Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Campak adalah penyakit yang disebabkan oleh virus campak dan sangat

mudah menular, dapat menular lewat batuk dan bersin. Demam yang tinggi,

batuk dan atau pilek dan atau mata merah, dan rash (bercak merah pada

kulit), merupakan gejala penyakit campak.1,2,3 Tanda khas ruam merah di

kulit muncul pada hari ke tiga sampai hari ke tujuh setelah demam ; diawali

dari muka, lalu menyeluruh, berlangsung selama 4 - 7 hari, dan kadang juga

berakhir dengan pengelupasan kulit yang berwarna kecokelatan.3

Lebih dari 562.000 anak per tahun meninggal di seluruh dunia pada

tahun 2000, karena komplikasi penyakit campak. Melalui pemberian

imunisasi campak dan upaya-upaya lain yang telah dilakukan, sehingga pada

tahun 2014 kematian oleh karena campak menurun menjadi 115.000 per

tahun, dan diperkirakan 314 anak per hari atau 13 kematian setiap jamnya.4

Di Indonesia, tahun 2014 tercatat 12.943 kasus campak, (IR campak :

5,1 per 100.000 penduduk), terjadi 8 kasus kematian disebabkan oleh campak

yang berasal dari Provinsi Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Jambi, dan

Kalimantan Timur, (CFR campak : 0,06 %).5 Tahun 2015 tercatat 8.185 kasus

campak (IR campak : 3,2 per 100.000 penduduk), terjadi 1 kasus kematian

disebabkan oleh campak berasal dari Provinsi Jambi (CFR campak : 0,01 %).6

Tahun 2016 tercatat 12.681 kasus campak (IR campak : 5,0 per 100.000

1
penduduk), terjadi 1 kasus kematian karena campak yang berasal dari

Provinsi Jawa Barat, (CFR campak : 0,01 %).7 Tahun 2017 tercatat 14.640

kasus campak (IR campak : 5,6 per 100.000 penduduk), terjadi 14 kasus

kematian disebabkan oleh campak yang berasal dari Provinsi Bali dan

Lampung (CFR campak : 0,09 %).8 Tahun 2018 tercatat 8.429 kasus campak

(IR campak : 3,2 per 100.000 penduduk), tidak ada kematian oleh campak

(CFR campak : 0 %).9

Melalui kegiatan surveilans dilaporkan lebih dari 11.000 kasus suspect

campak setiap tahunnya, dan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium

menunjukkan 12 – 39 % diantaranya adalah campak pasti (lab confirmed),

dan 16 – 43 % adalah rubella pasti. Sejak tahun 2010 sampai 2015, perkiraan

kasus campak sebanyak 23.164 kasus, dan kasus rubella sebanyak 30.463

kasus. Jumlah kasus ini diperkirakan masih lebih rendah dibanding angka

sebenarnya di lapangan, mengingat masih banyaknya kasus yang tidak

terlaporkan, terutama dari pelayanan kesehatan swasta serta kelengkapan

laporan surveilans yang masih rendah.10

Di Jawa Timur kejadian kasus campak lima tahun terakhir mengalami

fluktuatif, dari tahun 2014 sebanyak 725 kasus campak (IR campak : 1,9 per

100.000 penduduk),11 terjadi peningkatan kasus campak pada tahun 2015

sebanyak 2.268 kasus campak (IR campak : 5,8 per 100.000 penduduk),12 dan

tahun 2016 sebanyak 3.765 kasus campak (IR campak : 9,6 per 100.000

penduduk),13 tahun 2017 kasus campak masih tinggi, tetapi sudah mengalami

penurunan dari tahun 2016 yaitu sebanyak 3.547 kasus campak (IR campak :

