KAJIAN PUSTAKA
3
4
1. Sluice Valves (Katup Pintu Air) merupakan jenis katup yang umumnya
digunakan untuk mengontrol aliran pada kecepatan aliran rendah serta sebagai
penutupan dan pembukaan arus. Jenis katup ini merupakan jenis katup yang
murah dan simpel. Namun, katup ini tidak mampu meminimalisir efek shedding
saat peningkatan maupun pengurangan aliran.
2. Butterfly Valve (Katup Kupu-kupu) merupakan jenis katup yang digunakan
sebagai perangkat penampung atau penyekat di saluran yang bertekanan. Jenis
katup ini memiliki koefesien kerugian yang relative rendah, tersedia dalam
ukuran yang besar, dan mampu bekerja pada head yang tinggi serta penutupan
oleh gravitasi dapat diatur.
3. Hollow Cone Valves (Howell-Bunger Valves) merupakan jenis katup yang
digunakan sebagai terminal pelepasan arus fluida pada bendungan. Dimana
5
katup jenis ini sangat efesien untuk menghilangkan energi, kontruksi yang
sederhana dengan biaya yang relative rendah. Dapat dioperasikan dengan
elektro-mekanis atau dengan hidrolika minyak. Koefesien debit yang baik,
tersedia dalam ukuran yang besar, dan sedikit penyumbatan arus pada terminal
tersebut. Namun disamping itu, seal pada lengan geser dapat bocor. Serta dapat
menjebak puing-puing namun kurang dari 4, 5 dan 6.
4. Hollow Jet Valve jenis katup ini sama halnya dengan Hollow Cone Valve
sebagai terminal pelepasan aliran. Keunggulan dari katup jenis ini adalah
penghilangan energi bisa diatur untuk dibuang ke sebuah basin (dengan sudut
tertentu). Namun kekurangan dari Hollow Jet Valve sendiri adalah kurangnya
efesiensi penghilangan energi (kurang dari 4), kofesien debit lebih rendah dari
4, biaya lebih besar, jalur fluida bisa tersumbat, dan inspeksi servis pada bagian
internal yang bergerak membutuhkan pembongkaran katup.
5. Needle Valves merupakan jenis katup yang digunakan sebagai terminal
pembuangan. Pada katup jenis ini memiliki keunggulan yaitu pembuangan
energi dapat digunakan sebagai tekanan in-line saat pembukaan katup.
6. Pressure Reducing Valves (Perforated Cylinder Type) merupakan jenis katup
yang digunakan untuk mengontrol tekanan pada pipa tertutup. Keunggulan
katup ini adalah dapat mengontrol tekanan tertutup, namun lubang-lubang pada
silinder dapat tersumbat oleh puing-puing kotoran, serta inspeksi dan
perawatan membutuhkan pembongkaran katup.
7. Sphere Valves (Rotary Valves) merupakan jenis valve yang digunakan sebagai
control penutupan aliran dalam tekanan yang tinggi. Jenis katup ini memiliki
kofesien kerugian yang rendah, penutupan sangatlah erat, dapat diproduksi
pada ukuran yang besar, mampu bekerja pada head yang tinggi, serta dapat
dipasok dengan segel perawatan. Namun biaya justru lebih besar dari 2 (Lewin,
2001).
6
Katup Fixed Cone (Gambar 2.2) atau juga dikenal dengan Hollow Cone atau
dengan nama merek dagang Howell-Bunger (hak cipta dari Rodney Hunt
Company), biasanya digunakan untuk mengatur aliran air dari sebuah saluran
keluar pada bendungan dengan head sedang hingga head tinggi. Hollow Cone Valve
merupakan katup silindris dengan lengan geser longitudinal yang menutupi bukaan
silinder pada ujung katup. Sebuah kerucut (biasanya 90°) dipasang melingkar
diujung struktur katup guna membubarkan aliran secara radial dari bukaan antara
bbadan katup dengan lengan geser (Gerbig, 2004). Berkembangnya aliran dan
semprotan berbentuk kerucut merupakan bentuk energi yang diminimalisir sebagai
aliran debit pada gambar 2.2.
