0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
8 tayangan15 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang kejadian luar biasa (KLB) demam berdarah dengue dan cikhungunya. Ia menjelaskan kriteria KLB, langkah-langkah penyelidikan epidemiologi, dan tindakan penanggulangan yang meliputi pengobatan pasien, pemberantasan vektor, dan penyuluhan masyarakat. Dokumen tersebut juga membahas evaluasi penanggulangan KLB.
Dokumen tersebut membahas tentang kejadian luar biasa (KLB) demam berdarah dengue dan cikhungunya. Ia menjelaskan kriteria KLB, langkah-langkah penyelidikan epidemiologi, dan tindakan penanggulangan yang meliputi pengobatan pasien, pemberantasan vektor, dan penyuluhan masyarakat. Dokumen tersebut juga membahas evaluasi penanggulangan KLB.
Dokumen tersebut membahas tentang kejadian luar biasa (KLB) demam berdarah dengue dan cikhungunya. Ia menjelaskan kriteria KLB, langkah-langkah penyelidikan epidemiologi, dan tindakan penanggulangan yang meliputi pengobatan pasien, pemberantasan vektor, dan penyuluhan masyarakat. Dokumen tersebut juga membahas evaluasi penanggulangan KLB.
1. Kriteria KLB DBD adalah : Adanya peningkatan jumlah kasus DBD (total kasus DBD dan DSS) di suatu desa/kelurahan atau wilayah lebih luas 2 (dua) kali atau lebih dalam kurun waktu satu minggu/ bulan dibanding minggu/bulan sebelumnya atau bulan yang sama tahun lalu. Untuk mengetahui apakah terjadi KLB perlu dilakukan penyelidikan epidemiologi dengan langah-langkah sebagai berikut : a. Petugas puskesmas/koordinat P2M setelah menerima laporan adanya kasus DBD /tersangka segera mencatat dalam buku catatan harian penderita DBD serta menyiapkan peralatan survei (tensimeter anak, senter, form PE dan adate) b. Petugas puskesmas melapor kepada lurah/ kepala desa dan RW/RT setempat bahwa di wilayahnya ada penderita serta akan dilaksanakan kegiatan PE. c. Lurah /kades mengkoordinasikan kepada RW dan RT agar pelaksanaan PE didampingi oleh salah seorang masyarakat. d. Keluarga tersangka membantu kelancaran kegiatan PE. e. Petugas menanyakan ada tidaknya penderita panas dalam kurun waktu 1 minggu sebelumnya. Bila ada penderita panas tanpa sebab jelas / gejala lain dilakukan uji Rumple Leede (RL) untuk mencari kasus tambahan. f. Melakukan pemeriksaaan jentikdi tandon-tandon air, baik di dalam atau di luar rumah (± 20 rumah disekitar kasus atau radius 100 meter dari rumah penderita). Apabila ditemukan jentik maka dilakukan PSN atau larvadiasi pada tandon yang sulit di kuras. g. Hasil pemeriksaan kasus panas dan jentik dicatat di form PE. h. Tempat potensial terjadinya penularan DBD yaitu: a. Wilayah yang banyak kasus DBD (rawan/endemis) b. Tempat-tempat umum merupakan berkumpulnya orang-orang yang datang dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe virus dengue cukup besar, seperti : sekolah, RS/Puskesmas dan sarana kesehatan lainnya. Agar hasil PE dapat dianalisis dengan baik untuk mengetahui permasalahan yang ada, maka instrumen PE harus memuat untuk mendapatkan data : a. Apakah adanya tranmisi penyakit yang dibuktikan dengan adanya penderita panas > 3 orang dan adanya jentik disekitar rumah. b. Jumlah populasi terancam di dukuh/RW/RT/desa untuk menghitung attack rate. c. Jumlah kasus dan meninggal untuk menghitung attack rate dan Case Fatality Rate (CFR). d. Sumber penularan. e. Kepadatan vektor : angka bebas jentik, container index, house index dsb f. Mengetahui risiko penularan penderita dengan melihat perilaku untuk upaya pencegahan. Setelah selesai Penyelidikan Epidemiologi segera dilakuakan analisis data unutk melakuakan tindakan penanggulangan KLB yaitu : a. Bila terbukti ada tranmisi, harus segera dilakukan pemutusan rantai penularan dengan : 1) Membunuh nyamuk dewasa dengan melakukan fogging focus. 