun
tebu, pucuk tebu, gulma, atau batang tebu yang tertinggal setelah tebang. Kegiatan
ini bertujuan mengupayakan sanitasi untuk mencegah berkembangnya hama dan
penyakit. Bersih kebun dilakukan dengan cara manual. Kotoran kebun
dikumpulkan kemudian dibakar.

Kepras. Kepras adalah kegiatan memotonng sisa batang tebu yang telah dipotong
pada saat pemanenan. Kegiatan ini bertujuan untuk merangsang inisiasi tunas baru
sebagai bakal batang tebu RC. Pengeprasan dilakukan secara manual dengan
memotong batang tertinggal tebu pada pangkal batangnya, sehingga tunas akan
tumbuh dari mata tunas di bawah permukaan tanah agar tunas tumbuh normal dan
kuat. Kegiatan pengeprasan dilakukan segera setelah tebang, yaitu maksimal 7
hari setelah tebang.

Potong akar. Potong akar adalah kegiata memotong perakaran pada rumpun tebu
untuk merangsang munculnnya akar baru. Perakaran baru akan berguna dalam
penyerapan unsur hara dan air yang efisien. Perakaran baru juga akan merangsang
pertumbuhan tunas keprasan. Kegiatan potong akar juga akan menggemburkan
tanah sehingga dapat memperbaiki aerasi di daerah perakaran tanaman agar akar
dapat berrespirasi dengan baik. Kegiatan potong akar dilakukan secara manual
menggunakan golok. Golok akan diayunkan di kedua sisi juringan untuk
memotong perakaran tebu.

Pemanenan

Panen merupakan kegiatan mengambil batang tebu di lapang untuk


diproses di pabik menjadi gula. Kegiatan ini merupakan kegiatan terakhir dalam
kegiatan budidaya tebu. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi waktu
pemanenan, yaitu keadaan tebu di lapang dan jadwal giling PG. Beberapa
kegiatan panen antara lain taksasi produksi, pengukuran kemasakan tebu, tebang
dan angkut.
39

Taksasi

Pengukuran Brix

Penebangan

Angkut tebu

Gambar 10. Alur Pemanenan Tebu

Taksasi produksi. Taksasi produksi adalah upaya memperkirakan besarnya


produksi yang akan dicapai pada saat panen. Taksasi produksi dibutuhkan untuk
merencanakan kebutuhan bahan, alat, tenaga, serta lamanya hari giling serta
menampung hasil produksi.
Kegiatan taksasi yang dilakukan PG Cepiring adalah taksasi Maret.
Taksasi maret dilakukan mulai pertengahan bulan Maret. Hasil yang didapat akan
digunakan untuk memperkirakan produksi yang akan didapat setiap kebun pada
waktu panen. Variabel yang diamati dalam kegiatan taksasi maret adalah jumlah
batang per juringan, tinggi batang, dan diameter batang. Tinggi batang diukur dari
permukaan tanah sampai daun ketiga. Diameter batang yang diukur adalah
diameter di ruas batang tengah. Rumus taksiran produksi adalah sebagai berikut.

Produksi= Jumlah batang x Tinggi batang x Bobot batang/m x Faktor kebun

Bobot batang/m ditentukan dari besarnya diameter batang dan varietas


tebu. Nilai bobot batang/m didapatkan dari tabel konversi bobot tebu yang berasal
dari penelitian PG Sragi (Lampiran 4). Faktor kebun adalah jumlah juringan
kebun per hektar. Besarnya fektor kebun pada umunya berkisar antara
1 100 – 1 200, hal ini dikarenakan pembukaan lahan sawah di PG Cepiring
menggunakan faktor pembukaan 1 200.
Pengamatan terhadap variabel taksasi dilakukan pada semua kemitraan
pola A dan B. Setiap kebun diambil 5 lidah contoh yang dipilih secara visual
dapat mewakili keseluruhan kebun tersebut. Setiap lidah diambil 3 juringan
contoh, yaitu juringan contoh nomor 15, 30 dan 35.
40

Pengukuran brix. Pengukuran brix adalah salah satu upaya untuk mengetahui
kadar sukrosa tebu pada kebun yang berguna untuk penentuan waktu tebang pada
kebun tersebut. Pengukuran brix dilakukan dengan metode survey pada lahan
yang ingin diketahui briksnya dengan mengambil beberapa tebu dan mengukur
kadar brix nira dengan menggunakan hand refractometer.
Metode dalam pengukuran brix tebu antara lain:
1. Mengambil batang tebu contoh dengan metode pengambilan sampel secara
diagonal.
2. Memotong tebu dengan menjadi tiga bagian.
3. Mengukur brix nira setiap bagian tebu dengan hand refractometer.
4. Merata-ratakan nilai brix setiap bagian tebu sebagai nilai brix batang tebu.
5. Merata-ratakan nilai brix batang tebu semua batang contoh sebagai nilai brix
kebun.
Jumlah sampel yang diambil dalam pengamatan brix adalah tiga batang
tebu per kebun yang diamati. Batang tebu yang diambil adalah tebu yang tidak
berada di pinggir got dan bukan batang tebu sogolan. Nilai rata-rata brix dari
ketiga batang tebu akan menjadi nilai brix kebun yang digunakan sebagai
pertimbangan dalam waktu penebangan. Standar PG Cepiring dalam penebangan
adalah brix kebun telah mencapai nilai 24.

Gambar 11. Hand Refractometer untuk Pengukuran Brix Nira Tebu di Lapang

Penebangan. Penebangan adalah kegiatan mengambil batang tebu yang telah


masak untuk diolah ke PG. Kegiatan dilakukan dengan cara penebangan batang
41

tebu dari pangkal batang, sehingga kegiatan ini sering disebut dengan istilah
penebangan.
Tebangan tebu dilakukan setelah batang tebu memenuhi syarat untuk
digiling di PG, yaitu umur mencukupi dan batang tebu telah masak. Tebu telah
masak apabila nilai brix nira rata-rata dari ketiga bagian batang yang diukur
minimal sebesar 24. Selain itu, selisih antara nilai brix batang bawah dan batang
atas tidak melebihi 2 poin. Jika nilai brix batang bawah dan batang atas sama,
maka batang tebu dapat dikatakan masak dan siap untuk ditebang.
Kegiatan penebangan biasanya didahului dengan kegiatan persiapan jalan
tebang. Kegiatan yang dilakukan meliputi perbaikan jalan atau jembatan sehingga
angutan tebu dapat masuk ke lokasi kebun.
Kegiatan tebangan dimulai dengan menebang tebu di wilayah yang dapat
membuka akses untuk keseluruhan kebun. Pada awal kegiatan tebangan ini,
bisaanya tidak diperlukan tenaga kerja yang banyak karena hanya sedikit
angkutan yang dapat masuk ke wilayah kebun karena jalan tebang di dalam kebun
sedang dikerjakan.

Gambar 12. Penebangan Tebu

Penebangan tebu dilakukan secara manual dengan sistem pengupahan


borongan. Alat yang digunakan adalah golok. Penebangan dilakukan dari pangkal
batang di atas permukaan tanah. Batang tebu yang telah ditebang dibersihkan dari
daun kemudian memotong pucuk batang pada titik patah. Batang tebu yang telah
bersih dikumpukan oleh setiap penebang. Kumpulan batang tebu yang terdiri dari
30-40 batang diikat menggunakan kulit batang tebu.
42

Angkut tebu. Ikatan-ikatan batang tebu yang berada dilapang akan diangkut ke
PG menggunakan angkutan truk. Penebang akan menaikkan kumpulan batang
tebu yang telah mereka tebang ke truk setelah dirasa cukup untuk memenuhi truk
tersebut. Kapasitas truk pengangkut tebu antara 6-7 ton. Batang tebu yang telah
dinaikkan ke truk dipotong sebagian agar tidak ada ruang kosong di dalam
angkutan, sehingga batang yang diangkut lebih banyak. Setelah truk memenuhi
kapasitasnya, truk langsung membawa angkutan tebu ke PG untuk segera diproses
menjadi gula.
Sistem manajemen dan pengupahan antara tebang dan angkut
digabungkan. Hal ini mencegah ketidaksingkronan antara tenaga penebang dang
truk angkutan. Sistem manajemen tebang angkut yang diterapkan adalah setiap
truk angkutan tebu harus mempunyai penebangnya sendiri dengan jumlah 7-10
orang. Pengupahan diterapkan secara borongan, yaitu dihitung setiap 100 kg tebu
tertebang.

(a) (b)
Gambar 13. Pengangkutan Tebu ke Truk Angkutan (a) dan Kapasitas
Muatan Truk Angkutan (b)

Pengolahan gula

PG Cepiring menerapkan pengolahan gula menggunakan dua macam


bahan baku. Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi gula adalah raw
sugar dan tebu. Raw sugar adalah gula setengah jadi yang berwarna kecoklatan
dan memiliki struktur yang mirip dengan gula kristal putih. Pada masa di luar
masa panen tebu, PG Cepiring tetap memproduksi gula menggunakan bahan baku
raw sugar. Pada saat musim panen tebu, PG Cepiring menproduksi gula
43

menggunakan bahan baku tebu dengan tetap menggunakan raw sugar sebagai
campurannya.
Proses pengolahan nira menjadi gula di PG Cepiring menggunakan proses
karbonatasi. Sumber karbon yang digunakan adalah gas CO2 sebagai hasil
sampingan pada boiler. Proses pengolahan tebu dan raw sugar berbeda pada tahap
awal dan sama pada tahapan selanjutnya. Tahapan pengolahan raw sugar antara
lain stasiun afinasi, stasiun purifikasi, stasiun kristalisasi, stasiun sentrifugal, dan
stasiun packing. Tahapan proses pengolahan tebu meliputi stasiun gilinngan,
stasiun purifikasi, stasiun evaporator, stasiun kristalisasi, stasiun sentrifugal,
kemudian masuk ke stasiun afinasi dan mengalami proses selanjutnya bersama
dengan nira raw sugar.

Tebu Raw sugar

Stasiun Gilingan Stasiun Afinasi

Stasiun Purifikasi Stasiun Purifikasi

Stasiun Evaporator Raw Stasiun Kristalisasi


sugar

Stasiun Kristalisasi Stasiun Sentrifugal Molases

Stasiun Sentrifugal Stasiun Tahap Akhir

Molases Gula Kristal Putih


(icumsa<200)
Gambar 14. Skema Proses Pengolahan Tebu dan Raw Sugar PG Cepiring

Stasiun gilingan. Proses yang terjadi pada stasiun gilingan adalah memeras tebu
untuk mendapatkan nira tebu. Bahan baku yang memasuki stasiun ini hanya bahan
baku tebu, sedangkan untuk bahan baku raw sugar tidak melalui stasiun ini.
Terdapat dua cara yang dipakai untuk memasukkan batang tebu ke stasiun
gilingan di PG Cepiring, yaitu menggunakan alat tappler dan alat crane. Tappler
adalah alat yang memungkinkan batang tebu yang berada di truk langsung
44

ditempatkan ke meja tebu dengan cara mengangkat bagian depan truk


menggunakan sistem hidrolik. Crane adalah alat untuk mengangkat tebu dari truk
kemudian meletakkannya pada bak penampungan tebu yang kemudian bergerak
menuju meja tebu menggunakan rel seperti kereta (lori). Setelah tebu berada di
meja tebu kemudian masuk ke gilingan tebu yang terdiri dari empat gilingan. Pada
proses ini nira akan dicampurkan dengan air imbibisi dari proses gilingan
sebelumnya dan dilakukan penggilingan berulang untuk mengurangi kehilangan
nira. Pada gilingan pertama akan dianalisis rendemen nira dari tebu yang digiling
(Analisis Nira Perahan Pertama).

Stasiun afinasi. Stasiun afinasi adalah stasiun pelarutan raw sugar menjadi nira
dengan penambahan gula dari tebu yang telah mengalami proses sentrifugal.
Diluar musim giling, stasiun ini hanya melarutkan raw sugar. Pada stasiun ini,
proses pengolahan nira dari tebu dan dari raw sugar bertemu. Hasil dari stasiun
afinasi adalah nira yang berasal dari raw sugar dan tebu yang telah mengalami
pengolahan.

