Anda di halaman 1dari 38

MALARIA

OLEH :
KELOMPOK I
DEWI WULANDARI
SAN MAULINA SIHALOHO
SUGIRI
MELA LIBERTY
YUDHI ATMAJAYA
MALARIA
Malaria merupakan penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yangmenyerang
eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah. penyakit menular ini
sangat dominan di daerah tropis dan sub-tropisatau kawasan tropika yang biasa namun apabila
diabaikan dapat menjadi penyakityang serius. Parasit penyebab malaria seperti malaria jenis
Plasmodium falciparummerupakan malaria tropika yang sering menyebabkan kematian. WHO
mencatat setiap tahunnya tidak kurang dari 1hingga 2 juta penduduk meninggal karena penyakit yang
disebarluaskan nyamukAnopheles. Penyakit malaria juga dapat diakibatkan karena perubahan
lingkungansekitar seperti adanya Pemanasan global yang terjadi saat ini mengakibatkanpenyebaran
penyakit parasitik yang ditularkan melalui nyamuk dan serangga lainnyasemakin mengganas.
Perubahan temperatur, kelembaban nisbi, dan curah hujanyang ekstrim mengakibatkan nyamuk lebih
sering bertelur sehingga vector sebagaipenular penyakit pun bertambah dan sebagai dampak muncul
berbagai penyakit,diantaranya demam berdarah dan malaria.
KASUS MALARIA DAN ANNUAL PARASITE INCIDENCE (API) DI
INDONESIA TAHUN 2010-2020

For more info: You can visit our sister projects:


SLIDESGO | BLOG | FAQs FREEPIK | FLATICON | STORYSET | WEPIK | VIDEVO
Situasi kasus malaria di Indonesia mengalami penurunan sejak tahun 2010
sampai 2020. Pada tahun 2010 kasus positif malaria di Indonesia mencapai
465,7 ribu, sementara pada 2020 kasus positif menurun menjadi 235,7 ribu.
Tak hanya itu, penurunan kasus malaria juga diikuti dengan penurunan
Annual Parasite Incidence (API) yang pada 2010 mencapai 1,96 dan 2020
PEMBAHASAN mencapai 0,87.
Plt Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kemenkes Dr.dr. Maxi
Rein Rondonuwu, DHSM, MARS mengatakan di Indonesia, dewasa ini
penanggulangan malaria menunjukkan perkembangan yang
menggembirakan. Tampak adanya kecenderungan penurunan yang bermakna
dari jumlah kasus positif malaria dan API (Annual Paracite Incidence) yang
dilaporkan tahun 2010-2020.
“Namun, penurunan ini cenderung stagnan di tahun 2014 sampai 2019. Akan
tetapi, secara keseluruhan terjadi penurunan kasus malaria di hampir seluruh
provinsi di Indonesia dari tahun 2015-2020,
01
Dari grafik diatas terlihat API sejak tahun 2009 sampai
dengan tahun 2020 sudah dapat dipertahankan di bawah
1/1000 penduduk. Namun demikian API tahun 2020 jika
dibandingkan tahun 2019 terdapat penurunan angka API dari
0.19/1000 penduduk menjadi 0.051/1000 penduduk pada
tahun 2020, kemudian naik di tahun 2021 menjadi 0.06/1000
penduduk
Kriteria KLB
Malaria
Kriteria KLB Malaria
dibedakan antara daerah
tahap pemberantasan, pre
eliminasi, eliminasi dan
pemeliharaan.
a. Kriteria KLB Malaria Pada Daerah
Tahap Pemberantasan dan
Preeliminasi Pada Desa atau
Kelurahan
1) Terjadi peningkatan jumlah penderita dalam sebulan sebanyak 2 kali
atau lebih dibandingkan dengan salah satu keadaan dibawah ini:
a) Jumlah penderita dalam sebulan pada bulan sebelumnya
b) Jumlah penderita dalam sebulan, pada bulan yang sama tahun
sebelumnya
atau
2) Terjadi peningkatan jumlah penderita malaria meninggal dalam
periode tertentu lebih dari 50 % dibanding keadaan sebelumnya dalam
periode yang sama

