Anda di halaman 1dari 19

PEMERINTAH KOTA BAUBAU

DINAS KESEHATAN
PUSKESMAS BATARAGURU
Jl. Muh. Husni Thamrin Kode Pos : 93714, Kel. Bataraguru, Kec. Wolio
BAUBAU

MALARIA

Indonesia merupakan salah satu negara yang masih berisiko terhadap malaria.Malaria merupakan penyakit
menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, karena menimbulkan angka kesakitan dan
kematian yang tinggi serta menurunkan produktivitas sumber daya manusia dan pembangunan nasional.
Dalam rangka memutus mata rantai penularan penyakit malaria, terutama dalam masyarakat risiko tinggi,
perlu dilakukan upaya pencegahan dan pengobatan melalui tata laksana kasus malaria agar tidak menimbulkan
wabah. Kabupaten/ kota, provinsi, dan pulau dinyatakan sebagai daerah tereliminasi malaria bila tidak ditemukan
lagi kasus penularan setempat (indigenous) selama 3 (tiga) tahun berturut-turut serta dijamin dengan kemampuan
pelaksanaan surveilans yang baik, Kota Baubau termasuk salah satu daerah eliminasi tersebut yang mempunyai
API < 1/1000 selama 3 tahun berturut-turut termasuk puskesmas bataraguru. Panduan pelayanan pengendalian
penyakit malaria ini dibuat sebagai acuan pengermasndalian penyakit malaria di puskesmas Bataraguru.

1
BAB I. DEFINISI

a. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit (plasmodium sp) yang hidup dan berkembang
biak dalam sel darah merah (eritrosit) manusia ditularkan oleh nyamuk malaria (Anopheles sp) betina, dapat
menyerang semua orang baik laki-laki ataupun perempuan pada semua golongan umur
b. Epidemiologi malaria adalah ilmu yang mempelajari penyebaran penyakit malaria & faktor-faktor yang
mempengaruhinya dalam masyarakat
c. Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk ke tubuh manusia sampai timbulnya gejala klinis
yang ditandai dengan demam
d. Masa prepaten adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk ke tubuh manusia sampai parasit dapat dideteksi
dalam sel darah merah dengan pemeriksaan mikroskopik
e. Annual Malaria Incidence (AMI) adalah angka kesakitan malaria klinis per 1000 penduduk dalam satu tahun
dan di satu lokasi yang sama yang dinyatakan dalam ‰ (permil)
f. Annual Parasite Incidence (API) adalah angka kesakitan per 1000 penduduk beresiko dalam satu tahun.
Angka tersebut diperoleh dari jumlah sediaan positif dalam satu tahun di satu wilayah dibandingkan dengan
jumlah penduduk beresiko pada tahun yang sama, dan dinyatakan dalam ‰ (permil).
g. Eliminasi malaria adalah suatu upaya untuk menghentikan penularan malaria setempat dalam satu wilayah
geografis tertentu, dan bukan berarti tidak ada kasus malaria impor serta sudah tidak ada vektor malaria di
wilayah tersebut, sehingga tetap dibutuhkan kegiatan kewaspadaan untuk mencegah penularan kembali.
h. Evaluasi adalah upaya untuk mengetahui hasil kegiatan eliminasi malaria dalam jangka waktu tertentu, missal
setiap enam bulan atau satu tahun
i. Gebrak Malaria (GM) adalah gerakan nasional seluruh komponen masyarakat untuk memberantas malaria
secara intensif melalui kemitraan antara pemerintah, dunia usaha, lembaga swadaya dan badan internasional
serta penyandang dana.
j. Integrasi adalah keberadaan dua atau lebih system yang mempunyai tujuan dan sumber daya yang sama
serta saling melengkapi dalam melakukan kegiatannya yang ada bersama-sama dalam suatu waktu dan
tempat.
k. Intensifikasi adalah upaya peningkatan output dengan memaksimalkan sumber daya yang telah ada.
l. Kasus impor adalah kasus yang berasal dari luar wilayah.
m. Kasus indigenous adalah kasus yang berasal dari penularan di wilayah setempat.
n. Kasus induced adalah kasus yang penularannya melalui transfusi darah, atau melalui plasenta ibunya, dan
bukan penularan melalui vektor.
o. Kasus introduced adalah kasus penularan setempat generasi pertama yang berasal dari kasus impor.
p. Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah kondisi yang ditandai dengan meningkatnya kejadian kesakitan/kematian
yang bermakna secara epidemiologis di suatu daerah dalam kurun waktu tertentu dan merupakan keadaan
yang dapat menjurus untuk terjadinya wabah.
q. Kemitraan adalah suatu bentuk ikatan bersama antara dua atau lebih pihak yang berkerjasama untuk
mencapai tujuan dengan cara berbagai kewenangan dan tanggung jawab dalam bidang kesehatan, saling
mempercayai, berbagi pengelolaan, investasi dan sumber daya untuk program kesehatan, memperoleh
keuntungan bersama dari kegiatan yang dilakukan.

