Anda di halaman 1dari 3

Manajemen Paduan Suara

Dasar-dasar menjadi Dirigen dan Pemahaman Musik Liturgi


Chrisentianus Abdi Saptomo

1. Ada perbedaan antara dirigen kor dengan dirigen umat.


a. Dirigen bersama kor memimpin dan mengajak umat untuk bernyanyi.
Dirigen bertugas membentuk, menyemangati, memimpin, dan mempersatukan kor. Di dalam
ibadat maupun ekaristi, dirigen (bersama kor) memimpin dan mengajak umat untuk bernyanyi.
Dirigen tidak hanya memimpin (dan menghadap) kor, tetapi juga menghadap ke umat (terutama
pada saat umat ikut bernyanyi). Dirigen sambil memberi aba, ikut bernyanyi lagu umat (dengan
diperkuat kor yang dia pimpin).
b. Dirigen bersama kor memandu menyanyikan jawaban umat dengan benar.
Di dalam buku Tata Perayaan Ekaristi, telah dituliskan dialog antara Imam dan Umat, baik
dibaca atau dinyanyikan. Ada beberapa jawaban Umat yang dinyanyikan kurang benar. Tugas
dirigen (bersama kor) mengajak umat untuk dapat bernyanyi dengan benar. Sebelum misa, ada
baiknya umat dilatih menyanyikan dengan benar lagu-lagu jawaban umat. Pada saat
ibadat/ekaristi berlangsung, dirigen harus memimpin umat menyanyikan jawaban, jika dirasa
umat perlu dipimpin, karena umat belum menyanyikan dengan baik. Menurut pemikiran saya,
buku TPE menjadi acuan di dalam ekaristi.

2. Ada beberapa pengertian di dalam Musik Liturgi


Musik profan antara lain: lagu nasional, lagu mars, tari, lagu daerah dan tradisional, lagu
hiburan, lagu pop dan lagu klasik barat. Musik sakral dalam arti sempit: musik liturgi/ibadat;
dalam arti luas: musik rohani.
Musik liturgi: lagu fungsional dalam ibadat (lagu vokal dan musik intrumental). diciptakan
khusus untuk main peranan dalam perayaan liturgi, merupakan bagian dari liturgi resmi
(mengiringi liturgi misal Pembukaan, mengiringi pertobatan misal Tuhan Kasihanilah kami),
syairnya diambil / diolah dari Kitab Suci atau teks liturgi, untuk dinyanyikan bersama (banyak
menggunakan sebutan “kami / kita”), khidmat / suci, berbobot (diutamakan karya
penyelamatan Allah); musik rohani: lagu fungsional dalam hidup kristiani, untuk pertemuan
rohani, misal saat rekoleksi, untuk gerakan karismatik, untuk renungan misalnya waktu retret,
untuk pelajaran PIA (pembinaan iman anak), untuk hiburan misalnya berupa kaset, untuk
pentas misalnya waktu Natal, untuk pertunjukan misalnya di layar TV. Musik rohani di sini
dimaksudkan sebagai musik non-liturgis, artinya yang diciptakan untuk keperluan di luar
ibadat. Ciri khas musik rohani ialah: syair berisi rohani (namun tidak perlu dari Kitab Suci atau
teks liturgi, syair lebih sering berpola individual (“aku”), sangat jarang berpola kolektif (“kita”,
“kami”), syair umumnya bertema ringan sesuai dengan penggunaan sebagai hiburan (namun
ada juga pengecualian), musik pun umumnya ringan dengan mementingkan “bungkusnya”/
aransemen dan iringan yang mengesan.
Kita sering menjumpai istilah klasik: proprium. Istilah proprium biasanya menunjuk
nyanyian-nyanyian dalam Perayaan Ekaristi yang selalu berganti-ganti menurut tema Ekaristi
atau bacaan-bacaan Ekaristi, yaitu nyanyian pembuka, nyanyian tanggapan / tanggapan sabda
(sekarang diganti dengan mazmur tanggapan), nyanyian persiapan persembahan dan nyanyian
komuni/penutup. Nyanyian-nyanyian tersebut senantiasa harus dipilih sesuai dengan tema
Perayaan Ekaristi. Proprium ini dibedakan dengan jelas dari apa yang biasa disebut
ordinarium yang menunjuk bagian-bagian misa yang tetap. (lebih lengkap dapat dibaca Karl-
Edmund Prier, SJ, Pedoman Umum Bagi para petugas Musik Liturgi, Pusat Musik Liturgi
(PML A-11) Yogyakarta, lihat juga E. Martasudjita, Pr., dan J. Kristanto, Pr., Musik dan
Nyanyian Liturgi, Panduan untuk Memahami dan Memilih Nyanyian Liturgi, Komisi Liturgi
Keuskupan Agung Semarang, Kanisius Yogyakarta).