2
9,0 per 100.000 penduduk),8 dan tahun 2018 mengalami penurunan yaitu

sebanyak 401 kasus campak (IR campak : 1,0 per 100.000 penduduk).9

Campak merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi

(PD3I), untuk menilai dampak imunisasi terhadap pencapaian strategi

regional diperlukan surveilans campak yang adekuat dan dapat memberikan

arahan kepada program secara efektif dan efisien. Dengan dilakukan upaya

tersebut, diharapkan angka kematian campak menurun sehingga upaya

program dan jumlah wilayah endemis campak juga berkurang. Dengan

demikian program pemberantasan campak mulai diarahkan ke tahap eliminasi

dengan penguatan strategi imunisasi dan surveilnas campak berbasis kasus

individu / Case Based Measles Surveillance (CBMS).14

Program CBMS yaitu setiap kasus campak klinis dicatat secara

individual (case line listed) dan konfirmasi laboratorium dengan pemeriksaan

serologis / Imunoglobulin (IgM).14 Program CBMS merupakan kegiatan

surveilans campak yang diintegrasikan dengan sistem kewaspadaan dini

terhadap kejadian luar biasa (SKD-KLB) terhadap kasus campak. Hal ini

berfungsi untuk memprediksi kejadian luar biasa (KLB) dengan memantau

kecenderungan kenaikan atau peningkatan kasus campak. Selain dari pada itu

program CBMS juga mengharuskan setiap kasus campak yang terlaporkan

pada form C1 harus dilakukan PE penyelidikan epidemiologi (PE) untuk

mencari kasus tambahan.14

Berdasarkan data hasil capaian program CBMS di Dinas Kesehatan

Kota Kediri, tahun 2014 sebanyak 26 kasus suspect campak, dilakukan

3
pemeriksaan serum sebanyak 14 kasus (53,85 %), dan konfirmasi

laboratorium sebanyak 10 kasus (71,43 %) positif campak (IR campak : 0,04

per 100.000 penduduk), 1 kasus (7,14 %) positif rubella (IR rubella : 0,004

per 100.000 penduduk), dan 3 kasus negatif campak maupun rubella (21,42

%).15 Tahun 2015 sebanyak 43 kasus suspect campak, dilakukan pemeriksaan

serum sebanyak 19 kasus (44,19 %), dan konfirmasi laboratorium tidak

ditemukan kasus (0 %) positif campak (IR campak : 0 per 100.000

penduduk), 9 kasus (47,37 %) positif rubella (IR rubella : 0,003 per 100.000

penduduk), dan 10 kasus (52,63 %) negatif campak maupun rubella.16 Tahun

2016 sebanyak 33 kasus suspect campak, dilakukan pemeriksaan serum

sebanyak 12 kasus (36,36 %) CBMS, dan konfirmasi laboratorium sebanyak

7 kasus (58,33 %) positif campak (IR campak : 0,003 per 100.000 penduduk),

tidak ditemukan kasus (0 %) positif rubella (IR rubella : 0 per 100.000

penduduk), dan 5 kasus (41,67 %) negatif campak maupun rubella.17 Tahun

2017 sebanyak 191 kasus suspect campak, dilakukan pemeriksaan serum

sebanyak 88 kasus (46,07 %), dan konfirmasi laboratorium sebanyak 58

kasus (65,91 %) positif campak (IR campak : 0,20 per 100.000 penduduk), 14

kasus (15,91 %) positif rubella (IR rubella : 0,005 per 100.000 penduduk),

dan 16 kasus (18,18 %) negatif campak maupun rubella.18 Tahun 2018 terjadi

penurunan sebanyak 14 kasus suspect campak, dilakukan pemeriksaan serum

sebanyak 7 kasus (50 %), dan hasil pemeriksaan laboratorium semua kasus

(100 %) negatif campak maupun rubella.19 Hal ini disebabkan karena ada

kampanye imunisasi MR (measles, rubella) di tahun 2017.

4
Berdasarkan data laporan C1 rutin di Dinas Kesehatan Kota Kediri lima

tahun terakhir (tahun 2014 - 2018) di atas, capaian program CBMS (kasus

suspect campak yang diambil sampelnya) yaitu antara 36,35 % - 53,85 %,

hal ini masih jauh di bawah target yang seharusnya yaitu sebesar ≥ 80 %.

Dari semua kasus yang diperiksa serum dalam lima tahun terakhir (tahun

2014 - 2018) menunjukkan masih tingginya campak pasti secara laboratorium

yaitu antara 58,55 % - 71,43 %, terjadi peningkatan kasus campak pasti

secara laboratorium yang cukup signifikan pada tahun 2017 yaitu sebanyak

58 kasus campak pasti secara laboratorium dari tahun sebelumnya yaitu tahun

2016 sebanyak 7 kasus campak pasti secara laboratorium.

