Anda di halaman 1dari 15

BAB IV

PEMBAHASAN

A. KEJADIAN LUAR BIASA DEMAM BERDARAH DENGUE


1. Kriteria KLB DBD adalah :
Adanya peningkatan jumlah kasus DBD (total kasus DBD dan DSS) di
suatu desa/kelurahan atau wilayah lebih luas 2 (dua) kali atau lebih
dalam kurun waktu satu minggu/ bulan dibanding minggu/bulan
sebelumnya atau bulan yang sama tahun lalu.
Untuk mengetahui apakah terjadi KLB perlu dilakukan penyelidikan
epidemiologi dengan langah-langkah sebagai berikut :
a. Petugas puskesmas/koordinat P2M setelah menerima laporan
adanya kasus DBD /tersangka segera mencatat dalam buku catatan
harian penderita DBD serta menyiapkan peralatan survei (tensimeter
anak, senter, form PE dan adate)
b. Petugas puskesmas melapor kepada lurah/ kepala desa dan RW/RT
setempat bahwa di wilayahnya ada penderita serta akan
dilaksanakan kegiatan PE.
c. Lurah /kades mengkoordinasikan kepada RW dan RT agar
pelaksanaan PE didampingi oleh salah seorang masyarakat.
d. Keluarga tersangka membantu kelancaran kegiatan PE.
e. Petugas menanyakan ada tidaknya penderita panas dalam kurun
waktu 1 minggu sebelumnya. Bila ada penderita panas tanpa sebab
jelas / gejala lain dilakukan uji Rumple Leede (RL) untuk mencari
kasus tambahan.
f. Melakukan pemeriksaaan jentikdi tandon-tandon air, baik di dalam
atau di luar rumah (± 20 rumah disekitar kasus atau radius 100 meter
dari rumah penderita). Apabila ditemukan jentik maka dilakukan PSN
atau larvadiasi pada tandon yang sulit di kuras.
g. Hasil pemeriksaan kasus panas dan jentik dicatat di form PE.
h. Tempat potensial terjadinya penularan DBD yaitu:
a. Wilayah yang banyak kasus DBD (rawan/endemis)
b. Tempat-tempat umum merupakan berkumpulnya orang-orang
yang datang dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan
terjadinya pertukaran beberapa tipe virus dengue cukup besar,
seperti : sekolah, RS/Puskesmas dan sarana kesehatan lainnya.
Agar hasil PE dapat dianalisis dengan baik untuk mengetahui
permasalahan yang ada, maka instrumen PE harus memuat untuk
mendapatkan data :
a. Apakah adanya tranmisi penyakit yang dibuktikan dengan adanya
penderita panas > 3 orang dan adanya jentik disekitar rumah.
b. Jumlah populasi terancam di dukuh/RW/RT/desa untuk menghitung
attack rate.
c. Jumlah kasus dan meninggal untuk menghitung attack rate dan Case
Fatality Rate (CFR).
d. Sumber penularan.
e. Kepadatan vektor : angka bebas jentik, container index, house index
dsb
f. Mengetahui risiko penularan penderita dengan melihat perilaku
untuk upaya pencegahan.
Setelah selesai Penyelidikan Epidemiologi segera dilakuakan analisis
data unutk melakuakan tindakan penanggulangan KLB yaitu :
a. Bila terbukti ada tranmisi, harus segera dilakukan pemutusan rantai
penularan dengan :
1) Membunuh nyamuk dewasa dengan melakukan fogging focus.