2) Membunuh jentik dan telur-telurnyadengan melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan “3M” : Menguras tempat-tempat penularan air sekurang-kurangnya seminggu sekali, Menutup rapat tempat penampungan air atau menaburkan bubuk abate (melakukan abatisasi), Mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air (hujan) b. Pengamatan terus menerus kasus DBD sampai tidak ditemukan lagi kasus baru selama 2 kali masa inkubasi. c. Hasil analisis PE agar dilaporkan ke jenjang diatasnya : Puskesmas → Kab/Kota → Provinsi yang meliputi : 1) Dasar pelaksanaan kegiatan 2) Tujuan penyelidikan 3) Jasil penyelidikan epidemiologi 4) Variabel epidemiologi (waktu, tempat, orang) 5) Ukuran epidemiologi (pendududk terancam, angka serangan, angka kematian) 6) Faktor risiko terjadinya KLB 7) Kegiatan/tindakan yang telah dilaksanakan dan bantuan yang diharapkan dari masing-masing jenjang (kabupaten/provinsi) Bila KLB sudah berhenti (tidak ada kasus sampai 2 kali masa inkubasi) laporkan secara berjenjang (Puskesmas → Kab/Kota→Provinsi) meliputi : a. Hasil Penyelidikan Epidemiologi menurut variabel epidemiologi (kasus, vektor, perilaku penduduk). b. Hasil tendakan penanggulangan (terhadap kasus dan vektor menurut variabel epidemiologi) c. Rencana tindak lanjut agar tidak terjadi KLB lagi.
2. Penanggulangan KLB DBD
a. Penanggulangan KLB DBD adalah upaya penanggulangan yang meliputi : 1) Pengobatan/perawatan penderita, 2) Pemberantasan vektor penularan DBD, 3) Penyuluhan terhadap masyarakat 4) Evaluasi/penilaian penanggulangan yang dilakukan di seluruh wilayah yang terjadi KLB. b. Tujuan penanggulangan adalah membatasi penularan DBD, sehingga KLB yang terjadi disuatu wilayah tidak meluas ke wilayah lainnya. c. Bila terjadi KLB/wabah tindakan yang harus dilakukan adalah : 1) Penyemprotan insektisida 2) PSN-DBD 3) Larvasidasi (bila diperlukan) 4) Penyuluhan di seluruh wilayah terjangkit 5) Kegiatan pendukung lainya seperti : Pembentukan posko pengobatan, dan posko penanggulangan, penyelidikan KLB, pengumpulan dan pemeriksaaan specimen serta peningkatan kegiatan surveilans kasus dan vektor dan lain-lain. d. Pengobatan/perawatan penderita Penderita DBD berat di rawat di rumah sakit atau puskesmas yang mempunyai fasilitas perawatan. e. Pemberantasan Vektor : 1) Pengasapan (fogging/ULV) 2) Penyemprotan dengan mesin Fog 3) Pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue (PSN- DBD) 4) Larvasidasi f. Penyuluhan kesehatan masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bersama puskesmas menyusun rencana kerja penyuluhan. Pelaksanaannyadikoordinasikan oleh Bupati/Walikota/Camat/Lurah setempat. Kegiatan penyuluhan kesehatan masyarakat (PKM) meliputi : 1) Pertemuan dengan lintas sektor terkait. 2) Penyuluhan melalui media elektronik dan media cetak 3) Penyuluhan dilakukan di sekolah. 4) Penyuluhan melalui Ketua RW/RT. g. Penilaian penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) Penilaian penanggulangan KLB meliputi : 1) Penilaian operasional Penilaian operasional ditujukan untuk mengetahui presentase (coverage) pemberantasan vektor dari jumlah yang direncanakan. Penilaian ini dilakukan dengan melakukan kunjungan rumah secara acak dan wilayah-wilayah yang direncanakan untuk pengasapan, larbasidasi, penyulihan. Peda kunjungn tersebut dilakukan wawancara apakah rumah sudah dilakukan pengasapan, larvasidasi dan pemeriksaaan jentik serta penyuluhan. 2) Penilaian epidemiologi Penilaian ditujukan untuk mengetahui dampak upaya penanggulangan tehadap jumlah penderita dan kematian DBD. B. KEJADIAN LUAR BIASA CIKHUNGUNYA 1. Kriteria KLB Cikhungunya adalah : Adanya peningkatan jumlah kasus cikhungunya (total kasus cikhungunya) di suatu desa/kelurahan atau wilayah lebih luas 2 (dua) kali atau lebih dalam kurun waktu satu minggu/ bulan dibanding minggu/bulan sebelumnya atau bulan yang sama tahun lalu. Untuk mengetahui apakah terjadi KLB perlu dilakukan penyelidikan epidemiologi dengan langah-langkah sebagai berikut : a. Petugas puskesmas/koordinat P2M setelah menerima laporan adanya kasus cikhungunya /tersangka segera mencatat dalam buku catatan harian penderita cikhungunya serta menyiapkan peralatan survei (tensimeter anak, senter, form PE dan adate) b. Petugas puskesmas melapor kepada lurah/ kepala desa dan RW/RT setempat bahwa di wilayahnya ada penderita serta akan dilaksanakan kegiatan PE. c. Lurah /kades mengkoordinasikan kepada RW dan RT agar pelaksanaan PE didampingi oleh salah seorang masyarakat. d. Keluarga tersangka membantu kelancaran kegiatan PE. e. Petugas menanyakan ada tidaknya penderita panas dalam kurun waktu 1 minggu sebelumnya. Bila ada penderita panas tanpa sebab jelas / gejala lain dilakukan uji Rumple Leede (RL) untuk mencari kasus tambahan. f. Melakukan pemeriksaaan jentikdi tandon-tandon air, baik di dalam atau di luar rumah (± 20 rumah disekitar kasus atau radius 100 meter dari rumah penderita). Apabila ditemukan jentik maka dilakukan PSN atau larvadiasi pada tandon yang sulit di kuras. g. Hasil pemeriksaan kasus panas dan jentik dicatat di form PE. h. Tempat potensial terjadinya penularan cikhungunya yaitu: 1) Wilayah yang banyak kasus cikhungunya (rawan/endemis) 2) Tempat-tempat umum merupakan berkumpulnya orang- orang yang datang dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe virus dengue cukup besar, seperti : sekolah, RS/Puskesmas dan sarana kesehatan lainnya. Agar hasil PE dapat dianalisis dengan baik untuk mengetahui permasalahan yang ada, maka instrumen PE harus memuat untuk mendapatkan data : a. Apakah adanya tranmisi penyakit yang dibuktikan dengan adanya penderita panas > 3 orang dan adanya jentik disekitar rumah. b. Jumlah populasi terancam di dukuh/RW/RT/desa untuk menghitung attack rate. c. Jumlah kasus dan meninggal untuk menghitung attack rate dan Case Fatality Rate (CFR). d. Sumber penularan. e. Kepadatan vektor : angka bebas jentik, container index, house index dsb f. Mengetahui risiko penularan penderita dengan melihat perilaku untuk upaya pencegahan. Setelah selesai Penyelidikan Epidemiologi segera dilakuakan analisis data unutk melakuakan tindakan penanggulangan KLB yaitu : a. Bila terbukti ada tranmisi, harus segera dilakukan pemutusan rantai penularan dengan : 1) Membunuh nyamuk dewasa dengan melakukan fogging focus. 2) Membunuh jentik dan telur-telurnyadengan melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan “3M” : Menguras tempat-tempat penularan air sekurang-kurangnya seminggu sekali, Menutup rapat tempat penampungan air atau menaburkan bubuk abate (melakukan abatisasi), Mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air (hujan) b. Pengamatan terus menerus kasus DBD sampai tidak ditemukan lagi kasus baru selama 2 kali masa inkubasi. c. Hasil analisis PE agar dilaporkan ke jenjang diatasnya : Puskesmas → Kab/Kota → Provinsi yang meliputi : 1) Dasar pelaksanaan kegiatan 2) Tujuan penyelidikan 3) Jasil penyelidikan epidemiologi 4) Variabel epidemiologi (waktu, tempat, orang) 5) Ukuran epidemiologi (pendududk terancam, angka serangan, angka kematian) 6) Faktor risiko terjadinya KLB 7) Kegiatan/tindakan yang telah dilaksanakan dan bantuan yang diharapkan dari masing-masing jenjang (kabupaten/provinsi) Bila KLB sudah berhenti (tidak ada kasus sampai 2 kali masa inkubasi) laporkan secara berjenjang (Puskesmas → Kab/Kota→Provinsi) meliputi : a. Hasil Penyelidikan Epidemiologi menurut variabel epidemiologi (kasus, vektor, perilaku penduduk). b. Hasil tendakan penanggulangan (terhadap kasus dan vektor menurut variabel epidemiologi) c. Rencana tindak lanjut agar tidak terjadi KLB lagi. 2. Penanggulangan KLB Chikungunya a. Penanggulangan KLB Chikungunya adalah upaya penanggulangan yang meliputi : 1) Pengobatan/perawatan penderita, 2) Pemberantasan vektor penularan Chikungunya, 3) Penyuluhan terhadap masyarakat 4) Evaluasi/penilaian penanggulangan yang dilakukan di seluruh wilayah yang terjadi KLB. b. Tujuan penanggulangan adalah membatasi penularan Chikungunya, sehingga KLB yang terjadi disuatu wilayah tidak meluas ke wilayah lainnya. c. Bila terjadi KLB/wabah tindakan yang harus dilakukan adalah : 1) Penyemprotan insektisida 2) PSN- Chikungunya 3) Larvasidasi (bila diperlukan) 4) Penyuluhan di seluruh wilayah terjangkit 5) Kegiatan pendukung lainya seperti : Pembentukan posko pengobatan, dan posko penanggulangan, penyelidikan KLB, pengumpulan dan pemeriksaaan specimen serta peningkatan kegiatan surveilans kasus dan vektor dan lain-lain. d. Pengobatan/perawatan penderita Penderita DBD berat di rawat di rumah sakit atau puskesmas yang mempunyai fasilitas perawatan. e. Pemberantasan Vektor : 1) Pengasapan (fogging/ULV) 2) Penyemprotan dengan mesin Fog 3) Pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue (PSN-DBD) 4) Larvasidasi f. Penyuluhan kesehatan masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bersama puskesmas menyusun rencana kerja penyuluhan. Pelaksanaannyadikoordinasikan oleh Bupati/Walikota/Camat/Lurah setempat. Kegiatan penyuluhan kesehatan masyarakat (PKM) meliputi : 1) Pertemuan dengan lintas sektor terkait. 2) Penyuluhan melalui media elektronik dan media cetak 3) Penyuluhan dilakukan di sekolah. 4) Penyuluhan melalui Ketua RW/RT. g. Penilaian penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) Penilaian penanggulangan KLB meliputi : 1) Penilaian operasional Penilaian operasional ditujukan untuk mengetahui presentase (coverage) pemberantasan vektor dari jumlah yang direncanakan. Penilaian ini dilakukan dengan melakukan kunjungan rumah secara acak dan wilayah-wilayah yang direncanakan untuk pengasapan, larbasidasi, penyulihan. Peda kunjungn tersebut dilakukan wawancara apakah rumah sudah dilakukan pengasapan, larvasidasi dan pemeriksaaan jentik serta penyuluhan. 2) Penilaian epidemiologi Penilaian ditujukan untuk mengetahui dampak upaya penanggulangan tehadap jumlah penderita dan kematian Chikungunya. C. KEJADIAN LUAR BIASA DIARE Upaya penanggulangan KLB diarahkan terutama mencegah terjadinya dehidrasi dan kematian. Penegakan sistem rujukan dari keluarga – pos pelayanan kesehatan dilakaukan dengan cepat dan menjangkau semua penderita. Apabila diagnosis etiologi dapat teridentifikasi dengan tepat, maka pemberian antibiotika dapat mempercepat penyembuhan dan sekaligus menghilangkan sumber penularan dengan cepat. 1. Penyelidikan Epidemiologi Telah terjadi KLB diare pada suatu wilayah tertentu apabila memenuhi salah satu kriteria : a. Angka kesakitan atau kematian di suatu kecamatan, desa/kelurahan menunjukkan kenaikan yang mencolok selama 3 kali waktu observasi berturut-turut (harian atau mingguan). b. Jumlah penderita atau kematian di suatu kecamatan, desa/kelurahan menunjukkan kenaikan 2 kali atau lebih dalam periode waktu tertentu (harian, mingguan, bulanan) dibandingkan dengan angka rata-rata dalam satu tahun terakhir. c. Peningkatan case fatality rate dalam suatu kecamatan, desa/kelurahan dalam waktu 1 bulan dibandingkan dengan case fatality rate bulan lalu. d. Peningkatan jumlah kesakitan atau kematian dalam periode waktu (mingguan, bulanan) di suatu kecamatan, desa/kelurahan dibanding dengan periode yang sama tahun lalu. 2. Upaya Penanggulangan KLB Upaya penanggulangan KLB melakukan upaya penyelamatan penderita dengan mendekatkan pelayana ke masyarakat di daerah terjangkit KLB diare, yaitu dengan membentuk pos kesehatan dan rehidrasi yang diikuti dengan penyuluhan agar masyarakat dapat melakukan pertolongan sementara di rumah tangga dapat segera membawa ke pos-pos pelayanan kesehatan terdekat. Tugas utama Pos Kesehatan dan Pusat Pehidrasi (PR) Adalah : a. Merawat dan memberikan pengobatan diare sesuai bagan tatalaksana penderita. b. Melakukan registrasi pencatat nama, umur, alamat lengkap, tanggat berobat dan waktu mulai sakit, gejala diagnosa (sebagaimana terlampir) c. Mengatur logistik dan obat-obatan d. Memberikan penyuluhan kepada penderita dan keluarga e. Memberikan pengobatan preventif terhadap kontak serumah pada kasus/KLB kolera f. Membuat laporan harian kepada puskesmas. Tim penanggulangan KLB menyelenggarakan penyuluhan untuk melakukan perawatan dini dan mencermati tanda-tanda dehidrasi, penyuluhan segera berobat bagi setiap penderita dan bahkan secara aktif mencari kasus sedini mungkin. Upaya ini bekerjasama dengan para guru, petugas desa atau kelurahan, petugas puskesmas lainnya. 3. Sistem kewaspadaan Dini KLB Pengawasan KLB diare harus dilaksanakan di setiap unit pelayanan, terutama di Puskesmas dan rumah sakit serta Dinas kesehatan Kabupaten/Kota. PWS KLB diare juga perlu dikembangkan di laboratorium, baik di balai Laboratorium Kesehatan Pusat dan Daerah maupun laboratorium rumah sakit dan puskesmas. Seringkali serangan KLB diare terjadi peada wilayah yang sangat luas, dan oleh karena itu peran jejaring antar Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Dinas Kesehatan Provinsi dan Ditjen PPM & PL, Depkes menjadi sangat penting utuk terus menerus memantau adanya KLB diare atau perkembangan kondisi rentan KLB serta menginformasikan kepada semua Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota serta unit-unti pelayanan di daerahnya dalam rangka kewaspadaan dini KLB diare. Dukungan dokumen hasil pnyelidikan dan pemeriksaan laboratorium sangat membantu menjelaskan etiologi dan pola epidemiologi KLB diare yang sedang meningkat pada suatu wilayah yang luas.
D. KEJADIAN LUAR BIASA HEPATITIS A
1. Penyelidikan Epidemiologi Hepatitis A ditetapkan apabila terdapat dua kasus klinis atau lebih yang berhubungan secara epidemiologis dalam waktu kurang dari 35 hari. Berhubungan secara epidemiologis adalah adanya kesamaan tempat tinggal, tempat kerja, sekolah atau tempat jajan. Laporan penyelidikan epidemiologi sebaiknya dapat menjelaskan a. Diagnosis KLB hepatitis A, b. Penyebaran kasus menurut waktu, wilayah geografis (RT/RW, desa dan kecamatan), umur dan waktu lainnya yang diperlukan, misalnya sekolah, tempat kerja dsb. c. Sumber dan cara penularan d. Status KLB pada saat penyelidikan epidemiologi dilaksanakan serta perkiraan peningkatan dan penyebaran KLB. e. Rencana upaya penanggulangannya 2. Upaya Penanggulangan KLB a. Upaya penanggulangan KLB terutama diarahkan pada pengobatan dan pencegahan KLB. b. Tidak ada pengobatan spesifik. Penderita membutuhkan istirahat yang cukup, makanan rendah lemak. Sementara isolasi air kencing dan tinja penderita dapat mencegah penularan dan penyebaran KLB hepatitis. c. Upaya pencegahan serangan KLB diarahkan untuk memutus rantai penularan penyebarluasan virus melalui perbaikan sanitasi dan pengamanan makanan. d. Apabila telah teridentifikasi sumber penularan, maka perbaikan sanitasi dan pengamanan makanan segera ditegakkan dengan ketat, atau sumber penularan dimaksud diisolasi sampai diyakini tidak mengandung virus. e. Apabila belum teridentifikasi sumber penularannya dengan jelas, maka perbaikan sanitasi dan pengamanan makanan segera ditegakkan dengan ketat terhadap semua kantin dan jajanan yang berhubungan dengan populasi berisiko. f. Apabila tidak teridentifikasi sama sekali sumber penularannya, maka unruk sementara semua populasi berisiko makan makanan yang dibawa dari rumah saja. g. Pemberian imunisasi pada saat terjadinya KLB adalah IG pada populasi yang diperkirakan sudah terpapar dengan virus hepatitis A, misalnya satu kantin sebagai sumber penularan bersama. 3. Sistem Kewaspadaan Dini – KLB Terjadinya KLB hepatitis A lebih sering disebabkan karena KLB keracunan makanan, oleh karena itu SKD-KLB terutama ditunjukkan pada upaya pengamanan pangan. Peda daerah-daerah endemis tinggi jarang tejadi KLB hepatitis A, karena semua penduduk telah menderita sakit atau memiliki kekebalan alamiah. Pada daerah- daerah pengamanan pangan yang baik, tetapi berada ada wilayah rentan hepatitis A akan sering terjadi KLB hepatitis A. Berdasarkan data yang ada menunjukkan bahwa KLB hepatitis A sering terjadi pada musim tertentu, oleh karena itu pemantauan adanya KLB hepatitis A perlu dilakukan dengan cermat oleh Dinas Kesehatan Provinsi dan Departemen Kesehatan. Apabila terdapat kecenderungan peningkatan serangan KLB hepatitis A pada suatu kawasan tertentu, maka Dinas Kesehatan atau Departemen Kesehatan perlu menginformasikan peringatan kewaspadaan KLB hepatitis A pada semua unit kesehatan di wilayah tersebut.