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan unit pelaksana

teknis dinas (UPTD) yang mempunyai tugas melaksanakan kebijakan

kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah

kerjanya dan berfungsi menyelenggarakan Upaya Kesehatan Masyarakat

(UKM) dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) tingkat pertama di wilayah

kerjanya.20

Puskesmas dalam pelaksanaannya memerlukan dukungan sumber daya

yang memadai baik dalam jenis, jumlah maupun fungsi dan kompetensinya

sesuai standar yang ditetapkan, dan tersedia tepat waktu pada saat akan

digunakan. Dalam kondisi ketersediaan sumber daya yang terbatas, maka

sumber daya yang tersedia dikelola dengan sebaik-baiknya, dapat tersedia

saat akan digunakan sehingga tidak menghambat jalannya pelayanan yang

akan dilaksanakan.21

5
Manajemen sumber daya dan mutu merupakan satu kesatuan sistem

pengelolaan Puskesmas yang tidak terpisah satu dengan lainnya, yang harus

dikuasai sepenuhnya oleh Puskesmas di bawah kepemimpinan kepala

Puskesmas, dalam upaya mewujudkan kinerja Puskesmas yang bermutu,

mendukung tercapainya sasaran dan tujuan penyelenggaraan upaya kesehatan

di Puskesmas, agar dapat mengatasi masalah-masalah kesehatan yang

dihadapi masyarakat di wilayah kerjanya. Manajemen Puskesmas akan

mengintegrasikan seluruh manajemen yang ada (sumber daya, program,

pemberdayaan masyarakat, sistem informasi Puskesmas, dan mutu) di dalam

menyelesaikan masalah prioritas kesehatan di wilayah kerjanya.21

Kota Kediri terdapat 9 Puskesmas induk, setiap Puskesmas terdapat

seorang petugas surveilans epidemiologi yang bertanggung jawab terhadap

semua peristiwa yang terkait dengan penyakit tidak menular maupun penyakit

menular termasuk penyakit campak di wilayah kerjanya. Selain itu petugas

surveilans epidemiologi juga dituntut untuk mampu melakukan suatu

kegiatan manajemen, salah satunya adalah manajemen program CBMS yaitu

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan penilaian, sehingga

program CBMS dapat terlaksana sesuai standar, efektif dan efisien.

Puskesmas berperan sangat penting dalam program CBMS, karena

setiap kasus suspect campak yang terlaporkan dari Puskesmas, Rumah Sakit,

dan fasilitas pelayanan kesehatan lain dilaporkan ke Dinas Kesehatan,

kemudian dilaporkan ke Puskesmas lokasi kasus untuk dilakukan

pengambilan sampel dan dilakukan penyelidikan epidemiologi (PE) untuk

6
mencari kasus tambahan. Setelah sampel didapatkan kemudian sesegera

mungkin dikirim ke Dinas Kesehatan untuk dikirim ke Balai Besar

Laboratorium Kesehatan (BBLK) Surabaya.

Berbagai upaya dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Kediri untuk

meningkatkan cakupan program CBMS di Puskesmas, diantaranya adalah

pembinaan terhadap penanggung jawab program surveilans epidemiologi

(SE) Puskesmas dilakukan melalui pertemuan rutin dengan tiap satu bulan

sekali. Pada pertemuan rutin tersebut diberikan umpan balik pencapaian

program CBMS, serta absensi ketepatan dan kelengkapan laporan C1 rutin

dan KLB. Pembinaan juga dilakukan melalui penyegaran dengan

mengadakan pelatihan yang berkaitan dengan surveilans epidemiologi serta

berbagai permasalahan yang berkaitan dengan penyakit menular, supervisi ke

Puskesmas, serta membuat grup WA (WhatsApp Messenger) untuk bertukar

informasi tentang program CBMS. Evaluasi juga dilakukan pada awal tahun

dalam bentuk pertemuan tahunan perencanaan dan evaluasi pencapaian

program surveilans epidemiologi (SE), yaitu dengan memberikan umpan

balik capaian program, serta perencanaan program yang akan dilaksanakan,

termasuk program CBMS, serta menginventaris permasalahan dan

pemecahan bersama untuk meningkatkan capaian cakupan program CBMS.