Stasiun purifikasi. Proses yang terjadi pada stasiun purifikasi adalah


membersihkan kotoran yang terbawa dalam nira serta menambahkan kapur
(Ca(OH)2) dan/atau gas CO2. Tardapat dua macam stasiun purifikasi, yaitu stasiun
purifikasi khusus untuk nira tebu dan stasiun purifikasi untuk nira dari raw sugar
dan campuran gula dari tebu.
Stasiun purifikasi khusus nira tebu hanya beroperasi ketika musim giling
tebu. Nira tebu dari stasiun gilingan akan dibawa ke timbangan nira kemudian
dipanaskan. Kemudian ditambahkan Ca(OH)2 pada nira. Nira kemudian
diendapkan. Nira akan terpisah menjadi nira bersih dan nira kotor yang akan
mengendap. Nira kotor yang mengendap diteruskan untuk proses pengolahan
menjadi blotong. Nira dari tebu akan diteruskan ke stasiun evaporator.
Stasiun purifikasi untuk nira dari raw sugar dan campuran gula dari tebu
beroperasi pada musim giling tebu maupun di luar masa liling tebu saat giling raw
sugar. Selain menambahkan Ca(OH)2, pada stasiun purifikasi ini ditambahkan gas
CO2. Nira dari stasiun ini akan diteruskan ke stasiun kristalisasi.
45

Stasiun evaporator. Stasiun evaporator adalah stasiun yang khusus mengolah nira
yang berasal dari tebu. Proses yang terjadi dalam stasiun ini adalah penguapan
nira tebu menjadi nira kental. Hasil nira kental tebu akan dialirkan ke stasiun
kristalisasi.

Stasiun kristalisasi. Stasiun kristalisasi akan mengkristalkan nira kental melalui


pan dengan suhu dan tekanan tinggi. Terdapat empat pan kristalisasi di PG
Cepiring, yaitu W PAN, A PAN, B PAN, dan C PAN. Setiap pan akan
menghasilkan gula yang dapat dikristalkan (magma) dengan kualitas yang berbeda
dan mengkasilkan gula yang tak dapat dikristalkan (molasses) yang akan
dimasukkan sebagai bahan ke pan berikutnya. Nira kental yang berasal dari
stasiun purifikasi raw sugar akan diolah di W PAN. Nira kental tebu dari stasiun
evaporator akan diolah di A PAN. Hasil pengolahan dari stasiun kristalisasi akan
dikirim ke stasiun sentrifugal untuk proses selanjutnya.

Stasiun sentrifugasi. Stasiun sentrifugasi merupakan pengolahan nira masak dari


pan kristalisasi untuk memisahkan kristal gula dari larutan induknya. Terdapat
empat alat sentrifugal sesuai dengan pan kristalisasi, yaitu LGF W, LGF A, LGF
B, dan LGF C. LGF W akan menampung nira masak dari W PAN dan
menghasilkan gula kristal yaitu gula yang siap untuk pengepakan dan gula tak
dapat dikristalkan (white moll) yang akan dialirkan ke A PAN untuk pemasakan
selanjutnya. LGF A akan menampung nira masak A PAN dan menghasilkan gula
a yaitu gula yang kurang memenuhi persyaratan yang akan dikirim ke stasiun
afinasi untuk bahan campuran pengenceran raw sugar. LGF A akan memproduksi
a-moll yang akan dialirkan ke B PAN. LGF B akan memproduksi gula b (b-
magma) yang akan dialirkan ke A PAN dan menghasilkan b-moll yang dialirkan
ke PAN C. LGF C akan memproduksi c-magma yang dialirkan ke PAN B dan
menghasilkan c-moll yang akan akan ditampung di penampungan akhir sebagai
tetes.

Stasiun tahap akhir. Gula yang dihasilkan LGF W akan dikeringkan dan
didinginkan. Gula yang dihasilkan akan diamati kembali kualitasnya. Gula yang
46

tidak sesuai dengan standar kualitas dalam ukuran kristal dan warna akan dilebur
kembali dan diproses ulang di stasiun afinasi. Gula yang berukuran normal
dengan warna yang putih sesuai standar akan dimasukkan kedalam karung dengan
ukuran 50 kg kemudian diangkut ke gudang penyimpanan gula.

Aspek Manajerial

Pengelolaan kegiatan lapang

Kegiatan manajemen utama bagian tanaman adalah budidaya tanaman


tebu di lapang. Sistem manajemen yang diterapkan dalam budiaya tebu di lapang
adalah pembagian berdasarkan luasan dan kategori kebun tertentu. Pengawasan
yang ketat untuk pola kemitraan B dilakukan pada aspek finansial yang
menyangkut kredit petani, namun untuk aspek teknis budidaya kebun, pihak PG
hanya mengawasi pelaksanaan pekerjaan yang diajukan pembiayaanya dengan
kredit.
Manajemen yang intensif dilakukan pada kebun dengan pola kemitraan A
(KMA). Hal ini dikarenakan PG merupakan penaggung jawab budidaya secara
teknis maupun pembiayaan pekerjaan tersebut dari segi finansial. Pembagian
manajemen pada kebun KMA berdasarkan luasan areal. Terdapat seorang sinder
kebun yang bertanggung jawab terhadap luasan besar, yang membawahi beberapa
mandor yang bertanggung jawab atas luasan yg lebih kecil.

Sinder kebun. Sinder kebun merupakan seorang manajer kebun yang bertanggung
jawab pada luasan kebun tertentu. Sinder kebun PG Cepiring difokuskan untuk
memanajemen kabun pola kemitraan A. Tugas seorang sinder adalah menerapkan
prinsip dasar manajemen pada kebunnya dengan tujuan dapat menghasilkan tebu
dengan kualitas, kuantitas dan waktu panen yang ditetapkan oleh PG. Beberapa
prinsip dasar manajemen yang diterapkan seorang sinder, yaitu perencanaan,
pengaturan, pelaksanaan, dan pengawasan.
Prinsip manajemen perencanaan yang dilakukan oleh sinder meliputi
perencanaan perluasan areal serta perencanaan tindak budidaya yang akan
diterapkan. Untuk perluasan areal, seorang sinder memiliki tanggung jawab untuk
mencari lahan areal kemitraan baru dengan petani. Dalam tugas perluasan areal
47

ini, seorang sinder melakukan pendekatan dan penyuluhan secara informal


maupun secara formal. Perencanaan yang penting dilakukan mencakup
perencanaan teknis budidaya maupun kebutuhan finansialnya sebelum dibukanya
suatu kebun.
Prinsip pengaturan yang dilaksanakan oleh Sinder Kebun meliputi
pengaturan tahapan kegiatan budidaya di lapang, serta pengaturan biaya yang
diperlukan. Dalam melaksanakan fungsi ini, sinder kebun akan dibantu mandor
sebagai bawahannya. Seorang sinder akan memeriksa rencana kegiatan dan
pengajuan biaya pekerjaan tersebut dari mandor. Setelah menyetujuinya,
pekerjaan terbut dilaksanakan oleh mandor kebun.
Sistem pengawasan dilaksanakan dengan pengecekan lapang secara rutin
oleh sinder. Dalam pengawasan lahan ini diamati pekerjaan yang ada di kebun
serta keadaan umum kebun. Pengawasan lahan ini akan menjadi hal yang dapat
mengontrol pelakasanaan pekerjaan oleh mandor baik secara teknisnya maupun
finansial.

Mandor kebun. Mandor kebun merupakan jabatan yang dipegang oleh seseorang
yang bertanggung jawab atas budidaya tebu mulai dari penanaman sampai
pemanenan pada luasan kebun tertentu. Seorang mandor kebun mempunyai
seorang penyelia, yaitu sinder kebun. Dalam menjalankan tugas budidaya kebun,
mandor akan memimpin pekerja harian lepas serta mengarahkan pekerjaan dan
bertindak sebagai pengawas. Mandor kebun akan berkoordinasi dengan sinder
kebun dalam melaksanakan tugasnya. Setiap pelaksanaan suatu pekerjaan, mandor
akan mengajukan rencana teknis dan finansial pelaksanaan pekerjaan yang telah
direncanakan oleh Sinder Kebun. Pengajuan rencana tersebut akan dikoreksi oleh
Sinder Kebun. Apabila pekerjaan disetujui oleh Sinder Kebun, maka pengajuan
pekerjaan tersebut akan diteruskan ke bagian administrasi untuk pencairan dana
kebutuhan pelaksanaan pekerjaan.
Selama proses administrasi untuk pencairan dana, mandor kebun akan
melaksanakan pekerjaan yang telah diajukan. Pekerjaan dimulai dari pencarian
karyawan harian lepas (KHL) dan negosisasi besarnya upah dan sistem
pengupahan untuk pekerjaan tersebut. Pekerjaan akan dilaksanakan dengan
48

pengarahan dan pengawasan oleh mandor. Setelah pencairan dana, mandor


bertugas sebagai pengelola keuangan untuk diberikan kepada KHL.

Aspek Khusus

Aspek khusus yang dipelajari adalah modifikasi teknik budidaya,


pertumbuhan, produksi, dan analisis usaha tebu di lahan salin. Pengamatan
dilakukan di kebun Pidodo dengan luasan 24.801 ha yang terdiri dari tiga blok,
yaitu Pidodo A dengan luasan 10.000 ha, Pidodo B dengan luasan 14.264 ha, dan
Pidodo C dengan luasan 0.537 ha. Kebun Pidodo terletak di pesisir pantai utara
Jawa dengan jarak sekitar 1 km dari bibir pantai. Kebun Pidodo terletak di muara
Sungai Bodri yang sering mengalami banjir pasang air laut dan meluap ke kebun
dengan membawa kandungan air laut. Kebun pidodo terletak di kecamatan
Patebon dengan curah hujan yang cukup tinggi yaitu antara 1 500 – 3 500
mm/tahun dan termasuk ke daerah dengan iklim basah (humid). Ciri salinitas yang
tinggi pada kebun Pidodo juga dilihat dari terbentuknya efflorescense atau kerak
garam yang terjadi pada musim kering.

Kondisi salinitas kebun

Pengamatan salinitas pada kebun dilakukan melalui analisis daya hantar


listrik tanah dan konsentrasi garam. Analisis tanah dilakukan pada saat tebu
berumur 35 MSK dengan kondisi tidak terdapat hujan selama 14 hari. Selain
melakukan analisis tanah kebun Pidodo, dilakukan analisis tanah kebun Gondang
sebagai pembanding untuk lahan tidak tercekam salinitas. Hasil pengamatan dapat
dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Analisis Salinitas Tanah Saat Tebu Berumur 31 MSK

Kebun Daya Hantar Listrik Salinitas


(dS/m) (mg/l)
Pidodo 0.168 79
Gondang 0.108 50
49

Teknis budidaya tebu di lahan salin

Teknis budidaya tebu yang diterapkan di lahan tercekam salinitas secara


umum sama dengan kebun lain yang tidak terkendala salinitas. Semua teknis
budidaya diterapkan sesuai dengan standar perusahaan, mulai dari pembukaan
lahan, penanaman, pemeliharaan tanaman hingga tebang dan angkut. Teknis
budidaya yang berbeda di lahan salin adalah sistem tata air melalui got kebun.
Sistem tata air yang berbeda diterapkan pada kebun yang terkendala
salinitas yang tinggi. Kebun dengan kendala salinitas biasanya terdapat di daerah
pesisir pantai utara. Kebun ini kadang mengalami banjir air laut pasang (rob) yang
membawa air laut masuk ke kebun sehingga meningkatkan kadar garam tanah.
Upaya yang dilakukan oleh PG Cepiring adalah pembuatan got besar dengan
ukuran lebar 2 m dengan kedalaman 3 m, sementara untuk kebun pada umunya
got berukuran 50 cm pada lebar dan kedalaman 60 cm (Tabel 8). Panjang juringan
tetap 8 m sehingga jumlah got tetap sama dengan lahan sawah irigasi, namun
lebar dan dalamnya got jauh lebih besar.