(pedoman P2P,2017)
b. Kriteria KLB Malaria Pada Daerah
Tahap Eliminasi Pada Desa atau
Kelurahan :
1) Terjadi peningkatan jumlah penderita malaria indigenous di suatu
wilayah 1) Jumlah penderita malaria indigenous di wilayah yang sama
dalam sebulan pada bulan sebelumnya
2) Jumlah penderita malaria indigenous di wilayah yang sama dalam
sebulan, pada bulan yang sama tahun sebelumnya tertentu dalam
sebulan sebanyak 2 kali atau lebih dibandingkan dengan salah satu
keadaan dibawah ini:
Atau
2) Terjadi peningkatan jumlah penderita malaria (indigenous dan atau
impor) meninggal dalam periode tertentu lebih dari 50 % dibanding
keadaan sebelumnya dalam periode yang sama.
3) Pada Daerah Pengendalian Malaria Tahap Pemeliharaan Terjadi KLB
malaria jika : ditemukan satu atau lebih penderita malaria indigenous
(termasuk penderita malaria introduce)
epidemiologi menurut Depkes RI (2003), merupakan suatu proses pengamatan terus
menerus dan sistematik terhadap terjadinya penyebaran penyakit serta kondisi yang
memperbesar risiko penularan dengan melakukan pengumpulan data, analisis, interpretasi
dan penyebaran interpretasi serta tindak lanjut perbaikan dan perubahan.
Sedangkan surveilans malaria menurut Depkes R.I (1998), adalah kegiatan terus menerus,
teratur dan sistimatis dalam pengumpulan, pengolahan, analisis, interpretasi data malaria
untuk menghasilkan informasi yang akurat yang dapat disebarluaskan dan digunakan
sebagai dasar untuk melaksanakan tindakan penanggulangan yang cepat dan tepat sesuai
dengan kondisi daerah setempat.
Tujuan surveilans dalam program pemberantasan malaria antara lain :
•Melakukan pengamatan dini (SKD) malaria di Puskesmas dan unit pelayanan kesehatan
lainnya dalam rangka mencegah kejadian luar biasa (KLB) malaria
•Menghasilkan informasi yang cepat dan akurat yang dapat disebarluaskan dan
dipergunakan sebagai dasar penanggulangan malaria yang cepat dan tepat yang
direncanakan sesuai dengan permasalahan.
•Penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) secara dini. d). Mengetahui trend penyakit dari
waktu ke waktu.
•Mendapatkan gambaran distribusi penyakit malaria menurut orang, tempat dan waktu.
Tujuan diatas kemudian dioperasionalkan dalam bentuk beberapa kebijakan yang telah
ditetapkan oelh kementerian kesehatan, sebagai berikut :
• Pengumpulan, pengolahan, interpretasi data malaria dilakukan pada semua tingkatan
administratif mulai dari Puskesmas pembantu, Puskesmas, Rumah sakit, Dinas
Kesehatan dan Departemen Kesehatan.
• Meningkatkan peran-serta masyarakat seperti kader malaria, pos obat desa (POD),
terutama dalam kegiatan pengobatan
• Meningkatkan kemitraan dalam jaringan informasi malaria dengan sektor terkait.Upaya
pemberantasan malaria yang tepat dan cepat yang berpedoman pada petunjuk dasar atau
“evidence based”.
• Meningkatkan kerja sama lintas batas wilayah administratif (perbatasan wilayah
Puskesmas, kabupaten, propinsi dan antar negara) dalam perencanaan dan upaya
penanggulangan malaria.
Pelaksanaan kebijakan diatas, kemudian diterapkan dalam bentuk penyelenggaraan surveilans program
pencegahan penyakit malaria, yang antara lain meliputi tahap pengamatan dan survei. Pada tahap pengamatan penyakit malaria
beberapa kegiatan yang dilakukan antara lain berupa kegiatan penemuan penderita malaria. Tujuan penemuan penderita adalah
menemukan penderita secara dini dan secepatnya memberikan pengobatan, memantau fluktuasi malaria pada suatu tempat,
sebagai alat bantu menentukan musim penularan, dan peringatan dini terhadap kejadian luar biasa (KLB).
Tahap diatas dilaksanakan dengan beberapa jenis kegiatan yang seperti Active Case Detection (ACD). Kegiatan ini dilakukan
secara aktif oleh juru malaria desa atau petugas lapangan malaria, dengan jenis kunjungan dilakukan pada beberapa jenis kriteria