Meskipun pembinaan dan evaluasi capaian program CBMS telah

dilakukan secara rutin, terus menerus dan berkesinambungan, tetapi hasil

pencapaian program CBMS masih rendah, diduga karena kurang optimalnya

fungsi manajemen program CBMS dalam pengendalian campak di

7
Puskesmas Kota Kediri. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, seperti ; belum

adanya perencanaan ketepatan dan kelengkapan laporan, sehingga kasus

suspect campak terlambat dilaporkan dan periode pengambilan sampel juga

terlewat. Suspect campak hanya diobservasi dan dilakukan pengambilan

darah, akan tetapi hanya dilakukan pemeriksaan darah lengkap di Puskesmas

karena keterbatasan anggaran dari Dinas Kesehatan untuk pengiriman sampel

ke BBLK Surabaya, anggaran dana di Puskesmas hanya untuk penyelidikan

epidemiologi. Belum adanya tim pelaksana program CBMS di Puskesmas

sehingga jika ada kasus suspect campak terlambat bergerak karena harus

mencari partner untuk turun ke lapangan. Keadaan ini tidak bisa mendapatkan

kasus campak pasti secara laboratorium, dan berpotensi menjadi kejadian luar

biasa (KLB) campak yang lebih luas dan lebih sulit untuk ditanggulangi.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka diperlukan kajian untuk

mengetahui bagaimanakah aspek fungsi manajemen program surveilans

campak berbasis kasus individu / Case Based Measles Surveilance (CBMS)

dalam pengendalian campak di Puskesmas Kota Kediri.

B. Perumusan Masalah

Masih adanya kasus kematian campak di Indonesia dengan Case

Fatality Rate (CFR) campak lima tahun terakhir antara 0,01 – 0,06 %, di

Jawa Timur angka kesakitan campak juga masih tinggi, dan Incidence Rate

campak lima tahun terakhir antara 1,9 – 9,6 per 100.000 penduduk, dengan

peningkatan kasus pada tahun 2015 dan 2016. Di Kota Kediri angka kejadian

8
kasus campak meningkat cukup signifikan pada tahun 2017 sebanyak 58

kasus campak yang dikonfirmasi laboratorium, dengan IR campak : 0,20 per

100.000 penduduk, dari sebelumnya tahun 2016 sebanyak 7 kasus campak

yang dikonfirmasi laboratorium, dengan campak : 0,003 per 100.000

penduduk.

Campak termasuk penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi

(PD3I), untuk menilai dampak imunisasi terhadap pencapaian strategi

regional diperlukan surveilans campak yang adekuat dan dapat memberikan

arahan kepada program secara efektif dan efisien. Dengan dilakukan upaya

tersebut, diharapkan angka kematian campak menurun sehingga upaya

program dan jumlah wilayah endemis campak juga berkurang. Dengan

demikian program pemberantasan campak mulai diarahkan ke tahap eliminasi

dengan penguatan strategi imunisasi dan surveilnas campak berbasis kasus

individu / Case Based Measles Surveillance (CBMS).

Masih rendahnya hasil capaian program CBMS lima tahun terakhir

(tahun 2014 - 2018) yaitu antara 36,35 % – 53,85 %, hal ini menunjukkan

bahwa suspect campak yang sudah dicatat dan dilaporkan pada laporan C1

belum semuanya dilakukan pengambilan dan pengiriman sampel untuk

dilakukan pemeriksaan laboratorium di BBLK Surabaya untuk memastikan

campak pasti secara laboratorium, diduga karena kurang optimalnya fungsi

manajemen program CBMS dalam pengendalian campak di Puskesmas Kota

Kediri.. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, seperti ; belum adanya

perencanaan ketepatan dan kelengkapan laporan, sehingga kasus suspect

9
campak terlambat dilaporkan dan periode pengambilan sampel juga terlewat.

Suspect campak hanya diobservasi dan dilakukan pengambilan darah, akan

tetapi hanya dilakukan pemeriksaan darah lengkap di Puskesmas karena

keterbatasan anggaran dari Dinas Kesehatan untuk pengiriman sampel ke

BBLK Surabaya, anggaran dana di Puskesmas hanya untuk penyelidikan

epidemiologi. Belum adanya tim pelaksana program CBMS di Puskesmas

sehingga jika ada kasus suspect campak terlambat bergerak karena harus

mencari partner untuk turun ke lapangan. Keadaan ini tidak bisa mendapatkan

kasus campak pasti secara laboratorium, dan berpotensi menjadi kejadian luar

biasa (KLB) campak yang lebih luas dan lebih sulit untuk ditanggulangi.