Gambar 2.2 Hollow Cone Valve Discharge (Courtesy of Dr. BTA Sagar)
Hollow Cone Valve memiliki rekam jejak yang terbukti dan memberikan
aliran debit yang halus, bebas operasi getaran. Hollow Cone Valve dipilih dan
dipasang sesuai dengan rekomendasi produsen, bebas kavitasi, sangat ekonomis
dan membutuhkan lebih sedikit pemeliharaan dibandingkan dengan kotrol aliran
lainnya / katup pembuang energi. Hollow Cone sendiri merupakan katup pembuang
energi yang sangat baik karena memiliki jet yang sangat dispersive (FEMA, 2010).
Hollow Cone Valve pada awalnya digunakan untuk mengalirkan secara
radial bebas ke atmosfer yang membantu untuk menghilangkan energi air tersebut.
Namun, semprotan air yang dilepaskan, sering merusak lingkungan sekitar katup.
Untuk meminimalisir hal tersebut, tudung bisa digunakan untuk mengurangi energi
pada semprotan air tersebut. Tudung bisa menjadi komponen yang terpisah.
(Gambar 2.3) atau melekat pada katup (Gambar 2.4).
7
Gambar 2.3 Hollow Cone Valve with Separate Steel Lined Hood (Alder Dam, WA)
(Courtesy of Dr. BTA Sagar)
Gambar 2.4 Hollow Cone Valve with Attached Hood (Courtesy of Lee Gerbig)
Hollow Cone Valve tersedia pada manufaktur dengan ukuran 0,152 hingga
2,84 meter (6 - 112 inci) dan dirancang dengan ukuran head sedang hingga ukuran
head yang tinggi, 128 meter (420 feet) untuk katup yang besar, dan 428 meter (1400
feet) untuk katup yang lebih kecil. Hollow Cone Valve dibuat dalam bentuk
lingkaran untuk berpasangan dengan saluran melingkar dan pipa pesat (penstock),
biasanya menggunakan flange dengan tipe AWWA C207 (AWWA, 2013).
8
Hubungan antara zat cair dan permukaan benda padat adalah zat cair akan
memberikan tekanan pada setiap titik permukaan batas kedua benda tersebut. Jika
tekanan disebabkan oleh alat penekan, maka nilai tekanan diukur dengan tinggi
cairan yang memberi tekanan yang sama. Jika cairan dalam keadaan diam, maka
nilai tekanan di semua titik bidang horizontal adalah sama besar. (Soedradjat,
1983). Sehingga tekanan dapat dicari dengan rumus:
Dimana:
g : gravitasi (m/s2)
Zat cair yang mengalir melalui lubang berasal dari segalah arah. Ketika zat
cair melewati lubang pancaran air mengalami kontraksi, yang ditunjukkan adanya
pengucupan bentuk aliran. Kontraksi maksimum terjadi pada tampang disebelah
hilir lubang. Tampang kontaksi maksimum disebut vena kontrakta seperti Gambar
2.5.
Aliran zat cair yang melalui lubang akan menglami kehilangan energi
sehingga aliran akan lebih kecil dibanding aliran zat cair ideal yang ditunjukkan
oleh beberapa koefesien, yaitu koefesien kontraksi kecepatan dan debit.
Nilai kontraksi (Cc) merupakan luas penampang aliran dibagi dengan nilai
vena kontrakta (ac) dengan luas lubang (a), (Cc = ac/a). Koefesien kontraksi
tergantung pada tinggi energi, bentuk, dan ukuran lubang, dengan nilai rerata
sekitar Cc = 0,64.
Sedangkan koefisien kecepatan (Cv) dapat diperoleh dengan rumus:
kecepatan nyata vena kontrakta
Cv =
keceptan teoritis
Cv = Vc/V
Nilai koefesien kecepatan tergantung pada bentuk dari sisi lubang (bulat
atau tajam) serta tinggi energinya. Nilai rerata koefesien kecepatan (Cv) adalah
0,97. Untuk nilai koefesien debit (Cd) diperoleh dengan:
debit nyata kecepatan nyata x luas nyata tampang aliran
Cd = =
debit teoritis kecepatan teoritis x luas lubang
𝑉𝑐 ac
𝐶𝑑 = 𝑥
𝑉 a
𝐶𝑑 = 𝐶𝑣 𝑥𝐶𝑐
Nilai koefesien debittergantung pada nilai Cc dan nilai Cv yang nilai reratanya
sekitar 0,62.