desa endemik malaria, antara lain :
• Desa High Case Incidence (HCI), dengan melakukan kunjungan rumah 2 minggu sekali.
• Desa Middle Case Incidence (MCI), dengan melakukan kunjungan rumah 1 bulan sekali.
• Desa Low Cace Incidence (LCI), dengan melakukan kunjungan ditingkat dusun sebulan sekali.
Tindak lanjut kunjungan diatas, kemudian diikuti dengan kegiatan pengambilan sediaan darah (SD). Kegiatan ini
hanya dilakukan pada penduduk yang memenuhi beberapa criteria yang dipersyaratkan seperti demam, menggigil, baik disertai
sakit kepala atau tidak dalam tiga hari terakhir. Selain pengambilan sediaan darah juga dilakukan kegiatan passive case detection
(PCD). PCD dilakukan dengan mengintensifkan pengambilan sediaan darah di institusi/pusat pelayanan kesehatan swasta
maupun pemerintah dan kader pelayanan kesehatan.
Sebagai indikator kinerja petugas, target pengambilan sediaan darah ditetapkan sebagai
berikut:
• Pada Desa High Case Incidence (HCI) sebesar 5%K
• Pada Desa Middle Case Incidence (MCI) sebesar 5%K
• Pada Desa Low Case Incidence (LCI) sebesar 3%K
(Keterangan : K merupakan kunjungan ke Puskesmas dengan standard 60 % dari
populasi).
Setelah beberapa tahap kegiatan diatas dilakukan, selanjutnya dilaksanakan tahap
kegiatan penyidikan epidemiologi. Kegiatan ini dilakukan pada seluruh penghuni rumah,
tempat tinggal penderita positip malaria dan seluruh penghuni pada empat rumah
ddisekeliling rumah penderita tersebut. Selain itu juga dilaksanakan survey penderita
malarai. Survei yang dilakukan dalam pemberantasan malaria meliputi jenis survei
malariometrik (MS), Mass fever survei (MFS), Survei kontak, dan survei migrasi.
Kegiatan lain yang tidak kalah penting dalam surveilans malaria adalah pengamatan
vektor. Beberapa jenis
pengamatan vektor malaria dilakukan dengan :
• Pengamatan sewaktu (spot survei) dan pengamatan
• kesinambungan (longitudinal survei).
• Pengamatan lingkungan, yang dilaksanakan dengan melakukan pengamatan tempat-tempat
perindukan nyamuk.
Kondisi perkembangan malaria pada suatau wilayah kemudian dipetakan. Pembagian situasi malaria
pada suatu wilayah dibagi dalam beberapa kriteria antara lain periode peringatan dini, periode kejadian
luar biasa (KLB), dan periode pasca KLB. Sddangkan jenis data yang dianalisa untuk kepentingan
pembagian periodisasi tersebut antara lain :
Periode pengamatan dini.
Periode ini data yang diperlukan berbeda pada berbagai tingkatan kewilayahan. Pada tingkat
Puskesmas, jenis data yang dikumpulkan adalah data kasus vektor, logistik, demografi dan lingkungan.
Sedangkan pada tahap pengolahan dan anlisa data, dengan memperhatikan variablel-variabel antara lain
:
• Indikasi situasi malaria, dibedakan menjadi situasi malaria di Puskesmas yang sudah mampu
memeriksa spesimen darah secara laboratorium dan Puskesmas yang belum mampu.
• Indikasi perubahan lingkungan. Tingkat reseptivitas.
• Situasi lingkungan – Untuk memudahkan interpretasi data, maka semua data disajikan dalam bentuk
yang mudah dipahami, yaitu dalam bentuk peta, angka insiden, peta vektor, peta keadaan geografis
tabel dan grafik.
Apabila terjadi kecenderungan peningkatan penderita malaria kemudian dilakukan upaya
penanggulangan dengan Mass fever survey (MFS), pengamatan vektor dan pemberantasan
vektor.
○ Pada tingkat Kabupaten jenis data yang dikumpulkan adalah data kematian di Puskesmas dan
rumah sakit, data kasus per desa per tahun, data cakupan pengobatan, data vektor, data
laboratorium, data demografi, data logistik, data lingkungan, (curah hujan, luas tempat
perindukan) dan data sosial budaya.
○ Sedangkan jenis data yang dikumpulkan adalah data kematian di puskesmas dan rumah sakit,
