Anda di halaman 1dari 91

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

I DENGAN DIAGNOSA MEDIS


STROKE NON HEMORAGIK DI RUANG PILIPUS RS IMANUEL BANDUNG
BERDASARKAN TEORI SELF CARE OREM

Disusun Oleh :

RAHMAT FAUZAN

NPM : 21512016

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN

FITKES UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI

CIMAHI

2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha


Pengasih lagi Maha Panyayang, kami panjatkan puji dan syukur atas kehadirat-Nya,
yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas Asuhan keperawatan pasien stroke dalam keperawatan
medikal bedah dasar.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar makalah ini dapat di perbaiki sebagaimana
mestinya.

Akhir kata kami berharap semoga tugas Asuhan keperawatan pasien stroke dalam
keperawatan medikal bedah dasar ini berguna dan dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca.

Bandung, November 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah................................................................................1
B. Tujuan Masalah.............................................................................................3
C. Metode Penyusunan......................................................................................4
BAB II LANDASAN TEORI..............................................................................5
1. Konsep Stroke...............................................................................................9
2. Konsep Asuhan Keperawatan.....................................................................18
BAB III TINJAUAN KASUS...........................................................................27
A. Pengkajian...................................................................................................27
B. Analisa Data................................................................................................36
C. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas............................................39
D. Rencana Asuhan Keperawatan....................................................................40
E. Implementasi Dan Evaluasi........................................................................47
BAB IV PEMBAHASAN..................................................................................60
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................72
A. Kesimpulan.....................................................................................................72
B. Saran............................................................................................................73
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Tujuan Masalah
Adapun tujuan masalah pada penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Tujuan Umum
Mampu menerapkan asuhan keperawatan secara langsung dan
mendokumentasikannya secara komprehensif meliputi aspek bio-psiko-
sosial dan spiritual dengan proses pendekatan keperawatan pada pasien Tn.I
dengan diagnosa stroke non hemoragik di ruang pilipus RS Imanuel
Bandung.

2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus pada penyusunan makalah ini dengan pasien
diagnosa diabetes mellitus dan stroke infark pada Tn. I meliputi :
a. Mengidentifikasi gambaran pengkajian pada Tn. I. dengan penyakit
stroke non hemoragik di ruang pilipus RS Imanuel Bandung .
b. Menyususn diagnosa keperawatan pada Tn. I dengan penyakit stroke
non hemoragik di ruang pilipus RS Imanuel Bandung.
c. Membuat rencana asuhan keperawatan pada Tn.I dengan penyakit
stroke non hemoragik di ruang pilipus RS Imanuel Bandung .
d. Melakukan implementasi keperawatan pada Tn. I dengan penyakit
stroke non hemoragik di ruang pilipus RS Imanuel Bandung .

1
2

e. Mengevaluasi hasil intervensi keperawatan pada Tn.I dengan stroke


non hemoragik di ruang pilipus RS Imanuel Bandung
C. Metode Penyusunan
Dalam pembahasan laporan hasil asuhan keperawatan yang berjudul “
Asuhan Keperawatan pada Tn. I dengan stroke non hemoragik di ruang pilipus
RS Imanuel Bandung” penyusun membagi dalam V BAB, yaitu sebagai beikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini penyusun menguraikan mengenai fenomena Stroke non hemoragik,
membahas tujuan masalah dan metode penyusunan makalah.
BAB II LANDASAN TEORI
Pada bab ini penyusun menguaraikan mengenai konsep penyakit stroke non
hemoragik meliputi definisi, etiologi, tanda dan gejala, patomekanisme, dan
penatalaksanaan medis. Pada bab ini juga penyusun menguraikan mengenai
konsep asuhan keperawatan secara umum meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan dan asuhan keperawatan.
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
Pada bab ini penyusun menguraikan mengenai data hasil pengkajian, analisa data,
asuhan keperawatan, implementasi dan evaluasi pada Tn. I. dengan diagnosa
medis stroke non hemoragik.
BAB IV PEMBAHASAN
Pada bab ini penyusun membahas mengenai perbandingan antara teori dan
kejadian yang sebenarnya terjadi termasuk penyebab dan perubahan yang dialami
pasien.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini penyusun menguraikan mengenai kesimpulan laporan kasus yang
disesuaikan dengan tujuan pembahasan laporan kasus serta saran yang berkaitan
dengan kelanjutan asuhan keperawatan pada Tn. I.
3

BAB II
LANDASAN TEORI

1. Konsep Stroke

A. Definisi
Stroke atau gangguan peredaran otak (GPDO) merupakan penyakit
neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat.
Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang
disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan biasa
terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Menurut WHO stroke adalah adanya
tada tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak vocal
(global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih
yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vascular.

Stroke merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan cacat


berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berfikir daya
ingat, dan bentuk-bentuk kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan
fungsi otak. Stroke atau cedera sereberovaskuler (CVA) adalah kehilangan
fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak.

B. Etiologi
1. Trombosis serebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami
okulasi sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat
menimbulkan edema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis
biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur.
Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan
penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.
Tanda dan gejlaa neurologis sering kali memburuk pada 48 jam
setelah thrombosis.
4

Beberapa keadaan dibawah ini menyebabkan trombosis otak :


a. Aterosklerosis
b. Hiperkoagulasi pada polistemia
c. Artritis (radang pada arteri)
d. Emboli
2. Hemoragi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam
ruang subaraknoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini
dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Akibat pecahnya
pembuluh darah otak menyebabkan pembesaran darah kedalam
perenkrim otak dapat yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga
otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infrak
otak, edema, dan mungkin herniasi otak.
3. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
a. Hipertensi yang parah
b. Henti jantung-paru
c. Curah jantung turun akibat aritmia
4. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat
adalah :
a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subaraknoid
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migren
C. Penatalaksanaan
1. Menurunkan kerusakan iskemik serebral
Infrak serebral terdapat kehilangan secara mantap inti central jaringan
otak, sekitar daerah itu mungkin ada jaringan yang masih bisa
diselamatkan, tindakan awal difokuskan untuk menyelamatkan
sebanyak mungkin area iskemik dengan memberikan O2 glukosa dan
aliran darah yang adekuat dengan mengontrol/memperbiki distrimia
(irama dan frekuensi) serta tekanan darah.
5

2. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK


Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari fleksi dan rotasi
kepala yang berlebihan, pemberian dexamethasone.
3. Pengobatan
a. Anti koagulan : heparin untuk menurunkan kecenderungan
perdarahan pada fase akut
b. Obat anti trombotik : pemberian ini diharapkan mencegah
peristiwa trombolitik/embolik
c. Diuretik : untuk menurunkan edema serebral
4. Penatalaksanaan Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memperbaiki peredaran darah
otak. Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita
beberapa penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit
kardiovaskuler yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi
umum sehingga saluran pernafasan dan kontrol ventilasi yang baik
dapat dipertahankan.
5. Menempatkan klien dengan posisi yang tepat, harus diubah setiap 2
jam sekali dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
D. Klasifikasi
1. Stroke hemoragic
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada area otak
tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat
aktif, namun bisa terjadi juga saat istirahat. Kesadaran klien
umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
a. Perdarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama
karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan
otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan
menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat,
dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi
sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons, dan
6

serebelum.
b. Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau
AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah
sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar
parenkim otak. Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang
subaraknoid menyebabkan TIK meningkat mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh
darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (sakit
kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparase,
gangguan hemi sensorik, afasia, dan lain-lain). Pecahnya arteri
dan keluarnya darah ke ruang subaraknoid mengakibatkan
terjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya
struktur peka nyeri, sehingga timbul nyeri kepala hebat. Sering
pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput
otak lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga
mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan
penurunan kesadaran. Perdarahan subaraknoid dapat
mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral.
Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global
(sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal.
2. Stroke nonhemoragik
Dapat berupa iskemik atau emboli dan trombosit serebral,
biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur
atau dipagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemik
yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder. Kesadaran umumnya baik.
E. Faktor Risiko
1. Hipertensi, merupakan faktor resiko utama
2. Penyakit kardiovaskular embolisme serebral berasal dari jantung
3. Kolesterol tinggi
4. Obesitas
7

5. Peningkatan hematokrit meningkatkan resiko infark serebral


6. Diabetes terkait dengan aterogenesis terakselerasi
7. Kontrasepsi oral (khususnya dengan hipertensi, merokok, dan
kadar estrogen tinggi)
8. Merokok
9. Penyalahgunaan obat (khususnya kokain)
10. Konsumsi alkohol