Tabel 8. Ukuran Got di Lahan Salin dan Nonsalin

Kebun Pidodo Kebun Gondang


Got (salin) (nonsalin)
Lebar Dalam Lebar Dalam
……………………..……… cm ……….……………………
Got Keliling 200 300 60 70
Got Malang 200 300 50 60
Got Mujur 200 300 50 50

Pembuatan got pada lahan tercekam salinitas dirancang untuk mengurangi


efek salinitas dengan pencucian garam melalui irigasi dan drainase. Ukuran got
yang besar dapat menampung dan mengalirkan air yang lebih banyak serta
meningkatkan drainase. Got akan mengalirkan air ke kebun untuk mencuci garam
yang terkandung di tanah secara berangsur-angsur. Air yang mengalir biasanya
akan tertampung di got dan menggenang selama beberapa waktu. Air yang
dimasukkan untuk mencuci garam tersebut akan ditampung kembali oleh got
untuk dapat dibuang keluar kebun melalui drainase yang baik.
50

Menurut Santoso (1993), sistem irigasi dan got yang diterapkan di lahan
tercekam salinitas oleh PG Cepiring disebut dengan metode reklamasi lahan salin
dengan metode kolam-alur (basin-furrow method). Metode ini akan mengalirkan
air irigasi melalui parit (got) yang dibuat di sekeliling lahan. Air akan
dipertahankan sekitar seminggu sampai seluruh lahan dapat diresapi air.

(a) (b)
Got Mujur Got Mujur
(lebar 2m, dalam 3m) (lebar 50cm, dalam 60cm)


Juringan
Juringan
Got Keliling
Got keliling
(lebar 60cm, dalam 70cm)
(lebar 2m, dalam 3m)

(c) (d)

(e) (f)

Gambar 15.Got Lahan Salin (a), Got Lahan Nonsalin (b), Penampang
Melintang Got Lahan Salin (c), Penampang Melintang Got Lahan
Nonsalin (d), Got Lahan Salin Tampak Atas (e), dan Got Lahan
Nonsalin Tampak Atas (f).
51

Kondisi tebu di lanah salin

Kondisi tebu diamati pada fase vegetatif akhir sampai dengan fase
generatif, ditandai dengan munculnya bunga pada tebu (Tabel 9). Pengamatan
dilakukan pada blok dengan varietas BL (Bululawang) keprasan pertama (RC 1).
Pengamatan dilakukan setiap 4 minggu, dimulai 27 MSK (minggu setelah
keprasan) sampai 38 MSK. Pengamatan juga dilakukan pada tebu yang tidak
tercekam salinitas sebagai pembanding, yaitu kebun Gondang. Kebun Gondang
merupakan kebun tidak tercekam salinitas dengan varietas dan umur yang sama
dengan kebun Pidodo. Variabel pengamatan tebu yang diamati adalah tinggi
tanaman, diameter batang, jumlah ruas, bobot batang, jumlah batang per meter,
jumlah sogolan per meter , dan brix nira tebu.

Tabel 9. Tinggi Tanaman Tebu, Jumlah Ruas, Diameter, dan Bobot


Batang pada 27 MSK sampai 41 MSK
Pengamatan Kebun Umur Tebu (MSK)
27 31 `35 39
Pidodo
192.90a 219.55a 233.60a 240.60a
Tinggi tanaman (Salin)
(cm) Gondang
283.15b 305.85b 319.00b 334.10b
(Nonsalin)
Pidodo
17.20a 19.25a 21.50a 22.70a
Jumlah ruas (Salin)
(ruas) Gondang
19.35a 22.65a 24.80a 26.80a
(Nonsalin)
Pidodo
2.24a 2.32a 2.38a 2.39a
Diameter batang (Salin)
(cm) Gondang
2.57a 2.66a 2.69a 2.71a
(Nonsalin)
Pidodo
0.79a 0.94a 1.03a 1.06a
Bobot batang (Salin)
(kg) Gondang
1.33b 1.49b 1.58b 1.67b
(Nonsalin)
Keterangan : Nilai pada kolom pada pengamatan yang sama yang diikuti oleh huruf
yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji T pada
taraf 5 %

Pengamatan jumlah batang tebu permeter juringan diamati pada 27 MSK,


sedangkan jumlah sogolan per meter juringan diamati pada 41 MSK. Hasil
pengamatan disajikan pada Tabel 10.
52

Tabel 10. Jumlah Batang Tebu per Meter dan Jumlah Sogolan per Meter

Kebun Jumlah batang per meter Jumlah Sogolan per meter


Pidodo (Salin) 11.08a 2.63a
Gondang (Nonsalin) 10.04a 2.18a
Keterangan : Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji T pada
taraf 5 %

Pengamatan brix nira dilakukan dua kali, yaitu pada umur tebu 27 MSK
dan pada umur 41 MSK. Hasil pengamatan disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Brix Nira Tebu di Lapang pada Umur 27 MSK dan 41 MSK
Kebun Umur (MSK)
27 41
Pidodo (Salin) 14.87a 24.13a
Gondang (Nonsalin) 15.60a 24.13a
Keterangan : Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji T pada
taraf 5 %

Pertumbuhan dan pembungaan tebu di lahan salin

Pertumbuhan tebu di lahan salin diamati pada fase vegetatif akhir sampai
fase generatif dengan ditandai tebu berbunga. Pengamatan pertumbuhan dilakukan
pada veriabel tinggi batang, jumlah ruas, diameter batang, dan bobot batang
(Tabel 12). Nilai pertumbuhan dari masing-masing variabel adalah selisih nilai
variabel pada pengamatan 41 MSK dan 27 MSK.
Pembungaan tebu yang diamati pada kedua kebun menunjukkan sifat
pembungaan tebu sporadis. Tebu di lahan salin Pidodo mulai berbunga secara
sporadis pada 33 MSK, sedangkan tebu di lahan nonsalin Gondang mulai
berbunga secara sporadis pada 37 MSK.
53

Tabel 12. Pertumbuhan Tebu di Kebun Salin dan Nonsalin pada 27


MSK sampai 41 MSK
Peubah Kebun Pidodo Kebun Gondang
(Salin) (Nonsalin)
Tinggi tanaman (cm) 47.70a 50.96a
Diameter batang (cm) 0.15a 0.14a
Jumlah ruas 5.50a 7.45a
Bobot batang (kg) 0.27a 0.34a
Jumlah batang per meter juringan
11.08a 10.04a
(batang/ m juring)
Keterangan : Nilai pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji T pada
taraf 5 %

Produktivitas tebu dan analisis usaha tani kebun tebu di lahan salin

Produksi tebu di lahan salin diamati sejak masa tanam pertama di kebun
pengamatan bersadarkan data sekunder (Tabel 13). Produksi untuk masa tanam
2010/2011 didapatkan berdasarkan taksasi maret. Sebagai pembanding, dilakukan
pengamatan yang sama pada kebun nonsalin.

Tabel 13. Produktivitas Tebu (ton/ha) di Lahan Salin dan Nonsalin Selama
Tiga Musim Tanam

Kategori Tanaman Rata-rata


Kebun
PC RC 1 RC 2 Produktivitas
………………….………. ton/ha ……..……………………..
Pidodo
45.02 57.36 70.03 57.47a
(Salin)
Gondang
84.54 104.35 107.22 98.54b
(Nonsalin)
Keterangan : Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji T pada
taraf 5 %

Pengamatan melalui data sekunder juga dilakukan pada analisis usaha tani
kebun salin (Tabel 14). Analisis dilakukan pada masa tanam 2010/2011 pada
kebun Pidodo (salin) dan kebun Gondang (nonsalin).
54

Tabel 14. Keuntungan Usaha Tani Tebu di Kebun Salin dan Nonsalin
Masa Tanam 2010/2011

Kategori Kebun
Rincian usaha tani
tanaman Pidodo (Salin) Gondang (Nonsalin)
…………………….. Rp …..…………………
Biaya 21 359 982.43 40 782 615.66
PC Pendapatan 27 072 059.23 43 553 880.19
Keuntungan 5 712 076.80 2 771 264.53
Biaya 19 299 706.84 32 843 869.35
RCI Pendapatan 26 915 799.14 46 704 218.40
Keuntungan 7 616 092.30 13 860 349.05
Biaya 19 962 214.46 30 630 539.30
RCII Pendapatan 30 626 976.09 34 815 673.26
Keuntungan 10 664 761.63 4 185 133.96
Biaya 20 207 301.25 34 752 341.44
Rata-rata Pendapatan 28 204 944.82 41 691 257.28
Keuntungan 7 997 643.58 6 938 915.85
Sumber : Kantor Tanaman, PT Industri Gula Nusantara
55

PEMBAHASAN

Aspek Teknis

Pelaksanaan aspek teknis budidaya kebun milik PG Cepiring secara umum


dilakukan sesuai dengan prosedur perusahaan. Pelaksanaan teknis budidaya di
lapang akan selalu menyesuaikan dengan keadaan yang ditemui. Penyesuaian
tersebut harus dilakukan agar tujuan dari perkerjaan tersebut dapat tercapai
meskipun pekerjaan tersebut tidak terdapat pada rencana awal.
Proses budidaya yang dilakukan di wilayah PG Cepiring dilakukan dengan
sistem Reynoso. Reynoso adalah sistem pengaturan tata air sehingga tebu di
lapangan dapat mendapat air yang cukup. Sistem reynoso digunakan untuk
menurunkan muka air tanah. Sistem reynoso memungkinkan dalam pemasukan air
melalui irigasi ketika musim kemarau dan pembuangan air berlebihan ketika
musim penghujan. Sistem reynoso diterapkan terutama di lahan sawah irigasi. Hal
ini sesuai karena lahan sawah irigasi akan menyediakan air selama musim hujan
dan musim kemarau, sehingga harus diatur pemasukan dan pembuangannya
melalui sistem reynoso. Dengan pengaturan irigasi dan drainase pada kebun dapat
meningkatkan hasil tebu serta rendemennya (Supriadi, 1992).
Seluruh kebun di wilayah PG Cepiring memiliki standar teknis
pelaksanaan budidaya yang harus diterapkan mulai dari pembukaan lahan sampai
tebang angkut. Standar teknis ini berlaku untuk semua jenis lahan, yaitu lahan
sawah dan tegalan. Namun untuk lahan yang tercekam salinitas terdapat teknis
budidaya yang berbeda, yaitu pada tata air kebun.