3. Ada beberapa kebiasaan memberi aba-aba yang perlu diperbaiki.


a. Aba-aba pola 1, 2, 3, 4, 6, 9, 12, 16 sudah dimiliki sendiri.
Pola dasar adalah gerakan aba-aba yang dapat menggambarkan tanda birama lagu misalnya 3/4 ,
4/4, 6/8 dll. Untuk itu dirigen harus dapat membedakan dahulu macam-macam sukat.
i. Sukat sederhana / sukat biasa
  sukat biner, pembilangnya selalu 2
Misalnya : 2/2, 2/4, 2/8, 2/16, dll
2/2 PS 319, 324, 338, 349, 460 (pengenalan resitatif), MB 161, 167
2/4 PS 323, 325, 327, MB 166, 168
 Sukat terner, pembilangnya selalu angka 3
Misalnya: 3/2, 3/4, 3/8, 3/16, dll
3/2 MB 449
3/4 PS 423, 425, 442, MB 288, 296
ii. Sukat susun (pembilangnya merupakan kelipatan dari biner atau terner, misalnya:
o 4/4, 4/8 , 4/16, 6/4, 6/8, 9/4 , 9/8
4/4 PS 320, 321, 322, MB 298, 300
6/4 PS 452, 529, 544, MB 331, 343
6/8 PS 449, 458, 473, MB 204
b. Aba-aba pola 5, 7, 8 (Sukat campuran, pembilangnya bukan termasuk kelipatan
terner atau biner, melainkan pertambahan dari keduanya, atau bahkan pertambahan
dari biner, terner atau susun)
5/1, 5/4 , 5/8, 7/2, 7/16
2/4 dan 3/4 PS 331, 440, 594
2/4 dan 4/4 PS 337, 591
3/4 dan 4/4 PS 532, 714
2/2 dan 3/2 PS 549/MB 498
3/2, 2/2, dan ½ PS 646
3/4 dan 2/4, dan 4/4 PS 367
5/4 (3/4 + 2/4) PS 511
4/4 dan 6/4 PS 637
6/8 dan 4/4 PS 527
6/8 dan 9/8 PS 676

c. Ketukan/pukulan, di atas atau di bawah?


d. Lagu pola irama 3/2 diberi aba-aba 4/4? Contoh MB 449
Lagu pola irama 2/2, 3/2 diberi aba-aba 4/4? Contoh PS 549/MB 498
e. Fungsi tangan menutup (dengan 2 jari bertemu membuat lingkaran) menjelang akhir
lagu, kapan digunakan (hanya untuk lagu berbait, atau semua lagu?)
f. Menutup lagu dengan menggunakan aba-aba mula?

4. Memimpin nyanyi lagu berirama bebas/resitatif/Gregorian.


Lagu-lagu berirama bebas / resitatif / gregorian memerlukan aba-aba dirigen yang berbeda
dengan aba-aba lagu yang memiliki tanda sukat/garis birama. Lagu-lagu tanpa sukat,
dinyanyikan seperti orang berbicara, atau orang berbicara yang dinyanyikan. Dengan demikian
aba-aba yang diperlukan adalah gerakan ketukan/pukulan dimana suku kata dalam kata, juga
kata dalam kalimat, memiliki tekanan. Jadi aba-aba diperlukan pada tekanan bahasa. Gerakan
aba-abanya adalah berupa gerakan tekanan ke bawah, kemudian dengan lembut melenting ke
atas. Gerakan tersebut tidak berupa gerakan lagu kuat/tegas, tetapi gerak legato, berupa gerakan
berputar ke kiri dan ke kanan. Gerakan berputar ke kiri untuk gerakan menuju puncak (arsis,
semakin cepat dan semakin keras), kemudian gerakan berputar ke kanan untuk gerakan terakhir
menuju ke tenang (tesis, semakin lambat&semakin lembut).
Dalam buku Puji Syukur maupun Madah Bakti (ataupun buku lagu lainnya, yang
mencantumkan lagu-lagu berirama bebas / resitatif / Gregorian), biasanya sudah ada bantuan
membaca (dan memberi aba):
 satu nada tanpa garis di atasnya: bertekanan, panjang
 satu nada dengan garis di atasnya: tidak bertekanan, pendek
 dua/tiga/lebih nada dengan garis di atasnya: nada pertama bertekanan, nada berikutnya
tidak bertekanan, pendek
 dua/tiga/lebih nada dengan garis di atasnya, dan ada nada yang bertitik: nada yang
dilanjutkan dengan tanda titik dinyanyikan lebih panjang
 dua/tiga nada dengan garis di atasnya, di atas garis ada tanda seperti huruf w (melisma):
nada yang pertama bertekanan, dan dinyanyikan lebih panjang
Penjelasan cukup lengkap tentang lagu-lagu berirama bebas / resitatif / Gregorian, dapat dilihat:
a. Resitatif: PS 460 (penjelasan lihat buku Mazmur Tanggapan hlm. xiii-xvi)
b. Gregorian: PS 708, 709, 501, 499/498, 340, 339 (penjelasan lihat PS hlm. xix,
xxiii-xxv), atau Madah Bakti 103, 104, 142, 143, Madah Bakti lama 567 dst.

5. Menyanyikan lagu inkulturasi


Tahap inkulturasi yang paling dasar adalah kemauan untuk mencoba sebuah lagu dengan “gaya”
daerah setempat, atau daerah lain. Langkah berikutnya adalah digunakannya alat music
tradisional untk mengiringi nyanyian bergaya daerah terebut, misalnya gitar, suling, tifa, gong,
gendang, kulintang, angklung, gondang, gamelan, dan lain-lain. Tahap inkulturasi yang ke tiga,
adanya tarian yang diiringi lagu inkulturasi. Untuk tahap ini diperlukan pakar kebudayaan yang
dapat menjelaskan arti yang diungkapkan dalam gerakan tari tersebut, jadi tidak sekedar
tempelan tarian. Gerak tari hendaknya diolah secara kreatif menjadi tari ibadat, sesuai dengan
tujuan tari pembuka, perarakan Kitab Suci, perarakan persembahan, atau sebagai madah syukur
sesudah komuni.

6. Mengadakan misa inkulturasi


Di berbagai paroki, telah berkembang pelaksanaan misa inkulturasi, maupun misa inovasi,
biasanya dilaksanakan pada hari-hari khusus, misalanya Natal, Paskah, atau hari Paroki.
Berbagai jenis misa inkulturasi yang dapat dilaksanakan, misalnya Misa gamelan (Jawa), misa
angklung, misa kulintang, misa keroncong, misa inkulturasi Kalimantan, misa inkulturasi
Sumba, misa inkulturasi Flores, misa inkulturasi Mentawai, misa inkulturasi Nias, misa
inkulturasi Batak, dan lain-lain (misa Bahasa Inggris, misa bahasa Latin?). Dalam misa
inkulturasi tersebut, terasa semakin dijiwai jika pelaksananya juga berasal dari daerah mereka,
dengan semua petugas mengenakan pakaian daerah mereka, dengan imam yang memimpin misa
juga putera daerah, dan sebagian doa (:doa umat) menggunakan bahasa daerah.

Latihan:
Latih juga: Adoro Te, Mari Kita Pergi, Marilah Umat Allah, Satukanlah Dengan Kurban
Yesus, Terima Kasih Kami Lambungkan, Tuhan Yesus Kau Hadir Kini.
Soropadan 31/7/2018
Chrisentianus Abdi Saptomo
08157925504
chrisabdisaptomo@yahoo.com

Anda mungkin juga menyukai