Belum optimalnya fungsi manajemen program CBMS dalam

pengendalian campak di Puskesmas Kota Kediri, maka rumusan yang

diajukan adalah sebagai berikut :

1. Masalah Umum

Bagaimanakah aspek fungsi manajemen program surveilans campak

berbasis kasus individu / Case Based Measles Surveillance (CBMS)

dalam pengendalian campak di Puskesmas Kota Kediri ?

2. Masalah Khusus

a. Bagaimanakah pemangku kebijakan dan penanggung jawab program

Puskesmas melakukan fungsi manajemen pada tahap perencanaan

program CBMS dalam pengendalian campak di Puskesmas Kota

Kediri ?

10
b. Bagaimanakah pemangku kebijakan dan penanggung jawab program

CBMS Puskesmas melakukan fungsi manajemen pada tahap

pengorganisasian program CBMS dalam pengendalian campak di

Puskesmas Kota Kediri ?

c. Bagaimanakah penanggung jawab program, dan Tim pelaksana

program CBMS Puskesmas melakukan fungsi manajemen pada

tahap pelaksanaan program CBMS dalam pengendalian campak di

Puskesmas Kota Kediri ?

d. Bagaimanakah pemangku kebijakan dan penanggung jawab program

CBMS Puskesmas melakukan fungsi manajemen pada tahap

penilaian program CBMS dalam pengendalian campak di

Puskesmas Kota Kediri ?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Menganalisis aspek fungsi manajemen program surveilans campak

berbasis kasus individu / Case Based Measles Surveillance (CBMS)

dalam pengendalian campak di Puskesmas Kota Kediri.

2. Tujuan Khusus

a. Menganalisis pelaksanaan fungsi manajemen pada tahap

perencanaan dilakukan oleh pemangku kebijakan dan penanggung

jawab program CBMS Puskesmas pada program CBMS dalam

pengendalian campak di Puskesmas Kota Kediri.

11
b. Menganalisis pelaksanaan fungsi manajemen pada tahap

pengorganisasian dilakukan oleh pemangku kebijakan dan

penanggung jawab program CBMS Puskesmas pada program CBMS

dalam pengendalian campak di Puskesmas Kota Kediri.

c. Menganalisis pelaksanaan fungsi manajemen pada tahap pelaksanaan

dilakukan oleh penanggung jawab program, dan Tim pelaksana

program CBMS Puskesmas pada program CBMS dalam

pengendalian campak di Puskesmas Kota Kediri.

d. Menganalisis pelaksanaan fungsi manajemen pada tahap penilaian

dilakukan oleh pemangku kebijakan dan penanggung jawab program

CBMS Puskesmas pada program CBMS dalam pengendalian

campak di Puskesmas Kota Kediri.

D. Manfaat Penelitiannya

1. Bagi Ilmu Pengetahuannya

Masukan tambahan yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan terkait

dengan manajemen program CBMS dalam pengendalian campak.

2. Bagi Institusi Kesehatan

Penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan referensi manajemen

program CBMS dalam pengendalian campak di Puskesmas Kota Kediri.

3. Bagi Pelaksana Program

Sebagai bahan masukan / tambahan informasi serta referensi manajemen

program CBMS dalam pengendalian campak di Puskesmas Kota Kediri.

12
4. Bagi Masyarakat

Memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang manajemen

program CBMS dalam pengendalian campak di Puskesmas Kota Kediri.

5. Bagi Penelitinya

Menambah pengetahuan dan wawasan dalam melakukan analisis

manajemen program CBMS dalam pengendalian campak di Puskesmas

Kota Kediri.

E. Keaslian Penelitiannya

Tabel 1.1 : Keaslian Penelitiannya

Desain Variabel. yang


No. Peneliti. Judul Penelitian. Hasil Penelitian.
Penelitian diteliti
1. Etty Sugiasih, Gambaran Deskriptif, Sistem Surveilans Ada perbedaan pada
2012 pelaksanaan content Campak kegiatan Surveilans,
surveilans campak analysis yaitu meliputi :
di Puskesmas Cepu pengumpulan data,
dan Tunjungan pengolahan dan
Kabupaten Blora penyajian data, analisis
Tahun 2012 dan interpretasi data,
penyebarluasan
informasi dan umpan
balik.