Sistem tata air kebun

Sistem tata air kebun harus diterapkan agar kebun mendapat air dalam
jumlah yang cukup. Setiap kebun di wilayah PG Cepiring menerapkan tata air
berdasarkan jenis dan tipologi kebun serta menyesuaikan kondisi masa tanam dan
kondisi tertentu yang ada di kebun. Masa tanam yang diterapkan terdiri dari dua,
yaitu pola A dan pola B. Pola A adalah kebun yang ditanam antara akhir musim
penghujan dan awal musim kemarau. Penanaman pada pola A biasanya pada
56

bulan April sampai Juni. Pola B adalah kebun yang ditanam antara akhir musim
kemarau dan awal musim penghujan. Penanaman pada pola B biasanya pada
bulan September sampai November. Penyesuaian tata air juga dilakukan pada
kondisi khusus yang terdapat di kebun seperti cekaman salinitas, kerentannan
pada banjir, serta arah, letak dan besarnya sumber air.
Pada sawah irigasi dengan kondisi yang umum, sistem tata air
menggunakan sistem reynoso dengan pola faktor 1 200. Faktor 1 200 berarti
dalam 1 ha kebun, dibagi menjadi 20 bak juringan dengan lebar 8 m. Setiap bak
juringan terdiri dari 60 juringan dengan jarak pusat ke pusat juringan (PKP) yaitu
1 m. Tata air dilakukan dengan pembuatan got yang terdiri dari got keliling, got
malang, dan got mujur. Got keliling adalah got yang mengelilingi kebun sebagai
masukan dan drainase dengan lebar 60 cm dan kedalaman 70 cm. Got mujur
hampir sama dengan got keliling namun terletak di dalam kebun, dengan ukuran
lebar 50 cm dan dalam 60 cm. Got malang adalah got yang tegak lurus dengan
juringan yang membatasi bak juringan satu dengan yang lain, dengan lebar 50 cm
dan kedalaman 50 cm. Sistem got yang diterapkan PG Cepiring serupa dengan
pendapat Sutardjo (2008) dalam hal jenis dan ukuran got.
Terdapat beberapa perbedaan dalam sistem tata air pada lahan tegalan
dengan lahan sawah irigasi. Perbedaan tersebut ada pada panjang juringan pada
lahan tegalan. Panjang juringan lahan tegalan dua kali dari lahan sawah, yaitu
sebesar 16 m. Hal ini dilakukan karena jumlah air yang ada di lahan tegalan tidak
sebanyak lahan sawah irigasi. Sumber air tegalan berasal dari hujan, sehingga
diperlukan penyimpanan air agar tebu tidak kekurangan air. Dengan panjang
juringan 16 m, got malang akan lebih sedikit sehingga mencegah drainase yang
berlebihan. Kebun dengan got malang yang lebih sedikit akan lebih banyak
menyimpan air hujan untuk tanaman. Ketika hujan terlalu besar dan kebun
kelebihan air, got malang tetap berfungsi sebagai drainase kebun agar air tidak
menggenang di lahan. Hal ini sesuai dengan pendapat Supriadi (1992), yaitu
diperlukan pengairan yang sesuai dengan keadaan lahan untuk mencegah
penggenangan air yang dapat menurunkan hasil.
Sistem tata air akan disesuaikan dengan kondisi khusus yang terjadi di
kebun. Beberapa kondisi khusus yang dapat mempengaruhi tata air adalah
57

cekaman salinitas, kerentanan terhadap banjir, serta arah, letak dan besarnya
sumber air. Pada prinsipnya ketika air yang masuk ke kebun lebih banyak
daripada sawah irigasi, jumlah got untuk drainase akan diperbanyak dengan
mengurangi panjang juringan. Ketika jumlah air yang ada lebih sedikit, diperlukan
upaya penghematan air dengan mengurangi jumlah got drainase dengan
menambah panjang juringan. Upaya ini tidak hanya diterapkan untuk keseluruhan
kebun, namun dapat diterapkan untuk wilayah kebun tertentu seperti daerah kebun
di dekat inlet atau outlet.

Aspek Manajerial

PG Cepiring merupakan pabrik gula yang memproduksi gula kristal putih.


Gula kristal putih yang diproduksi berasal dari dua bahan baku, yaitu tebu dan
raw sugar. Diluar musim giling tebu, PG Cepiring memproduksi gula kristal putih
dari bahan baku raw sugar. Selama musim giling tebu, PG Cepiring memproduksi
gula kristal putih dengan bahan baku tebu dan raw sugar. Kebijakan mengolah
raw sugar diterapkan untuk memenuhi kapasitas giling pabrik (ideal capacity).
Selama musim giling tebu, PG Cepiring membutuhkan bahan baku tebu
untuk memenuhi kapasitas giling tebu terpasang yang mencapai 2 000 ton tebu
per hari. Untuk memenuhi kapasitas tersebut selama 150 hari giling per tahun, PG
Cepiring membutuhkan sekitar 300 000 ton tebu per tahun giling. Dengan
produktivitas tebu rata-rata 70 ton/ha, PG Cepiring membutuhkan luas area sekitar
4 300 ha lahan tebu. Sementara itu, lahan untuk kebun tebu di wilayah Kendal dan
sekitarnya semakin terbatas. Keterbatasan lahan ini diakibatkan oleh persaingan
dengan komoditas lain yang memiliki waktu pengembalian modal yang lebih
singkat, seperti tembakau, padi dan palawija.
PG Cepring pada dasarnya tidak memiliki lahan dengan status Hak Guna
Usaha (HGU). Untuk memenuhi kebutuhan tebu, PG Cepiring menerapkan
bebagai upaya agar petani tebu rakyat (PTR) menanam tebu dan menggiling
tebunya di PG Cepiring. Berbagai puaya tersebut meliputi penerapan sisitem
kemitraan yang saling menguntungkan, pemberian kredit kepada petani melalui
fasilitas Kredit Ketahanan Pangan dan Energi untuk Tebu (KKP-E Tebu), dan
penerapan sistem beli putus untuk PTR mandiri. Berbagai upaya tersebut
58

dilaksanakan oleh bagian tanaman, sehingga posisi bagian tanaman secara


struktural di perusahaan juga mempengaruhi dalam pengambilan kebijakan
tersebut.

Sistem kemitraan

Terdapat tiga pola kemitraan yang diterapkan PG Cepiring. Pola kemitraan


tersebut antara lain pola kemitraan tipe A, pola kemitraan tipe B, dan pola
kemitraan tipe D. Pola kemitraan tipe A (KMA) merupakan kemitraan yang
diterapkan kepada petani ketika petani tidak mampu secara teknis maupun
finansial dalam usaha budidaya tebu. Petani hanya memiliki hak milik sebidang
tanah yang ingin diusahakan untuk budidaya tebu. Dalam penerapan KMA,
seluruh kegiatan budidaya dan pembiayaannya dilakukan oleh PG melalui staf
lapang. Sistem bagi hasil yang diterapkan adalah bagi hasil yang dibayarkan
dimuka kepada petani. Hal ini akan menjadi jaminan akan besarnya bagi hasil
yang diterima petani tanpa dipengaruhi oleh besarnya hasil panen yang akan
didapat ketika panen.
Pola kemitraan tipe B (KMB) merupakan pola kemitraan yang diterapkan
kepada petani tebu rakyat yang telah mampu dalam teknik bididaya tebu namun
tidak mampu dalam pembiayaannya. Dalam penerapan KMB, PG akan
memberikan pinjaman untuk pembiayaan budidaya tebu melalui Kredit Ketahanan
Pangan dan Energi Tebu (KKPE-Tebu) dan bekerjasama dengan bank sebagai
penyedia kredit. PG akan bertindak sebagai penjamin (avalist) bagi petani untuk
dapat mengembalikan kredit kepada bank. Proses budiaya tebu dilakukan oleh
petani dibawah bimbingan petugas lapang PG. Petugas lapang PG bertindak
sebagai pengawas dalam alokasi dana kredit yang telah dicairkan kepada petani.
Bagi hasil yang diterapkan dalam KMB berdasarkan ketentuan bagi hasil giling
tebu di PG, sehingga besarnya hasil yang diterima petani ditentukan oleh jumlah
panen tebu yang didapat serta rendemennya.
Kemitraan pola D (KMD) adalah kemitraan antara PG dengan petani yang
telah mampu dalam budidaya tebu baik secara teknis maupun pembiayaannya.
Kebun tebu dengan pola kemitraan D biasa disebut kebun tebu mandiri. Dalam
kemitraan ini, PG berperan sebagai jasa pengolahan tebu menjadi gula. Sistem
59

bagi hasil yang diterapkan adalah sistem bagi hasil pengolahan tebu berdasarkan
rendemen. Terdapat beberapa aturan dalam penerimaan tebu di PG Cepiring dari
KMD, yaitu tebu bersih tidak terbakar, tidak diikat menggunakan daun, serta
petani tidak memiliki kredit dari PG lain dalam pembiayaan kebunnya.
Ketiga pola kemitraan ini akan membantu PG Cepiring dalam
mendapatkan bahan baku tebu selama musim giling. Kemitraan pola A akan
membantu PG Cepiring untuk mendapatkan areal perkebunan tebu dari petani
dengan sisitem sewa lahan atau bagi hasil yang dibayarkan diawal. Sistem ini
menguntungkan bagi kedua belah pihak karena petani mendapat keuntungan yang
telah ditetapkan berdasarkan perjanjian di awal. Hal ini berarti petani pendapatkan
kepastian keuntungan yang dibayarkan di awal tanpa melihat berapapun hasil tebu
yang nantinya akan didapatkan. Petani juga mendapatkan keuntungan tambahan
dari hasil tebu keprasan setelah jangka waktu sewa lahan berakhir. Hal ini
menguntungkan bagi petani karena petani tidak perlu mengeluarkan biaya untuk
penanaman awal tebu yang membutuhkan biaya yang cukup besar, namun hanya
perlu melakukan pemeliharaan tanaman keprasan.

Kredit ketahanan pangan dan energi (KKP-E Tebu)

KKPE digunakan dalam pembiayaan budidaya tebu petani kemitraan pola


B (KMB). KKPE merupakan kredit yang diberikan bank penyedia kredit kepada
petani tebu rakyat yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTRI).
Dalam proses kredit tersebut, PG merupakan penjamin (avalist) yang akan
menjamin petani untuk mengembalikan kreditnya kepada bank. Perjanjian kredit
dilakukan oleh Bank dan Koperasi Petani Tebu Rakyat (KPTR) serta diketahui
oleh PG sebagai avalist. KPTR merupakan lembaga keuangan dari APTRI yang
akan memfasilitasi anggotanya dalam perolehan kredit. PG Cepiring bekerjasama
dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI) sebagai bank penyedia KKPE.
Besarnya nilai KKPE berdasarkan kategori tanaman tebu yang diajukan,
yaitu tanaman tahun pertama atau Plant Cane (PC) dan tanaman tebu keprasan
atau Ratoon Cane (RC). Besarnya nilai KKPE untuk PC adalah Rp 18 000 000,-
per hektar, sedangkan untuk RC sebesar Rp 15 500 000,- per hektar. Perbedaan
nilai kredit antara PC dan RC terletak pada pembiayaan kebutuhan bibit pada
60

tanaman PC. Besarnya luasan kebun maksimal yang dapat diajukan seorang petani
adalah 4 hektar, sedangkan besarnnya nilai kredit yang diterima petani maksimal
sebesar Rp 50 000 000,-.
Pencairan KKPE akan diberikan bank kepada PG untuk dapat disalurkan
kepada petani. PG Cepiring akan menyalurkan kredit kepada petani secara
bertahap, sesuai dengan urutan budidaya tebu. Bank penyedia kredit memiliki
standar besarnya pembiayaan berbagai urutan proses budaidaya. Dalam
pelaksanaan pencairan dana kepada petani, PG mempunyai stantar tersendiri
dalam hal besaran pembiayaan setiap proses budidaya tebu, namun jumlah total
pembiayaan yang diterima petani tetap sama dengan besaran yang diberikan bank.
Hal ini dikarenakan dibutuhkan beberapa penyesuaian dalam budidaya tebu
sehingga mempengaruhi dalam pembiayaan budidaya tersebut. Besarnya kredit
yang diterima tiap tahapan budidaya dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 15. Nilai KKP-E Setiap Tahapan Budidaya Tebu PC per Hektar
Pembiayaan Standar Bank BRI Standar PG Cepiring
COL (Cost of living) Rp 500 000,- Rp 2 000 000,-
Bibit Rp 2 500 000,- Rp 3 000 000,-
Pupuk Rp 3 000 000,- Rp 1 850 000,-
Biaya garap Rp 6 000 000,- Rp 4 500 000,-
Tebang angkut Rp 5 500 000,- Rp 6 150 000,-
Pengendalian hama dan penyakit Rp 500 000,- Rp 300 000,-
Jumlah Rp 18 000 000,- Rp 18 000 000,-
Sumber : Kantor Tanaman, PT Industri Gula Nusantara

Sistem yang diterapkan oleh PG IGN baik untuk keamanan kredit.