data kasus per desa per tahun, data cakupan pengobatan, data vektor, data demografi, dan data
logistik.
○ Periode Kejadian Luar Biasa :
Pada periode KLB yang dikumpulkan antara lain data kematian, data kasus dan trend malaria,
data vektor, data lingkungan yang berkaitan dengan vektor (tempat perindukan, ternak), data
form W1 (dilaporkan dalam 24 jam), data hasil konfirmasi KLB, data batas wilayah KLB, data
logistik (obat malaria, bahan dan peralatan lainnya), data hasil upaya penanggulangan yang
telah dilakukan.
Pasca Kejadian Luar Biasa :
Kegiatan yang dilakukan pada periode ini sama seperti pada periode pengamatan dini yaitu
pengamatan kasus, vektor dan lingkungan yang dilakukan secara lebih intensif.
Data yang telah diolah dan dianalisa menjadi informasi yang mendukung upaya penanggulangan
malaria digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Sedangkan sebagai alat bantu
pengambilan keputusan dilakukan pengolahan data dengan ukuran-¬ukuran seperti insiden dan
prevalensi, dengan beberapa indikator seperti angka kesakitan dan angka kematian karena
malaria, Prevalence Rate (PR), Slide positive rate (SPR), data vektor seperti Man bitting rate
(MBR), jenis vektor, bionomik vektor, status kerentanan vektor, serta data terkait lingkungan.
PELAPORAN
Subdit P2PTVZ Kementerian Kesehatan sendiri telah memiliki sistem pelaporan yang
dinamakan e-SISMAL (Elektronik Sistem Informasi Surveilans Malaria). E-Sismal adalah
sistem pelaporan penderita atau pasien malaria untuk mempermudah dan meningkatkan validitas
pencatatan dan pelaporan Program Penanggulangan Malaria dari tingkat Unit Pelayanan
Kesehatan (UPK) sampai ke Pusat (Subdit Malaria). Pelaporan dilakukan oleh user melalui
laman website sismal.malaria.id. Sistem elektronik ini dikembangkan dengan menggunakan
program Microsoft Excel yang user friendly, dan mampu menghitung data secara rinci dan
merekap data sesuai dengan pelaporan malaria. Pada tingkat Puskesmas, e-SISMAL diisi
maksimal tanggal 10 setiap bulannya dengan mengentri data pasien, sedangkan untuk tingkat
Kabupaten digunakan untuk merekap data pasien malaria di seluruh Puskesmas pada lingkup
Kabupaten atau Kota, sedangkan pada tingkat Provinsi, digunakan untuk rekapitulasi pada
tingkat Kabupaten.
DISSEMINASI INFORMASI
Tahap selanjutnya adalah menyebarluaskan informasi berdasarkan kesimpulan yang didapat dari
analisis data. Penyebaran informasi disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan
dengan program kesehatan, seperti Pimpinan program, Pengelola program, atau Unit-unit kerja
yang kompeten di lintas program atau sektoral. Menurut Noor (2008) informasi surveilans
sebaiknya disebarkan kepada tiga arah yaitu:
1. Kepada tingkat administrasi yang lebih tinggi, sebagai tindak lanjut dalam menentukan
kebijakan;
2. Kepada tingkat administrasi yang lebih rendah atau instansi pelapor, dalam bentuk data
umpan balik; dan
3. Kepada instansi terkait dan masyarakat luas. Kapan informasi disebarkan? Penyebaran
dapat memanfaatkan waktu-waktu atau kegiatan yang memungkinkan berkumpulnya para
pemangku kepentingan, misalnya pada rapat rutin, rapat koordinasi, atau pertemuan rutin
warga masyarakat. Selain berbentuk laporan, media untuk penyebaran informasi dapat
berupa bulletin, news letter, jurnal akademis, website, dan media sosial.
PENGOBATAN PENYAKIT MALARIA
○ 1semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia, termasuk
stadium gametosit. Adapun tujuan pengobatan radikal untuk mendapat
kesembuhan klinis dan parasitologik serta memutuskan rantai
penularan.Pengobatan terdiri dari:
1. Pengobatan terhadap penderita di lokasi KLB
a) Malaria tanpa komplikasi ‐ Plasmodium falciparum positif : ACT selama 3 hari dan Primakuin 1 hari.
‐ Plasmodium vivax positif : ACT selama 3 hari dan Primakuin 14 hari.