F. Manifestasi Klinis
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukura area yang
perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori). Fungsi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.
Diawal tahapan stroke, gambaran klinis yang muncul biasanya adalah
paralisis dan hilangnya atau menurunnya reflex tendon dalam. Apabila
reflex tendon dalam ini muncul kembali (biasanya dalam 48 jam),
peningkatan tonus disertai dengan spastisitas (peningkatan tonus otot
abnormal) pada ekstremitas yang terkena dapat dilihat.
1. Kehilangan komunikasi
Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan
komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi
bahasa dan komunikasi dapat dimanisfestasikan oleh hal berikut:
a. Disartia (kesulitan berbicara), ditunjukan dengan bicara yang
sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang
bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
b. Disfasia atau afasia (berbicara defektif atau kehilangan bicara),
yang terutama ekspresif atau reseptif.
c. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika pasien mengambil
sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
2. Gangguan persepsi
Stroke dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan
8

dalam hubungan visual-spasial dan kehilangan sensori. Disfungsi


persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer diantara mata
dan korteks visual. Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah
lapang pandang) dapat terjadi karena stroke dan mungkin sementara
atau permanen. Sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh
yang paralis. Kepala pasien berpaling dari sisi tubuh yang sakit dan
cenderung mengabaikan bahwa tempat dan ruang pada sisi tersebut;
ini disebut amorfosintesis. Pada keadaan ini pasien tidak mampu
melihat makan pada setengah nampan, dan hanya setengah ruangan
yang terlihat.
3. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik
Bila keruskan telah terjadi pada lobus frontal, mempelajari kapasitas,
memori atau fungsi intelekstula kortikal yang lebih tinggi mungkin
rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukan dalam lapang perhatian terbatas,
kesulitan dalam pemahaman, lupa dan kurang motivasi, yang
menyebabkan pasien ini menghadapi masalah frustasi dalam program
rehabilitasi mereka.
4. Disfungsi kandung kemih
Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontenesia urinarius
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk menggunakan urinal/bedpan karena keruskan
kontrol motorik dan postural. Kadang-kadang kontrol sfingter
urinarius eksternal hilang dan berkurang. Selama periode ini,
dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Ketika tonus
otos meningkat dan reflex tendon kembali, tonus kandung kemih
meningkat dan spastisitas kandung kemih dapat terjadi .karena indra
kesadaran pasien kabur, inkontinensia urinaria menetap atau retensi
urinarius mungkin somtomatik karena kerusakan otak bilateral.
Inkontinesia ani dan urine yang berlanjut menunjukan kerusakan
neurologik luas.
G. Patofisiologi
9

Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di


otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area
yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak
dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus,
emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum
(hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Ateroskeloris sering sebagai
faktor penyebab infrak pada otak. Trombus dapat berasal dari plak
aterosklerosis, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran
darah mengalami pelambatan atau terjadi turbelensi.
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak
yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan
kongesti di sekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih
besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam
beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Oklusi pada
pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis
diikuti trombosis.
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur aterosklerosis dan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
lebih sering menyebabkan kematian dibandingkan keseluruhan penyakit
serebro vaskular, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,
peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum.
1
0

Pathway

Faktor pencetus/Etiologi
(mis. Hipertensi)

Penyumbatan pembuluh darah otak


oleh bekuan darah, lemak dan udara

Penyempitan pembuluh darah

Pembuluh darah menjadi kaku dan


pecah

Emboli serebral

Penurunan fungsi motorik


Stroke dan muskuloskeletal

Defisit neurologis
Kelemahan pada
anggota gerak
Menekan jaringan otak Peningkatan TIK
Hemiparases bagian
anggota gerak
Gangguan pusat bicara Resiko ketidakefektifan
perfusi serebral

Gangguan mobilitas fisik


Disfasia, disartria

Gangguan
komunikasi verbal
1
1

H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.
2. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya hemoragi pada subaraknoid atau perdarahan
pada intrakranial. Penin-tv wgkatan jumlah protein menunjukkan
adanya proses imflamasi. Hasil pemeriksaan likour merah biasanya
dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang
kecil biasanya warna likour masih normal (xantokrom) sewaktu hari-
hari pertama.
3. CT scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infrak atau iskemia, dan
posisinya secara pasti. Hasil didapatkan hiperdens fokal, kadang
pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
4. MRI
MRI (Magneric Imaging Resonance) menggunakan gelombang
magnetik untuk menentukan posisi dan dasar/luas terjadinya
perdarahan otak. Hasil didapatkan area yang mengalami lesi dan
imfark akibat dari hemoragik.
5. USG
Untuk mengindentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem
karotis).
6. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik
dalam jaringan otak
13

2. Konsep Teori Self Care Orem


a. Sejarah
Dorothea Orem adalah salah seorang teoritis keperawatan terkemuka di
Amerika. Dorothe Orem lahir di Baltimore, Maryland di tahun 1914. Ia
memperoleh gelar sarjana keperawatan pada tahun 1939 dan Master
keperawatan pada tahun 1945. Selama karir profesionalnya, dia bekerja sebagai
seorang staf keperawatan, perawat pribadi, perawat pendidik dan administrasi,
serta perawat konsultan. Ia menerima gelar Doktor pada tahun1976. Dorothea
Orem adalah anggota subkomite kurikulum di universitas Katolik. Ia mengakui
kebutuhan untuk melanjutkan perkembangan konseptualisasi keperawatan. Ia
pertama kali mempublikasikan ide-idenya dalam ‘keperawatan: konsep praktik’
pada tahun 1971, yang kedua pada tahun 1980 dan yang terakhir di tahun 1995.
b. Model Teori Keperawatan Orem
Model konsep menurut Dorothea E. Orem yang dikenal dengan model
Self Care memberikan pengertian jelas bahwa bentuk pelayanan keperawatan
dipandang dari suatu pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan individu dalam
memenuhi kebutuhan dasar dengan tujuan mempertahankan kehidupan,
kesehatan, kesejahteraan sesuai dengan keadaan sehat dan sakit.
Model self Care (perawatan Diri) ini memiliki keyakinan dan nilai yang
ada dalam keperawatan diantaranya dalam pelaksanaan berdasarkan tindakan
atas kemampuan. Self care didasarkan atas kesengajaan serta dalam
pengamgilan keputusan dijadikan sebagai pedoman dalam tindakan, setiap
manusia menghendaki adanya self care dan sebagai bagian dari kebutuhan
dasar manusia, seseorang mempunyai hak dan tanggung jawab dalam
perawatan diri sendiri dan orang lain dalam memelihara kesejahteraan, self care
juga merupakan perubahan
tingkah laku secara lambat dan terus menerus didukung atas pengalaman sosial
sebagai hubungan interpersonal, self care akan meningkatkan harga diri
seseorang dan dapat mempengaruhi dalam perubahan konsep diri. Orem
membagi kebutuhan dasar Orem dalam kelompok kebutuhan dasar yang terdiri
dari pemeliharaa dalam pengambilan udara (oksigenasi), pemeliharaan
pengambilan air, pemeliharaan dalam pengambilan makanan, pemeliharaan
kebutuhan proses eliminasi, pemeliharaan keseimbangan aktivitas dan istirahat,
pemeliharaan dalam keseimbangan antara kesendirian dan interaksisosial,
14

kebutuhan akan pencegahan pada kehidupan manusia dalam keadaan sehat dan
kebutuhan dalam perkembangan kelompok sosial sesuai dengan potensi,
pengetahuan dan keinginan manusia.
c. Paradigma Keperawatan
Keperawatan adalah suatu seni, pelayanan/ bantuan dan teknologi. Tujuan
dari keperawatan adalah membuat pasien dan keluarganya mampu melakukan
perawatan sendiri, diantaranya mempertahankan kesehatan, mecapai kondisi
normal ketika terjadi kecelakaan atau bahaya, serta mengontrol, menstabilisasi
dan meminimalisasi efek dari penyakit/ kondisi yang kronis atau kondisi
ketidakmampuan.
d. Karakteristik Keperawatan
Teori keperawatan selain digunakan untuk menyusun suatu model yang
berhubungan dengan konsep keperawatan, juga memiliki karakteristik
diantaranya: pertama, teori keperawatan mengidentifikasi menjabarkan konsep
khusus yang berhubungan dengan hal-hal nyata dalam keperawatan sehingga
teori keperawatan didasarkan pada kenyataan-kenyataan yang ada di alam.
Kedua, teori keperawatan juga digunakan berdasarkan alasan-alasan yang
sesuai dengan kenyataan yang ada.
e. Asuhan Keperawatan
Menurut Orem asuhan keperawatan dilakukan dengan keyakinan bahwa
setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat diri sendiri sehingga
membantu individu memenuhi kebutuhan hidup,memelihara kesehatan dan
kesejahteraannya. Oleh karena itu teori ini dikenal dengan self care (perawatan
diri)/ defisit teori.
15

3. Konsep Asuhan Keperawatan

FORMAT PENGKAJIAN
APLIKASI TEORI MODEL SELF CARE OREM
(Universal Self care, Development Self care. Health Deviation)

1. Universal Self care


a. Kebutuhan oksigen
b. Kebutuhan cairan
c. Kebutuhan nutrisi
d. Kebutuhan eliminasi
e. Kebutuhan sosial
f. Istirahat dan tidur
g. Konsep diri
2. Devolopment Self care
a. Identitas
Berisikan data umum dari pasien. Yang terdiri dari nama, tempat
dan tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin, agama,
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, alamat, tanggal
pengkajian, dan diagnose medis.
1. Usia : Tahun
2. Jenis kelamin : L/P
3. Pendidikan :
4. Agama :
5. Pekerjaan :
b. Penyakit keturunan
c. Persepsi terhadap penyakitnya
d. Pengetahuan terhadap penyakit
3. Health Deviation
a. Tindakan preventif yang dilakukan untuk mengatasi masalah
b. Halangan untuk melakukan tindakan preventif
16

FORMAT PENGKAJIAN
Tanggal masuk :
Ruang /Kelas :
Nomor Kamar :
a. Identitas Pasien
1. Nama :
2. Usia :
3. Jenis Kelamin :
4. Agama :
5. Suku/Bangsa :
6. Pendidikan :
7. Pekerjaan :
8. Status Perkawinan :
9. Alamat :
10. Nomer Telp
b. Riwayat Sakit Dan Kesehatan
1. Keluhan Utama :
2. Penyakit Yang Diderita :
3. Riwayat kesehatan keluarga :
4. Susunan keluarga :
c. Kebutuhan
1. Pemeliharaan Kebutuhan Udara atau Oksigen
- Gangguan pernafasan :
- Alat bantu pernafasan :
- Sirkulasi udara :
- Letak tempat tinggal :
2. Pemeliharaan Kebutuhan Air
- Sumber air yang digunakan :
- Konsumsi air :
- Kondisi air :
- Skala mandi : x/hari
17