2) Membunuh jentik dan telur-telurnyadengan melakukan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan “3M” : Menguras
tempat-tempat penularan air sekurang-kurangnya seminggu
sekali, Menutup rapat tempat penampungan air atau
menaburkan bubuk abate (melakukan abatisasi), Mengubur
barang-barang bekas yang dapat menampung air (hujan)
b. Pengamatan terus menerus kasus DBD sampai tidak ditemukan lagi
kasus baru selama 2 kali masa inkubasi.
c. Hasil analisis PE agar dilaporkan ke jenjang diatasnya : Puskesmas →
Kab/Kota → Provinsi yang meliputi :
1) Dasar pelaksanaan kegiatan
2) Tujuan penyelidikan
3) Jasil penyelidikan epidemiologi
4) Variabel epidemiologi (waktu, tempat, orang)
5) Ukuran epidemiologi (pendududk terancam, angka serangan,
angka kematian)
6) Faktor risiko terjadinya KLB
7) Kegiatan/tindakan yang telah dilaksanakan dan bantuan yang
diharapkan dari masing-masing jenjang (kabupaten/provinsi)
Bila KLB sudah berhenti (tidak ada kasus sampai 2 kali masa inkubasi)
laporkan secara berjenjang (Puskesmas → Kab/Kota→Provinsi) meliputi :
a. Hasil Penyelidikan Epidemiologi menurut variabel epidemiologi
(kasus, vektor, perilaku penduduk).
b. Hasil tendakan penanggulangan (terhadap kasus dan vektor menurut
variabel epidemiologi)
c. Rencana tindak lanjut agar tidak terjadi KLB lagi.

2. Penanggulangan KLB DBD


a. Penanggulangan KLB DBD adalah upaya penanggulangan yang
meliputi :
1) Pengobatan/perawatan penderita,
2) Pemberantasan vektor penularan DBD,
3) Penyuluhan terhadap masyarakat
4) Evaluasi/penilaian penanggulangan yang dilakukan di seluruh
wilayah yang terjadi KLB.
b. Tujuan penanggulangan adalah membatasi penularan DBD, sehingga
KLB yang terjadi disuatu wilayah tidak meluas ke wilayah lainnya.
c. Bila terjadi KLB/wabah tindakan yang harus dilakukan adalah :
1) Penyemprotan insektisida
2) PSN-DBD
3) Larvasidasi (bila diperlukan)
4) Penyuluhan di seluruh wilayah terjangkit
5) Kegiatan pendukung lainya seperti : Pembentukan posko
pengobatan, dan posko penanggulangan, penyelidikan KLB,
pengumpulan dan pemeriksaaan specimen serta peningkatan
kegiatan surveilans kasus dan vektor dan lain-lain.
d. Pengobatan/perawatan penderita
Penderita DBD berat di rawat di rumah sakit atau puskesmas yang
mempunyai fasilitas perawatan.
e. Pemberantasan Vektor :
1) Pengasapan (fogging/ULV)
2) Penyemprotan dengan mesin Fog
3) Pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue (PSN-
DBD)
4) Larvasidasi
f. Penyuluhan kesehatan masyarakat
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bersama puskesmas menyusun
rencana kerja penyuluhan. Pelaksanaannyadikoordinasikan oleh
Bupati/Walikota/Camat/Lurah setempat. Kegiatan penyuluhan
kesehatan masyarakat (PKM) meliputi :
1) Pertemuan dengan lintas sektor terkait.
2) Penyuluhan melalui media elektronik dan media cetak
3) Penyuluhan dilakukan di sekolah.
4) Penyuluhan melalui Ketua RW/RT.
g. Penilaian penanggulangan kejadian luar biasa (KLB)
Penilaian penanggulangan KLB meliputi :
1) Penilaian operasional
Penilaian operasional ditujukan untuk mengetahui presentase
(coverage) pemberantasan vektor dari jumlah yang
direncanakan. Penilaian ini dilakukan dengan melakukan
kunjungan rumah secara acak dan wilayah-wilayah yang
direncanakan untuk pengasapan, larbasidasi, penyulihan. Peda
kunjungn tersebut dilakukan wawancara apakah rumah sudah
dilakukan pengasapan, larvasidasi dan pemeriksaaan jentik serta
penyuluhan.
2) Penilaian epidemiologi
Penilaian ditujukan untuk mengetahui dampak upaya
penanggulangan tehadap jumlah penderita dan kematian DBD.