2
r. Advokasi adalah upaya persuasif yang sistematik dan terorganisir mencakup penyadaran, rasionalisasi,
argumentasi dan rekomendasi untuk melancarkan aksi dengan target terjadinya perubahan kebijakan melalui
penggalangan dari berbagai pihak.
s. Monitoring adalah upaya untuk memantau proses pelaksanaan kegiatan eliminasi malaria yang dilakukan
secara terus-menerus.
t. Pos Malaria Desa (Posmaldes) adalah wadah pemberdayaan masyarakat dalam pencegahan dan
penanggulangan malaria yang dibentuk dari, oleh dan untuk masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan.
u. Reseptivitas adalah adanya kepadatan vektor yang tinggi dan terdapat faktor lingkungan serta iklim yang
menunjang terjadinya penularan malaria.
v. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) adalah upaya untuk pencegahan terjadinya KLB melalui kegiatan
pemantauan penyakit (surveilans) dilakukan terus-menerus untuk memantau terjadinya kenaikan kasus
malaria.
w. Surveilans adalah suatu rangkaian proses pengamatan secara terus menerus secara sistematik dan
berkesinambungan melalui pengumpulan, analisa, interpretasi dan diseminasi data kesehatan dalam upaya
untuk memantau suatu peristiwa kesehatan agar dapat dilakukan tindakan penanggulangan yang efektif dan
efisien.
x. Surveilans Migrasi adalah kegiatan pengambilan sediaan darah orang-orang yang menunjukkan gejala
malaria klinis yang baru datang dari daerah endemis malaria dalam rangka mencegah masuknya kasus
impor.
y. Vulnerabilitas adalah salah satu dari keadaan berupa dekatnya dengan wilayah yang masih terjadi penularan
malaria, atau akibat dari sering masuknya penderita malaria (kasus positif) secara individu/kelompok, dan
atau vektor yang infektif (siap menularkan).

3
BAB II. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup pelayanan Malaria meliputi upaya kesehatan perorangan yakni pelayanan terhadap pasien malaria di
Puskesmas Bataraguru & upaya kesehatan masyarakat yang mencakup kegiatan program malaria di wilayah kerja
Puskesmas :
1. Penemuan Kasus Malaria
2. Diagnosis & Pengobatan Penyakit Malaria
3. Penyelidikan Epidemiologi bila ada kasus positif
4. Survey Migrasi

4
BAB III. TATA LAKSANA

1. Melakukan Penemuan Kasus Malaria

a. Active Case Detection


Penemuan kasus secara aktif (ACD) adalah petugas menemukan kasus dengan cara mencari kasus secara
aktif dengan mendatangi rumah penduduk secara rutin dalam siklus waktu tertentu berdasarkan tingkat insiden
kasus malaria di daerah tersebut. Pengambilan sediaan darah (SD) pada semua kasus suspek malaria yang
ditemukan
b. Passive Case Detection
Penemuan kasus secara pasif (PCD) adalah upaya menemukan kasus yang datang berobat di unit pelayanan
kesehatan (UPK) dengan pengambilan sediaan darah terhadap semua kasus malaria suspek dan kasus gagal
pengobatan
c. Surveilans Migrasi
Adalah kegiatan pengambilan sediaan darah pada orang-orang yang menunjukkan suspek malaria yang datang
dari daerah endemis malaria. Kegiatan ini dilakukan terutama di daerah yang reseptif dan diketahui
penduduknya banyak melakukan migrasi ke daerah endemis malaria.
Tujuan :
a) Mencegah terjadinya penularan malaria terutama yang berasal dari kasus impor
b) Menemukan penderita malaria secara dini yang datang dari daerah endemis malaria
c) Memberikan pengobatan pada penderita malaria sesuai standar
d) Meningkatkan jejaring kemitraan dengan berbagai program/ sektor terkait termasuk masyarakat
e) Memantau pola musiman migrasi penduduk di wilayah reseptif
Pokok-pokok kegiatan kegiatan surveilans migrasi
a) Mengidentifikasi daerah malaria
b) Penemuan & pengobatan
c) Notifikasi
d) Rujukan
e) Penyuluhan
f) Logistik malaria
Peran Puskesmas dalam Pelaksanaan Surveilans Migrasi
a) Penemuan dini penderita dan pengobatan malaria sesuai standar
b) Pemantauan kasus positif malaria termasuk kasus yang dinotifikasi oleh KKP
c) Berperan aktif dalam pengendalian vektor malaria dan penanggulangan KLB malaria
d) Melakukan PE terhadap kasus positif, dan survei kontak
e) Pemberdayaan masyarakat
f) Melakukan analisis kejadian malaria terhadap penduduk migrasi, dan pemetaan vektor malaria dan
lingkungan perkembangbiakannya
g) Melakukuan pencatatan dan pelaporan data migrasi penduduk, vektor malaria dan lingkungan
perkembangbiakannya, dan melaporkan bulanan, tahunan kepada Dinas Kesehatan

5
2. Tata Laksana Diagnosis Malaria

Manifestasi klinis malaria dapat bervariasi dari ringan sampai membahayakan jiwa. Gejala utama demam sering
di diagnosis dengan infeksi lain, seperti demam typhoid, demam dengue, leptospirosis, chikungunya, dan
infeksi saluran nafas. Adanya thrombositopenia sering didiagnosis dengan leptospirosis, demam dengue atau
typhoid. Apabila ada demam dengan ikterik bahkan sering diintepretasikan dengan diagnosa hepatitis dan
leptospirosis. Penurunan kesadaran dengan demam sering juga didiagnosis sebagai infeksi otak atau bahkan
stroke.
Mengingat bervariasinya manifestasi klinis malaria maka anamnesis riwayat perjalanan ke daerah endemis
malaria pada setiap penderita dengan demam harus dilakukan.
Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan laboratorium.

Diagnosa pasti malaria apabila ditemukan parasit malaria


dalam darah

A. Anamnesis
Keluhan utama pada malaria adalah demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala,
mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal- pegal. Pada anamnesis juga perlu ditanyakan:
1. riwayat berkunjung ke daerah endemik malaria;
2. riwayat tinggal di daerah endemik malaria;
3. riwayat sakit malaria/riwayat demam;
4. riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir;
5. riwayat mendapat transfusi darah

B. Pemeriksaan Fisik
1. Demam (>37,5 ºC aksila)
2. Konjungtiva atau telapak tangan pucat
3. Pembesaran limpa (splenomegali)
4. Pembesaran hati (hepatomegali)
5. Manifestasi malaria berat dapat berupa penurunan kesadaran, demam tinggi, konjungtiva pucat,
telapak tangan pucat, dan ikterik, oliguria, urin berwarna coklat kehitaman (Black Water Fever ),
kejang dan sangat lemah (prostration).

Keterangan : penderita malaria berat harus segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki
sarana dan prasarana yang lebih lengkap untuk mendapatkan perawatan yang lebih
lanjut.

C. Pemeriksaan Laboratorium
Untuk mendapatkan kepastian diagnosis malaria harus dilakukan pemeriksaan sediaan darah.

6
Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan melalui cara berikut.
1. Pemeriksaan dengan mikroskop
Pemeriksaan dengan mikroskop merupakan gold standard (standar baku) untuk diagnosis pasti
malaria. Pemeriksaan mikroskop dilakukan dengan membuat sediaan darah tebal dan tipis.
Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis untuk menentukan:
a) Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif);
b) Spesies dan stadium Plasmodium;
c) Kepadatan parasit:
1) Semi Kuantitatif
(-) = negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB/lapangan pandang besar)
(+) = positif 1 (ditemukan 1 –10 parasit dalam 100 LPB)
(++) = positif 2 (ditemukan 11 –100 parasit dalam 100 LPB)
(+++) = positif 3 (ditemukan 1 –10 parasit dalam 1 LPB)
(++++) = positif 4 (ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB)
Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:
- Kepadatan parasit < 100.000 /ul, maka mortalitas < 1 %
- Kepadatan parasit > 100.000/ul, maka mortalitas > 1 %
- Kepadatan parasit > 500.000/ul, maka mortalitas > 50 %
2) Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada sediaan darah tebal (leukosit) atau
sediaan darah tipis (eritrosit).
Contoh :
Jika dijumpai 1500 parasit per 200 lekosit, sedangkan jumlah lekosit 8.000/uL maka hitung
parasit = 8.000/200 X 1500 parasit =
60.000 parasit/uL.
Jika dijumpai 50 parasit per 1000 eritrosit = 5%. Jika jumlah eritrosit 4.500.000/uL maka
hitung parasit = 4.500.000/1000 X 50
= 225.000 parasit/uL.

2. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test/RDT)


Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan menggunakan
metoda imunokromatografi.Hal yang penting yang perlu diperhatikan adalah sebelum RDT dipakai
agar terlebih dahulu membaca cara penggunaannya pada etiket yang tersedia dalam kemasan
RDT untuk menjamin akurasi hasil pemeriksaan. Di Puskesmas Bataraguru RDT digunakan untuk
memeriksa sediaan darah terduga malaria sebelum akhirnya diperiksa lebih lanjut dengan cara
mikroskopis. Prinsip uji imunokromatografi adalah cairan akan bermigrasi pada permukaan
membran nitroselulosa. Uji ini berdasarkan pengikatan antigen di darah perifer oleh antibodi
monoklonal yang dikonjugasikan dengan zat pewarna atau gold particles pada fase mobile.
Antibodi monoklonal kedua/ketiga diaplikasikan pada strip nitroselulosa sebagai fase immobile.
Bila darah penderita mengandung antigen tertentu, maka kompleks antigen antibodi akan

7
bermigrasi pada fase mobile sepanjang strip nitroselulosa dan akan diikat dengan antibodi
monoklonal pada fase “immobile” sehingga terlihat sebagai garis yang berwarna
Cara Kerja :
a) Cara kerja dilakukan sesuai dengan petunjuk kit RDT.
b) Ambil 2-5 µl darah ujung jari dengan tabung mikro kapiler dan teteskan pada kotak sampel
yang terdapat pada dipstik. Tidak dianjurkan meneteskan darah
c) secara langsung ke kotak sampel. Pada beberapa jenis kit RDT dapat juga digunakan
darah dengan antikoagulan/plasma.
d) Teteskan larutan buffer pada tempat yang sudah ditentukan sesuai dengan petunjuk kit RDT.
Buffer berisi komponen hemolisis dan antibodi spesifik yang sudah dilabel dengan Gold koloid.
e) Jika darah berisi Antigen Malaria, maka kompleks antigen antibodi akan terbentuk dan
terlihat sebagai garis sesuai dengan jenis antibodi yang ada pada strip tsb. Sedangkan garis
kontrol akan terlihat, walaupun darah tersebut tidak mengandung antigen Malaria. Hal ini
menunjukkan bahwa kit/strip tersebut masih memenuhi syarat (berfungsi dengan baik)
f) Waktu yang diperlukan untuk membaca hasil RDT berkisar antara 15-30 menit.
g) Interpretasi hasil sesuai petunjuk pada kit

ALUR PENEMUAN PENDERITA MALARIA

Pasien datang dengan gejala klinis demam


atau riwayat demam dalam 3 hari terakhir
( dapat disertai nyeri kepala, mual, muntah,
diare, nyeri otot dan pegal-pegal )

Periksa Darah Malaria


dengan mikoskop atau
RDT

HASIL
HASIL NEGATIF
POSITIF

MALARI CARI
A ULANG
ETIOLOG
PEMERIKSAAN
I DEMAM
DARAHMALARIA
YANG
SETIAP24JAM
LAIN
HINGGA 48 JAM
HASIL TERAPI
POSITIF SESUAI
ETIOLOG
MALARIA I

8
Trias Malaria Riwayat
Perjalanan
Berkemah/Berburu/
Riwayat Pakai Obat
Malaria
Pendatang/Pelancong
Keadaan non-imun

ang telah dluntuk mengambil darah sejumlah 5

ALGORITME DETEKSI DINI MALARIA

9
3. Tata Laksana Pengobatan Malaria

Pengobatan Malaria Tanpa Komplikasi

1. Pengobatan Malaria falsiparum dan Malaria vivaks

Pengobatan malaria falsiparum dan vivaks saat ini menggunakan ACT ditambah primakuin.
Dosis ACT untuk malaria falsiparum sama dengan malaria vivaks, sedangkan obat primakuin untuk malaria
falsiparum hanya diberikan pada hari pertama saja dengan dosis 0,75 mg/kgBB dan untuk malaria vivaks
selama 14 hari dengan dosis 0,25 mg/kgBB. Lini pertama pengobatan malaria falsiparum dan malaria vivaks
adalah seperti yang tertera di bawah ini:

a. Lini Pertama

ACT + Primakuin

Tabel 1. Pengobatan Lini Pertama Malaria falsiparum menurut berat badan dengan DHP dan Primakuin

Jumlah tablet per hari menurut berat badan


Hari Jenis <5 kg 6-10 11-17 18-30 31-40 41-59 >60 kg
obat kg kg kg kg kg

0-1 2-11 1-4 5-9 10-14 >15 >15


Bulan bulan tahun tahun tahun tahun Tahun
1-3 DHP ¼ ½ 1 1½ 2 3 4

1 Primakuin - - ¾ 1½ 2 2 3

Tabel 2. Pengobatan Lini Pertama Malaria vivaks menurut berat badan dengan DHP dan Primakuin
Jumlah tablet perhari menurut berat badan
Hari Jenis obat <5 kg 6-10 11-17 18-30 31-40 41-59 >60 kg
kg kg kg kg kg

0-1 2-11 1-4 5-9 10-14 >15 >15


bulan bulan tahun tahun tahun tahun Tahun
1-3 DHP ¼ ½ 1 1½ 2 3 4
Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1 1
1-14

Dosis obat : Dihydroartemisinin = 2 – 4 mg/kgBB

Piperakuin = 16 – 32 mg/kgBB
10
Primakuin = 0,75mg/kgBB
(P. falciparum untuk hari I)

Primakuin = 0,25 mg/kgBB


(P. vivax selama 14 hari)

Keterangan :

Keterangan :
Sebaiknya dosis pemberian DHA + PPQ berdasarkan berat badan. Apabila penimbangan berat badan tidak
dapat dilakukan maka pemberian obat dapat berdasarkan kelompok umur.
1. Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel pengobatan), maka dosis yang
dipakai adalah berdasarkan berat badan.
2. Dapat diberikan pada ibu hamil trimester 2 dan 3

ATAU

3. Apabila pasien P. falciparum dengan BB >80 kg datang kembali dalam waktu 2 bulan setelah pemberian
obat dan pemeriksaan Sediaan Darah masih positif P. falciparum, maka diberikan DHP dengan dosis
ditingkatkan menjadi 5 tablet/hari selama 3 hari
Tabel 3. Pengobatan Lini Pertama Malaria falsiparum menurut berat badan dengan Artesunat + Amodiakuin dan
Primakuin

Jumlah tablet perhari menurut berat badan


Hari Jenis obat <5 kg 6-10 11-17 18-30 31-40 41-49 50-59 >60 kg
kg kg kg kg kg kg

0 -1 2 -11 1-4 5-9 10 -14 > 15 > 15 > 15


bulan bulan tahun tahun Tahun tahun tahun tahun
1-3 Artesunat ¼ ½ 1 1½ 2 3 4 4
Amodiakuin ¼ ½ 1 1½ 2 3 4 4
1 Primakuin - - ¾ 1½ 2 2 2 3
Tabel 4. Pengobatan Lini Pertama Malaria vivaks menurut berat badan dengan Artesunat + Amodiakuin dan
Primakuin
Jumlah tablet perhari menurut berat badan
Hari Jenis obat <5kg 6-10 11-17 18-30 31-40 41-49 50-59 ≥60
kg kg kg kg kg kg kg

0-1 2-11 1-4 5-9 10-14 >15 >15 >15


bulan bulan tahun tahun Tahun tahun tahun tahun
Artesunat ¼ ½ 1 1½ 2 3 4 4
1-3
Amodiakuin ¼ ½ 1 1½ 2 3 4 4
1-14 Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1 1 1

Dosis obat :
Amodiakuin basa = 10mg/kgBB

dan Artesunat = 4mg/kgBB


11
Primakuin = 0,75mg/kgBB (P. falciparum untuk hari I)

Primakuin = 0,25 mg/kgBB (P. vivax selama 14 hari)

b. Lini Kedua untuk Malaria falsifarum

Kina + Doksisiklin atau Tetrasiklin + Primakuin

Pengobatan lini kedua Malaria falsiparum diberikan jika pengobatan lini pertama tidak efektif, dimana
ditemukan gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul
kembali (rekrudesensi).

Tabel 5. Pengobatan Lini Kedua untuk Malaria falsiparum (dengan obat kombinasi Kina dan
Doksisiklin)
Hari Jenis Jumlah tablet perhari menurut kelompok berat badan
obat <5 kg 6-10 11-17 18-30 31-33 34-40 41-45 46-60 >60kg
kg kg kg kg kg kg kg

0-1 2-11 1-4 5-9 10-14 10-14 >15 >15 >15


bulan bulan tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun
Hari Kina sesuai 3x½ 3x1 3x 3x 3x2 3x 3x 3x3
1-7 BB 1½ 1½ 2½ 2½

Hari 1 Primaku - - ¾ 1½ 2 2 2 3 3
in

Catatan: Dosis Kina diberikan sesuai BB (3x10mg/kgBB/hari)


Dosis Doksisiklin 3.5 mg/kgBB/hari diberikan 2 x sehari (> 15 tahun)
Dosis Doksisiklin 2.2 mg/kgBB/hari diberikan 2 x sehari (8-14 tahun)

Tabel 6. Pengobatan Lini Kedua Untuk Malaria Falsiparum (dengan obat kombinasi Kina dengan
Tetrasiklin)

Hari Jenis obat Jumlah tablet perhari menurut kelompok berat badan
<5 kg 6-10 11-17 18-30 31-33 34-40 41-45 46-60 >60
kg kg kg kg kg kg kg kg

0-1 2-11 1–4 5-9 10-14 10-14 > 15 > 15 > 15


Bulan bulan tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun
Hari 1- Kina sesuai 3x½ 3x1 3x 3x 3x2 3x 3x 3x3
7 BB 1½ 1½ 2½ 2½
Hari 1 ¾
Primakuin - - 1½ 2 2 2 3 3

Oleh karena Doksisiklin dan Tetrasiklin tidak dapat diberikan pada ibu hamil maka
sebagai penggantinya dapat di pakai Klindamisin yang tersedia di Puskesmas

c. Lini Kedua untuk Malaria Vivaks

Kina + Primakuin

12
Kombinasi ini digunakan untuk pengobatan malaria vivaks yang tidak respon terhadap pengobatan ACT.
pengobatan malaria lainnya dan tidak diberikan primakuin
2. Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivaks/P. ovale

Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivaks/P. ovale dengan ACT. Pada penderita dengan infeksi
campur diberikan ACT selama 3 hari serta primakuin dengan dosis 0,25 mg/kgBB/hari selama 14 hari.

Tabel 9. Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivax/P. Ovale dengan DHP

Jumlah tablet perhari menurut berat badan


<5 kg 6-10 11- 17 18-30 31-40 41-59 >60 kg
Hari Jenis obat
kg kg kg kg kg

0-1 2-11 1-4 5-9 10-14 >15 >15


bulan bulan tahun tahun tahun Tahun Tahun
1-3 DHP ¼ ½ 1 1½ 2 3 4
1-14 Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1 1

ATAU

Tabel 10. Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivax/P. Ovale dengan Artesunat
Amodiakuin

Jumlah tablet perhari menurut berat badan


Hari Jenis obat
6-10 11-17 18-30 31-40 41-59
<5 kg >60 kg
kg kg kg kg kg
0-1 2-11 1-4 5-9 10-14 >15 >15
bulan bulan tahun tahun tahun tahun tahun
Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4 4
1-3
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4 4
1-14 Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1 1

Artesunat = 4 mg/kgBB dan Amodiakuin basa = 10 mg/kgBB

3. Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. malariae


Infeksi campur antara P. falcifarum dengan P. malariae diberikan regimen ACT selama 3 hari dan
Primakuin pada hari I.

4. Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivaks/P. ovale

Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivaks/P. ovale dengan ACT. Pada penderita dengan infeksi
campur diberikan ACT selama 3 hari serta primakuin dengan dosis 0,25 mg/kgBB/hari selama 14 hari.

Tabel 9. Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivax/P. Ovale dengan DHP

Jumlah tablet perhari menurut berat badan


<5 kg 6-10 11- 17 18-30 31-40 41-59 >60 kg
Hari Jenis obat
kg kg kg kg kg

0-1 2-11 1-4 5-9 10-14 >15 >15


bulan bulan tahun tahun tahun Tahun Tahun

13
1-3 DHP ¼ ½ 1 1½ 2 3 4
1-14 Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1 1

ATAU

Tabel 10. Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivax/P. Ovale dengan Artesunat
Amodiakuin

Jumlah tablet perhari menurut berat badan


Hari Jenis obat
6-10 11-17 18-30 31-40 41-59
<5 kg >60 kg
kg kg kg kg kg
0-1 2-11 1-4 5-9 10-14 >15 >15
bulan bulan tahun tahun tahun tahun tahun
Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4 4
1-3
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4 4
1-14 Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1 1

Artesunat = 4 mg/kgBB dan Amodiakuin basa = 10 mg/kgBB

5. Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. malariae


Infeksi campur antara P. falcifarum dengan P. malariae diberikan regimen ACT selama 3 hari dan
Primakuin pada hari I.

Umur Kehamilan Pengobatan


Trimester I (0-3 bulan) Kina tablet selama 7 hari
Trimester II (4-6 bulan) ACT tablet selama 3 hari
4. Tata Laksana Pemantauan Respon Pengobatan

Pemantauan Pengobatan untuk Plasmodium falsiparum dan Plasmodium vivax dilakukan pada : hari ke-3, hari
ke-7, hari ke 14 sampai hari ke-28 setelah pemberian obat hari pertama, dengan memonitor gejala klinis dan
pemeriksaan mikroskopik. Apabila terjadi perburukan gejala klinis sewaktu-waktu segera kembali ke puskesmas

5. Penyelidikan Epidemiologi (PE)


Penyelidikan epidemiologi malaria merupakan rangakaian kegiatan investigasi dan pengamatan untuk
memperoleh informasi yang cepat dan akurat tentang sumber penularan malaria. Kegiatan PE dilakukan
terhadap semua kasus positif malaria hasil konfirmasi laboratorium. Setelah itu dilanjutkan dengan survei
kontak terhadap orang-orang yang tinggal bersama dalam satu rumah dan penduduk di sekitar penderita
malaria tersebut, untuk menentukan luasnya wilayah penularan.
Tujuan
a. Mengetahui proses terjadinya penularan dan asal penularan untuk melakukan klasifikasi kasus
b. Mengetahui luasnya daerah penularan malaria
c. Membuat rekomendasi yang tepat dalam rangka penanganan kasus tersebut
Mekanisme Pelaksanaan PE

14
Mekanisme pelaksanaan kegiatan PE malaria dilakukan berdasarkan laporan dari unit kesehatan (puskesmas,
rumah sakit, dokter praktek, klinik kesehatan) bahwa ditemukan adanya kasus positif malaria hasil konfirmasi
laboratorium. Prosedur pelaksanaan PE sebagai berikut :
1. Wawancara dengan penderita positif malaria

Tujuan wawancara adalah untuk mengetahui bagaimana kronologi kejadian malaria sehingga
diketahui asal penularan kasus (klasifikasi kasus). Prosedur pelaksanaan wawancara sesuai dengan
formulir penyelidikan epidemiologi (PE)

2. Survey Kontak
Tujuan survey kontak adalah untuk mengetahui apakah kasus positif yang ditemukan itu telah menularkan
penyakitnya pada orang-orang yang tinggal dalam satu rumah atau tinggal berdekatan dengan rumah
penderita
3. Pengamatan kebiasaan (perilaku) masyarakat setempat
a. Aktifitas rutin di luar rumah pada malam hari
b. Kegiatan sosial (kumpul-kumpul) yang selalu dihadiri
4. Pengamatan lingkungan tempat perkembangbiakan vektor sekitar permukiman
Mengamati dan mengidentifikasi jenis tempat perkembangbiakan vektor baik yang bersifat sementara
maupun permanen (tetap ada sepanjang tahun), seperti : mata air, genangan air, tambak yang tidak
terawat, kolam, air mengalir, sawah, saluran irigasi, dan lain-lain yang positif jentik atau larva nyamuk
anopheles.
Prosedur :
1. Alat ; Kamera
2. Bahan ; ATK, SPPD, Format PE
Langkah-langkah :
1. Melakukan koordinasi dengan program terkait
2. Menyusun rencana kunjungan kejadian kasus suatu penyakit/ masalah kesehatan
3. Mempersiapkan surat perintah
4. Melapor ke kantor kelurahan & mengisi buku tamu
5. Melakukan pendataan dan mengumpulkan informasi di tempat kejadian
6. Melakukan observasi langsung di wilayah tempat tinggal penderita
7. Menganalisa data & informasi secara berkesinambungan yang ditemukan dengan program terkait
8. Menegakkan hipotesis & langkah-langkah penanggulangan wabah
9. Evaluasi penanggulangan wabah
10. Kembali ke kantor kelurahan untuk TTD SPPD
11. Melaporkan temuan & membuat pertanggungjawaban

15
BAB IV. DOKUMENTASI

Pencatatan & pelaporan terhadap kasus malaria yang terjadi dilakukan melalui program E-Sismal
malaria berbasis Online menggunakan aplikasi sismal versi 2. Hal-hal yang dilaporkan antara lain
kasus positif, jumlah suspek yang discreening, jumlah ibu hamil K1 yang discreening, logistik malria.
Kegiatan monitoring & evaluasi dilaksanakan bersama pengelola malaria di Dinas Kesehatan Kota
Baubau sekali setahun.

16
BAB V. DAFTAR PUSTAKA

1. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 293/ MENKES/ SK/ IV/ 2009 tentang Eliminasi Malaria di
Indonesia
2. Subdit Malaria Dirjen PP & PL Kemenkes RI, Modul Pelatihan Implementasi E-Sismal Bagi Pengelola Program
Malaria, 2015
3. Direktorat Pencegahan & Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Direktorat Jenderal Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia : Buku Pedoman Teknis Pemeriksaan
Parasit Malaria, 2017
4. Subdit Malaria Dirjen PP & PL Kementrian Kesehatan RI : Modul Pelatihan Implementasi E-Sismal Bagi
Pengelola Program Malaria

17
18
19 19

Anda mungkin juga menyukai