2. Hanifah Rizky Gambaran Deskriptif Angka kejadian Penderita campak tahun


Purwandini Epidemiologi Kasus Studi Seri kasus campak pada 2010 sebanyak 137
Sugiarto, Campak pada Kasus KLB (orang, orang, tahun 2011
sebanyak 93 orang, dan
2013 Kejadian Luar Biasa tempat, waktu)
tahun 2012 sebanyak 5
(KLB) Campak di orang.
Kabupaten Serang Penderita campak
Tahun 2010-2012 tertinggi pada kelompok
umur 0 – 4 tahun dengan
kebanyakan status tidak
diimunisasi, penderita
didominasi oleh jenis
kelamin perempuan.
Attact Rate tertinggi
pada perempuan, umur
0-4 tahun dan status
tidak diimunisasi,
Kasus campak terjadi
pada daerah dengan
kepadatan penduduk
yang tinggi.

13
3. Bilqis Elfira Penilaian Atribut Deskriptif Atribut surveilans Atribut kesederhanaan,
Maharani, Surveilans Campak campak tidak sederhana.
Arief Berdasarkan (kesederhanaan, Atribut fleksibilitas
Hargono, Persepsi Petugas fleksibilitas, CBMS, tidak fleksibel.
2014. Surveilans kualitas data, Fleksibilitas EWARS,
Puskesmas di akseptabilitas, sudah fleksibel.
Surabaya Sensitivitas, nilai Atribut kualitas data,
akseptabilitas data,
prediktif positif,
sensitivitas data, dan
kerepresentatifan
kerepresentatifan data,
ketepatan waktu rendah.
dan stabilitas) Atribut nilai prediktif
positif belum bisa
dihitung
Atribut ketepatan
waktu sudah sesuai.
Atribut stabilitas data,
tinggi.

4. Saleh Budi Gambaran Case Studi Pelaksanaan 109 kasus yang tercatat
Santoso, 2015 Base Measles Deskriptif program CBMS dalam CBMS,
Surveilance di dengan (Campak klinis 48 kasus (43,6 %)
Kabupaten Analisis yang diambil dan berhasil dikonfirmasi
Karawang Tahun Deskriptif diperiksa spesimen) laboratorium,
2014 24 kasus (48 %) positif
campak,
10 kasus (31 %) positif
rubella,
insiden komulatif kasus
campak sebesar 10
kasus / 1.000.000
penduduk,
discarded kasus
sebesar 4 /1.000.000
penduduk.
Distribusi kasus
campak positif pada
kelompok umur 1-4
tahun (45,8 %) dan
umur 5-9 tahun (37,5
%), kasus campak yang
tidak diimunisasi dan
tidak tahu status
imunisasinya adalah 70
%.

5. Irna Novianty, Gambaran Tren Epidemiologi Pelaksanaan CBMS Tahun 2013 sebanyak
Khilda Penyakit Campak di Deskriptif (Campak klinis 43 kasus (41,7 %) dari
fajriyati, Nur Puskesmas Wilayah yang diambil total 810 tersangka
annisa Fajri, Kerja Dinas spesimen), trend kasus campak.
Izza Suraya, Kesehatan Kota kasus campak Tahun 2014 sebanyak
2015 Tangerang Tahun 17 kasus (13,6 %) dari
2013 - 2015 total 561 tersangka
kasus campak.
Tahun 2015 sebanyak
14 kasus (8,2 %) dari
total 486 tersangka
kasus campak.
Terjadi penurunan
campak dalam kurun
waktu 2013 – 2015
sebesar 33,5 %

14
6. Nurul Pengembangan Action Basis data CBMS Masalah sistem
Kutsiyah, Basis Data Sistem Research, (input, proses, informasi surveilans
Chatarina Surveilans Campak pengembangan output) campak berbasis kasus
Umbul W., Berbasis Kasus atau basis data terdapat pada
Santi Martini, Case Based Measles sistem komponen input,
2016 Surveillance surveilans proses dan output.
(CBMS) di campak Informasi baru yang
dibutuhkan adalah
Kabupaten Sidoarjo
kecepatan penemuan
kasus, penderita di
rawat inap / tidak,
status imunisasi kasus,
status gizi kasus,
komplikasi yang
timbul, dan jumlah
populasi berisiko.
Basis data surveilans
campak cukup
bermanfaat dan mudah
dikerjakan oleh petugas
surveilans campak
Puskesmas di Wilayah
Kerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Sidoarjo.