2.7 Persamaan Debit Maksimum
Benda cair yang bergerak akan menimbulkan gaya geser akibat viskositas
serta turbelensi yang berlawanan arah dengan gerak tersebut. Salah satunya adalah
debit. Debit sendiri merupakan volume cairan yang melewati suatu penampang tiap
satuan waktu. (Soedradjat, 1983). Dimana debit dari katup dapat dihitung dengan
rumus:
Dimana:
Q : Debit (m3/s)
Westinghouse mengutip bahwa nilai Cd 0.85 untuk katup mereka. Sebuah studi
dengan diameter 25 meter yang dilakukan oleh Boving & Co, memberi nilai 0.83.
(Lewin, 2001).
Jika nilai gaya sama besar dengan nilai arah yang berlawanan, maka
kecepatan serta arah juga akan berubah. Hal ini sesuai dengan Hukum Newton.
Dimana besarnya gaya sama dengan perubahan momentum dari aliran air tersebut.
(Soedradjat, 1983). Sehingga jika pancaran yang mengenai suatu penghalang, maka
pancaran tersebut memiliki gaya FR terhadap penghalang tersebut. Seperti gambar
2.6.
Gambar 2.6 Gaya Pancar Mengenai Dinding Cembung (Maryono et al, 2001)
Dimana:
Energi elastik yang terdiri dari gelombang positif dan negatif akan terhenti
karena proses gesekan pada dinding pipa, akibat penutupan katup. Peristiwa ini
disebut sebagai pukulan air (Water Hammer) (Linsley et al, 1985)
E 1/2
c=( )
ρ
Dimana:
1
cp = c ( )
ED
1+E t
p
Dimana:
Ph = ρ. Cp. V
Karena adanya tekanan pukulan air dan tekanan statik, tekanan total (Pt)
pada katup segera setelah penutupan dapat diperoleh dengan persamaan Ph + p.
Dengan nilai tegangan tarikan keliling didalam dinding katup dapat dihitung
dnegan persamaan:
p. r
σ=
t
Dimana:
Pt : Tekanan total
Gambar 2.7 Gambar Gesekan Antar Muka Dua Benda (Blau, 2008)
13
ƒs = µs x Fn (Soedradjat, 1983)
Dimana:
Resultan gaya merupakan jumlah gaya-gaya dua atau lebih, yang bekerja
pada suatu sistem ataupun dalam garis kerja tertentu. Resultan gaya sendiri dibagi
menjadi 2 jenis diantaranya:
Resultan gaya searah merupakan gaya yang bekerja pada satu arah yang sama.
∑F = F1 + F2
Resultan gaya ini merupakan gaya yang bekerja dengan dua arah atau lebih yang
berbeda atau berlawanan.
∑F = F1 - F2
Dimana:
2.12 Poros
1. Poros Transmisi
Menerima beban puntir murni dan lentur. Daya dapat diteruskan melalui
kopling, sprocket rantai, atau roda gigi, dll.
2. Spindel
Jenis poros ini harus memiliki nilai deformasi yang minim serta proses
pembuatan yanvg harus dengan teliti.
3. Gandar
Gandar dapat menerima beban lentur, atau puntir. Niasanya aplikasinya pada
gandar kereta.
1. Daya Rencana
Daya dapat dibagi dengan efesiensi mekanis ɳ pada transmisi untuk
memperoleh gerak awal. Koreksi pada nilai gaya dapat diperoleh dengan
menggunakan faktor koreksi pada proses perencanaan. (Sularso dan Suga, 1987).