Pencairan kredit secara bertahap dapat menghindari pemakaian kredit oleh patani
untuk kegiatan selain budidaya tebu. Penyesuaian nilai kredit berdasarkan tahapan
budidaya juga dapat membuat kredit tepat sasaran dan mencegah kelebihan nilai
kredit yang dapat digunakan untuk keperluan selaian budidaya tebu. Selain itu,
kontrol terhadap petani juga dapat dilakukan per tahapan budidaya, sehingga
pencairan kredit untuk kegiatan selanjutnya dapat menyesuaikan kondisi yang ada
saat pengamatan.
Terdapat beberapa syarat dalam pengajuan KKPE bagi petani kepada bank
dengan PG sebagai avalist. Syarat pertama adalah petani mempunyai lahan
dengan luasan tertentu. Syarat kedua adalah petani yang berhimpun dalam KPTR
61

mengajukan Rencana Definitif Kelompok (RDK) yang berisikan beberapa nama


petani yang akan mengajukan KKPE serta luasan kebun yang akan diajukan.
Pembuatan RDK akan melibatkan kepala desa yang menjamin keberadaaan lahan
yang diajukan. Syarat ketiga adalah petani mengajukan Rencana Definitif
Kebutuhan Kelompok (RDKK) yang memuat besarnya kebutuhan biaya yang
dibagi kedalam tahapan budidaya. pembuatan RDKK melibatkan ketua kelompok
petani tebu rakyat, ketua koperasi petani tebu rakyat, serta PG sebagai penjamin.
Syarat yang keempat adalah fotokopi kartu tanda penduduk setiap petani yang
mengajukan permohonan KKPE. Keempat syarat tersebut akan diajukan kepada
bank sebagai penyedia kredit.
Terdapat beberapa kegiatan yang akan dilakukan bank selama tahap
pencairan kredit. Bank akan melakukan peninjauan lapang ke lahan tebu petani
pada tahap awal. Peninjauan lapang akan didampingi pihak PG. Lahan tebu yang
akan disetujui permohonan kreditnya adalah lahan yang sudah ditanami tebu
untuk tebu PC. Setelah peninjauan lapang, proses akan berjalan di bank untuk
pencairan KKPE. Kredit KKPE akan dicairkan bank ke rekening PG dengan
jangka waktu kredit 12 bulan dan bunga subsidi pemerintah sebesar 7%. PG akan
menyalurkan kredit kepada petani dan akan memotong bagi hasil yang diperoleh
petani ketika panen tebu untuk pelunasan kredit kepada bank.
Kredit ini dapat memicu petani untuk menanam tebu di lahan mereka.
Petani yang memiliki lahan dan mampu secara teknis dalam budidaya tebu namun
terkendala modal tetap dapat menanam tebu melalui bantuan kredit tersebut.
Keuntungan yang didapatkan PG selain mendapatkan bahan baku tebu adalah
kepastian dalam mendapatkan areal pada tahun selanjutnya. Hal ini dikarenakan
petani yang menerima kredit ini akan menjadi petani binaan PG yang memiliki
ikatan secara tidak formal dengan PG. Petani tersebut juga cenderung akan
memperluas lahannya di tahun selanjutnya sehingga bahan baku tebu yang
disetorkan ke PG akan meningkat pada tahun selanjutnya.

Sistem beli putus

PG Cepiring telah menerapkan sistem beli putus tebu untuk petani tebu
mandiri atau kemitraan pola D (KMD) sejak tahun 2009. Kebijakan ini adalah
62

salah satu upaya dalam menarik petani tebu mandiri untuk menggiling tebu di PG
Cepiring. Sistem beli putus adalah sistem pembayaran tebu secara langsung ketika
tebu milik petani mandiri tiba di PG tanpa harus menunggu tebu selesai digiling
menjadi gula.
Kriteria tebu yang diterima di PG Cepiring dengan sistem beli putus
adalah nilai brix nira batang tebu minimal 14. Selain itu kondisi tebu harus bersih
dan tidak diikat menggunakan daun tebu melainkan menggunakan pengikat dari
batang tebu yang diiris tipis. Harga tebu per kwintal telah ditetapkan tanpa
memperhitungkan besarnya nilai brix nira.
Sistem beli putus sangat menguntungkan petani karena petani cepat
mendapatkan uang tanpa haruns menunggu proses pengolahan tebu. Dengan
perputaran uang yang singkat, petani tebu dapat membiayai proses tebang angkut
untuk kebun mereka setelahnya sehingga tebu petani dapat segera selesai
ditebang. Penerapan sistem ini efektif untuk menarik minat petani tebu mandiri
untuk menggiling tebu meraka di PG Cepiring. Hal ini dapat dilihat dari semaikin
banyaknya tebu yang masuk ke PG Cepiring yang berasal dari petani tebu
mandiri, yaitu dari 38 290 ton pada tahun 2009 menjadi 97 230 pada rahun 2010.
Sistem beli putus yang diterapkan juga memiliki beberapa kelamahan.
Kelemahan ini diakibatkan oleh tidak diberlakukannya nilai brix atau rendemen
individu petani untuk menentukan besarnya harga tebu. Hal ini akan
menguntungkan bagi petani dengan rendemen yang kecil, namun untuk petani
dengan rendemen yang tinggi tidak mendapatkan insentif lebih dari perbedaan
nilai rendemen tersebut. Sistem ini tidak memberi pelajaran kepada petani dengan
rendemen yang rendah untuk berupaya menaikkan rendemennya. Hal ini dapat
mengakibatkan petani tidak menerapkan praktik budidaya tebu secara baik untuk
mendapatkan rendemen tinggi, namun hanya sekedar meningkatkan produksi dan
mencapai nilai brix yang sesuai standar PG Cepiring.
Kelemahan yang lain adalah tingginya harga beli tebu yang diterapkan
oleh PG Cepiring. Tebu dibeli oleh PG Cepiring dengan harga Rp 40 000,00 per
kwintal. Dengan harga gula Rp 8 000,00/kg dan perolehan gula bersih sebesar
66%, maka PG Cepiring baru mencapai BEP (break even point) saat rendemen
tebu kira-kira mencapai 7%. Namun, dengan kriteria nilai brix tebu giling yang
63

lebih dari 14, rendemen rata-rata tebu beli putus hanya berkisar 6% - 6,5%. Hal ini
akan menguntungkan bagi petani, namun akan merugikan bagi PG karena nilai
gula yang diapatkan dapat lebih rendah dari harga beli tebu tersebut. Saat ini,
masalah tersebut dapat diatasi oleh PG karena kerugian tersebut dapat diatasi
dengan gula dari bahan baku raw sugar. Hal ini akan menjadi masalah bagi PG
pada tahun 2012, ketika izin mengolah raw sugar sudah habis dan hanya
mengandalkan tebu sebagai bahan baku gula.

Manajemen kemitraan

Sistem kemitraan membutuhkan terjasama yang baik antara petani tebu


rakyat, PG, dan bank penyedia kredit. Kerjasama yang baik akan menciptakan
sinergi agar masing-masing pihak dapat saling menguntungkan.
Selain itu juga diperlukan sinergi antara bagian pabrikasi sebagai pengolah
tebu dan bagian lapang yang berhubungan dengan petani mitra sebagai penyedia
bahan baku tebu. Sinergi yang baik diantara kebuanya akan menyebabkan musim
giling tebu berjalan dengan baik. Musim giling yang dijadwalkan oleh bagian
pabrikasi akan bertepatan dengan kondisi tebu di petani mitra yang tepat untuk
dipanen.
Terdapat sinergi yang kurang baik antara bagian pabrikasi dengan bagian
lapang PG Cepiring. Hal ini terlihat dari pabrik yang belum siap untuk musim
giling tebu sementara terdapat kebun tebu yang sudah siap dipanen. Hal ini
diakibatkan karena proses perbaikan pabrik yang belum selesai dengan
penambahan alat di stasiun gilingan. Hal ini memaksa bagian lapang untuk tetap
memanen kebun tebu yang telah siap panen dan bekerjasama dengan PG lain
untuk menggiling tebu dari kebun tersebut. Kegiatan panen terpaksa dilakukan
karena cuaca yang sangat mendukung pada saat PG Cepring belum siap untuk
memulai musim giling.
Diperlukan perencanaan yang baik antara bagian pabrikasi dan bagian
lapang untuk menentukan musim giling. Perencanaan bulan dimulainya musim
giling membantu bagian tanaman dalam mempersiapkan kebun tebu sejak awal
tanam. Bagian lapang dapat menentukan awal pembukaan lahan baru untuk dapat
disesuaikan dengan masa giling. Perencanaan lamanya musim giling akan
64

membantu bagian tanaman dalam menentukan target luasan tebu yang harus
ditanam untuk memenuhi kapasitas giling pabrik selama musim giling.

Struktur organisasi bagian tanaman PG Cepiring

Bagian Tanaman adalah salah satu divisi di PG Cepiring yang bertanggung


jawab untuk menyediakan bahan baku tebu selama masa giling PG. Penyediaan
bahan baku tebu dilaksanakan dengan budidaya tebu dengan sistem kemitraan
dengan petani tebu rakyat.
Bagian tanaman berada di bawah garis koordinasi kepala pabrik dalam
struktur organisasi PG Cepring. Hal ini berarti wewenang pengambilan kebijakan
dari bagian tanaman terbatas dan harus dikoordinasikan dengan kepala pabik.
Keadaan ini berpengaruh pada wewenang dalam perluasan area tebu yang harus
dikoordinasikan dengan kepala pabrik, sehingga kadang terkendala. Sistem yang
efisien adalah dibaginya bagian kewenangan menjadi dua bagian yang berbeda,
yaitu pabrik dan tanaman. Dengan sistem seperti ini, pelaksanaan kebijakan
pengembangan area dan kebijakan lain di bagian tanaman dapat lebih efisien
dengan tetap berkoordinasi dengan bagian pabik.

Aspek Khusus

Kondisi geografis yang terdapat pada Pidodo memnyebabkan tingkat


salinitas yang tinggi. Salinitas terjadi akibat adanya banjir air pasang yang sering
terjadi. Hal ini sesuai dengan pendapat Santoso (1993), yang menyatakan bahwa
proses salinisasi daerah dengan iklim basah terjadi di delta sungai yang
terpengaruh air laut dan pantai yang letaknya rendah.

Kondisi salinitas kebun

Menurut Cresser et al. (1993), kriteria tanah salin adalah tanah dengan
daya hantar listrik (DHL) lebih dari 2 dS/m. Tanah dengan DHL kurang dari 2
dS/m tergolong nonsalin dengan pengaruh salinitas terhadap tanaman dapat
diabaikan. Berdasarkan pendapat tersebut, meskipun nilai DHL kebun Pidodo
65

lebih besar dari Gondang sebagai kontrol lahan nonsalin, kebun Pidodo masih
tergolong lahan nonsalin pada pengamatan tebu berumur 31 MSK.
Berdasarkan hasil analisis salinitas tanah (Tabel 7), dapat diketahui bahwa
kondisi salinitas kebun Pidodo dapat diabaikan. Menurut Marwanto et al (2009)
tingkat salinitas lahan di pesisir pantai utara Jawa berkisar 2-8 dS/m. Hasil
pengamatan di kebun Pidodo menunjukkan nilai yang lebih kecil, yaitu
0.168 dS/m. Hal ini menunjukkan bahwa teknik tata air melalui metode kolam-
alur (basin-furrow method) yang diterapkan di lahan Pidodo dapat membuat
tingkat salinitas lahan sampai ke golongan nonsalin pada umur tebu 31 MST,
yaitu pada bulan April. Hal ini sesuai dengan pendapat Santoso (1993), pencucian
air dan perbaikan drainase dapat memperbaiki tanah-tanah salin.