b) Malaria berat: Pengobatan malaria berat di tingkat Puskesmas dilakukan dengan memberikan
artesunate/artemeter ataupun kina dihidroklorida intramuscular sebagai dosis awal sebelum merujuk ke RS rujukan.
Apabila rujukan tidak memungkinkan, pengobatan dilanjutkan dengan pemberian dosis lengkap artesunate/artemeter intra
muscular. Pengobatan malaria berat untuk ibu hamil di Puskesmas dilakukan dengan memberikan kina HCl pada trimester 1
secara intra muscular dan artesunate/artemeter injeksi untuk trimester 2 dan 3.

○ Pengobatan malaria di RS dianjurkan untuk menggunakan artesunate intravena. Pengobatan malaria berat untuk ibu hamil
pada trimester 2 dan 3 menggunakan artesunate intravena, sedangkan untuk ibu hamil trimester 1 menggunakan kina parenteral.
2) Pengobatan terhadap masyarakat di lokasi KLB
○ Dilakukan MBS. Semua penduduk di lokasi KLB diperiksa sediaan
darahnya, bila ditemukan penderita positif malaria segera diobati
dengan pengobatan sesuai jenis plasmodiumnya.

3) Pengobatan lanjutan
○ MFS dilakukan setiap 2 minggu sampai kegiatan penyemprotan
rumah selesai, pada semua penderita demam yang ditemukan di
lokasi KLB, bila positif malaria diikuti dengan pengobatan sesuai
jenis plasmodiumnya.
○ Bila ditemukan penderita kambuh atau belum sembuh, segera
diberikan pengobatan lini berikutnya.
ANALISA KASUS KLB TERBARU
Analisa Kasus
○ Indonesia sejalan dengan kesepakatan global, turut serta dalam program bebas malaria yang
diharapkan tercapai pada tahun 2030.3 Oleh sebab itu Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia menyusun program pengendalian malaria dengan harapan dapat menurunkan kasus
malaria dan menargetkan bebas malaria pada tahun 2030. Ada tiga indikator utama sebagai
syarat mutlak bebas malaria, yaitu 1). Annual Parasite Incidence (API) kurang dari 1 per 1000
penduduk, 2). Slide Positive Rate (SPR) kurang dari 5%, dan 3). tidak ada kasus indigenous
atau penularan dari dalam wilayah itu sendiri. Suatu wilayah dikatakan bebas malaria bila
tidak ditemukan lagi kasus penularan setempat/indigenouse selama tiga tahun berturut-turut
serta dijamin dengan kemampuan pelaksanaan surveilan yang baik
○ Berdasarkan hal tersebut, penguatan di bidang pengendalian terus dilakukan, antara lain;
pengobatan menggunakan Artemisina combination therapy (ACT), pembagian kelambu
berinsektisida/ long lasting insecticidal treated net (LLIN), penyemprotan residual insektisida
pada dinding rumah (indoor residual spraying/IRS) dan peningkatan kualitas mikroskopis.
○ Purworejo dan Banjarnegara merupakan dua kabupaten di Jawa Tengah yang masih
mempunyai masalah dengan malaria. Purworejo mempunyai sejarah panjang permasalahan
malaria.
○ Data Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Purworejo tahun 1993 mencatat adanya kejadian
luar biasa (KLB), dengan peningkatan API 2,2 kali dibanding tahun sebelumnya. Pada tahun
1996 kembali terjadi KLB, peningkatan API 2,1 kali dari tahun sebelumnya. Pada tahun 1998
terjadi kembali KLB, kenaikan API hampir 3 kali dibanding satu tahun sebelumnya. Pada
tahun 2000 API Purworejo mencapai puncak tertinggi dalam kurun waktu 1989-2000, yaitu
sebesar 35%. Meskipun angka rata-rata API di Purworejo masih di bawah 50%, tetapi di
beberapa kecamatan nilai API masih sangat tinggi, contoh; pada tahun 1998 di kecamatan
Kaligesing API tercatat mencapai 117% dan di kecamatan Loano mencapai 120%. Tingginya
malaria di Kaligesing dan Loano masih berlanjut hingga tahun 1999, pada saat itu API di
Kaligesing mencapai 125% dan Loano 312,7%, bahkan pada tahun 2000 API Kaligesing
meningkat mencapai 192,22%, namun di Loano API bisa menurun hingga 100,83%.
○ Meningkatnya API tahun 2000 di Purworejo disikapi Purworejo dengan sangat serius
mengupayakan pengendalian malaria, dibuktikan dengan terjadinya penurunan kasus selama 7
tahun berturut-turut (tahun 2003 hingga tahun 2010), kasus berhasil di turunkan dari 2.993
kasus menjadi 372 kasus. Namun malaria belum sepenuhnya dapat dihilangkan dari
Purworejo, pada tahun 2011 malaria muncul kembali, terjadi lonjakan kasus, terdapat 1.001
warga Purworejo yang terjangkit malaria. Tahun 2012 hingga 2014 malaria kembali berhasil
di turunkan, namun meningkat kembali di tahun 2015. Peningkatan kasus malaria umumnya
terjadi pada saat menjelang hari raya lebaran, banyak warga Purworejo yang pulang dari
rantau kembali ke kampung halamannya. Mereka umumnya merantau ke daerah luar Jawa
yang merupakan endemis malaria (Kalimantan, Maluku, Papua).
○ Malaria ditularkan oleh Plasmodium yang dapat hidup di dalam tubuh nyamuk Anopheles
yang berperan sebagai vektor. Beberapa spesies Anopheles telah teridentifikasi berperan
sebagai vektor malaria di Purworejo, sebagai contoh, di kecamatan Loano dan Bruno, di
wilayah ini banyak dijumpai persawahan, saluran irigasi, parit, sehingga yang menjadi vektor
malaria adalah Anopheles aconitus.