B. KEJADIAN LUAR BIASA CIKHUNGUNYA
1. Kriteria KLB Cikhungunya adalah :
Adanya peningkatan jumlah kasus cikhungunya (total kasus
cikhungunya) di suatu desa/kelurahan atau wilayah lebih luas 2 (dua)
kali atau lebih dalam kurun waktu satu minggu/ bulan dibanding
minggu/bulan sebelumnya atau bulan yang sama tahun lalu.
Untuk mengetahui apakah terjadi KLB perlu dilakukan penyelidikan
epidemiologi dengan langah-langkah sebagai berikut :
a. Petugas puskesmas/koordinat P2M setelah menerima laporan
adanya kasus cikhungunya /tersangka segera mencatat dalam
buku catatan harian penderita cikhungunya serta menyiapkan
peralatan survei (tensimeter anak, senter, form PE dan adate)
b. Petugas puskesmas melapor kepada lurah/ kepala desa dan
RW/RT setempat bahwa di wilayahnya ada penderita serta akan
dilaksanakan kegiatan PE.
c. Lurah /kades mengkoordinasikan kepada RW dan RT agar
pelaksanaan PE didampingi oleh salah seorang masyarakat.
d. Keluarga tersangka membantu kelancaran kegiatan PE.
e. Petugas menanyakan ada tidaknya penderita panas dalam kurun
waktu 1 minggu sebelumnya. Bila ada penderita panas tanpa
sebab jelas / gejala lain dilakukan uji Rumple Leede (RL) untuk
mencari kasus tambahan.
f. Melakukan pemeriksaaan jentikdi tandon-tandon air, baik di
dalam atau di luar rumah (± 20 rumah disekitar kasus atau radius
100 meter dari rumah penderita). Apabila ditemukan jentik maka
dilakukan PSN atau larvadiasi pada tandon yang sulit di kuras.
g. Hasil pemeriksaan kasus panas dan jentik dicatat di form PE.
h. Tempat potensial terjadinya penularan cikhungunya yaitu:
1) Wilayah yang banyak kasus cikhungunya (rawan/endemis)
2) Tempat-tempat umum merupakan berkumpulnya orang-
orang yang datang dari berbagai wilayah sehingga
kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe virus
dengue cukup besar, seperti : sekolah, RS/Puskesmas dan
sarana kesehatan lainnya.
Agar hasil PE dapat dianalisis dengan baik untuk mengetahui
permasalahan yang ada, maka instrumen PE harus memuat untuk
mendapatkan data :
a. Apakah adanya tranmisi penyakit yang dibuktikan dengan adanya
penderita panas > 3 orang dan adanya jentik disekitar rumah.
b. Jumlah populasi terancam di dukuh/RW/RT/desa untuk
menghitung attack rate.
c. Jumlah kasus dan meninggal untuk menghitung attack rate dan
Case Fatality Rate (CFR).
d. Sumber penularan.
e. Kepadatan vektor : angka bebas jentik, container index, house
index dsb
f. Mengetahui risiko penularan penderita dengan melihat perilaku
untuk upaya pencegahan.
Setelah selesai Penyelidikan Epidemiologi segera dilakuakan
analisis data unutk melakuakan tindakan penanggulangan KLB yaitu :
a. Bila terbukti ada tranmisi, harus segera dilakukan pemutusan
rantai penularan dengan :
1) Membunuh nyamuk dewasa dengan melakukan fogging
focus.
2) Membunuh jentik dan telur-telurnyadengan melakukan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan “3M” :
Menguras tempat-tempat penularan air sekurang-kurangnya
seminggu sekali, Menutup rapat tempat penampungan air
atau menaburkan bubuk abate (melakukan abatisasi),
Mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air
(hujan)
b. Pengamatan terus menerus kasus DBD sampai tidak ditemukan
lagi kasus baru selama 2 kali masa inkubasi.
c. Hasil analisis PE agar dilaporkan ke jenjang diatasnya : Puskesmas
→ Kab/Kota → Provinsi yang meliputi :
1) Dasar pelaksanaan kegiatan
2) Tujuan penyelidikan
3) Jasil penyelidikan epidemiologi
4) Variabel epidemiologi (waktu, tempat, orang)
5) Ukuran epidemiologi (pendududk terancam, angka
serangan, angka kematian)
6) Faktor risiko terjadinya KLB
7) Kegiatan/tindakan yang telah dilaksanakan dan bantuan
yang diharapkan dari masing-masing jenjang
(kabupaten/provinsi)
Bila KLB sudah berhenti (tidak ada kasus sampai 2 kali masa
inkubasi) laporkan secara berjenjang (Puskesmas →
Kab/Kota→Provinsi) meliputi :
a. Hasil Penyelidikan Epidemiologi menurut variabel epidemiologi
(kasus, vektor, perilaku penduduk).
b. Hasil tendakan penanggulangan (terhadap kasus dan vektor
menurut variabel epidemiologi)
c. Rencana tindak lanjut agar tidak terjadi KLB lagi.
2. Penanggulangan KLB Chikungunya
a. Penanggulangan KLB Chikungunya adalah upaya penanggulangan
yang meliputi :
1) Pengobatan/perawatan penderita,
2) Pemberantasan vektor penularan Chikungunya,
3) Penyuluhan terhadap masyarakat
4) Evaluasi/penilaian penanggulangan yang dilakukan di seluruh
wilayah yang terjadi KLB.
b. Tujuan penanggulangan adalah membatasi penularan
Chikungunya, sehingga KLB yang terjadi disuatu wilayah tidak
meluas ke wilayah lainnya.
c. Bila terjadi KLB/wabah tindakan yang harus dilakukan adalah :
1) Penyemprotan insektisida
2) PSN- Chikungunya
3) Larvasidasi (bila diperlukan)
4) Penyuluhan di seluruh wilayah terjangkit
5) Kegiatan pendukung lainya seperti : Pembentukan posko
pengobatan, dan posko penanggulangan, penyelidikan KLB,
pengumpulan dan pemeriksaaan specimen serta peningkatan
kegiatan surveilans kasus dan vektor dan lain-lain.
d. Pengobatan/perawatan penderita
Penderita DBD berat di rawat di rumah sakit atau puskesmas yang
mempunyai fasilitas perawatan.
e. Pemberantasan Vektor :
1) Pengasapan (fogging/ULV)
2) Penyemprotan dengan mesin Fog
3) Pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue
(PSN-DBD)
4) Larvasidasi
f. Penyuluhan kesehatan masyarakat
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bersama puskesmas menyusun
rencana kerja penyuluhan. Pelaksanaannyadikoordinasikan oleh
Bupati/Walikota/Camat/Lurah setempat. Kegiatan penyuluhan
kesehatan masyarakat (PKM) meliputi :
1) Pertemuan dengan lintas sektor terkait.
2) Penyuluhan melalui media elektronik dan media cetak
3) Penyuluhan dilakukan di sekolah.
4) Penyuluhan melalui Ketua RW/RT.
g. Penilaian penanggulangan kejadian luar biasa (KLB)
Penilaian penanggulangan KLB meliputi :
1) Penilaian operasional
Penilaian operasional ditujukan untuk mengetahui presentase
(coverage) pemberantasan vektor dari jumlah yang
direncanakan. Penilaian ini dilakukan dengan melakukan
kunjungan rumah secara acak dan wilayah-wilayah yang
direncanakan untuk pengasapan, larbasidasi, penyulihan.
Peda kunjungn tersebut dilakukan wawancara apakah rumah
sudah dilakukan pengasapan, larvasidasi dan pemeriksaaan
jentik serta penyuluhan.
2) Penilaian epidemiologi
Penilaian ditujukan untuk mengetahui dampak upaya
penanggulangan tehadap jumlah penderita dan kematian
Chikungunya.
C. KEJADIAN LUAR BIASA DIARE
Upaya penanggulangan KLB diarahkan terutama mencegah terjadinya
dehidrasi dan kematian. Penegakan sistem rujukan dari keluarga – pos
pelayanan kesehatan dilakaukan dengan cepat dan menjangkau semua
penderita. Apabila diagnosis etiologi dapat teridentifikasi dengan tepat,
maka pemberian antibiotika dapat mempercepat penyembuhan dan
sekaligus menghilangkan sumber penularan dengan cepat.
1. Penyelidikan Epidemiologi
Telah terjadi KLB diare pada suatu wilayah tertentu apabila
memenuhi salah satu kriteria :
a. Angka kesakitan atau kematian di suatu kecamatan,
desa/kelurahan menunjukkan kenaikan yang mencolok selama 3
kali waktu observasi berturut-turut (harian atau mingguan).
b. Jumlah penderita atau kematian di suatu kecamatan,
desa/kelurahan menunjukkan kenaikan 2 kali atau lebih dalam
periode waktu tertentu (harian, mingguan, bulanan) dibandingkan
dengan angka rata-rata dalam satu tahun terakhir.
c. Peningkatan case fatality rate dalam suatu kecamatan,
desa/kelurahan dalam waktu 1 bulan dibandingkan dengan case
fatality rate bulan lalu.
d. Peningkatan jumlah kesakitan atau kematian dalam periode waktu
(mingguan, bulanan) di suatu kecamatan, desa/kelurahan
dibanding dengan periode yang sama tahun lalu.
2. Upaya Penanggulangan KLB
Upaya penanggulangan KLB melakukan upaya penyelamatan
penderita dengan mendekatkan pelayana ke masyarakat di daerah
terjangkit KLB diare, yaitu dengan membentuk pos kesehatan dan
rehidrasi yang diikuti dengan penyuluhan agar masyarakat dapat
melakukan pertolongan sementara di rumah tangga dapat segera
membawa ke pos-pos pelayanan kesehatan terdekat.
Tugas utama Pos Kesehatan dan Pusat Pehidrasi (PR) Adalah :
a. Merawat dan memberikan pengobatan diare sesuai bagan
tatalaksana penderita.
b. Melakukan registrasi pencatat nama, umur, alamat lengkap,
tanggat berobat dan waktu mulai sakit, gejala diagnosa
(sebagaimana terlampir)
c. Mengatur logistik dan obat-obatan
d. Memberikan penyuluhan kepada penderita dan keluarga
e. Memberikan pengobatan preventif terhadap kontak serumah
pada kasus/KLB kolera
f. Membuat laporan harian kepada puskesmas.
Tim penanggulangan KLB menyelenggarakan penyuluhan untuk
melakukan perawatan dini dan mencermati tanda-tanda dehidrasi,
penyuluhan segera berobat bagi setiap penderita dan bahkan secara
aktif mencari kasus sedini mungkin. Upaya ini bekerjasama dengan
para guru, petugas desa atau kelurahan, petugas puskesmas lainnya.
3. Sistem kewaspadaan Dini KLB
Pengawasan KLB diare harus dilaksanakan di setiap unit
pelayanan, terutama di Puskesmas dan rumah sakit serta Dinas
kesehatan Kabupaten/Kota. PWS KLB diare juga perlu dikembangkan di
laboratorium, baik di balai Laboratorium Kesehatan Pusat dan Daerah
maupun laboratorium rumah sakit dan puskesmas.
Seringkali serangan KLB diare terjadi peada wilayah yang sangat
luas, dan oleh karena itu peran jejaring antar Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Dinas Kesehatan Provinsi dan Ditjen PPM & PL,
Depkes menjadi sangat penting utuk terus menerus memantau adanya
KLB diare atau perkembangan kondisi rentan KLB serta
menginformasikan kepada semua Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
serta unit-unti pelayanan di daerahnya dalam rangka kewaspadaan
dini KLB diare.
Dukungan dokumen hasil pnyelidikan dan pemeriksaan
laboratorium sangat membantu menjelaskan etiologi dan pola
epidemiologi KLB diare yang sedang meningkat pada suatu wilayah
yang luas.

D. KEJADIAN LUAR BIASA HEPATITIS A


1. Penyelidikan Epidemiologi
Hepatitis A ditetapkan apabila terdapat dua kasus klinis atau lebih
yang berhubungan secara epidemiologis dalam waktu kurang dari 35
hari. Berhubungan secara epidemiologis adalah adanya kesamaan
tempat tinggal, tempat kerja, sekolah atau tempat jajan.
Laporan penyelidikan epidemiologi sebaiknya dapat menjelaskan
a. Diagnosis KLB hepatitis A,
b. Penyebaran kasus menurut waktu, wilayah geografis (RT/RW, desa
dan kecamatan), umur dan waktu lainnya yang diperlukan,
misalnya sekolah, tempat kerja dsb.
c. Sumber dan cara penularan
d. Status KLB pada saat penyelidikan epidemiologi dilaksanakan serta
perkiraan peningkatan dan penyebaran KLB.
e. Rencana upaya penanggulangannya
2. Upaya Penanggulangan KLB
a. Upaya penanggulangan KLB terutama diarahkan pada pengobatan
dan pencegahan KLB.
b. Tidak ada pengobatan spesifik. Penderita membutuhkan istirahat
yang cukup, makanan rendah lemak. Sementara isolasi air kencing
dan tinja penderita dapat mencegah penularan dan penyebaran
KLB hepatitis.
c. Upaya pencegahan serangan KLB diarahkan untuk memutus rantai
penularan penyebarluasan virus melalui perbaikan sanitasi dan
pengamanan makanan.
d. Apabila telah teridentifikasi sumber penularan, maka perbaikan
sanitasi dan pengamanan makanan segera ditegakkan dengan
ketat, atau sumber penularan dimaksud diisolasi sampai diyakini
tidak mengandung virus.
e. Apabila belum teridentifikasi sumber penularannya dengan jelas,
maka perbaikan sanitasi dan pengamanan makanan segera
ditegakkan dengan ketat terhadap semua kantin dan jajanan yang
berhubungan dengan populasi berisiko.
f. Apabila tidak teridentifikasi sama sekali sumber penularannya,
maka unruk sementara semua populasi berisiko makan makanan
yang dibawa dari rumah saja.
g. Pemberian imunisasi pada saat terjadinya KLB adalah IG pada
populasi yang diperkirakan sudah terpapar dengan virus hepatitis
A, misalnya satu kantin sebagai sumber penularan bersama.
3. Sistem Kewaspadaan Dini – KLB
Terjadinya KLB hepatitis A lebih sering disebabkan karena KLB
keracunan makanan, oleh karena itu SKD-KLB terutama ditunjukkan
pada upaya pengamanan pangan. Peda daerah-daerah endemis tinggi
jarang tejadi KLB hepatitis A, karena semua penduduk telah
menderita sakit atau memiliki kekebalan alamiah. Pada daerah-
daerah pengamanan pangan yang baik, tetapi berada ada wilayah
rentan hepatitis A akan sering terjadi KLB hepatitis A.
Berdasarkan data yang ada menunjukkan bahwa KLB hepatitis A
sering terjadi pada musim tertentu, oleh karena itu pemantauan
adanya KLB hepatitis A perlu dilakukan dengan cermat oleh Dinas
Kesehatan Provinsi dan Departemen Kesehatan. Apabila terdapat
kecenderungan peningkatan serangan KLB hepatitis A pada suatu
kawasan tertentu, maka Dinas Kesehatan atau Departemen
Kesehatan perlu menginformasikan peringatan kewaspadaan KLB
hepatitis A pada semua unit kesehatan di wilayah tersebut.

Anda mungkin juga menyukai