Tabel 16. Curah Hujan Kebun Pidodo pada Stasiun Hujan Terdekat
Bulan Tahun
2006 2007 2008 2009 2010
Januari 545 110 238 245 231
Februari 246 224 897 376 169
Maret 131 261 108 57 177
April 108 252 61 64 73
Mei 30 58 69 67 208
Juni 22 79 26 102 136
Juli 18 25 0 26 41
Agustus 0 49 6 26 107
September 0 0 11 20 222
Oktober 0 54 151 16 232
November 74 66 82 34 207
Desember 123 248 218 78 333
Sumber : Dinas Pengairan Kabupaten Kendal

Penurunan salinitas ini juga dipengaruhi oleh curah hujan yang tinggi di
kebun Pidodo pada bulan Januari sampai April sehingga termasuk bulan basah
(Kartasapoetra, 2008). Hal ini dapat terlihat dari data pengamatan curah hujan
selama 5 tahun terakhir dari stasiun hujan terdekat (Tabel 16). Pengaruh tingginya
curah hujan terhadap penurunan tingkat salinitas ini sesuai dengan pendapat Tan
(1991), bahwa salinitas akan berkurang dengan adanya curah hujan yang tinggi
pada daerah beriklim basah.
66

Teknis budidaya tebu di lahan salin

Menurut Santoso (1993), sistem irigasi dan got yang diterapkan di lahan
tercekam salinitas oleh PG Cepiring disebut dengan metode reklamasi lahan salin
dengan metode kolam-alur (basin-furrow method). Metode ini akan mengalirkan
air irigasi melalui parit (got) yang dibuat di sekeliling lahan. Air akan
dipertahankan sekitar seminggu sampai seluruh lahan dapat diresapi air. Dengan
sistem ini kepekatan garam akan tercuci aliran irigasi, sehingga kadar garam yang
tinggi di lahan dapat diatasi.
Got dengan ukuran yang besar dapat mengurangi kerusakan lahan akibat
banjir air pasang yang kerap terjadi di lahan tercekam salinitas yang terletak di
pesisir pantai utara Jawa. Ketika banjir terjadi, air akan tertampung di got
sehingga mencegah air banjir dengan kandungan garam tinggi masuk ke juringan
tebu. Hal ini dapat mencegah kerusakan fisik pada tebu juga mencegah
peningkatan salinitas tanah pada kebun.

Kondisi tebu di lanah salin

Hasil pengamatan tinggi tanaman (Tabel 9) menunjukkan tinggi tanaman


kebun salin lebih rendah dan berbeda nyata pada seluruh minggu pengamatan. Hal
ini menunjukkan pengaruh salinitas yang nyata terhadap tinggi tanaman tebu.
Tebu di lahan salin mengalami cekaman dalam pertumbuhan tingginya. Hal ini
sesuai dengan pendapat Santoso (1993) yang menyebutkan bahwa tanaman
dengan cekaman salinitas akan mengalami penghambatan dari perpanjangan sel,
sehingga tanaman tampak kerdil.
Hasil pengamatan jumlah ruas (Tabel 9) menunjukkan hasil yang tidak
berbeda nyata pada seluruh minggu pengamatan. Hasil ini menunjukkan bahwa
pertumbuhan anatomi tebu pada lahan salin sama seperti tebu pada umunya yang
ditaman di kondisi nonsalin berdasarkan jumlah ruas batangnya. Dengan tinggi
batang yang lebih rendah dan mempunyai jumlah ruas yang sama dengan tebu tak
tercekam salinitas, panjang ruas tebu tercekam salinitas lebih pendek daripada
tebu tak tercekam. Hal tersebut menunjukkan pembelahan sel pada tebu tercekam
salinitas tetap berjalan, namun pemanjangan selnya terganggu. Hal ini sesuai
dengan pendapat Santoso (1993) yang menyatakan pembelahan sel pada tanaman
67

tercekam salinitas tetap berjalan secara kontinu, namun pemanjangan selnya


terhambat.
Hasil pengamatan diameter batang (Tabel 9) menunjukkan hasil yang tidak
berbeda nyata pada seluruh minggu pengamatan. Hal ini menunjukkan cekaman
salinitas tidak berpengaruh terhadap besarnya diameter tebu. Tebu yang
merupakan tanaman monokotil memang tidak mengalami pembesaran batang
karena tidak memiliki kambium di batang dan besarnya diameter dipengaruhi oleh
pemupukan N pada tebu (James, 2004). Pengamatan diameter yang tidak berbeda
nyata ini menunjukkan penyerapan nutrisi melaui akar tetap dapat berjalan dengan
upaya reklamasi lahan salin dan teknik budidaya yang dilakukan di kebun
tercekam salinitas.
Pengamatan bobot batang dilakukan menggunakan tabel konversi bobot
batang per meter berdasarkan diameter batang (Lampiran 4). Berdasarkan
perhitungan tersebut, selain dipengaruhi oleh varietasnya, bobot tebu akan
dipengaruhi diameter dan panjang batangnya. Pada pengamatan bobot batang
(Tabel 9), didapatkan bobot batang tebu tercekam salinitas yang lebih rendah dan
berbeda nyata dengan kebun nonsalin pada setiap pengamatan. Hal tersebut
menunjukkan bahwa meskipun upaya reklamasi dan teknik budidaya yang
diterapkan di lahan salin dapat menghasilkan diameter batang yang sama dengan
tebu di lahan nonsalin, bobot perbatang tebu tetap lebih rendah dari tebu nonsalin.
Hal ini disebabkan pertumbuhan tinggi tebu tercekam salinitas sangat terhambat
(Tabel 9). Bobot batang yang rendah pada kebun salin akan mempengaruhi
jumlah panen yang didapatkan.
Pengamatan jumlah batang tebu dan sogolan (Tabel 10) menunjukkan
hasil yang tidak berbeda nyata antara kebun salin dengan kebun nonsalin.
Banyaknya jumlah batang menggambarkan kondisi pertumbuhan tunas-tunas baru
setelah keprasan, sedangkan jumlah sogolan menggambarkan pertumbuhan tunas-
tunas susulan yang tumbuh menjelang fase generatif tebu. Hasil pengamatan yang
didapatkan menunjukkan bahwa upaya reklamasi lahan salin dan teknis budidaya
tebu yang diterapkan di lahan salin dapat menghilangkan pengaruh salinitas dalam
menghambat pertumbuhan tunas-tunas baru.
68

Brix nira tebu di lapang akan menggambarkan rendemen tebu ketika


diolah menjadi gula. Berdasarkan pengamatan (Tabel 11) didapatkan bahwa nilai
brix kebun salin dan kebun nonsalin tidak berbeda nyata pada pengukuran 27
MSK dan 41 MSK. Hal tersebut menunjukkan upaya reklamasi dan teknik
budidaya tebu yang diterapkan di kebun salin dapat menghilangkan pengaruh
buruk cekaman salinitas dalam pembentukan dan penyimpanan sukrosa pada tebu.
Hal ini disebabkan oleh upaya reklamasi yang dilakukan dapat mencegah
pengaruh salinitas dalam menghambat penyerapan hara (Santoso,1993).
Penyerapan unsur hara yang baik oleh tanaman dapat meningkatkan rendemen
(Supriyadi, 1992). Selain itu, rendemen yang sama pada kedua kebun juga
dipengaruhi oleh teknik budidaya yang sama pada kedua kebun selain tata air,
karena rendemen tebu dipengaruhi oleh teknis budidaya yang diterapkan (Pusat
Penelitian Perkebunan Gula Indonesia, 2008).

Pertumbuhan dan pembungaan tebu di lahan salin

Pengamatan pertumbuhan (Tebel 12) menunjukkan pertumbuhan tebu


selama 27 MSK sampai 41 MSK menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata
untuk seluruh peubah pengamatan. Hasil pengamatan menujukkan bahwa
pertumbuhan tebu di lahan salin pada periode pengamatan tersebut tidak berbeda
dengan pertumbuhan tebu di lahan nonsalin. Hal ini menunjukkan pengaruh buruk
salinitas pada pertumbuhan tebu tidak terjadi pada periode tersebut. Hal ini
didukung dengan hasil analisis salinitas tanah di lahan salin yang menunjukkan
tingkat salinitas yang redah dan dapat ditolerir oleh tanaman (Tabel 7).
Meskipun pertumbuhan tebu pada periode pengamatan 27 MSK sampai
41 MSK tidak terpengaruh oleh salinitas, kondisi tanaman tebu di lahan salin
menunjukkan hasil yang lebih rendah berdasarkan pengamatan tinggi tanaman
(Tabel 9). Hal ini menunjukkan bahwa efek buruk salinitas terhadap pertumbuhan
tebu terjadi pada masa pertumbuhan vegetatif awal setelah keprasan. Efek buruk
salinitas yang terjadi pada masa vegetatif awal dikarenakan curah hujan pada
masa tersebut rendah. Terjadi curah hujan yang rendah pada bulan Juli sampai
September (Tabel 16) sehingga digolongkan bulan kering (Kartasapoetra, 2008).
Curah hujan yang rendah pada bulan tersebut mengakibatkan tingkat salinitas
69

pada kebun salin bertambah dan menghambat pertumbuhan tinggi batang tebu
pada fase vegetatif awal setelah keprasan. Hal ini sesuai pendapat Santoso (1993)
yang menyatakan bahwa proses salinisasi akan bertambah karena curah hujan
yang kurang untuk malarutkan dan mencuci garam.
Salinitas juga berpengaruh pada pembungaan tebu. Hal ini menunjukkan
efek salinitas berpengaruh pada percepatan pembungaan pada tebu, meskipun
telah dilakukan upaya reklamasi lahan dan teknis budidaya di lahan salin. Hal ini
sesuai dengan pendapat Hadisaputro (2008) yang menyatakan bahwa cekaman air
pada lahan salin dapat mendorong pembungaan tebu.

Produktivitas tebu dan analisis usaha tani kebun tebu di lahan salin

Produktivitas tebu di lahan salin (Tabel 13) berbeda nyata dan lebih rendah
daripada lahan nonsalin. Hal ini menunjukkan upaya reklamasi lahan dan teknik
budidaya yang telah dilakukan di kebun salin belum mampu membuat tebu
berproduksi seperti lahan nonsalin. Hal ini juga menunjukkan pengaruh dari
salinitas tetap terjadi pada lahan salin dan mengakibatkan rendahnya produktivitas
tebu. Namun produktivitas kebun salin menunjukkan peningkatan selama tiga
musim tanam. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh buruk salinitas terhadap
tanaman berangsur-angsur berkurang. Sehingga dapat diketahui bahwa upaya
reklamasi dan teknik budidaya tebu yang telah diterapkan pada kategori tanaman
PC dapat mengurangi salinitas kebun secara berangsur-angsur sampai pengamatan
pada kategori RC2.
Pengamatan melalui data sekunder juga dilakukan pada analisis usaha tani
kebun salin. Analisis dilakukan pada masa tanam 2010/2011 pada kebun Pidodo
(salin) dan kebun Gondang (nonsalin). Rata-rata keuntungan antara lahan salin
dan nonsalin menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda (Tabel 14). Hal ini
menunjukkan perolehan keuntungan dari usaha tebu di kedua lahan tersebut sama,
meskipun produksi tebu di lahan nonsalin jauh lebih tinggi daripada lahan salin.
Hal ini diakibatkan oleh biaya sewa lahan yang jauh berbeda. Biaya sewa lahan di
lahan nonsalin yang merupakan lahan subur sangat tinggi. Hal ini diakibatkan
juga oleh persaingan dengan komoditas lain di lahan nonsalin sehingga
menyebabkan biaya sewa lahan yang tinggi. Biaya sewa di lahan salin jauh lebih
70

rendah diakibatkan oleh letak lahan yang kurang strategis serta kesuburan lahan
yang rendah akibat cekaman salinitas. Hal ini menyebabkan tidak adanya
persaingan dengan komoditas lain di lahan salin yang menyebabkan rendahnya
biaya sewa lahan.
71

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

PG Cepiring telah melakukan usaha budidaya tebu sesuai dengan standar


yang telah diterapkan perusahaan sehingga penulis dapat mengetahui dan
memahami pengelolaan perkebunan tebu secara nyata di lapangan. Luas area
perkebunan tebu PG Cepring masih belum mencukupi untuk memenuhi kapasitas
pabrik selama hari giling. Beberapa upaya yang dilakukan dalam meningkatkan
area perkebunan tebu antara lain penerapan sistem kemitraan yang saling
menguntungkan, pemberian kredit kepada petani melalui fasilitas Kredit
Ketahanan Pangan dan Energi untuk Tebu (KKP-E Tebu), dan penerapan sistem
beli putus untuk petani tebu mandiri. Dalam pelaksanaan standar budidaya,
terdapat beberapa perlakuan khusus yang dilakukan PG Cepiring pada lahan
tercekam salinitas. Teknik budidaya khusus yang diterapkan di lahan tercekam
salinitas yaitu pada teknik tata air yang menggunakan metode kolam-alur (basin-
furrow method). Perlakuan khusus yang diterapkan di lahan tercekam salinitas
dapat menurunkan tingkat salinitas lahan berdasarkan pengamatan menjelang fase
generatif tebu, namun pertumbuhan tebu tetap terhambat pada fase vegetatif awal,
sehingga produktivitas tebu di lahan salin lebih rendah daripada lahan nonsalin.
Berdasarkan analisis usaha tani, usaha tani tebu di lahan salin tetap
menguntungkan dan tidak jauh berbeda dengan lahan nonsalin.