○ Keberadaan habitat yang dialiri air sepanjang tahun menjadikan keberadaan populasi vektor
tersedia sepanjang tahun, Dan untuk daerah pedalaman, dengan topografi yang lebih tinggi,
terutama di desa dengan keberadaan sungai berbatuan, seperti yang ada di Bagelen, Pituruh,
sebagai vektornya adalah Anopheles maculatus.
○ Untuk daerah yang lebih tinggi lagi, perbukitan dan pegunungan, yaitu Kaligesing, Bagelen,
Pituruh, Loano dan Bener sebagai vektor malaria adalah Anopheles balabacensis. Purworejo
dengan topografi berupa daerah dataran rendah hingga dataran tinggi menjadikan
wilayah ini banyak menyediakan habitat bagi kehidupan beberapa spesies vektor
malaria sesuai dengan kondisi topografinya. Dan Salah satu keistimewaan di Purworejo
adalah musim kemarau tetap menyediakan habitat bagi Anopheles, seperti yang
ditemukan di tepi sungai yang berbatuan, adanya banyak belik/mata air di sungai
menjadi habitat Anopheles yang tetap lestari pada musim kemarau. Sehubungan dengan
itu, status sebagai daerah reseptif malaria memang sulit dihilangkan
Pelaporan P2P Wadas
1. Kasus pertama ditemukan pada tanggal 27 Mei 2021, diawali dengan kedatangan satu pasien
yang datang berobat ke Puskesmas Loano, di Kecamatan Loano, Purworejo dan terdeteksi
malaria.