Maka untuk mencari daya rencana Pd (kW) dengan rumus:
Pd = ƒcP(kW)
Dimana:
1,2 – 2
Daya rata-rata
0,8 – 1,2
Daya maksimum
1 – 1,5
Daya normal
(T⁄1000)(2πn1⁄60)
Pd =
102
(Sularso dan Suga, 1987)
Sehingga,
Pd
T = 9,74 x 105
n1
(Sularso dan Suga, 1987)
Dimana:
T : Momen Puntir (kg.mm)
3. Tegangan Geser yang Diizinkan
Jika suatu diameter poros ds (mm) menerima beban momen rencana, maka
tegangan geser τ (kg/mm2) adalah
T 5,1T
τ= 3 = d 3
πd s
( 16s )
Menurut standar ASME, nilai tegangan geser sma dengan 40% dari batas
kelelahan tarik. Sedangkan batas kelelahan puntir sama dengan 18% dari kekuatan
tarik σB (kg/mm2).
Faktor keamanan diambil 5,6 untuk 18% bahan SF dan 6,0 untuk bahan S-
C dengan pengaruh masa dan baja paduan, faktor ini dinyatakan dengan Sƒ1. Untuk
memasukkan faktor pengaruh kekasaran permukaan, alur pasak, ataupun alur
bertangga perlu diambil faktor yang dinyatakan Sƒ2 dengan nilai sebesar 1,3 hingga
3,0. (Sularso dan Suga, 1987). Nilai τα dapat dicari dengan rumus:
16
Dimana:
Dimana:
T : Momen (kg.mm)
1. Gaya Tangensial
Untuk nilai gaya tengensial dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut dengan
T (kg.mm) dan ds (mm) adalah diameter maka gaya tangensial F (kg):
T
F=
(ds ⁄2)
18
2. Tegangan Geser
Menurut lambang pasak sesuai dengan Gambar 2.8, gaya geser yang bekerja
terhadapa permukaan datar b x l (mm2) oleh gaya F (kg) sehingga nilai τk
(kg/mm2) dapat dicari dengan persamaan:
F
τk =
bl
Gambar 2.8 Gaya Gesek Pada Pasak (Sularso dan Suga, 1987)
Nilai izin tegangan geser τkα (kg/mm2), dengan panjang pasak l1 (mm) yang
direncanakan dapat dihitung dengan:
𝐹
τkα ≥ 𝑏𝑙 (Sularso dan Suga, 1987)
1
Nilai tegangan geser yang diizinkan τkα (kg/mm2) adalah pembagian kekuatan tarik
σB dengan faktor keamanan Sƒk1 x Sƒk2, nilai Sƒk1 adalah 6, dan Sƒk2 adalah 1 – 1,5
pada beban perlahan, 1,5 – 3 jika beban tumbukkan ringan, dan 2 – 5 untuk
pembebanan tumbukkan berat.
F
P=
l x (t1 atau t 2 )
Dimana harga tekanan permukaan yang diizinkan Pα (kg) dapat dihitung dengan
persamaan:
F
Pα ≥
l x (t1 atau t 2 )
19
Nilai Pα adalah 8 (kg/mm2) pada poros diameter kecil, 10 (kg/mm2) poros diameter
besar, dan 4 – 5 (kg/mm2) poros putaran tinggi. Ketentuan perancangan pasak
sebaiknya lebarnya adalah 25%-35% terhadap diameter poros, dengan panajang
terhadap diameter poros antara 0,75 – 1,5ds). (Sularso dan Suga, 1987).
l : Kisar
d : Diameter efektif
β : Sudut kisar
Umumnya ulir memiliki bentuk penampang segi tiga sama kaki. Dimana,
jarak satu puncak ke puncak berikutnya dikenal sebagai istilah jarak bagi seperti
gambar 2.10.
sangat dianjurkan. (Sularso dan Suga, 1987). Gambar 2.11 menunjukkan jenis ulir
berdasarkan bentuk profil penampangnya.
4W 2W
d≤ √ atau d ≥ √
πσa x 0,64 σa
Nilai 𝜎𝑎 berdasarkan jenis material yang digunakan, yaitu tipe SS, SF, atau
SC. Nilai 6 – 8 untuk difinis tinggi, 8 – 10 untuk difinis biasa. Material baja liat
dengan kadar nilai karbon 0,2 – 0,3%, tegangan izinnya adalah 6 (kg/mm2) untuk
tipe difinis tinggi, dan 4,8 (kg/mm2) untuk tipe difinis biasa.
