Namun demikian barangkali saja masih banyak yang belum tahu, tanaman ini dulunya justru
dianggap sebagai representasi kaum laki-laki. Setidaknya jika menyimak pada pemberian
istilah atau penamaan tanaman ini. Kasat mata bahasa yang dikenakan memiliki artikulasi
maskulin daripada feminim.
Merujuk Ayub S Parnata dalam Panduan Budi Daya dan Perawatan Anggrek (2007), konon,
pada zaman dahulu di Yunani, anggrek biasa diidentikkan dengan keberadaan kaum pria,
baik itu terkait warna dan bentuknya. Anggrek jadi representasi yang melambangkan
kesuburan dan kejantanan. Bahkan di sana juga ditemui mitos, jika mengonsumsi anggrek
muda maka seorang bisa memilki anak laki-laki, dan jika mengonsumsi anggrek tua
melahirkan anak perempuan.
Indonesia memiliki mitos lainnya. Sebutlah misalnya anggrek kalajengking atau yang dikenal
dengan nama ilmiah Arachnis flos-aeris. Berbentuk menyerupai kalajengking atau
ketonggeng, bunga ini pertama kali ditemukan Schlechter di Minahasa pada 1911. Berada di
daerah berketinggian 800—1.000 meter, bunga ini dipercayai membawa sugesti buruk bagi
yang menanamnya. Konon, siapapun yang menanam anggrek jenis ini biasanya akan
memengalami kesusahan hidup, seperti sering terserang penyakit, rumah tangga tak
harmonis, dan lainnya.
Tentu salah jika di sini kita bermaksud bergerak lebih jauh mendedah kebenaran mitos dan
sejarah terkontruksinya mitos anggrek sebagai simbol kaum laki-laki. Pun mendedah
kebenaran dan makna mitos anggrek kalajengking, juga bakalan berujung kesia-sian.
Pasalnya mitos sering memiliki logika pemahaman tersendiri, yang seringkali tidak mudah
dipahami oleh rasionalitas modern.
Ketimbang bicara soal mitos anggrek, di sini tentu akan menjadi bermakna penting sekiranya
kita bergerak lebih jauh untuk mengenali kekayaan dan keanekaragaman hayati di sekitar
kita. Ya, sekalipun luas wilayah Indonesia hanya sekitar 1,3% dari luas bumi, Indonesia
memiliki tingkat keberagaman kehidupan yang sangat tinggi.
Sementara, bicara anggrek lndonesia dikenal sebagai salah satu pusat keragaman anggrek di
dunia. Petatah-petitih Melayu, “tak kenal maka tak sayang”, tampaknya masih relevan
sebagai alasan menulis soal keragaman spesies anggrek Indonesia.
1. Tanaman yang akan distek harus dicari yang pertumbuhannya subur. Sebaiknya
tanaman dipilih yang banyak daunnya dan yang dalam keadaan sehat dari bawah
sampai ke atas.
2. Tanaman anggrek yang tingginya lebih kurang 2 meter, dipotong sekitar 1 meter,
dengan persyaratan bagian yang atas telah keluar akarnya paling tidak satu akar. Pada
waktu memotong stek, dapat digunakan pisau atau gunting stek yang bersih.
3. Bagian atas yang telah dipotong dapat langsung ditanam pada tempat penanaman.
4. Bagian bawah dari potongan tadi jangan dibuang, jika diberi pupuk yang baik akan
tumbuh tunas-tunas baru.
5. Dari percabangan baru tadi, jika sudah keluar akar, dapat dipotong lagi sehingga
dihasilkan tunas-tunas baru.
6. Bagian bawah dari potongan tadi, jika kita rajin merawatnya, akan muncul tunas-
tunas baru dan seterusnya.
Anggrek yang berdaun lebar seperti dendrobium, cattleya, phalaenopsis dapat diperbanyak
dengan dua cara, yaitu dengan membelah rumpun batangnya dan dengan cara stek tunas
berakar yang tumbuh di sekitar ujung batang. Kedua bahan perbanyakan tanaman tadi
langsung ditanam di dalam pot berisi media tanam.