3. Pemeliharaan Kebutuhan Makanan


- Frekuensi makan :
- Jenis :
- Porsi :
- Diet khusus :
- Makanan yang disukai :
- Pantangan :
- Napsu makan :
4. Perawatan Proses Eliminasi dan Ekskresi
- BAB
a. Frekuensi :
b. Konsistensi :
c. Warna :
d. Masalah yang dirasakan :
- BAK
a. Frekuensi :
b. Warna :
c. Masalah yang dirasakan :

5. Pemeliharaan Keseimbangan Aktivitas dan Istirahat


- Aktivitas
a. Aktivitas sehari-hari :
b. Rekreasi :
c. Alat bantu :
d. Mandi :
e. Gosok gigi :
f. Keramas :
g. Potong kuku :
- Istirahat
a. Waktu tidur :
b. Jumlah :
c. Insomnia :
18

6. Pemeliharaan Keseimbangan Privasi dan Interaksi Sosial


- Kegiatan Lingkungan :
- Interaksi Sosial :
- Keterlibatan Kegiatan Sosial :
7. Pencegahan Resiko yang mengancam Kehidupan dan Kesejahteraan
- Kebersihan kamar mandi :
- Konsumsi vitamin :
- Imunisasi :
- Olahraga :
- Upaya keharmonisan keluarga :
8. Peningkatan Kesehatan dan Pengemabangan Potensi dalam Hubungan
Sosial
- Konsultasi Dokter :
- Pelayanan kesehatan lingkungan rumah :
- Komunikasi lingkungan :
d. Pemeriksaan Fisik
- Tinggi badan :
- Kondisi fisik :
- Tabel perkembangan fisik :

Pemeriksaan Kondisi sebelum sakit Kondisi saat sakit


1. Tekanan darah
2. Suhu
3. Denyut nadi
4. Berat badan

e. Pemeriksaan Diagnostik
- USG :
- CT SCAN :
- RO :
f. Terapi
19

1. Universal Self care


Udara
1. Apakah anda pernah mengalami sesak nafas?
2. Apakah anda pernah merokok?
3. Apakah lingkungan di sekitar anda bersih?

Air
1. Apakah air yang anda konsumsi higienis?
2. Apakah air yang anda gunakan jernih atau keruh?
3. Berasal dari mana air yang anda gunakan?
Makanan
1. Apakah makanan yang anda konsumsi sudah mengandung 4 sehat 5
sempurna?
2. Apakah pola makan anda sudah teratur?
3. Apakah anda sering makan makanan yang berbahan pengawet?
Proses eliminasi dan ekskresi
1. Apakah air yang anda minum sama dengan yang anda keluarkan?
2. Bagaimana frekuensi BAB dan BAK anda?
3. Bagaimana warna feses dan air seni anda?
Istirahat
1. Apakah frekuensi waktu anda beraktivitas lebih banyak dari pada waktu
anda beristirahat?
2. Apakah anda pernah mengalami insomnia?
3. Berapa jam anda tidur?
Interaksi sosial
1. Bagaimana cara anda berkomunikasi dengan orang lain?
2. Apakah interaksi anda dengan sesama baik?
Kesehatan
1. Apakah anada mempunyai alergi terhadap obat?
2. Apakah anda mengonsumsi alkohol?
3. Apa saja penyakit yang pernah anda derita?
Hubungan sosial
20

1. Bagaimana hubungan anda dengan lingkungan masyarakat, keluarga,


kelompok, teman?

2. Development Self care


Kebutuhan-kebutuhan yang dikhususkan untuk proses perkembangan kebutuhan
akibat adanya suatu kondisi yang baru. Kebutuhan yang dihubungkan dengan
suatu kondisi yang baru. Meliputi perubahan tempat tinggal, perubahan pola
konsumsi makanan, melanisme untuk mempertahankan keamanan akibat adanya
pola kriminalitas, lingkungan yang tidak mendukung, atau berbahaya, konflik
keluarga, perkembangan perubahan informasi dan sosialisasi yang dibutuhkan
oleh anak dan orang dewasa dalam keluarga, perkembangan kepercayaan dan
pola perkembangan perubahan informasi dan sosialisasi yang dibutuhkan oleh
anak dan orang dewasa dalam keluarga perkembangan kepercayaan dan pola
perilaku dalam keluarga.
Contoh : Develomental self care
Keluarga dengan anak usia sekolah yang salah satunya menderita penyakit
kronis. Tahap tumbuh kembang anak usia anak sekolah terganggu. Peran sebagai
orang tua terganggu dalam memenuhi anggota keluarga. Fungsi sosialisasi
terganggu.
1. Bagaimana pemenuhan nutrisi ?
2. Apakah kebutuhan nutrisi anda selama ini tercukupi?
3. Apakah anda lahir sesuai waktunya atau prematur?
3. Health Deviation
Kebutuhan berkaitan dengan adanya penyimpangan status kesehatan seperti :
kondisi sakit atau injury, atau kecelakaan yang dapat menurunkan kemampuan
keluarga untuk memenuhi kebutuhan self carenya baik secara permanen maupun
temporer, sehingga keluarga tersebut membutuhkan bantuan orang lain.
Contoh :
Keluarga tidak mampu merawat yang sakit. Keluarga tidak mampu memenuhi
kebutuhan anak sakit seperti : nutrisi, istirahat, sosialisasi, dll.
Format Pengkajian
Identitas pasien
21

1. Nama :
2. Usia : Tahun
3. Jenis kelamin :
4. Pendidikan :
5. Agama :
6. Pekerjaan :
7. Status perkawinan :
8. Nomer Telp :
9. Alamat :
Identitas Penanggung Jawab
1. Nama :
2. Usia :
3. Jenis kelamin :
4. Alamat :
5. Pekerjaan :
6. Nomer telp :
7. Hubungan dengan pasien :
Riwayat kesehatan
1. Adakah penyakit keturunan?
2. Sebelumnya pernah masuk Rumah Sakit? Jika iya, menderita penyakit apa?
3. Bagaimana pengobatannya, tuntas atau tidak?
4. Obat apa saja yang pernah digunakan?
5. Apa yang anda rasakan saat ini?
6. Bagaimana status kesehatan anda secara umum?
7. Penanggulangan kesehatan seperti apa yang bisa anda lakukan dirumah?
8. Apakah anda perokok? (Ya/Tidak)
9. Apakah anda peminum minuman beralkohol? (Ya/Tidak)
10. Apakah anda pengguna obat-obatan terlarang? (Ya/Tidak)
11. Apakah anda sering tidak larut malam? (Ya/Tidak)
12. Apakah pemenuhan nutrisi anda teratur? (Ya/Tidak). Alasan?
13. Apakah BAK dan BAB anda teratur? (Ya/Tidak)
14. Apakah kebutuhan cairan anda terpenuhi? (Ya/Tidak)
22

15. Apakah anda berolah raga secara teratur?(Ya/Tidak)


Pemeriksaan fisik
1. Keadaan Umum
2. Pemeriksaan tanda-tanda vital
Saat Di Rumah Saat Di Rumah Sakit

3. Pemeriksaan wajah
4. Pemeriksaan kepala dan leher
5. Pemeriksaan toherks atau dada
6. Pemeriksaan abdomen
7. Pemeriksaan genetalia dan rektal
8. Pemeriksaan punggung dan tulang belakang
9. Pemeriksaan ektremitas atau muskuluskeletal
10. Pemeriksaan telinga, hidung dan tenggorokan
11. Pemeriksaan fungsi penglihatan
12. Pemeriksaan fungsi neurologis
13. Pemeriksaan kulit atau integument
14. Pemeriksaan penunjang atau diagnostik medik
15. Kebutuhan pasien
1. kebutuhan oksigen
2. kebutuhan cairan
3. kebutuhan nutrisi
4. kebutuhan eliminasi
5. interaksi sosial
6. istirahat dan tidur
7. konsep diri
Penangan
1. tindakan preventif yang di lakukan untuk mengatasi masalah
2. halangan untuk melakukan tindakan preventif

Diagnosa Keperawatan
23

.................................................................................................................................
.................................................................................................................................
24

A. Rencana Keperawatan

No SDKI SLKI SIKI Rasional


2. Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan 1. Manajemen nutrisi Observasi
keperawatan selama 2 x 24 Observasi 1. Untuk mengetahui kebutuhan nutrisi
jam defisit nutrisi teratasi, 1) Identifikasi status nutrisi yang belum terpenuhi pada pasien.
dengan kriteria hasil: 2) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis 2. Untuk membantu pasien dalam
a. Porsi makan habis nutrien memenuhi kebutuhan kalorinya.
b. IMT dalam rentang 3) Monitor berat badan 3. Dapat mengetahui apakah pasien
normal (18,5-24,9) Terapeutik mengalami penurunan atau kenaikan
1) Berikan makanan tinggi serat untuk BB.
mencegah konstipasi Terapeutik
2) Berikan makanan tinggi kalori dan 1. Makanan tinggsi serat dapat mencegah
tinggi protein konstipasi
3) Berikan suplemen makanan 2. Agar kalori dan protein pasien terpenuhi
Edukasi 3. Suplemen makanan dapat
1) Anjurkan posisi duduk meningkatkan nafsu makan pasien
Kolaborasi Edukasi
1) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk 1. Posisi duduk dapat membuat pasien
menentukan jumlah kalori dan jenis lebih nyaman ketika makan
nutrien yang dibutuhkan. Kolaborasi
1. Agar nutrisi pasien dapat terpenuhi.
3. Kerusakan Setelah dilakukan asuhan Perawatan integritas kulit Observasi
integritas jaringan keperawatan selama 3x24 Observasi 1. Paparan sinar matahari dapat memicu
jam, kerusakan integritas 1. Identifikasi penyebab gangguan respon bagian dalam tubuh pada orang
jaringan dapat teratasi integritas kulit (suhu lingkungan yang rentan. Ruam pada kulit terjadi
dengan kriteria hasil: ekstrem) karena kulit mengalami sensitivitas
- Integritas kulit dan Terapeutik terhadap cahaya
jaringan meningkat 2. Gunakan produk berbahan Terapeutik
ringan/alami dan hipoalergi pada 2. Untuk memilimalisir terjadinya alergi
kulit sensitive pada kulit
Edukasi Edukasi
25

3. Anjurkan menggunakan pelembab 3. Melindungi kulit dan kerusakan akibat


(lation, serum) 4. sinar matahari
4. Anjurkan minum air yang cukup 5. Menjaga kelembaban kulit
4. Anjurkan meningkatkan buah dan 6. Untuk menghidari munculnya ruam
sayur pada kulit
5. Anjurkan untuk mengindari 7. Untuk menyerap atau membelokan
terpaparnya suhu esktrem sinar ultraviolet
6. Anjurkan menggunakan tabir surya 8. Untuk menghindari paparan sinar
sun protection factor (SPF) minimal matahari secara langsung
30 saat berada diluar rumah
7. Anjurkan untuk memakai Untuk menghindari paparan sinar
payung/topi dan baju tertutup pada matahari secara langsung
saat keluar rumah.

4. Risiko perfusi Setelah dilakukan tindakan Observasi


keperawatan selama 2x24 1) Monitor peningkatan tekanan darah 1) Untuk mengetahui apakah ada
serebral tidak
jam risiko perfusi serebral 2) Monitor ireguleritas irama nafas peningkatan atau penurunan tekanan
efektif tidak efektif teratasi dengan 3) Monitor penurunan tingkat kesadaran darah pasien
kriteria hasil: 4) Monitor perlambatan atau 2) Untuk mengetahui apakah irama nafas
- Perfusi serebral ketidaksimetrisan respon pupil reguler atau ireguler
meningkat Teraputik 3) Untuk mengetahui tingkat kesadaran
1) Pertahankan sterilitas sistem pasien
pemantauan 4) Untuk mengtahui respon pupil pasien
2) Pertahankan posisi kepala head up 5) Untuk mempertahankan sterilisasi sistem
30o dan leher netral (Pengaruh Posisi pemantauan
Head Up 30 Derajat Terhadap Nyeri 6) untuk menurunkan tekanan intrakranial
Kepala Pada Pasien Cedera Kepala pada pasien cedera kepala. Selain itu
Ringan. Arif Hendra Kusuma, Atika posisi tersebut juga dapat
Dhiah Anggraeni / Jurnal Ilmu meningkatkan oksigen ke otak.
Keperawatan dan Kebidanan Vol.10 7) Untuk mencatat hasil pemeriksaan
No.2 (2019) 417-422) 8) Untuk mengetahui
3) Dokumentasikan hasil pemantauan perkembangan kondisi pasien
Edukasi 9) Untuk mengeluarkan kelebihan cairan
26

Menjelaskan tujuan dan prosedur dalam tubuh


pemantauan
Kolaborasi
1) Kolaborsi dengan dokter pemberian
obat furosemid 2 x 500 mg
5. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Observasi: Observasi
mobilitas fisik keperawatan selama 2x24 1. Identifikasi adanya nyeri atau 1. Untuk mencegah adanya latihan
jam diharapkan gangguan keluhan fisik lainnya atau aktivitas berat yang dapat
mobilitas fisik meningkat, 2. Identifikasi toleransi fisik menimbulkan nyeri
dengan kriteria hasil: melakukan ambulasi 2. Mengidentifikasi
- Pergerakan ekstremitas 3. Monitor frekuensi jantung dan TD kelemahan/kekuatan dalam upaya
meningkat menjadi 5 sebelum memulai ambulasi pemulihan
- Kekuatan otot meningkat 4. Monitor kondisi umum selama 3. TTV merupakan bagian penting
menjadi 5 melakukan mobilisasi dalam pemeriksaan atau tindakan
- Rentang gerak (ROM) Terapeutik: pada pasien
meningkat menjadi 5 1. Fasilitasi melakukan mobilitas 4. Untuk melihat kemampuan pasien
fisik jika perlu pada saat melakukan mobilisasi
Terapeutik
2. Libatkan keluarga untuk 1. Untuk meminimalkan atrofi otot,
membantu pasien dalam meningkatkan sirkulasi, membantu
meningkatkan ambulasi mencegah kontraktur
Edukasi: 2. Sebagai support system agar pasien
1. Jelaskan tujuan dan prosedur semangat untuk segera pulih
mobilisasi Edukasi
1. Agar pasien dan keluarga memahami
pentingnya mobilisasi untuk pasien
6. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Observasi Observasi
komunikasi verbal keperawatan selama 2 x 24 1. Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, 1. untuk mengetahui perkembangan
jam gangguan kounikasi volume dan diksi bicara kemampuan kecepatan, tekanan,
verbal teratasi, dengan 2. Monitor proses kognitif, anatomis, dan kuantitas, volume dan diksi bicara
kriteria hasil: fisiologis yang berkaitan dengan bicara
3. Monitor frustrasi, marah, depresi atau 2. untuk mengetahui perkembangan
a. Pasien mampu hal lain yang menganggu bicara kemampuan proses kognitif, anatomis,
27

mengikuti aktivitas 4. Identifikasi prilaku emosional dan fisik dan fisiologis yang berkaitan dengan
fisik yang sebagai bentuk komunikasi bicara
direkomendasikan Terapeutik 3. untuk mengetahui kondisi psikologis
b. Kemampuan berbicara 1. Gunakan metode Komunikasi pasien mengenai frustrasi, marah,
pasien cukup alternative (mis: menulis, berkedip, depresi atau hal lain yang menganggu
meningkat papan Komunikasi dengan gambar dan bicara
huruf, isyarat tangan, dan computer) 4. Mengethaui hasil prilaku emosional dan
2. Sesuaikan gaya Komunikasi dengan fisik sebagai dalam bentuk komunikasi
kebutuhan (mis: berdiri di depan pasien
pasien, dengarkan dengan seksama, Terapeutik
tunjukkan satu gagasan atau pemikiran 7. Membantu mempermudah
sekaligus, bicaralah dengan perlahan dalam komunikasi
sambil menghindari teriakan, gunakan 8. Agar tersampainya informasi
Komunikasi tertulis, atau meminta yang sesuai.
bantuan keluarga untuk memahami 9. Membuat kenyamanan lingkungan
ucapan pasien. untuk meminimalkan bantuan
3. Modifikasi lingkungan untuk 10. Pengulangan dapat
meminimalkan bantuan menyampaikan pesan yang sesuai
4. Ulangi apa yang disampaikan pasien 11. dukungan psikologis dapat memotivasi
5. Berikan dukungan psikologis pasien
6. Gunakan juru bicara, jika perlu 12. juru bicara membantu pasien dalam
Edukasi menyampaikan isi komunikasi
1. Anjurkan berbicara perlahan Edukasi
1. Meminimalkan energi yang dikeluarkan
2. . Ajarkan pasien dan keluarga proses
pasien
kognitif, anatomis dan fisiologis yang
2. Dapat mempermudah dalam
berhubungan dengan kemampuan
berkomunikasi
berbicara
Kolaborasi
Kolaborasi
Membantu menyembuhkan dalam aspek
1. Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis neurologisnya.
28

BAB III

TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
a. Nama Pasien : Ny. N / 00813789
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. Tanggal Lahir : 01 Agustus 1948
d. Usia : 73 tahun 8 bulan 8 hari
e. Agama : Islam
f. Status perkawianan : Menikah
g. Pekerjaan : IRT
h. Pendidikan : SD
i. Alamat : Cisabuk 02/03 Santosa Kertasari
j. Nomor CM : 00813789
k. Diagnosa Medis : Diabetes Mellitus tipe II & Stroke Infark
l. Tanggal Pengkajian : 11 April 2022
m. Tanggal Masuk RS : 09 April 2022 Jam 21:23:17

Penanggung Jawab
a. Nama : Ny. A.C
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. Pendidikan : SMA
d. Hubungan dengan Pasien : Anak Pertama
e. Alamat : Cisabuk 02/03 Santosa Kertasari

2. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kesehatan Pasien Riwayat Penyait Sekarang
1) Keluhan utama
Pasien mengeluh tangan kanan dan kaki kanan lemas tidak bisa
digerakan
2) Kronologi penyakit saat ini
Sejak 2 hari yang lalu pasien mengeluh jalan kaki serasa
29

sempoyongan, 1 hari yang lalu kondisi mulai memburuk pasien tidak


bisa buka mata, tidak bisa bicara dan tidak sadarkan diri tangan
kanan dan kaki kanan pasien lemas tidak bisa digerakan pasien
kemudian langsung dilarikan ke IGD RSUD Al-Ihsan. Saat dikaji
GDS pasien 259 mg/dL pasien tampak berbicara rero tidak jelas
dan penglihatan kabur jika GDS tinggi 350 mg/dL.
3) Pengaruh penyakit terhadap pasien
Penyakit ini sangat mengganggu terhadap aktivitas sehari – hari
klien..
4) Apa yang diharapkan pasien dari pelayanan kesehatan
Pasien berharap segera cepat sembuh dan segera pulang kerumah.
b. Riwayat Penyakit Masa Lalu
1) Penyakit masa anak-anak Tidak ada
2) Alergi : Tidak ada
3) Pengalaman sakit / dirawat sebelumnya
Riwayat TD tinggi, DM sejak 3 tahun karena pola makan dan suka
manis-manis dan mempunyai riwayat gastritis. Pasien tidak pernah
dirawat, jika sakit pegal atau sakit kepala dan nyeri pasien suka
mengkonsumsi obat dari warung.
4) Pengobatan terakhir Mengkonsumsi obat warung, umtuk darah
tingginya tidak terkontrol dengan baik.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien tinggal dengan suami dan kedua anaknya satu laki-laki satu
perempuan. Pasien merupakan anak bungsu dari 2 bersaudara, ada
keluarga pasien yang menderita penyakit yang serupa dengan pasien
yaitu bapaknya. Tidak ada keluraga yang menderita penyakit menular,
ada keluarga mempunyai penyakit turunan yaitu hipertensi dan DM.
Ketika pasien sakit atau ada anggota keluarga yang sakit keluarga selalu
mendukung dan mendukung anggota yang sakit supaya cepat sembuh.
30

Genogram

Keterangan :
: Perempuan yang meninggal
: Laki-laki yang meninggal
: Perempuan
: Laki-laki
: Pasien perempuan
-------- : serumah

3. Universal Self Care Requisites


a. Keseimbangan pemasukan udara
Bentuk dada simetris, retraksi dada ringan, pengembangan maksimal,
RR 20x/menit, Tidak ada nyeri tekan, Suara napas vesikuler, terdengar
sonor di seluruh lapang paru.
Kesimpulan : tidak ada masalah pada pemenuhan kebutuhan oksigen
b. Keseimbangan cairn daan elektrolit
Cairan Infus di IGD : Dextrose 10 % 20 gtt/menit
Cairan Infus di IGD : 2A 20 gtt/menit
Hasil Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan Interpretasi
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12,7 12,0 – 16,0 g/dL Normal
Leukosit 23270 3800 - 10600 Tinggi /
sel/uL Lekositosis
Eritrosit 4.66 3.6 – 5.6 juta/uL Normal
Hematokrit 35.5 35 – 47 % Normal
Trombosit 46800 150000 – 440000 Tinggi
0 sel/uL
KIMIA KLINIK (Elektrolyte
31

(Na,K,Ca))
Natrium (Na) 134 134 – 145 Normal
mmol/L
Kalium (K) 3.1 3.6 – 5.6 mmol/L Normal

Kalsium 1.24 1.15 – 1.35 mmol/L Normal

AST (SGOT) 16 10- 31 U/L Normal

ALT (SGPT) 7 9- 36 U/L Kurang

c. Pemenuhan kebutuhan nutrisi

No Kebiasaan Di Rumah Di Rumah Sakit


1 Nutrisi
Makan
 Jenis  Nasi, lauk, sayur  Susu melalui NGT
 Frekuensi  2 x/hari  3 x/hari
 Porsi  1 porsi habis  1 gelas 300 cc
 Keluhan  Tidak ada keluhan  Tidak bisa menelan
sulit mendorong
karena
kaku
Minum
 Jenis  Air teh, teh manis  Air Putih, Susu
air putih jarang  1 gelas
 Frekuensi  6 Gelas/Hari  150-300 cc/Hari
 Jumlah (cc) dan minuman  Tidak ada
 900-1000cc
 Keluhan Kurang lebih
 Tidak Ada
2 Eliminasi
BAB
 Frekuensi  2 hari sekali  Belum BAB
 Warna  kuning sejak 3 hari yang
 Konsistensi  lunak lalu
 Keluhan  Tidak Ada  Tidak ada
 Tidak Ada
BAK
 Frekuensi  4-6 kali  2 x dari pagi
 Warna  Kuning sampe siang
 Jumlah (cc)  Banyak menggunakan
 Keluhan  Tidak Ada diapers
32

 Kuning
 500-600 cc
 Tidak ada
3 Istirahat dan tidur
 Waktu tidur
o Malam, pukul  4-5 jam  Tidur 3-4 jam
o Siang, pukul  Tidak tentu
 Lamanya  Jarang  1 jam
 Keluhan  1 – 2 Jam  Sulit tidur saat
 Tidak Ada siang dan malam
hari
4 Kebiasaan diri
 Mandi  2x/hari  1x/hari di waslap
 Perawatan  1 Minggu sekali  belum
rambut 2-3 kali keramas  Belum
 Perawatan kuku  1 minggu sekali  Belum
 Perawatan gigi  Gigi Pasien Kotor,
 Tingkat  3x/hari klien tidak bau
Ketergantungan  Tidak tentu badan, Rambut
 Kebiasaan klien lengket dan
merokok  Tidak ada kusam
 Kebiasaan  Berhenti senam DM  dibantu
olahraga sejak 3 bulan yang  tidak merokok
lalu  Tidak bisa
beraktivitas

d. Interaksi dan Isolasi Sosial


Status emosi pasien tampak lelah, ekspresi wajah pucat, suana hati
pasien gelisah, cara berbicara pasien rero, perasaan pasien tidak
nyaman dengan sakitnya. Jika pasien merasa sedih atau senang selalu
bercerita kepada orang kepercayaannya yaitu suaminya.
Pasien sangat dekat dengan suami dan kedua anakanya, karena
serumah. Pasien juga selalu rutin melakukan kegiatan pengajian atau
kegiatan masyarakat pasien dekat dengan tetangganya juga. Selama
sakit aktivitas pasien jarang ketemu dengan tetangga karena dirawat di
RS.
e. Spiritual
Pasien beragama islam, saat ini pasien tidak mengalami kesulitan
melakukan ibadah sholat dan puasa ramadhan tahun kemarin tamat.
33

Pasien suka berdoa tetapi dan pasien mengetahui tatacara sholat


sedang sakit dan pasien sholat dengan terlentang.
f. Pencegahan Resiko yang mengancam Kehidupan dan Kesejahteraan
Uraian persepsi pasien terhadap konsep ketuhanan, makna hidup,
sumber harapan : Pasien memaknai bahwa sakit ini mungkin ujian dari
Allah, dan dijadikan hikmah/pelajaran untuk menjaga pola dan jenis
makanan yang dikonsumsi dan jangan meminum minuman yang
manis harus lebih banyak lagi minum air putih. Pasien beharap
semoga cepat sembuh dan diangkat sakit yang dideritanya supaya bisa
kembali kumpul dengan anak- anaknya di rumah.
g. Peningkatan Kesehatan dan pengembangan Potensi dalam hubungan
sosial
Berdasarkan hasil pemeriksaan klien di diagnosa stroke dan DM dan
mendapatkan therapi. Klien mengatakan akan mematuhi dan
mengikuti semua program pengobatan
4. Developmental Self Care Requisites
Perubahan fisik pada pasien Ny.N dengan Diabetes Mellitus dan Stroke
antara lain, menimbulkan peningkatan dalam berkemih, rasa haus, selera
makan, keletihan, kelemahan, serta pandangan yang kabur (jika kadar
glukosanya tinggi). Dan klien karena parese sebelah kanan mengalami
ketergantungan dalam memenuhu ADL nya
5. Health Deviation Self Care Requisites
Pada pasien Ny. N dengan Diabetes Mellitus dan Stroke terjadi
ketidakseimbangan antara kebutuhan yang harus dipenuhi dengan
kemampuan yang dimiliki. Pasien Diabetes Mellitus dan stroke akan
mengalami penurunan pola makan dan adanya komplikasi yang dapat
menghalangi aktivitas sehari-hari seperti kesulitan dalam berbicara karena
mengalami ganggua komunikasi verbal.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
1) Kondisi klien secara umum
Penampilan umum : Pasien tampak pucat
34

Kesadaran : Compos mentis


GCS 15 (E 5 M 6 V 5)
Tanda-tanda vital : TD = 168/90 mmHg
HR = 84 kali/menit
RR = 20 kali/menit
S = 36,3 0C
Status Antopometri : BB = 49 kg
TB = 160 cm
IMT = 19,1
2) keadaan kulit: warna kulit kuning langsat, turgor kulit kaki
sedikit kering, kelainan kulit tidak ada.
3) Kepala
b. Bentuk bulat simestris, keadaan kulit warna kuning langsat, kelainan
kulit tidak ada, pertumbuhan rambut panjang tebal. Bentuk wajah
sebelah kiri rero.
c. Mata simestrik, kebersihan bersih, penglihatan tajam jelas, pupil
normal, refleks bagus, skelera putih, konjungtiva anemis
d. Telinga : Bentuk simetris, kebersihan bersih, tidak ada sekret, fungsi
normal dan nyeri telinga tidak ada.
e. Hidung : fungsi normal, polip sekret tidak ada, tidak ada nyeri tekan
f. Mulut : kemampuan bicara rero, keadaan bibir kering, selaput mukosa
merah, warna lidah keputihan, gigi ada sedikit karises, oropharing bau
nafas (keton), suara jelas, dahak tidak ada)
g. Sistem Respirasi
Bentuk dada simetris, retraksi dada ringan, pengembangan maksimal,
RR 20x/menit, Tidak da nyeri tekan, Suara napas vesikuler, terdengar
sonor di seluruh lapang paru.
h. Sistem Sirkulasi
Tidak ada pembesaran vena jugularis, konjungtivamerah muda, sklera
putih kecoklatan, Suara jantung lup dup SI dan II tunggal pada mid
clavikula sinistra ICS 4-5, TD130/90 mmHg, nadi kuat 88x/menit,
akral agak dingin, CRT 1 detik, suhu 36,20 C.
35

i. Sistem Neurologi
Kesadaran composmentis, GCS 4-5-6, reflek cahaya +/+, pupil isokor
diameter 2/2 mm, Reflek patela: +/+, refleks babinski -/-, pasien
mampu merasakan tajam daN tumpul dikedua kaki, pasien
cenderung mengantuk tetapi mudah dibangunkan.
j. Sistem Perkemihan
VU tidak teraba penuh, tidak terdapat nyeri tekan.
k. Sistem Pencernaan
Bentuk simetris, warna kulit merata, saat diauskultasi bising usus
9x/m, saat di perkusi suara timpani 4 kuadran perut pasien, saat
dipalpasi/ditekan pasien meringis kesakitan kuadran 2.
l. Sistem Muskulokeletal
Pasien mampu menggerakkan ekstremitas atas dan bawah dengan
baik. Skala otot pasien :

1 5

1 5

m. Sistem Endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
n. Sistem Reproduksi
Keadaan genetalia bersih dan tidak ada kelainan.
o. Sistem Integumen
p. Ekstremitas
Jari tangan kumplit ada 10, tangan kanan terbatas karena di pasang
infus. Jari kaki kumplit berjumlah 10, Kekuatan tangan kanan 1tangan
kiri 5 dan kaki kanan 1 sedangkan kaki kiri 5. Sensasi tangan dan kaki
pasien masih bisa merasakan, refleks patela tangan kanan dan kiri
serta kaki kanan dan kiri ada respon.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
09-04-2022 dilakukan pemeriksaan photo thorax AP
Kesan : Kardiomegali tanpa bendungan paru. Tidak tampak TB
paru aktif dan pneumonia. Artherosklerosis aorta.
36

b. Labolatorium
Pemeriksaan darah lengkap pada tanggal 09-04-2022 dengan hasil

Ureum 20 10 - 50 mg/dL Normal

Kreatinin - 0,5 – 1,5 mg/dL Normal


Glukosa Darah 383 70-200 mg/dL Tinggi
Sewaktu
IMUNOLOGI
Rapid antigen Negatif Negatif
COVID-19

5. Therapy Yang Diberikan

Nama obat Cara Dosis Indikasi


pemberian
Merupakan obat antibiotik golongan
sefalosporin yang bekerja dengan
cara menghambat pertumbuhan
Ceftriaxone IV 2x1 gr
bakteri atau membunuh bakteri

Obat yang digunakan untuk


menangani gejala atau penyakit yang
berkaitan dengan produksi asam
Ranitidine IV 2x1
berlebih di dalam lambung

Obat yang bekerja dengan cara


meningkatkan senyawa kimia di otak
bernama phospholipid phosphatidylc
holine. Senyawa ini memiliki efek
untuk melindungi otak,
mempertahankan fungsi otak secara
normal, serta mengurangi jaringan
otak yang rusak akibat cedera. Selain
Citicoline IV 2x500 itu, citicolin mampu meningkatkan
aliran darah dan konsumsi oksigen di
otak.
37

Obat untuk mengatasi gangguan


Omeprazole IV 1x40 lambung, seperti penyakit asam
lambung dan tukak lambung.
Merupakan sedian obat yang
mengandung insulin aspart yang
termasuk insulin gerak cepat,
6-6-6 digunakan untuk pengobatan pada
(3x1per diabetes mellitus, obat ini akan mulai
Novorapid SC menurunkan gula darah 10-20 menit
6 unit)
setelah disuntikan kedalam tubuh.
Merupakan obat antihipertensi
golongan Calcium Channel Blockers
(CCB). Obat ini bekerja dengan cara
menghambat kalsium masuk ke
dalam sel sehingga salah satu
efeknya adalah menyebabkan
Amlodipin tablet 1x1
vasodilatasi,
10 mg
memperlambat laju jantung, dan
menurunkan kontraktilitas miokard
sehingga menurunkan tekanan darah.
Obat ini memiliki efek anti agregasi
platelet (keping darah atau trombosit)
dan menghambat pembentukan
trombus (penggumpalan darah yang
terbentuk pada dinding pembuluh
darah arteri dan vena). Clopidogrel
secara selektif menghambat ikatan
Adenosine Di-Phosphate (ADP) pada
reseptor ADP di platelet. Clopidogrel
Cpg 75 MG tablet 1x1 dapat mengurangi kejadian
aterosklerosis pada pasien yang
berisiko tinggi, termasuk pasien yang
memiliki riwayat infark miokard dan
gejala lain dari sindrom koroner akut,
stroke, serta penyakit arteri perifer.
38

2A Wida IV 20 gtt Digunakan pada pasien yang


memiliki riwayat gagal ginjal, sirosis
hati, kadar natrium yang rendah, tes
toleransi glukosa, kadar magnesium
yang rendah, kadar kalium rendah,
tingkat kalsium yang rendah, dan
kehilangan cairan dan kondisi
lainnya.

B. Analisa Data
No. Data Etiologi Problem/Masalah
1. DS : Faktor pemicu dan faktor Ketidakstabilan
- Pasien mengeluh tangan resiko (Pola/gaya hidup) kadar glukosa darah
kanan lemas sulit ↓ b.d gangguan
digerakan Malas olahraga dan sering glukosa darah puasa
- Pasien mengatakan memakan minuman manis
pusing ↓
- Pasien mengatakan Sel B terganggu
sudah memiliki penyakit ↓
DM 3 tahun yang lalu Sel-sel perifer gagal
- Pasien mengatkan 3 memproduksi hormon
bulan yang lalu berhenti insulin
mengikuti senam DM ↓
karena malas Resistensi insulin
DO : ↓
- Tampak lelah Glukosa tidak dapat masuk
- GDS 383 mg/dL kedalam sel
- Sulit bicara ↓
Hiperglikemia

Ketidakstabilan kadar
glukosa darah
39

2. DS : Ketidakstabilan kadar Defisit Nutrisi b.d


- Pasien mengatakan glukosa darah ketidakmampuan
lapar DO : ↓ menelan makanan
- Pasien rero Glukosa tidak dapat diubah
- Pasien terpasang NGT menjadi ATP
- Bising usus 9x/m ↓
- TB : 160 cm Sel kelaparan
- BB : 49 Kg ↓
- Membran mukosa Merangsang hipotalamus
pucat, lidah putih ↓
- Otot pengunyahan dan polifagia
penelanan lemah ↓
Kelemahan

Katabolism
e

Defisit Nutrisi
3. DS : Stroke infark Gangguang mobilitas
- Pasien mengeluh ↓ fisik b.d gangguan
tangan kanan lemas Trombus emboli di cerebral neuromuskular
sulit digerakan ↓
DO : Suplai darah ke jaringan
- pasien tamapk lemah cerebral tidak adekuat
- pasien berbaring di ↓
tempat tidur sulit untuk Perfusi jaringan cerebral
bangun dan perlu tidak adekuat
bantuan ↓
- Kekuatan tangan Vasospasme arteri cerebral
kanan 3 tangan kiri 5 saraf cerebral
dan kaki ↓
kanan 4 sedangkan Iskemik infark
kaki kiri 5 ↓
Defisit neurolgi

Tidak mampu beraktifitas

Tirah baring yang
lama,kehilangan daya
otot,penurunan otot

Perubahan sistem
muskuloskeletal

40

Gangguan Mobilitas Fisik


41

4. DS : Trombosis di cerebral Gangguan


- Pasien mengeluh ↓ komunikasi verbal
tangan kanan lemas Sumbatan pembuluh darah b.d penurunan
sulit digerakan di otak sirkulasi serebral
DO :
- pasien kesulitan ↓
berbicara (rero) Suplai darah dan O2 ke
- pasien juga kesulitan otak menurun
mengungkapkan ↓
perasaanya
- sulit mempertahankan Infark cerebri
komunikasi
- sulit menggunakan ↓
ekspresi wajah Gangguan fungsi motorik


Bicara (rero)

Disfasia, diatria

Gangguan komunikasi
verbal
42

C. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas


a. Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d gangguan glukosa darah
puasa ditandai dengan dkadar glukosa dalam darah tinggi (383
mg/dL), sulit berbicara.
b. Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan ditandai
dengan otot pengunyah dan otok penelan lemah, bising usus 9x/m,
membran mukosa pucat lidah putih.
c. Gangguang mobilitas fisik b.d gangguan neuromuskular ditandai
dengan kekuatan otot menurun, rentan gerak (ROM) menurun,
gerakan terbatas, fisik lemah.
d. Gangguan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi serebral ditandai
dengan tidak mampu / kesulitan berbicara (rero).
43

D. Rencana Asuhan Keperawatan


Nama Pasien : Ny.N Ruangan : Zaitun 1
No. Medrek : 00813789 Diagnosa Medis : Diabetes Mellitus tipe II & Stroke Infark
Tanggal : 11 April 2022
No. SDKI SLKI SIKI Rasional
DX
1. Ketidaksetabilan Setelah dilakukan tindakan
Manajemen Hiperglikemia Observasi
Kadar Glukosa keperawatan selama 3 x 24 Observasi 1. Untuk mengetahui penyebab
Darah jam gula darah stabil 1. Identifkasi kemungkinan penyebab hiperglikemia pasien
dengan kriteria : hiperglikemia 2. Dapat membantu mengurangi kejadian
1. kadar gula darah <180 2. Identifikasi situasi yang yang tidak diharpkan pada pasien.
mg/dL menyebabkan kebutuhan insulin 3. Hiperglikemia terjadi ketika jumlah
2. kadar gula darah puasa meningkat (mis. penyakit kambuhan) insulin tidak mencukupi untuk
<140 mg/dL 3. Monitor kadar glukosa darah, jika metabolisme glukosa. Kelebihan
3. mampu perlu glukosa dalam darah menciptakan efek
mendemonstrasikan self 4. Monitor tanda dan gejala osmotik yang menghasilkan
management hiperglikemia (mis. poliuri, peningkatan rasa haus, lapar, dan
diabetes secara benar : polidipsia, polivagia, kelemahan, peningkatan buang air kecil. Pasien juga
a. penyakit diabetes, malaise, pandangan kabur, sakit dapat melaporkan gejala kelelahan dan
pencegahan kepala) penglihatan kabur yang tidak spesifik
komplikasi 5. Monitor intake dan output cairan (CardenasValladolid et al., 2018).
c. peawatan kaki 6. Monitor keton urine, kadar analisa 4. Manifestasi hiperglikemia mungkin
diabetes mencegah gas darah, elektrolit, tekanan darah tergantung pada setiap individu tetapi
44

komplikasi ortostatik dan frekuensi nadi konsisten pada individu yang sama.
pengukuran glukosa
Terapeutik Tanda-tandanya adalah hasil dari
darah 7. Berikan asupan cairan oral peningkatan aktivitas adrenergik dan
d. pengelolaan obat- 8. Konsultasi dengan medis jika tanda penurunan pengiriman glukosa ke otak.
obatan dan gejala hiperglikemia tetap ada Tikar pasien mengalami takikardia,
e. pola diet yang atau memburuk diaforesis, tremor, pusing, sakit kepala,
dianjurkan Edukasi kelelahan, lapar, dan perubahan visual.
f. pola aktivitas yang 9. Anjurkan olahraga saat kadar glukosa (CardenasValladolid et al., 2018).
dianjurkan darah lebih dari 250 mg/dL 5. Intake dan output pasien dapat
g. strategi mengontrol 10. Anjurkan monitor kadar glukosa mengontrol cairan dan kadar glukosa
berat badan darah secara mandiri dalam darah pasien.
b. teknik penyuntikan 11. Anjurkan kepatuhan terhadap diet 6. Data penunjang dapat membantu dalam
insulin dan olahraga data objektif dan menentukan diagnosa.
12. Ajarkan pengelolaan diabetes (mis.
Terapeutik
penggunaan insulin, obat oral, 7. Caian oral membantu dalam
monitor asupan cairan, penggantian melembabkan bibir dan membran
karbohidrat, dan bantuan professional mukosa.
kesehatan) 8. Supaya kesehatan pasien tetap
Kolaborasi terkontrol.
13. Kolaborasi pemberian insulin, jika Edukasi
perlu 9. Olahraga dapat membantu
Kolaborasi pemberian cairan IV, jika perlu memperlancar sirkulasi darah sebagai
upaya pencegahan dini terjadinya
45

komplikasi foot diabetic.


10. Glukosa darah normal antara 140 sampai
180 mg/dL. Pasien perawatan non- intensif
harus dipertahankan pada tingkat
sebelum makan «140 mg/dL.
11. Memabntu mengontrol kesehatan dan
kesetabilan kadar glukosa.
12. Self management diabetes adalah
kemampuan diri untuk megelola
penyakit, pengobatan, diet , exercise dan
monitor hbAlc sebagai ukuran glukosa
darah selama 2 sampai 3 bulan
sebelumnya. Hbalc normal = 6,5%
hingga 7%.
13. Pemberian obat Novorapid dan dan
sansulin.
14. Membantu kadar cairan dalam tubuh
pemberian WIDA 2A.
2. Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan
Manajemen nutrisi Observasi
keperawatan selama 2 x 24
Observasi 1. Untuk mengetahui kebutuhan nutrisi
jam defisit nutrisi teratasi, 1. Identifikasi status nutrisi yang belum terpenuhi pada pasien.
dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi alergi dan 2. Untuk mengetahui makanan pantrangan
c. Pasien bisa / mampu intoleransi makanan pada pasien
46

mengunyah 3. Identifikasi makanan yang disukai 3. Untuk membantu pasien agar dapat
d. Pasien mampu 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan memenuhi kebutuhan nutrisinya
menelan jenis nutrien 4. Untuk membantu pasien dalam
e. Porsi makan habis 5. Monitor asupan makanan memenuhi kebutuhan kalorinya.
6. Monitor berat badan 5. Untuk mengetahui makanan yang telah
Terapeutik dimakan oleh pasien
7. Lakukan oral hygiene sebelum makan 6. Memonitor BB dapat mengetahui
8. Sajikan makanan secara menarik dan apakah pasien mengalami penurunan
suhu yang sesuai atau kenaikan BB.
9. Berikan makanan tinggi serat untuk Terapeutik
mencegah konstipasi 7. Oral hygiene sebelum makana dapat
10. Berikan makanan tinggi kalori dan membantu pasien agar lebih enak dalam
tinggi protein makan
11. Berikan suplemen makanan 8. Penyajian makanan secara menarik
Edukasi dapat menaikan minat pasien untuk
12. Anjurkan posisi duduk makan
Kolaborasi 9. Makanan tinggsi serat dapat mencegah
13. Kolaborasi pemberian medikasi konstipasi
sebelum makan (mis. Pereda nyeri, 10. Agar kalori dan protein pasien terpenuhi
antiemetik) 11. Suplemen makanan dapat meningkatkan
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk nafsu makan pasien
menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien
Edukasi
yang dibutuhkan. 12. Posisi duduk dapat membuat pasien
47

lebih nyaman ketika makan


Kolaborasi
13. Pemberian medikasi dapat membuat
pasien lebih nyaman sebelum makan
14. Agar nutrisi pasien dapat terpenuhi
3. Gangguan Setelah dilakukan tindakan
Dukungan Ambulasi Observasi
mobilitas fisik keperawatan selama 2 x 24
Observasi 1. Untuk mengetahui penyebab gangguan
jam Gangguan mobilitas 1. Identifikasi adanya nyeri atau mobilitas
fisik pasien teratasi, dengan keluhan fisik lainnya 2. Untuk mengetahui sejah mana rentan
kriteria hasil: 2. Identifikasi toleransi fisik geak pasien
a. Pasien mampu melakukan ambulasi 3. Untuk meminimal resiko kejadian yang
menggerakan 3. Monitor frekuensi jantung dan tidak diharapkan
ekstremitas tekanan darah sebelum memulai 4. Untuk mengetahui kondisi umum pasien
b. Kekuatan otot pasien ambulasi Terapeutik
cukup meningkat 4. Monitor kondisi umum 1. Memudahkan pasien dalam bergerak
c. Rentan gerak cukup selama melakukan ambulasi 2. Memudahkan pasien dalam melakukan
meningkat Terapeutik pergerakan
1. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan 3. Untuk meringankan kerja perawat dan
alat bantu (mis. tongkat, kruk) adanya dukungan support dari keluarga
2. Fasilitasi melakukan mobilisasi Edukasi
fisik, jika perlu 1. Agar pasien mengetahui dan
3. Libatkan keluarga untuk membantu memudahkan dalam aktivitas
pasien dalam meningkatkan 2. Agar tidak terjadi kekauan yang lebih
48

ambulasi parah
Edukasi 3. Agar pasien melakukan secara perlahan
1. Jelaskan tujuan dan prosedur sehingga melancarkan gerakan
ambulasi selanjutnya.
2. Anjurkan melakukan ambulasi dini
3. Ajarkan ambulasi sederhana yang
harus dilakukan (mis. berjalan dari
tempat tidur ke kursi roda, berjalan
dari tempat tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai toleransi)
4. Gangguan komunikasiSetelah dilakukan tindakan
Observasi Observasi
verbal keperawatan selama 2 x 24 1. Monitor kecepatan, tekanan, 1. untuk mengetahui perkembangan
jam gangguan kounikasi kuantitas, volume dan diksi bicara kemampuan kecepatan, tekanan,
verbal teratasi, dengan 2. Monitor proses kognitif, anatomis, kuantitas, volume dan diksi bicara
kriteria hasil: dan fisiologis yang berkaitan dengan 2. untuk mengetahui perkembangan
c. Pasien mampu bicara kemampuan proses kognitif, anatomis,
mengikuti aktivitas 3. Monitor frustrasi, marah, depresi atau dan fisiologis yang berkaitan dengan
fisik yang hal lain yang menganggu bicara bicara
direkomendasikan 4. Identifikasi prilaku emosional dan 3. untuk mengetahui kondisi psikologis
d. Kemampuan berbicara fisik sebagai bentuk komunikasi pasien mengenai frustrasi, marah,
pasien cukupTerapeutik depresi atau hal lain yang menganggu
meningkat 5. Gunakan metode Komunikasi bicara
alternative (mis: menulis, berkedip, 4. Mengethaui hasil prilaku emosional dan
49

papan Komunikasi dengan gambar fisik sebagai dalam bentuk komunikasi


dan huruf, isyarat tangan, dan pasien
computer) Terapeutik
6. Sesuaikan gaya Komunikasi dengan 5. Membantu mempermudah dalam
kebutuhan (mis: berdiri di depan komunikasi
pasien, dengarkan dengan seksama, 6. Agar tersampainya informasi yang
tunjukkan satu gagasan atau sesuai.
pemikiran sekaligus, bicaralah 7. Membuat kenyamanan lingkungan untuk
dengan perlahan sambil menghindari meminimalkan bantuan
teriakan, gunakan Komunikasi 8. Pengulangan dapat menyampaikan
tertulis, atau meminta bantuan pesan yang sesuai
keluarga untuk memahami ucapan 9. dukungan psikologis dapat memotivasi
pasien. pasien
7. Modifikasi lingkungan 10. juru bicara membantu pasien dalam
untuk meminimalkan bantuan menyampaikan isi komunikasi
8. Ulangi apa yang disampaikan pasien Edukasi
9. Berikan dukungan psikologis 11. Meminimalkan energi yang dikeluarkan
10. Gunakan juru bicara, jika perlu pasien
Edukasi
12. Dapat mempermudah dalam
11. Anjurkan berbicara perlahan
berkomunikasi
12. Ajarkan pasien dan keluarga proses
Kolaborasi
kognitif, anatomis dan fisiologis yang
Membantu menyembuhkan dalam aspek
berhubungan dengan kemampuan
50

berbicara neurologisnya.
Kolaborasi
13. Rujuk ke ahli patologi bicara atau
terapis
51