Saran

Beberapa saran yang dapat disampaikan adalah kedudukan bagian


tanaman yang sejajar dengan kepala pabrik untuk efisiensi dalam wewenang
pengambilan kebijakan. Penerapan sisitem beli putus tebu sebaiknya dilakukan
dengan menggunakan rendemen sebagai penentu harga. Dalam upaya perluasan
luas areal tebu, perluasan lahan dapat dilaksanakan di wilayah utara Kendal yaitu
wilayah pesisir laut Jawa karena potensi lahan yang masih besar. Dalam
penerapan budidaya tebu di lahan salin, diperlukan upaya-upaya khusus selain
metode kolam-alur (basin-furrow method) untuk mengatasi cekaman salinitas,
72

yaitu penentuan dosis pemupukan khusus lahan salin dan penambahan bahan
kimia selain pupuk untuk membantu reklamasi lahan salin seperti gipsum
(CaSO4.2H2O). Usaha tani tebu di lahan salin tetap menguntungkan dengan
beberapa teknik budidaya khusus yang diterapkan, sehingga budidaya tebu di
lahan salin tetap dapat dilanjutkan.
73

DAFTAR PUSTAKA

Alihamsyah, T. dan I. Noor. 2003. Lahan Rawa Pasang Surut Pendukung


Ketahanan Pangan dan Sumber Pertumbuhan Agribisnis. Balai Penelitian
Lahan Rawa. Jakarta. 46 hal.

Cresser, M., K. Killham, T. Edwards. 1995. Soil Chemistry and Its Application.
Cambridge University Press. Cambridge. 192p.

Dirjen Pendidikan Tinggi. 1991. Kimia Tanah. Departemen Pendidikan dan


Kebudayaan. Jakarta. 232 hal.

Hadisaputro, S. 2008. Tebu berbunga rendemen tinggi. http://sugarresearch.


org/wp-content/uploads/2008/12/tebu-berbunga-rendemen-tinggi.pdf. [17
Maret 2011]

James, G. 2004. Sugarcane. Second Edition. Blackwell. Kundli. 256 p.

Kartasapoetra, A.G. 2008. Klimatologi: Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan


Tanaman. Bumi Aksara. Jakarta. 101 hal.

Kementrian Pertanian. 2009. Basis data statistik pertanian. http://database.deptan.


go.id [9 Maret 2011].

Mantra, I. B. dan Kasto. 2008. Penentuan sampel, hal. 149-174. Dalam M.


Singarimbun dan S. Effendi (Eds.). Metode Penelitian Survai. Pustaka
LP3ES. Jakarta.

Marwanto S., A. Rachman, D. Erfandi, dan I G.M. Subiksa. 2009. Tingkat


Salinitas Tanah pada Lahan Sawah Intensif di Kabupaten Indramayu,
Jawa Barat. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Inovasi
Sumberdaya Lahan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Kementerian Pertanian. Bogor. Vol. 1:175-190.

Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia. 2008. Konsep peningkatan


rendemen untuk mendukung program akselerasi industri gula nasional.
http://sugarresearch.org/wp-content/uploads/2008/12/konsep-
peningkatan-rendemen.pdf. [9 Maret 2010].

Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia. 2009. Deskripsi varietas BL


(Bululawang). http://sugarresearch.org/wp-content/uploads/2009/04/
bl.pdf. [4 April 2011].
74

Putri, R.S.J., T.Nurhidayati, dan W. Budi. 2011. Uji ketahanan tanaman tebu hasil
persilangan (Saccharum spp. hybrid) pada kondisi lingkungan cekaman
garam (NaCl). http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-13471-
Paper.pdf. [ 15 Maret 2011].

Santoso, B. 1993. Tanah Salin-Tanah Sodik dan Cara Mereklamasinya. Yayasan


Pembina Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. 63 hal.

Shalhevet, J., and L. Bernstein. 1985. Effects of vertically heterogeneous soil


salinity on plant growth and water uptake, p.396-304. In H. Frenkel and
A. Meiri (Eds.). Soil Salinity Two Decades of Research in Irrigated
Agriculture. Van Nostrand Reinhold Compay Inc. New York.

Siswoyo, T.A., I. Oktavianawati, Djenal, U. Murdiyanto, and B. Sugiharto. 2007.


Changes of sucrose content and invertase activity during sugarcane stem
storage. Indonesian Journal of Agricultural Science 8(2):75-81.

Supriyadi, A. 1992. Rendemen Tebu Liku-Liku Permasalahannya. Kanisius.


Jakarta. 72 hal.

Sutardjo, E. R. M. 2002. Budidaya Tanaman Tebu. Bumi Aksara. Jakarta. 76 hal.

Tan, K.H. 1991. Dasar-Dasar Kimia Tanah (diterjemahkan dari: Principles of Soil
Chemistry, penerjemah: D.H.Goenadi). Gadjah Mada University
Press.Yogyakarta. 295 hal.
75

LAMPIRAN
75

Lampiran 1. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Karyawan Harian di Kebun PG Cepiring, PT. Industri Gula Nusantara, Kedal
Uraian Prestasi Kerja
Tanggal Lokasi
Kegiatan Penulis Karyawan
16 Februari 2011 Survei dan Pemetaan Lahan 26.512 Ha/HOK 26.512 Ha/HOK Sumber Agung
18 Februati 2011 Kletek I daun tebu 0.0112 Ha/HOK 0.0167 Ha/HOK Pidodo B
21 Februari 2011 Penyulaman 0.0376 Ha/HOK 0.346 Ha/HOK Ngasinan
26 Februari 2011 Pengukuran Brix Lapang 4.0824 Ha/HOK 4.0824 Ha/HOK Gondang C dan B
28 Februari 2011 Penyulaman 0.0097 Ha/HOK 0.0097 Ha/HOK Ngainan
3 Maret 20011 Survei dan Pengukuran Lahan Baru 25 Ha/HOK 23 Ha/HOK Kedung Pene
7 Maret 2011 Penyulaman 0.0097 Ha/HOK 0.0097 Ha/HOK Sumbar Agung
18 April 2011 Penegakan dan Pengikatan tebu 4 Ha/HOK 4 Ha/HOK Gondang
16 Mei 2011 Pembuatan Juringan 13.5 Jrng/HOK 26 Jrng/HOK Sumber Agung
17 Mei 2011 Pembuatan Juringan 13.5 Jrng/HOK 26 Jrng/HOK Sumber Agung
18 Mei 2011 Pembuatan Juringan 13.5 Jrng/HOK 26 Jrng/HOK Sumber Agung
19 Mei 2011 Pengukuran Lahan Petani Tebu Rakyat Blora 15 Ha/HOK 15 Ha/HOK Blora
20 Mei 2011 Pengukuran Lahan Petani Tebu Rakyat Blora 15 Ha/HOK 15 Ha/HOK Blora
21 Mei 2011 Pengukuran Lahan Petani Tebu Rakyat Blora 15 Ha/HOK 15 Ha/HOK Blora
22 Mei 2011 Pengukuran Lahan Petani Tebu Rakyat Blora 15 Ha/HOK 15 Ha/HOK Blora
23 Mei 2011 Pengukuran Lahan Petani Tebu Rakyat Blora 15 Ha/HOK 15 Ha/HOK Blora
24 Mei 2011 Pengukuran Lahan Petani Tebu Rakyat Blora 15 Ha/HOK 15 Ha/HOK Blora
25 Mei 2011 Pengukuran Lahan Petani Tebu Rakyat Blora 15 Ha/HOK 15 Ha/HOK Blora
26 Mei 2011 Pengukuran Lahan Petani Tebu Rakyat Blora 15 Ha/HOK 15 Ha/HOK Blora
30 Mei 2011 Pembuatan Juringan 13.5 Jrng/HOK 26 Jrng/HOK Sumber Agung
4 Juni 2011 Pemotongan Bibit Bagal 3.2 Ton/HOK 4.5 Ton/HOK Sumber Agung
6 Juni 2011 Penanaman Bibit Bagal 0.012 Ha/HOK 0.028 Ha/HOK Sumber Agung
7 Juni 2011 Penanaman Bibit Bagal 0.015 Ha/HOK 0.030 Ha/HOK Sumber Agung
76

Lampiran 2. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Pendamping Mandor di Kebun PG Cepiring, PT. Industri Gula Nusantara,
Kedal

Prestasi Kerja Penulis


Jml KH
Uraian Luas Areal Lama
Tanggal yang Lokasi
Kegiatan yang Diawasi Kegiatan
Diawasi
(ha) (jam)
(orang)
16 Februari 2011 Distribusi pupuk dari gudang PG ke Kebun 3 - 0.25 Gudang PG
Pengecekan kondisi tanaman tebu - 5.187 1 Gondang
18 Februari 2011 Pengawasan Cacah Guludan 1 0.2 0.25 Pidodo
22 Februari 2011 Pengawasan Penyulaman 4 2.448 1 Ngasinan
Pengawasan Pembumbunan I 5 2.448 1 Ngasinan
Pengawasan Cacah Guludan 5 13.170 1 Bumi Ayu
24 Februari 2011 Pengawasan Penyemprotan Herbisida 1 13.170 4.5 Bumi Ayu
28 Februari 2011 Pengawasan Penyulaman 3 2.448 1 Ngasinan
Pengawasan Pembumbunan I 4 2.448 1 Ngasinan
8 Maret 2011 Pengawasan Penyulaman 9 13.170 1 Bumi Ayu
Pengawasan Pembumbunan I 5 13.170 1 Bumi Ayu
Pengawasan Pencacahan Guludan 5 13.170 1 Bumi Ayu
9 Maret 2011 Pengawasan Penyemprotan Herbisida 1 2.448 4.5 Ngasinan
14 Maret 2011 Taksasi Maret - 11.651 4.5 Gondang
15 Maret 2011 Taksasi Maret - 4.780 4.5 Sumur dan Bergas
17 Maret 2011 Taksasi Maret - 49.5 4.5 Sukomangli Blok C
18 Maret 2011 Taksasi Maret - 49.5 4.5 Sukomangli Blok A dan B
22 Maret 2011 Pengawasan Pembuatan Sumur 1 13.170 4.5 Bumi Ayu
23 Maret 2011 Pengawasan Pemupukan I 1 2.448 4.5 Ngasinan
24 Maret 2011 Pengawasan Penegakan Tebu Rebah 1 1.432 4.5 Gondang Blok A
28 Maret 2011 Peninjauan Kondisi Jalan Tebang - 10 4.5 Sukomangli
30 Maret 2011 Peninjauan Jalan Tebang - 10 4.5 Sukomangli
31 Maret 2011 Taksasi Maret - 1.432 1.5 Gondang
Taksasi Maret - 13.790 2 Kedung Pane
1 April 2011 Pengawasan Pemeliharaan Got 1 2.448 2.5 Ngasinan
77
Lampiran 2. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Pendamping Mandor di Kebun PG Cepiring, PT. Industri Gula Nusantara,
Kedal (Lanjutan)
Prestasi Kerja Penulis
Jml KH
Uraian Luas Areal Lama
Tanggal yang Lokasi
Kegiatan yang Diawasi Kegiatan
Diawasi
(ha) (jam)
(orang)
4 April 2011 Pengawasan Pembumbunan II 1 2.448 2 Ngasinan
6 April 2011 Pengawasan Penyemprotan Herbisida 1 2.448 4.5 Ngasinan
9 April 2011 Taksasi Maret - 1 1 Bumi Ayu Blok 5
11 April 2011 Taksasi Maret - 6 4.5 Bumi Ayu Blok 1 dan 2
12 April 2011 Taksasi Maret - 7 4.5 Bumi Ayu Blok 3 dan 4
13 April 2011 Taksasi Maret - 10.658 4.5 Kedung Pane Blok C
19 April 2011 Pengawasan KHL 5 6 4.5 Bumi Ayu
27 April 2011 Pengawasan Kletek Tebu 5 5.2 4.5 Gondang
3 Mei 2011 Pembukaan lahan (Pemasangan Tonjo, Eblek, dan 15 4.8 5 Sumber Agung
Mekris)
4 Mei 2011 Pemasangan Tonjo (Pencetakan Bak) 15 4.8 5 Sumber Agung
6 Mei 2011 Pemasangan Tonjo (Pencetakan Bak) 15 4.8 5 Sumber Agung
9 Mei 2011 Pengawasan Pembuatan Got 15 4.8 5 Sumber Agung
10 Mei 2011 Pencetakan Juringan 15 4.8 5 Sumber Agung
11 Mei 2011 Pencetakan Juringan 15 4.8 5 Sumber Agung
16 Mei 2011 Pengawasan Pembuatan Juringan 15 4.8 5 Sumber Agung
17 Mei 2011 Pengawasan Pembuatan Juringan 15 4.8 5 Sumber Agung
18 Mei 2011 Pengawasan Pembuatan Juringan 15 4.8 5 Sumber Agung
1 Juni 2011 Pengukuran Brix Kebun - 5.2 5 Gondang
8 Juni 2011 Pengawasan Tebangan 8 10 5 Sukomangli
9 Juni 2011 Pengawasan Pengairan dan Penyuraman Bibit 2 4.8 5 Sumber Agung
78

Lampiran 3. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Pendamping Sinder di Kebun PG Cepiring, PT. Industri Gula Nusantara, Kedal

Prestasi Kerja Penulis


Jml
Uraian Mandor Luas Areal Lama
Tanggal Lokasi
Kegiatan yang yang Diawasi Kegiatan
Diawasi (ha) (jam)
(orang)
14 Februari 2011 Oriantasi oleh HRD IGN - - 3 Kantor HRD IGN
Penyesuaian Topik Magang oleh Pembimbing - - 3 Kantor Tanaman IGN
17 Februari 2011 Peninjauan Lapang - 24.264 4.5 Pidodo
Mempelajari Analisis Usaha Tani Kebun - - 2.5 Kantor Tanaman
18 Februari 2011 Konsultasi dengan Mandor Senior - - 1 Kantor Tanaman
19 Februari 2011 Peninjauan Lapang - 10.8 2.5 Sumur Brangsong
21 Februari 2011 Peninjauan Lapang - 10.517 1 Gondang Blok A, B, dan D
22 Februari 2011 Peninjauan Lapang - 13.170 1 Bumi Ayu
23 Februari 2011 Pelabelan Petak Pengamatan dan Penentuan Tanaman - 1.432 3 Gondang Blok A
Contoh Aspek Khusus
25 Februari 2011 Pelabelan Petak Pengamatan dan Penentuan Tanaman - 10 2 Pidodo Blok A
Contoh Aspek Khusus
Pengamatan Brix dan Pertumbuhan Tanaman - 10 3 Pidodo Blok A
26 Februari 2011 Pengamatan Brix dan Pertumbuhan Tanaman - 1.432 4 Gondang Blok A
1 Maret 2011 Peninjauan Lapang 2 44.805 4 Kedung Pane Blok A, B, dan
2 Maret 2011 Pelaporan kegiatan pengamatan - - 1 C
Presentasi supplier pupuk boron - - 2 Kantor Tanaman
4 Maret 2011 Pengamatan Pertumbuhan Tebu - 7.635 4 Sus (Balai Pertemuan)
9 Maret 2011 Peninjauan Lapang kebun KMB - 16.85 3 Ngasinan dan Gondang D
10 Maret 2011 Peninjauan Lapang kebun KMA - 49.5 6 Wonosari
16 Maret 2011 Peninjauan Pekerjaan Kebun 1 49.5 4.5 Sukomangli
19 Maret 2011 Pengamatan Aspek Khusus - 7.635 4.5 Sukomangli
21 Maret 2011 Peninjauan Penyulaman Bibit Rayungan - 2.448 1 Ngasinan dan Gondang D
Peninjauan Penyiraman Bibit Sulaman 2 13.170 2 Ngasinan
25 Maret 2011 Pengamatan Aspek Khusus - 10 4.5 Bumi Ayu
79
Lampiran 3. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Pendamping Sinder di Kebun PG Cepiring, PT. Industri Gula Nusantara,
Kedal (Lanjutan)
Prestasi Kerja Penulis
Jml
Uraian Mandor Luas Areal Lama
Tanggal Lokasi
Kegiatan yang yang Diawasi Kegiatan
Diawasi (ha) (jam)
(orang)
26 Maret 2011 Pengamatan Aspek Khusus - 1.432 4.5 Pidodo A
29 Maret 2011 Taksasi Maret - 25 4.5 Gondang A
1 April 2011 Pengamatan Aspek Khusus - 2.448 2 Pidodo
2 April 2011 Pengamatan Aspek Khusus - 1.432 3 Ngasinan
4 April 2011 Peninjauan Daya Tumbuh Sulaman - 2.448 2 Gondang A
5 April 2011 Peninjauan Kondisi Lapang - 20 4.5 Ngasinan
7 April 2011 Pengambilan Data Curah Hujan - - 4.5 Bergas
Dinas Pertanian, BPS, dan
8 Apeil 2011 Pengamatan Aspek Khusus - 10 4.5 Dinas Pengairan Kendal
9 April 2011 Pengamatan Aspek Khusus - 1.432 2 Pidodo A
12 April 2011 Diskusi Pembukaan Lahan Baru - - 1 Gondang A
14 April 2011 Supervisi Dosen - - 2 Kantor Tanaman
15 April 2011 Pengamatan Aspek Khusus - 2.448 4.5 SUS (Balai Pertemuan)
16 April 2011 Pengamatan Aspek Khusus - 1.432 3 Ngasinan
Pengecekan Pembumbunan - 13.170 1 Gondang D
20 April 2011 Pengamatan Aspek Khusus - 10 4.5 Bumi Ayu
21 April 2011 Pengamatan Aspek Khusus - 1.432 3 Pidodo A
Pengiriman Sampel Tanah - - 1 Gondang A
25 April 2011 Pengecekan Pembungaan dan Taksasi KMB - 30 8 Kantor Tanaman
Wonosari, Sumur, Margosari,
26 April 2011 Pengecekan Pembungaan dan Taksasi KMB - 28 8 Karangmanggis
Melatiharjo, Sukorejo,
28 April 2011 Taksasi kebun KMB Blora - 30 12 Pakisan, Kaliterong
29 April 2011 Taksasi kebun KMB Blora - 40 12 Blora
30 April 2011 Taksasi kebun KMB Blora - 42 12 Blora
1 Mei 2011 Taksasi kebun KMB Blora - 38 12 Blora
2 Mei 2011 Pengamatan Aspek Khusus - 9 5 Blora
5 Mei 2011 Pengamatan Aspek Khusus - 10 5 Gondang D dan Ngasinan
80
Lampiran 3. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Pendamping Sinder di Kebun PG Cepiring, PT. Industri Gula Nusantara,
Kedal (Lanjutan)
Prestasi Kerja Penulis
Jml
Uraian Mandor Luas Areal Lama
Tanggal Lokasi
Kegiatan yang yang Diawasi Kegiatan
Diawasi (ha) (jam)
(orang)
7 Mei 2011 Pengamatan Aspek Khusus - 1.432 5 Pidodo A
12 Mei 2011 Taksasi Produksi - 20.357 5 Gondang A
13 Mei 2011 Pengamatan Aspek Khusus - 5.187 5 Kedung Pane B
14 Mei 2011 Pengamatan Aspek Khusus - 2.448 5 Gondang D
18 Mei 2011 Pengamatan Aspek Khusus - 11. 432 5 Ngasinan
28 Mei 2011 Pengamatan Aspek Khusus - 7.635 5 Pidodo A dan Gondang A
31 Mei 2011 Pengamatan Aspek Khusus - 10 5 Ngasinan dan Gondang D
1 Juni 2011 Pengamatan Aspek Khusus - 1.432 5 Pidodo A
10 Juni 2011 Pengamatan Aspek Khusus - 5.187 3 Gondang A
11 Juni 2011 Pengamatan Aspek Khusus - 2.448 3 Gondang D
13 Juni 2011 Peninjauan Pertumbuhan Bibit Bagal - 0.733 5 Ngasinan
14 Juni 2011 Peninjauan Kebun KMB - 5 6 Gondang
Boja
81
Lampiran 4. Bobot Batang per Meter per Jenis Tebu Berdasarkan
Diameter Batang 5 Tahun Terakhir

Diameter (cm)
Jenis Tebu
2.0 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 Rata-rata
…….………………… kg/m…………………………
TRITON 0.34 0.35 0.37 0.38 0.41 0.42 0.38
BZ 148 0.31 0.34 0.36 0.37 0.39 0.41 0.36
BL - 0.37 0.39 0.42 0.45 0.47 0.42
PS 77-1553 0.35 0.49 0.51 0.54 0.57 0.30 0.46
PS 80-442 0.36 0.37 0.39 0.41 0.43 0.43 0.40
PS 82-2670 0.32 0.34 0.36 0.39 0.41 0.44 0.38
PS 82-3133 0.33 0.35 0.38 0.39 0.42 0.30 0.36
PS 92-3092 - 0.35 0.37 0.40 0.43 0.46 0.40
PS 851 0.36 0.38 0.39 0.42 0.43 0.45 0.40
PS 861 0.34 0.36 0.38 0.40 0.43 0.35 0.38
PS 862 - 0.37 0.38 0.40 0.42 0.44 0.40
PS 863 0.34 0.36 0.38 0.41 0.42 0.44 0.39
PS 864 - 0.36 0.38 0.48 0.51 0.53 0.45
PS 921 - 0.39 0.42 0.45 0.48 0.51 0.45
PS 951 - 0.42 0.43 0.45 0.46 0.50 0.45
PSCO 2364 - 0.37 0.40 0.42 0.45 0.47 0.42
PSJT 9433 - 0.42 0.43 0.45 0.46 0.50 0.45
Lain-lain 0.34 0.37 0.35 0.40 0.45 0.50 0.40
Rata-rata 0.34 0.37 0.39 0.42 0.44 0.44 0.41
Sumber : Bagian Litbang, PG Sragi
82
Lampiran 5. Data Curah Hujan dan Hari Hujan Tahun 2007-2009 di
Kabupaten Kendal

Tahun
2007 2008 2009
Bulan
Curah Hari Curah Hari Curah Hari
hujan hujan hujan hujan hujan hujan
Januari 162 8 483 17 428 19
Februari 238 11 804 23 557 20
Maret 230 10 235 14 146 9
April 237 9 191 10 187 9
Mei 91 6 127 8 197 13
Juni 81 6 35 3 131 6
Juli 10 1 0 0 38 2
Agustus 23 2 57 5 0 0
September 3 0 23 2 20 2
Oktober 52 9 193 12 68 5
November 110 15 234 14 144 9
Desember 237 17 420 19 217 11
Jumlah 1 473 83 2 802 127 2 131 105
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Kendal
83

Lampiran 6. Struktur Organisasi PG Cepiring PT Industri Gula Nusantara

Direktur
Utama

Direktur Direktur
Operasional Komersial

Kepala Pabrik Umum Logistik HRD IT Precurement Marketing Keuangan

Proses dan
Sipil Akuntan
Laboratorium

Teknik Lanskap Pajak

Electrical and
keamanan Ekspor Impor
Powerplan

Tanaman
84

Lampiran 7. Struktur Organisasi Bagian Tanaman PG Cepiring, PT Industri Gula Nusantara.

Direktur
Utama

Direktur
Operasional

Kepala
Pabrik

Manager
Tanaman

Supervisor Supervisor Supervisor


TU Tebu TR

L. TU & L. TR L. TR
Administrasi Rakyat Kemitraan

Anda mungkin juga menyukai