2. Kemudian pada tanggal 7 Juni dilaporkan terdapat 1 penderita lagi, dan pada tanggal 12 juni
meningkat menjadi 38 kasus dan seterusnya hingga September 2021 hampir setiap hari ditemukan
ada penderita malaria
3. Pada bulan Oktober 2021 malaria di Kecamatan Bener dan sekitarnya telah mencapai 448
kasus, sementara di tahun 2020 DKK Purworejo hanya terdapat 7 kasus, itupun merupakan kasus
impor yang ditemukan dari hasil survei migrasi.

4. Adanya penderita usia 1 tahun mengindikasikan telah terjadi penularan indigenous, artinya
sumber parasit sudah ada di wilayah tersebut. Keberadaan warga laki-laki, perempuan dan anak-
anak di luar rumah tanpa proteksi diri terhadap gigitan nyamuk menyebabkan penularan terjadi
secara cepat.

5. Pemahaman SK Menkes no 293 tahun 2009 telah dibuktikan, namun KLB malaria di Purworejo
tetap terjadi, yaitu dengan adanya kejadian kasus kematian akibat malaria di akhir September
2021. Tercatat 6 kematian dari 448 kasus malaria di Purworejo, penyebabnya antara lain terlambat
dirujuk dan adanya komorbid.
Rencana Respon dan Penanggulangan dalam
menghadapi KLB Malaria,2021
1. Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Purworejo telah berupaya mencegah terjadinya penularan
setempat/indigenous selama tiga tahun berturut-turut. Strategi ini dilakukan dengan
mengoptimalkan kegiatan surveilan migrasi dan gerakan Jumat bersih. Kegiatan surveilan
dilakukan ketika ada warga yang pulang dari merantau di daerah endemis malaria, maka ia wajib
melakukan pengecekan kesehatan untuk diketahui ada-tidaknya plasmodium dalam darahnya.
Dalam persiapannya, DKK Purworejo memperbanyak petugas juru malaria desa (JMD) dari 35
menjadi 45 petugas, untuk mengantisipasi wilayah Purworejo yang memiliki 70 fokus aktif dan
reseptif.
2. membentuk relawan gerakan berantas kembali (Gebrak) Malaria yang bertugas
melaporkan kepada juru malaria desa (JMD) dan Puskesmas manakala ada warga
terduga sakit malaria dengan gejala panas, demam, serta sakit kepala. Selain itu,
para relawan juga bertugas mendata setiap warga atau pendatang dari daerah
endemis malaria

3. melaksanakan Mass Blood Survey, pembagian 5.000 kelambu, penyemprotan ribuan rumah,
penaburan larvasida, sosialisasi, dan penanganan pada pasien sakit sesuai dengan pedoman
penanggulanagn KLB.

4. Kegiatan surveilan dilakukan ketika ada warga yang pulang dari merantau di daerah endemis
malaria, maka ia wajib melakukan pengecekan kesehatan untuk diketahui ada-tidaknya
plasmodium dalam darahnya.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai