Anda di halaman 1dari 6

PENYELIDIKAN DAN PENANGGULANGAN KLB

MALARIA

No.Dokumen :

440/DINKES.Belu/SOP/ /10/2022

SOP No. Revisi :0

Tanggal Terbit : 24/10/2022

Halaman :¼

Kepala Bidang
Mathias P. Taek, SKM
P2P NIP. 19731009 199401 1 001

1. Pengertian Penyelidikan KLB malaria adalah kegiatan penyelidikan atau survei Kejadian
Luar Biasa (KLB) yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran terhadap
masalah kesehatan atau penyakit malaria.

2. Tujuan a) Memastikan bahwa terjadi KLB/wabah


b) Memberikan informasi tentang faktor resiko
c) Mengaktifkan Tim Respon Cepat (TRC) untuk penanggulangan KLB.

3. Kebijakan a) Peraturan Bupati Belu Nomor 11 Tahun 2021 tentang Eliminasi Malaria Di
Kabupaten Belu.
b) Keputusan Bupati Belu Nomor: 303/HK/2022 tentang Pembentukan Tim
Persiapan dan Pemeliharaan Eliminasi Malaria Dalam Kabupaten Belu Tahun
2022 - 2026
c) Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Belu Nomor : …. / Kep / Kes-
P2P / ….. /X / 2022 tentang Pembentukan Tim Gerak Cepat (TGC)
Penanganan Keadaan Darurat Dinas Kesehatan Kabupaten Belu Tahun 2022
– 2026

4. Referensi a) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 Tentang Wabah Penyakit Menular.


b) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
c) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 949 Tahun 2014
Tentang Pedoman Penyelenggaraan SKD-KLB
d) Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa
Penyakit Menular dan Keracunan Pangan

5. Alat dan a) Form W1


Bahan b) Alat Tulis
c) Form Survei kontak
d) RDT

6. Langkah-langkah a) Laporan kewaspadaan dilaporkan secara cepat dalam waktu 1 x 24 jam.


 Alur laporan kewaspadaan:
Laporan diberikan dari semua fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) yang dapat
melakukan diagnostik malaria ke Puskesmas atau dinas kesehatan kabupaten/kota.
 Media laporan kewaspadaan dilaporkan menggunakan media yang tersedia seperti
telepon, pesan singkat atau SMS maupun media lainnya yang tersedia, variable
yang dilaporkan berupa:
 Nama
 Alamat
 Jenis Kelamin
 Umur
 Jenis Parasit
b) Penyelidikan Epidemiologi
 Penyelidikan kasus untuk mengetahui klasifikasi kasus yang dilakukan selambat-
lambatnya 1 hari setelah kasus dilaporkan. Kasus tersebut dapat diklasifikasikan:
 Kasus Indigenous dimana penularan terjadi di wilayah setempat dan tidak ada
bukti langsung yang berhubungan dengan kasus impor.
 Kasus Relaps Indigenous dimana asal penularannya berada di wilayah
kabupaten/kota tersebut, jika riwayat sebelumnya pasien tidak pernah pergi ke
daerah endemis malaria.
 Kasus Impor dimana penularannya terjadi di luar wilayah.
 Survei Kontak untuk mengetahui luasnya penularan atau kejadian malaria
 Survei kontak pada kasus indigenous dilakukan dengan cara memeriksa:
 Seluruh anggota keluarga/orang yang tinggal bersama kasus
 Tetangga yang tinggal dalam radius 200 m atau 5 rumah sekitar kasus.
 Teman yang bekerja di lingkungan yang sama dengan kasus
 Survei kontak dilakukan berjenjang, apabila ditemukan kasus positif
kembali setelah dilakukan survey kontak yang pertama maka dilakukan
survey kontak kembali dengan radius yang sama atau diperluas radiusnya.
 Survei kontak pada kasus impor dilakukan berdasarkan reseptifitas suatu
daerah, antara lain:
 Kasus impor di daerah reseptif, apabila suatu daerah masih merupakan
daerah reseptif, survey kontak dilakukan pada populasi berisiko (seperti
pada kasus indigenous).
 Kasus impor di daerah non-reseptif, dilakukan survey kontak apabila
kasus bepergian secara berkelompok, maka survey kontak dilakukan pada
seluruh anggota kelompok atau rombongan yang pergi bersama dengan
kasus.
 Identifikasi daerah reseptif, dilakukan dengan memeriksa jentik di tempat
perindukan nyamuk seperti lagun, rawa, mata air, sungai, sawah dan genangan
air lainnya.
 Penyelidikan faktor resiko:
 Penyelidikan faktor resiko lingkungan untuk mengetahui tipe dan karakteristik
tempat perindukan vektor.
 Mengamati lingkungan di sekitar tempat yang dicurigai sebagai tempat
penularan yang meliputi survey nyamuk anopheles dewasa dan survey larva
/jentik nyamuk anopheles.
 Penyelidikan faktor risiko perilaku untuk mengetahui perilaku dan kebiasaan
masyarakat yang berhubungan dengan penularan malaria.
 Klasifikasi fokus dilakukan berdasarkan adanya kasus indigenous dan reseptifitas
suatu daerah. Fokus diklasifikasikan menjadi fokus aktif, fokus non aktif, fokus
bebas dan non fokus.
c) Penanggulangan
 Penyelidikan Fokus untuk menggambarkan daerah di mana malaria terjadi dan
menggambarkan populasi yang berisiko yang dilakukan dengan cara:
 Pengamatan fokus untuk mengidentifikasi populasi berisiko dan keberadaan
vektor sehingga dapat diketahui lokasi sumber penularan.
 Penilaian intervensi program yang meliputi:
 Penilaian kinerja diagnostik ( tenaga mikroskopis yang terlatih minimal
level 3, tersedia alat dan bahan juga kualitas alat dan bahan diagnostik).
 Penilaian kerja tatalaksana ( tenaga medis yang terlatih tatalaksana
malaria, tersedia OAM, kepatuhan pasien dalam meminum obat dan
adanya follow up pengobatan.
 Penilaian kinerja pengendalian vektor ( penilaian cakupan pembagian
kelambu, evalausi kualitas kelambu yang digunakan dalam rumah tangga,
dan evaluasi cara pengawasan kelambu).
 Pemetaan Fokus untuk mengetahui jelas lokasi kasus dan faktor resiko yang ada:
 Lokasi tempat tinggal kasus
 Lokasi terjadinya penularan (fokus)
 Tempat perindukan nyamuk
 Jentik nyamuk dan nyamuk
 Lokasi pengendalian vektor
 Lokasi Pelayanan kesehatan
 Penanggulangan fokus dilakukan berdasarkan klasifikasi fokus:
 Penanggulangan di daerah fokus aktif:
 Setiap kasus yang ditemukan dilakukan pemantauan minum obat dan
follow up pengobatan
 Jika ditemukan kasus kedua yang berhubungan dengan kasus pertama
dilakukan kunjungan rumah setiap hari selama 1 bulan (2 kali masa
inkubasi) untuk menemukan suspek malaria dan melaksanakan
pemeriksaan sediaan darah.
 Pengendalian vektor dilakukan dengan pembagian kelambu dan
pengendalian vektor lainnya yang sesuai dengan kondisi setempat.
 Promosi kesehatan untuk berperan aktif dalam upaya pembebasan malaria.
 Melakukan analisis kegiatan yang perlu dilakukan oleh lintas program/sektor
terkait sesuai permasalahan penularan malaria di daerah
tersebut.Penanggulangan di daerah fokus non aktif:
 Setiap kasus yang ditemukan dilakukan pemantauan minum obat dan
follow up pengobatan
 Jika ditemukan kasus kedua yang berhubungan dengan kasus pertama
dilakukan kunjungan rumah setiap hari selama 1 bulan (2 kali masa
inkubasi) untuk menemukan suspek malaria dan melaksanakan
pemeriksaan sediaan darah.
 Pengendalian vektor dilakukan dengan pembagian kelambu dan
pengendalian vektor lainnya yang sesuai dengan kondisi setempat.
 Promosi kesehatan untuk berperan aktif dalam upaya pembebasan malaria.
 Melakukan analisis kegiatan yang perlu dilakukan oleh lintas
program/sektor terkait sesuai permasalahan penularan malaria di daerah
tersebut.
 Penguatan surveilans migrasi malaria.
 Penanggulangan di daerah fokus bebas:
 Penguatan diagnostik dan penjaminan mutu laboratorium dan jejaringnya.
 Kemampuan mikroskopis di fasyankes minimal level 3
 Menunjuk petugas uji silang melalui Surat Keputusan Bupati.
 Uji silang sediaan darah di laboratorium rujukan kabupaten, bila hasil
pemeriksaan berbeda uji silang dilanjutkan di laboratorium rujukan
provinsi.
 Penguatan tatalaksana malaria dan jejaringnya
 Di wilayah yang reseptif dan atau vulnerable, penemuan kasus secara
dini dilakukan secara PCD, ACD dilaksanakan pada situasi kasus.
 Perlu adanya penetapan fasyankes dan focal point untuk diagnosis,
tatalaksana kasus dan logistik malaria.
 Perlu adanya hotline service penatalaksanaan kasus
 Audit kematian malaria
 Surveilans dan Pengendalian vektor di daerah reseptif.
 Pemantauan nyamuk anopheles secara berkala, minimal 6 bulan
sekali.
 Untuk daerah reseptif dilakukan kegiatan pengendalian vektor yang
sesuai seperti pembagian kelambu dan pengendalian vektor lainnya
yang sesuai dengan kondisi setempat.
 Promosi kesehatan untuk berperan aktif dalam upaya pembebasan malaria.
 Penguatan survelans migrasi malaria
 Melakukan pengamatan terus menerus terhadap penduduk dengan
riwayat perjalanan atau sedang melakukan perjalanan baik yang
bersifat sementara atau menetap dari atau ke daerah endemis malaria
melewati batas administrative wilayah.
 Kegiatan yang dilakukan meliputi penemuan kasus secara pasif
maupun aktif, dengan pengambilan dan pemeriksaan sediaan darah
pada pelaku perjalanan, penyuluhan, notifikasi silang, monitoring dan
evaluasi serta pencatatan dan pelaporan.

7. Unit Terkait a) Badan Penanggulangan Bencana Daerah


b) Dinas PUPR
c) Dinas Sosial
d) Dinas Pertanian
e) Dinas Pangan
f) Relawan TRC
8. Dokumen terkait a) Register kasus malaria
b) Form Penyelidikan Epidemiolog
c) Form Survei Kontak
d) Kartu Pasien malaria
9. Rekaman historis
perubahan
No. Yang diubah Isi Perubahan Tanggal Mulai diberlakukan

Anda mungkin juga menyukai