2.14.2 Tekanan Permukaan Ulir
Untuk h (mm), seperti Gambar 2.12, banyaknya lilitan ulir dinyatakan z, d2
untuk diameter efektif luar, dan W (kg) sebagai gaya tarik yang bekerja maka untuk
mencari nilai tekanan permukaan ulir dengan persamaan sebagai berikut:
𝑊
𝑞= ≤ 𝑞𝑎
𝜋𝑑2 ℎ𝑧
Tabel 2.4 Tekanan Permukaan yang Diizinkan Pada Ulir (Sularso dan Suga, 1987)
Bahan Tekanan permukaan yang diizinkan 𝑞𝑎 (kg/mm2)
Ulir luar Ulir dalam Untuk pengikat Untuk penggerak
Baja liat Perunggu atau baja liat 3 1
Baja solid Perunggu atau baja liat 4 1,3
Baja solid Besi cor 1,5 0,5
Gambar 2.13 Gaya Geseran Pada Ulir (Sularso dan Suga, 1987)
Besar tegangan geser ini, τb (kg/mm2) Dapat dicari dengan persamaan berikut:
𝑊
𝜏𝑏 =
𝜋𝑑1 𝑘𝑝𝑧
Tebal ulir mur dinyatakan j.p sihingga tengan gesernya diperoleh:
𝑊
𝜏𝑏 =
𝜋𝐷𝑗𝑝𝑧
Hyperboloid
Hipoid (l)
Permukaan silang
25
Selain transmisi sbuk dan rantai juga bisa berperan untuk meneruskan daya.
Hanya transmisi roda lebih unggul dalam meneruskan daya dengan kontruksi yang
ringkas, mampu putaran tinggi dan presisi. Pada gambar 2.14 adalah contoh macam
roda gigi.
Gambar 2.14 Macam – macam Roda Gigi (Sularso dan Suga, 1987)
Gambar 2.14 Bagian – bagian Roda Gigi (Sularso dan Suga, 1987)
Dimana untuk mencari nilai modul dapat dicari dengan menggunakan rumus:
d
m=
z
Dengan d (mm) adalah diameter jarak bagi, serta z adalah jumlah gigi.
26
Gambar 2.16 Macam – macam Kopling Tetap (Sularso dan Suga, 1987)
Dimana:
τsa : Nilai tegangan geser poros (kg/mm2)
σB : Nilai kekuatan tarik (kg/mm2)
Sƒ : Nilai faktor keamanan
Untuk menghitung diameter poros dapat menggunakan persamaan:
1
5,1 3
𝑑𝑠 = [ 𝜏𝑎
𝐾𝑡 𝐶𝑏 𝑇𝑚 ] (Sularso dan Suga, 1987)
Dimana:
ds : Besarnya diameter poros (mm)
τsα : Nilai teganga geser poros (kg/mm2)
Tm : Nilai gaya puntir (kg.mm)
Kt : Faktor koreksi untuk puntiran
Tm : Faktor koreksi untuk lenturan
29
Pada perancangan kopling jenis flens ini juga mendapat gaya geser pada
baut, sehingga untuk menghitung gaya geser pada baut dapat menggunakan
persamaan:
8Tm
τb =
πd2r x ne x B
Dimana:
Τb : Gaya geser pada baut ((kg/mm2)
Tm : Momen puntir (kg.mm)
ne = n : Jumlah baut (pada table ukuran flens JIS B 1451 – 1962)
B : Diameter baut (mm)
Sehingga untuk menetukan besarnya tegangan geser minimum, bahan flens,
tegangan geser yang diperbolehkan pada flens, nilai tegangan geser pada flens,
diameter luar kopling, diameter poros, serta diameter baut dapat ditentukan dengan
pemilihan bahan material sesuai dengan kriteria perancangan.
2.17 Bantalan
Bantalan merupakan bagian dari rangkaian mesin yang berfungsi untuk
menopang poros yang menerima beban dinamis agar putaran bolak – balik dapat
diteruskan secara halus dan aman.
2.17.1 Klasifikasi Bantalan
Jenis bantalan dapat dikelompokkan sebagai berikut: