Anda di halaman 1dari 17

PEMERIKSAAN AKUNTANSI I

Modul 8

Materialitas Dan Resiko Audit

Salza Adzri Arismutia S.E, M.M


PEMERIKSAAN AKUNTANSI I
Modul 10

MATERIALITAS DAN RESIKO AUDIT

MATERIALITAS
Materialitas merupakan dasar penerapan standar auditing, Oleh
karena itu, materialitas mempunyai pengaruh yang mencakup semua
aspek audit dalam audit atas laporan keuangan. SA Seksi 312 Risiko
Audit dan Materialitas audit dalam Pelaksanaan Audit menghruskan
auditor untuk mempertimbangkan materialitas dalam (1) perencanaan
audit, dan (2) penilaian terhadap kewajaran laporan keuangan secara
keseluruhan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di
Indonesia.

Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji


informasi akuntansi yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat
mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan
orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena
adanya penghilangan atau salah saji itu.

Dengan begitu, mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan


baik (1) keadaan yang berkaitan dengan entitas dan (2) kebutuhan
informasi pihak yang akan meletakan kepercayaan atas laporan keuangan
auditan.
Mengapa Konsep Materialitas Penting dalam Audit atas Laporan
Keuangan?
Dalam audit atas laporan keuangan, auditor tidak dapat
memberikan jaminan (guaranee) bagi klien atau pemakai laporan
keuangan yang lain, bahwa laporan keuangan auditan adalah akurat.
Auditor tidak dapat memberikan jaminan karena ia tidak memeriksa setiap
transaksi yang terjadi dalam tahun yang di audit dan tidak dapat
menentukan apakah semua transaksi yang terjadi telah dicatat, diringkas,
digolongkan, dan dikompilasi secara semestinya ke dalam laporan
keuangan.
Jika auditor diharuskan untuk memberikan jaminan mengenai
keakuratan laporan keuangan auditan, hal ini tidak mungkin dilakukan,
karena akan memerlukan waktu dan biaya yang jauh melebihi manfaat
yang dihasilkan. Di samping itu, tidaklah mungkin seseorang menyatakan
keakuratan laporan keuangan (yang berarti ketepatan semua informasi
yang disajikan dalam laporan keuangan), mengingat bahwa laporan
keuangan sendiri berisi pendapat, estimasi, dan pertimbangan dalam
proses penyusunannya, yang seringkai pendapat, estimasi, dan
pertimbangan tersebut tidak tepat atau akurat seratus persen.
Oleh karena itu, dalam audit atas laporan keuangan, auditor
memberikan keyakinan (assurance) berikut ini:

inaba.ac.id
PEMERIKSAAN AKUNTANSI I
Modul 10

1. Auditor dapat memberilkan keyakinan bahwa jumlah-jumlah


yang disajikan dalam laporan keuangan beserta pengungkapannya
telah dicatat, diringkas, digolongkan, dan dikompilasi.

2. Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa ia telah


mengumpulkan bukti audit kompeten yang cukup sebagai dasar
memadai untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan
auditan.

3. Auditor dapat memberikan keyakinan, dalam bentuk


pendapat (atau memberikan informasi, dalam hal terdapat
perkecualian), bahwa laporan keuangan sebagai keseluruhan
disajikan secara wajar dan tidak terdapat salah saji material kacena
kekeliruan dan kecurangan.

Dengan demikian ada dua konsep yang ineiandasi keyakinan yang


diberikan oleh auditor: konsep materialitas dan konsep risiko audit. Karena
auditor tidak memeriksa setiap transaksiyang dicerminkan dalam laporan
keuangan, maka ia harus bersedia menerima beberapa. Jumlah
kekeliruan kecil. Konsep materialitas menunjukkan seberapa besar salah
saji yang dapat diterima oleh auditor agar pemakai laporan keuangan
tidak terpengaruh oleh salah saji tersebut. Berapa jumlah kekeliruan atau
salah saji yang auditor bersedia untuk menerimanya dalam laporan
keuangan, namur ia tetap dapat memberikan pendapat wajar tanpa
pengecualian karena laporan keuangan tidak berisi salah saji material?
Konsep risiko audit menunjukkan tingkat risiko kegagalan auditor unruk
mengubah pendapatnya atas laporan keuangan yang sebenarnya berisi
salah saji material.
Pertimbangan Awal tentang Materialitas Auditor melakukan
pertimbangan awal tentang tingkat materialitas dalam perencanaan
auditnya. Penentuan materialitas ini, yang seringkali disebut dengan
materialitas perencanaan, mungkin materialitas yang digunakan pada saat
pengambilan kesimpulan audit dan dalam mengevaluasi temuan audit
karena (1) keadaan yang melingkupi berubah, (2) informasi tambahan
tentang klien dapat diperoleh selama berlangsungnya audit.
Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kuantitatid dan
kualitatif. Pertimbangan kuantitatif berkaitan dengan hubungan salah saji
dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan keuangan. Pertimbangan
kualitatif berkaitan dengan penyebab salah saji. Suatu salah saji yang

inaba.ac.id
PEMERIKSAAN AKUNTANSI I
Modul 10

secara kuantitatif tidak material dapat secara kuantitatif material, karena


penyebab yang menimbulkan salah saji tersebut.
Berikut ini disajikan contoh pertimbangan kuantitatif dan kualitatif
yang dilakukan oleh auditor dalam mempertimbangkan materialitas.

1. Hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam


laporan seperti :

a. Laba bersih sebelum pajak dalam laporan keuangan

b. Total aktiva dalam neraca

c. Total aktiva lancar dalam neraca

d. Total ekuitas pemegang saham dalam neraca

2. Faktor kualitatif, seperti :

a. Kemungkinan terjadinya pembayaran yang melanggar


hukum

b. Kemungkinan terjadinya kecurangan

c. Syarat yang tercantum dalam perjanjian penarikan


kredit dari bank yang mengharuskan klien untuk
mempertahankan beberapa rasio keuangan pada tingkat
minimum tertentu

d. Adanya gangguan dalam trend laba

e. Sikap manajemen terhadap integritas laporan


keuangan

Sebagai contoh, auditor dapat memutuskan bahwa kombinasi salah


saji berjumlah 8% dari laba bersih sebelum pajak dipandang material

inaba.ac.id
PEMERIKSAAN AKUNTANSI I
Modul 10

untuk laporan laba-rugi, dengan memperhatikan faktor kualitatif dalam


salah saji tersebut. Oleh karena itu, jika kombinasi salah saji kurang dari
3%, auditor akan memandang sebagai salah saji yang tidak material,
dengan memperhatikan faktor kualitatif dalam salah saji tersebut. Salah
saji yang berada diantara 3% dan 8% memerlukan pertimbangan auditor
untuk memutuskan materialitasnya. Jika misalnya, laba bersih sebelum
pajak yang dipakai sebagai jumlah kunci berjumlah Rp 100 juta, maka
batas materialitas untuk laporan laba-rugi berada dalam kisaran : Rp
3.000.000 s/d Rp 8.000.000. batas bawah dihitung 3% x Rp 100.000.000
dan batas atas dihitung 8% x 100.000.000.
Auditor dapat menerapkan cara yang sama dalam menentukan
batas materialitas untuk total aktiva, aktiva ancar, ekuitas pemegang
saha, dalam neraca. Contoh berikut ini menunjukan

a. Untuk total aktiva


dalam neraca Rp 41 juta s.d Rp
100juta

b. Untuk aktiva lancar


dalam neraca Rp 25 juta s.d Rp
60juta

c. Untuk total ekuitas


pemegang saham dalam neraca Rp15 juta s.d 45 juta

Dalam perencanaan
suatu adudit, auditor harus menetapkan materialitas pada dua tingkat
berikut :

a. Tingkat laporan
keuangan, karena pendapat auditor atas kewajaran mencakup
laporan keuangan sebagai keseluruhan

b. Tingkat saldo akun,


karena auditor memverifikasi saldo akun dalam mencapai
kesimpulan menyeluruh atas kewajaran laporan keuangan.
Materialitas pada tingkat laporan keuangan
Auditor menggunakan dua cara dalam menerapkan meterialitas. Pertama,
auditor menggunakan materialitas dalam perencanaan audit dan kedua,
pada saat mengevaluasi bukti audit dalam pelaksanaan audit. Pada saat
merencanakan audit, auditor perlu membuat estimasi materialitas karena

inaba.ac.id
PEMERIKSAAN AKUNTANSI I
Modul 10

terdapat hubungan yang terbaik antara jumlah dalam laporan keuangan


yang dipandang material oleh auditor dengan jumlah pekerjaan audit yang
diperlukan untuk menyatakan kewajaran laporan keuangan.
Laporan keuangan mengandung salah saji material jika laporan tersebut
berisi kekeliruan atau kecurangan yang dampaknya secara individual atau
secara gabungan, sedemikian signifikan sehingga mencegah penyajian
secara wajar laporan keuangan tersebut sesuai degnan prinsip akuntansi
berterima umum. Dalam keadaan ini, salah saji dapat terjadi sebgai akibat
penerapan secara keliru prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia,
penyimpangan dari fakta atau penghilangan informasi yang diperlukan.
Dalam perencanaan audit, auditor harus menyadari bahwa terdapat lebih
dari saru tingkat meterialitas yang berkaitan dengan laporan keuagnan.
Kenyataannya, setiap laporan keuangan dapat memiliki lebih dari satu
tingkat meterialitas. Untuk laporan laba-rugi, materialitas dapat
dihubungkan degan total pendapatan, laba bersih usaha, laba bersih
sebelum pajak atau laba bersih setelah pajak. Untuk neraca, materialitas
dapat didasarkan pada total aktiva, aktiva lancar, modal kerja atau modal
saham.
Pertimbangan awal auditor tentang materialitas sering kali dibuat enam
sampai dengan Sembilan bulan sebelum tanggal neraca. Oleh Karena itu,
pertimbangan tersebut dapat didasarkan atas data laporan keuangan
yang dibuat tahunan. Sebagai alternatif, pertimbangan tersebut dapat
didasarkan atas hasil keuangan satu tahun atau lebih yang telah lalu,
yang disesuaikan dengan perubahan terkini, seperti keadaan ekonomi
umum dan trend industry.
Sampai dengan saat ini, tidak terdapat panduan resmi yang diterbitkan
oleh Ikatan Akuntansi Indonesia tentang ukuran kuantitatif materialitas.
Berikut ini diberikan contoh beberapa panduan kuantitatif yang digunakan
dalam praktik:

a. Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji


material jikan terdapat salah saji 5% sampai 10 % dari laba
sebelum pajak

b. Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji


material jika terdapat salah saji ½% sampai 1% dari total aktiva

c. Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji


material jika terdapat salah saji 1% dari pasiva

inaba.ac.id
PEMERIKSAAN AKUNTANSI I
Modul 10

d. Laporan keuangan dipandang mengandung salah saji


material jika terdapat salah saji ½% sampai 1% dairi pendapatan
bruto

Materialitas Pada Tingkat Saldo Akun


Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji minimum
yang mungkin terdapat dalam saldo akun yang dipandang sebagain salah
saji material. Konsep materialitas pada tingkat saldo akun tidak boleh
dicampuradukkan dengan istilah saldo akun material. Saldo akun material
adalah besarnya saldo akun yang tercatat, sedangkan konsep materialitas
berkaitan dengan jumlah salah saji yang dapat mempengaruhi keputusan
pemakai informasi keuangan. Saldo suatu akun yang tercatat umumnya
mencerminkan batas atas lebih saji dalam akun tersebut. Oleh karena itu,
akun dengan slado yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan materialitas
seringkali disebut sebagai tidak material mengenai resiko lebih saji.
Namun, tidak ada batas jumlah kurang saji dalam suatu akun dengan
saldo tercatat yang sangat kecil. Oleh karena itu harus disadari oleh
auditor, bahwa akun yang kelihatannya bersaldo tidak material dapat
berisi kurang saji yang melampaui materialitasnya.
Dalam mempertimbangkan meterialitas pada tingkat saldo akun,
auditor harus mempertimbangkan hubungan antara materialitas tersebut
dengan materialitas laporan keuangan. Pertimbangan ini mengarahkan
auditor untuk merencanakan audit guna mendeteksi salah saji yang
kemungkinan tidak material secara individual, namun jika digabungkan
dengna salah saji dalam saldo akun yang lain, dapat material terhadap
laporan keuangan secara keseluruhan.
Alokasi Materialitas Laporan Keuangan ke Akun
Bila pertimbangan awal auditor tentang materialitas laporan
keuangan dikuantidikasikan, penaksiran awal tentang materialitas untuk
setiap akun dapat diperoleh dengan mengalikasikan materialitas laporan
keuagan kea kun secara individual. Pengalokasian ini dapat dilakukan
baik untuk akun neraca maupun akun laba-rugi. Namun, karena hamper
semua salah saji laporan laba-rugi juga mempengaruhi neraca dank arena
akun neraca lebih sedikit, banyak auditor yang melakukan alokasi atas
dasar akun neraca.
Dalam melakukan alokasi, auditor harus mempertimbagnkan
kemungkinan terjadinya salah saji dalam akun tertentu dengan biaya yang
harus dikeluarkan untuk memverifikasi akun tersebut. Sebagai contoh,
salah saji lebih kemungkinan lebih besar terdapaat dalam sediaan
dibangdingkan dengan aktiva tetap dan umumnya biaya untuk mengaudit
sediaan lebih mahal dibandingkan dengan biaya untuk mengaudit aktiva
tetap.

inaba.ac.id
PEMERIKSAAN AKUNTANSI I
Modul 10

Untuk menggambarkan alokasi materialitas tersebut , misalnya PT X


memiliki komposisi aktiva sebagai berikut :
Kas Rp 500.000
Piutang Usaha Rp 1.500.000
Sediaan Rp 3.000.000
Aktiva Tetap Rp 5.000.000
Jumlah Aktiva Rp 10.000.000
Auditor memperkirakan salah saji dalam akun kas dan aktiva tetap
kemungkinannya kecil terjadi salah saji dalam akun piutang usaha dan
sediaan kemungkinan lebih banyak terjadi. Berdasarkan pengalaman
sebelumnya dengan klien, auditor memperkirakan akun dengan sedikit
salah saji akan sangat murah biayanya untuk mengaudit dibandingkan
dengan akun lain. Misalnya jika prakiraan awal materaialitas laporan
keuangan adalah 1% dari total aktiva, atau Rp 100.000 auditor dapat
memperhitungkan dua alternative dalam mengalokasikan materialitas
laporan keuangan ke akun secara individual sebagai berikut :

inaba.ac.id
PEMERIKSAAN AKUNTANSI I
Modul 10

Alokasi Materialitas
Akun
Alternatif A % Alternatif B %

Kas Rp 5000 5 Rp 2000 2


Piutang
15000 15 18000 18
usaha
Sediaan 30000 30 50000 50
Aktiva tetap 50000 50 30000 30
Jumlah Rp 100.000 100 Rp 100.000 100

Dalam Alternatif A, materialitas dialokasikan secara proporsional ke


dalam setiap akun, tanpa memperhatikan taksiran salah saji moneter dan
biaya audit untuk mendeteksi salah saji tersebut. Dalam Alternatif B,
alokasi materialitas lebih besar dilakukan ke dalam akun piutang usaha
dan sediaan, yang diperkirakan lebih banyak salah sajinya dibandingkan
dengan akun lain dan biaya untuk mendeteksinya diperkirakan lebih
besar. Oleh karena itu, jumlah bukti yang diperlukan untuk akun-akun
piutang usaha dan sediaan tersebut berkurang, dibandingkan dengan
Alternatif A, kareng terdapat hubungan terbalik antara materialitas saldo
akun dan bukti audit.
Sebagai akibatnya, auditor tersebut secara sederhana membiarkan
proporsi uang lebih besar dari total salah saji, tetap berada daam akun
uang memerlukan biaya mahal untuk mendeteksi salah saji. Meskipun
alokasi materialitas lebih kecil untuk kas dan aktiva tetap akan berakibat
meningkatkan jumlah bukti yang diperlukan untuk akun-akun tersebut,
kenyataan bahwa akun-akun tersebut memerlukan biaya murah untuk
mengauditnya, secara keseluruhan akan menghasilkan penghematan
biaya audit.
Penggunaan Materialitas Dalam Mengevaluasi Bukti Audit
Jika pada tahap perencanaan audit, auditor menaksir bahwa salah
saji Rp 9.000.000 dipandang material untuk total aktva, jumlah ini
kemudian dipakai oleh auditor untuk mengevaluasi bukti audit yang
dikumpulkan dalam membuktikan berbagai asersi yang terkandung dalam
akun-akun aktiva dalam neraca. Misalnya, auditor menemukan salah saji
sebesar Rp 3.000.000 pada akun sediaan, auditor akan menjumlah
berbagai kekeliruan yang ditemukan dalam audit atas berbagai akun yang
termasuk dalam kelompok aktiva. Misalnya, auditor mengumpulkan salah
saji yagn terdapat dalam akun-akun kelompok aktiva berikut ini :
Salah saji dalam akun sediaan Rp
3.000.000

inaba.ac.id
PEMERIKSAAN AKUNTANSI I
Modul 10

Salah saji dalam akun-akun aktiva lain Rp


8.00.000
Total salah saji Rp
11.000.000
Bagaimana kesimpulan auditor tentang meterialitas? Ada dua
kemungkinan yang ditempuh auditor:

1. Dengan berbagai alasan tertentu, auditor dapat


menaikan batas materialitas yang ditentukan dari jumlah Rp
9.000.000 pada tahap perencanaan auditnya menjadi 11.000.000
untuk mengevaluasi bukti audit. Hal ini kemungkinan disebabkan
jumlah aktiva yang dipakai sebagai dasar penentuan materialitas
pada tahap perencanaan berbeda dengan jumlah aktiva yang
terdapat dalam laporan keuangan akhir sehingga presentase
materialitas diterapkan pada jumlah yang berbeda.

2. Auditor berkesimpulan bahwa laporan keuangan


sebagai keseluruhan tidak disajikan secara wajar karena salah saji
Rp 11.000.000 melebihi jumlah materialitas Rp 9.000.000. oleh
karena itu , berdasarkan pertimbangan materialitas ini auditor dapat
meyakinkan kliennya untuk melakukan koreksi atas jumlah salah
saji yang terdapat dalam akun-akun yang bersangkutan atau jika
klien menolaj untuk melakukan koreksi auditor mengubah
pendapatnya dari wajar tanpa pengecualian menjadi pendapat
wajar denga pengecualian atau pendapat tidak wajar.

Hubunga Antara Materialitas Dengan Bukti Audit


Materialitas merupakan satu di antara berbagai faktor yang
mempengaruhi pertimbangan auditor tentang kecukupan (kuantitas) bukti
audit. Dalam membuat generalisasi hubungan antara materialitas dengan
bukti audit, perbedaan istilah materialitas dan saldo akun material harus
tetap diperhatikan. Semakin rendah tingkat materialitas, semakin besar
jumlah bukti yang diperlukan (hubungan terbalik). Sebagai contoh,
diperlukan lebih banyak bukti untuk memperoleh keyakinan memadai
bahwa saldo sediaan yang tercatat tidak disajikan salah lebih dari
Rp100.000 dibandingkan dengan diyakini bahwa saldo tersebut tidak
salah saji lebih dari Rp200.000. Semakin besar atau semakin signifikan

inaba.ac.id
PEMERIKSAAN AKUNTANSI I
Modul 10

suatu saldo akun, semakin banyak jumlah bukti yang diperlukan


(hubungan langsung). Sebagai contoh, lebih banyak bukti diperlukan
untuk sediaan yang berjumlah 30% dari total aktiva dibandingkan bila
sediaan tersebut hanya berjumlah 10% dari total aktiva.
RISIKO AUDIT
Dalam perencanaan audit, auditor harus mempertimbangkan risiko
audit. menurut SA Seksi 312 resiko audit dan materialitas dalam
pelaksanaan audit, risiko audit adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor,
tanpa disadari, tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya,
atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material.
Semakin pasti auditor dalam menyatakan pendapatnya, semakin
rendah risiko audit yang auditor bersedia untuk menanggungnya. Jika
diinginkan tingkat kepastian 99%, risiko audit yang auditor bersedia untuk
menanggungnya adalah 1%, sedangkan jika 95% kepastian dipandang
mencukupi, risiko audit yang auditor bersedia untuk menanggungnya
adalah 5%. Dalam audit atas laporan keuangan perusahaan yang go
public, auditor biasanya menetapkan risiko audit pada tingkat yang
rendah, mengingat banyaknya pemakai laporan audit, dibandingkan
dengan pemakai laporan audit perusahaan perorangan. Begitu juga jika
auditor menghadapi perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan,
risiko audit yang auditor bersedia untuk menanggungnya adalah rendah.
Auditor merumuskan suatu pendapat atas laporan keuangan
sebagai keseluruhan atas dasar bukti yang diperoleh dari verifikasi asersi
yang berkaitan dengan saldo akun secara individual atau golongan
transaksi. Tujuannya adalah untuk membatasi risiko audit pada tingkat
saldo akun sedemikian rupa sehingga pada akhir proses audit, risiko audit
dalam menyatakan pendapat atas laporan keuangan sebagai kescluruhan
akan berada pada tingkat yang rendah.
Risiko Audit pada Tingkat Laporan Keuangan dan Tingkat Saldo
Akun
Auditor tidak cukup hanya menentukan materialitas dengan pernyataan
berikut ini:
Kami akan menerima bahwa laporan keuangan disajikan secara
wajar dan tidak berisi salah saji material jika:

1. Laba bersih sebelum pajak tidak berisi salah saji lebih dari
Rp4.000.000.

2. Total aktiva tidak mengandung salah saji lebih dari


Rp45.000.000.

inaba.ac.id
PEMERIKSAAN AKUNTANSI I
Modul 10

3. Aktiva lancar tidak mengandung salah saji lebih dari


Rp25.000.o00.

4. Ekuitas pemegang saham tidak mengandung salah saji lebih


dari Rp15.000.000.

Auditor harus membuat pernyataan lebih lanjut berikut ini:


Kami akan menerima, pada tingkat risiko tententu, bahwa laporan
keuangan disajikan secara wajar dan tidak berisi salah saji material jika:

1. Laba bersih sebelum pajak tidak berisi salah saji lebih dari
Rp4.000.000.

2. Total aktiva tidak mengandung salah saji lebih dari


Rp45.000.000.

3. Aktiva lancar tidak mengandung salah saji lebih dari


Rp25.000.000.

4. Ekuitas pemegang saham tidak mengandung salah saji lebih


dari Rp15.000.000.

Kenyataan bahwa auditor tidak dapat memberikan jaminan tentang


ketepatan informasi yang disajkan oleh klien dalam laporan keuangan
mengharuskan auditor mempertimbanglan baik materilitas maupun risko
audit -- risko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak
memodifkasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan
keuangan yang mengandung salah saji material.
Risiko audit, seperti materialitas, dibagi menjadi dua bagian:

1. Risiko audit keseluruhan yang berkaitan dengan laporan


keuangan sebagai keseluruhan (sesuai dengan definisi risiko audit
yang disajikan di atas).

2. Risiko audit individual yang berkaitan dengan setiap saldo


akun individual yang dicantumkan dalam laporan keuangan.

inaba.ac.id
PEMERIKSAAN AKUNTANSI I
Modul 10

Risiko Audit Keseluruhan (Overall Andit Risk)


Pada tahap perencanaan auditnya, auditor pertama kali harus
menentukan risiko audit keseluruhan yang direncanakan (overall planned
audit risk), yang merupakan besarnya risiko yang dapat ditanggung oleh
auditor dalam menyatakan bahwa laporan keuangan disajikan secara
wajar, padahal kenyataannya, laporan keuangan tersebut berisi salah saji
material.
Dalam penentuan risiko audit keseluruhan, auditor juga menyatakan
tingkat kepercayaan. Sebagai contoh , jika auditor bersedia menanggung
risiko audit 5% bahwa ia akan menerima laporan keuangan yang berisi
salah saji material, hal ini berati auditor juga 95% yakin bahwa laporan
keuangan disajikan secara wajar sebagaimana pendapat wajar tanpa
pengecualian yang diberikan oleh auditor. Sepuluh persen risiko audit juga
berarti juga 90% tingkac kepercayan. Risiko audit merupakan pelengkap
tingkat kepercayaan.
Jika misalnya auditor memperkirakan risiko audit keseluruhan pada
tingkat laporan keuangan sebesar 5% (oleh karena itu, tingkat
kepercayaannya sebesar 95%), dengan menggabungkan risiko audit
tersebut dengan taksiran materialitas dalam laba bersih sebelum pajak
sebesar Rp4.000.000, auditor dapat membuat panduan berikut ini:
Pada tingkat risiko audit keseluruhan 5%, laporan keuangan akan
diterima sebagai disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material,
jika salah saji keseluruhan dalam laba bersih sebelum pajak tidak lebih
dari Rp4.000.000.
Risiko Audit Individual
Karena audit mencakup pemeriksaan terhadap akun-akun secara
individual, risiko audit secara keseluruhan harus dialokasikan kepada
akun-akun yang berkaitan. Risiko audit individual perlu ditentukan untuk
setiap akun karena akun tertentu seringkali sangat penting karena besar
saldonya dan/atau frekuensi transaksi perubahannya. Dari pengalaman
audit di tahun sebelumnya, auditor dapat menaksir risiko audit atas akun
tertentu.
Unsur Risiko Audit
Terdapat tiga unsur risiko audit: (1) risiko bawaan, (2) risiko pengendalian,
(3) risiko deteksi.
Risiko bawaan.
Risilko bawaan adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan
transaksi terhadap suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak
terdapat kebijakan dan prosedur pengendialian intem yang terkait. Risiko
salah saji demikian adalah lebih besar pada saldo akun atau golongan
transaksi tertentu dibandingkan dengan yang lain. Sebagai contoh,

inaba.ac.id
PEMERIKSAAN AKUNTANSI I
Modul 10

perhitungan yang rumit lebih mungkin mengakibatkan salah jika


dibandingkan dengan perhitungan yang sederhana. Uang tunai lebih
mudah dicuri daripada sediaan batu bara. Akun yang terdiri dari jumlah
yang berasal dari estimasi akuntansi cenderung mengandung risko salah
saji lebih besar dibandingkan dengan akun yang sifatnya relatif rutin dan
berisi data berupa fakta. Faktor ekstern juga mempengaruhi risiko
bawaan. Sebagai contoh, perkembangan teknologi mungkin
menyebabkan produk tertentu menjadi usang, sehingga mengakibatkan
sediaan cenderung dilaporkan lebih besar. Di samping itu, terhadap
faktor-faktor tersebut yang khusus menyangkut saldo akun atau golongan
transaksi tertentu, faktor-faktor yang berhubungan dengan beberapa atau
seluruh saldo akun atau golongan transaksi mungkin mempengaruhi risko
bawaan yang berhubungan dengan saldo akun atau golongan transaksi
tertentu. Faktor yang terakhir ini mencakup, misalnya kekurangan modal
kerja untuk melanjutkan usaha atau penurunan aktivitas industry yang
ditandai oleh banyaknya kegagalan usaha.
Resiko pengendalian.
Resiko pengendalian adalah risiko terjadinya salah saji material
dalam suatu asersi yang tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat
waktu oleh pengendalian intern entitas. Risiko ini ditentukan oleh
efektivitas kebijakan dan prosedur pengendalian intern mencapai tujuan
umum pengendalian intern yang relevan dengan audit atas laporan
keuangan entitas. Risiko pengendalian tertentu akan selalu ada karena
keterbatasan bawaan dalam setiap pengendalian intern. Sebagai contoh,
pengendalian intern mungkin menjadi tidak efektif karena kelalaian
manusia akibat ceroboh atau bosan atau karena adanya kolusi di antara
personel pelaksanaannya.
Risiko deteksi.
Risiko deteksi adalah risiko sebagai akibat auditor tidak dapat
mendeteksi salah saiji material yang terdapat dalam suatu asersi. Risiko
deteksi ditentukan oleh efektivitas prosedur audit dan penerapannya oleh
auditor. Risiko ini timbul sebagian karena ketidakpastian yang ada pada
waktu auditor tidak memeriksa 100% saldo akun atau golongan transaksi,
dan sebagian lagi karena ketidakpastian lain yang ada, walaupun saldo
akun atau golongan transaksi tersebut diperiksa 100% . ketidakpastian
lain semacam itu timbul karena auditor mungkin memilih suatu prosedur
audit yang tidak cocok, menerapkan secara keliru prosedur yang tepat,
atau salah menafsirkan hasil audit. Ketidakpastian ini dapat dikurangi
sampai pada tingkat yang dapat diabaikan melalui perencanaan dan
supervise memadai dan pelaksanaan praktik audit yang sesuai dengan
standar pengendalian mutu.
Penggunaan informasi risiko audit
Taksiran risiko audit pada tahap perencanaan audit dapat digunakan
oleh auditor untuk menetapkan jumlah bukti audit yang akan diperiksa

inaba.ac.id
Risiko audit individual = Risiko bawan x Risiko pengendalian x Risiko deteksi
PEMERIKSAAN AKUNTANSI I
Modul 10

untuk membuktikan kewajaran penyajian saldo akun tertentu. Untuk itu,


auditor menentukan risiko deteksi dari formula risiko audit berikut ini:

Dari formula tersebut, risiko deteksi dapat dihitung dengan formula berikut
ini :
Risiko Audit Individual
Risiko Deteksi=
Risiko Bawaan × Risiko Pengendalian

Dari formula tersebut, risiko deteksi dihitung melalui tahap-tahap berikut


ini:

1. Menetapkan risiko audit, risiko bawaan, dan risiko


pengendalian secara individual berdasarkan pertimbangan
profesional auditor.

2. Melakukan penghitungan risiko deteksi sesuai dengan


formula tersebut di atas

Contoh :

Dalam menaksir risiko dereksi dalam audit atas sediaan, auditor


melakukan pertimbangan berikut ini:

1. Berdasarkan pertimbangan auditor, ditentukan risko audit


individual untuk akun Sediaan pada tingkat 5% (karena risiko audit
keseluruhan juga ditetapkan sebesar 5%0).

2. Berdasarkan pertimbangan auditor, ditentukan risiko bawaan


pada tingkat 60%, karena akun Sediaan bersaldo besar, beberapa
perhitungannya rumit, frekuensi transaksi yang berkaitan dengan
akun Sediaan adalah tinggi.

3. Berdasarkan pertimbangan auditor, ditentukan risiko


pengendalian sebesar 30% karena pengendalian klien efektif
berdasarkan hasil pengujian pengendalian yang dilakukan dalam
audit tahun yang lalu.

Berdasarkan berbagai pertimbangan auditor tersebut di acas, risiko


deteksi ditentukan sebesar

inaba.ac.id
PEMERIKSAAN AKUNTANSI I
Modul 10

0,05
=0,28 atau 28 %
0,60 ×0,30

Risiko deteksi sebesar 28% dapat digunakan oleh auditor dalam


memutuskan jumlah bukti audit yang dikumpulkan oleh auditor dalam
audit atas akun Sediaan. Jika teknik statistical sampling digunakan oleh
auditor, risiko deteksi sebesar 28% tersebut menjadi salah satu faktor
yang dipertimbangkan oleh auditor dalam penentuan ukuran sampel
(dalam bentuk desired upper precision limis), jika auditor menggunakan
non-statistical sampling auditor akan memilih risiko deteksi yang lebih
tinggi dan oleh karena itu, ia akan membatasi pengujian yang dilakukan
terhadap akun Sediaan.
Pengkuantifkasian pertimbangan sebagaimana yang diuraikan di atas
merupakan pekerjaan yang sulit bagi auditor. Oleh karena itu, beberapa
auditor lebih menyukai pertimbangan kualiatitif dalam menaksir berbagai
macam risiko yang membentuk risiko audit. Di samping itu, penggunaan
pendekatan kuantitatif memaksa auditor untuk memikirkan dengan
mendalam berbagai pertimbangan auditnya.
Hubungan Antarunsur Risiko
Risiko bawan dan risiko pengendalian berbeda dengan risiko
dereksi. Kedua risiko yang disebut terdahulu ada, terlepas dari dilakukan
atau tidaknya audit atas laporan keuangan, sedangkan risiko deteksi
berhubungan dengan prosedur audit dan dapat diubah oleh keputusan
auditor itu sendiri. Risiko deteksi mempunyai hubungan yang terbalik
dengan risiko bawaan dan risiko pengendalian. Semakin kecil risiko
bawan dan risiko pengendalian yang diyakini oleh auditor, semakin besar
risiko deteksi yang dapat diterima. Sebaliknya, semakin besar adanya
risiko bawaan dan risiko pengendalian yang diyakini oleh auditor, semakin
kecil tingkat risiko deteksi yang dapat diterima. Komponen risiko audit ini
dapat ditentukan secara kuantitatif, seperti dalan bentuk persentase atau
secara nonkuantitatif yang berkisar, misalnya, dari minimum sampa
dengan maksimum.

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno. 2014. Auditing. Edisi Keempat. Jakarta: Salemba Empat.

Arens, Alvin A, Rendal J. Elder dan Mark S.Beasley. 2011. Jasa Audit
danAssurance Pendekatan Terpadu (Adaptasi Indonesia), Buku 1,
Alih Bahasa: Amir Abadi Jusup, Jakarta: Salemba Empat.

Mulyadi. 2011. Auditing, Buku 1. Edisi Keenam. Jakarta: Salemba Empat

Tunakota Theodorus. 2011. Berpikir Kritis Dalam Auditing. Jakarta:


Salemba Empat

inaba.ac.id
PEMERIKSAAN AKUNTANSI I
Modul 10

Tunggal, Amin Widjaja. 2013. Pokok-pokok Auditing dan Jasa Asuransi.


Jakarta: Harvindo

Sumber lain :

Institut Akuntansi Publik Indonesia. 2011. Standar Profesional Akuntan


Publik.Jakarta: Salemba Empat.

Internet :

http://www.iapi.or.id/iapi/directory.php

inaba.ac.id

Anda mungkin juga menyukai