7. Risma Dian Evaluasi Sistem Analisis Sistem Surveilans Komponen input data,
Anggraini, Surveilans Campak Deskriptif Campak dan proses kegiatan
Chatarina di Dinas Kesehatan banyak ditemukan
Umbul W., Kabupaten kekurangan pada
Bambang W. Bangkalan pelaksanaan sistem
K., surveilans campak
2016 terutama di Puskesmas.
Atribut surveilans, seperti
kualitas sensitivitas, dan
stabilitas rendah
disebabkan sebagian
petugas surveilans tidak
mampu melaksanakan
analisis dan pengolahan
karena belum
mendapatkan pelatihan.

Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah

sebagai berikut :

1. Tujuan penelitian ini menganalisis aspek fungsi manajemen, yaitu

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan penilaian program

surveilans campak berbasis kasus individu / Case Based Measles

Surveillance (CBMS) dalam pengendalian campak di Puskesmas Kota

Kediri. Sedangkan penelitian sebelumnya adalah pada gambaran, trend

penyakit campak, gambaran sistem surveilans campak, atribut surveilans

15
campak, pengembangan basis data surveilans campak, dan evaluasi

sistem surveilans campak.

2. Penelitian ini berupa penelitian kualitatif pada fungsi manajemen

program surveilans campak berbasis kasus individu / Case Based

Measles Surveillance (CBMS) dalam pengendalian campak di Puskesmas

Kota Kediri. Sedangkan penelitian sebelumnya adalah analisis deskriptif

dan action research pada kasus campak dan sistem surveilans campak.

3. Variabel penelitian ini adalah aspek fungsi manajemen, yaitu

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan penilaian pada program

surveilans campak berbasis kasus individu / Case Based Measles

Surveillance (CBMS) dalam pengendalian campak di Puskesmas Kota

Kediri. Sedangkan penelitian sebelumnya adalah sistem surveilans

(pengumpulan data, pengolahan dan penyajian data, analisis data,

interpretasi data, penyebarluasan informasi, dan umpan balik), gambaran

campak (orang, tempat, waktu), atribut surveilans campak

(kesederhanaan, fleksibilitas, kualitas data, akseptabilitas, sensitivitas,

nilai prediktif positif, kerepresentatifan, ketepatan waktu dan stabilitas),

pelaksanaan program CBMS (Campak klinis yang diambil dan diperiksa

spesimen), trend kasus campak, Basis data CBMS (input data, proses,

output), serta sistem surveilans campak.

4. Tempat penelitian ini yaitu di Puskesmas Kota Kediri.

16
F. Ruang Lingkup

1. Ruang Lingkup Waktunya

Penelitian dilakukan bulan Mei sampai dengan Agustus 2019, yang

diawali proses penyusunan proposal, bimbingan proposal, dan ujian

proposal dilakukan pada Desember 2018 sampai April 2019.

2. Ruang Lingkup Tempatnya

Penelitian dilakukan di Kota Kediri, di 8 Puskesmas pada wilayah Kerja

Dinas Kesehatan Kota Kediri. Yaitu Puskesmas Kota Wilayah Utara,

Puskesmas Kota Wilayah Selatan, Puskesmas Pesantren 1, Puskesmas

Pesantren 2, Puskesmas Perawatan Ngletih, Puskesmas Mrican,

Puskesmas Sukorame, dan Puskesmas Campurejo.

3. Ruang Lingkup Materinya

Dalam penelitian ini yang dibahas adalah analisis aspek fungsi

manajemen (perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan penilaian)

program surveilans campak berbasis kasus individu / Case Based

Measles Surveillance (CBMS) dalam pengendalian campak : studi di

Puskesmas Kota Kediri.

17

Anda mungkin juga menyukai