E. Implementasi Dan Evaluasi

Nama Pasien : Ny.N Ruangan : Zaitun 1


No. Medrek : 00813789 Diagnosa Medis : Diabetes Mellitus tipe II & Stroke Infark

Hari/Tanggal Waktu DX Implementasi dan Catatan Evaluasi Nama dan


Perkembangan Paraf
Senin, 11 07.30 1-4 Operan dinas Observasi TTV DX1. Ketidakstabilan kadar glukosa
April 2022 1-4 R : TD = 168/90 mmHg, HR = 84 darah b.d gangguan glukosa darah
08.00
kali/menit, RR
puasa S : pasien mengatakan sering
= 20 kali/menit, S = 36,3 C
0
memakan minuman manis meski sudah
Identifkasi kemungkinan penyebab
1 dilarang keluarganya.
08.30
hiperglikemia. Identifikasi situasi yang
O:
menyebabkan kebutuhan insulin
- TD = 168/90 mmHg, HR = 84
meningkat.
kali/menit, RR = 20 kali/menit, S =
R : pasien mengatakan sering memakan
36,3 0C
minuman yang manis meski sudah
- kadar glukosa pasien 383 mg/dL,
dilarang keluarganya.
2 - bibir kering, pasien mengatakan
09.00
Identifikasi status nutrisi. Identifikasi
haus.
alergi dan intoleransi makanan.
- Minum lewat mulut 4-5
Identifikasi makanan yang disukai.
sendok A : masalah belum teratasi
Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
P : lanjutkan intervensi
nutrien.
- Monitor keton urine, kadar
R : pasien mengatakan sulit menelan
analisa gas darah, elektrolit,
karena rero, pasien terpasang NGT
tekanan darah ortostatik dan
52

makan habis 3 kali sehari dengan jenis


frekuensi nadi
makanan susu.
Identifikasi adanya nyeri atau keluhan - Berikan asupan cairan oral
09.30 3 fisik lainnya. Identifikasi toleransi fisik - Konsultasi dengan medis jika
melakukan ambulasi. Monitor frekuensi tanda dan gejala hiperglikemia
jantung dan tekanan darah sebelum tetap ada atau memburuk
memulai ambulasi - Anjurkan olahraga saat kadar
R : pasien mengatakan tangan kanan glukosa darah lebih dari 250
sulit digerakan pasien juga mengatakan mg/dL. Anjurkan monitor kadar
sulit duduk sendiri harus di bantu glukosa darah secara mandiri
Monitor kadar glukosa darah, jika perlu. - Anjurkan kepatuhan terhadap diet
10.00 1 Monitor tanda dan gejala hiperglikemia. dan olahraga
Monitor intake dan output cairan. - Ajarkan pengelolaan diabetes
R : kadar glukosa pasien 383 mg/dL,
bibir kering, pasien mengatakan haus. DX2. Defisit Nutrisi b.d
Minum lewat mulut 4- 5 sendok, BAK ketidakmampuan menelan makanan
sudah 3 kali. S : pasien mengatakan sulit menelan karena
10.30 2 Lakukan oral hygiene sebelum makan. rero
Sajikan makanan secara menarik dan O : pasien terpasang NGT makan habis 3
suhu yang sesuai. R : pasien dianjurkan kali sehari dengan jenis makanan susu.
oral hygiene, makanan masih hangat BB = 49 kg, TB = 160 cm, IMT = 19,1.
langsung di berikan. A : masalah belum
11.00 4 Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, teratasi P : lanjutkan
53

volume dan diksi bicara. Monitor proses


intervensi
kognitif, anatomis, dan fisiologis yang
- Monitor asupan makanan
berkaitan dengan bicara.
- Monitor berat badan
R : pasien kesulitan dalam berbicara dan
menyampaikan pesan.
Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat - Berikan makanan tinggi serat
bantu (mis. tongkat, kruk). Fasilitasi untuk mencegah konstipasi
11.30 3 melakukan mobilisasi fisik, jika perlu. - Berikan makanan tinggi kalori
R : pasien dianjurkan miring kanan dan dan tinggi protein
kiri, jika duduk di bantuk oleh keluarka - Berikan suplemen makanan
dan posis kasur dinaikan 450. - Anjurkan posisi duduk
Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan. Kolaborasi dengan ahli gizi DX3. Gangguang mobilitas fisik
12.00 2 untuk menentukan jumlah kalori dan b.d gangguan neuromuskular
jenis nutrien yang dibutuhkan. R : pasien S : pasien mengatakan tangan kanan sulit
makan jenis susu 3x sehari. BB = 49 kg, digerakan pasien juga mengatakan sulit
TB = 160 cm, IMT = 19,1. duduk sendiri harus di bantu.
Anjurkan berbicara perlahan. Ajarkan O :
- pasien tamapk lemah
pasien dan keluarga proses kognitif,
- pasien berbaring di tempat tidur
13.00 4 anatomis dan fisiologis yang
sulit untuk bangun dan perlu
berhubungan dengan kemampuan
bantuan
berbicara.
- Kekuatan tangan kanan 3 tangan
R : berbicara perlahan dapat
54

menyampaikan pesan pasien. kiri 5 dan kaki kanan 4 sedangkan


Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu. kaki kiri 5
Kolaborasi pemberian cairan IV, jika A : masalah belum
13.30 1
perlu. teratasi P : lanjutkan
R : pasien diberikan Novorafid per 6 jam intervensi
Ulangi apa yang disampaikan pasien. - Monitor kondisi umum selama
14.00 4
Berikan dukungan psikologis. Gunakan melakukan ambulasi
juru bicara, jika perlu
R : pasien selalu mengulangi dan- Libatkan keluarga untuk membantu pasien
berbicara perlahan untuk menyampaikan dalam meningkatkan ambulasi
pesannya kata perkata. - Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
- Anjurkan melakukan ambulasi dini
- Ajarkan ambulasi sederhana yang harus
dilakukan
DX4. Gangguan Komunikasi verbal b.d
penurunan sirkulasi serebral
S : pasien kesulitan dalam berbicara
dan menyampaikan pesan
O:
- sulit mempertahankan komunikasi
- sulit menggunakan ekspresi wajah A :
masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
55

- Monitor frustrasi, marah, depresi


atau hal lain yang menganggu
bicara
- Identifikasi prilaku emosional dan
fisik sebagai bentuk komunikasi
- Gunakan metode
Komunikasi alternative
- Sesuaikan gaya Komunikasi
dengan kebutuhan
- Modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bantuan
- Rujuk ke ahli patologi bicara atau
terapis
Selasa, 12 07.00 1-4 Operan DX1. Ketidakstabilan kadar glukosa
April 2022 dinas darah b.d gangguan glukosa darah
07.30 1-4 Observ puasa S : pasien mengatakan sering haus
asi O:
08.00 1 TTv - TD = 160/109 mmHg, HR = 80
R : TD = 160/109 mmHg, HR = 80 kali/menit, RR = 20 kali/menit, S =
kali/menit, RR = 20 kali/menit, S = 35,7 35,7 0C
0
C - kadar glukosa pasien 259 mg/dL,
Monitor keton urine, kadar analisa gas - Minum lewat mulut 4-5
darah, elektrolit, tekanan darah
56

ortostatik dan frekuensi nadi. Berikan


sendok A : masalah belum teratasi
asupan cairan oral. Konsultasi dengan
P : lanjutkan intervensi
medis jika tanda dan gejala
- Anjurkan olahraga saat kadar
hiperglikemia tetap ada atau memburuk
glukosa darah lebih dari 250
R : hasil lab elektrolit normal, hasil
mg/dL. Anjurkan monitor kadar
09.00 4 analisa gas darah leukosit tinggi : 23270,
glukosa darah secara mandiri
trombosit tinggi : 468000. Gula darah
sewaktu : 259 mg/dL. Pasien minum
sedikit-sedikit melalui sendok. Gula
darah pasien menurun sedikit.
Kolaborasi dengan dokter rujuk ke ahli - Anjurkan kepatuhan terhadap diet
patologi bicara atau terapis. Pasien dan olahraga
diajarkan berbicara perlahan huruf vokal - Ajarkan pengelolaan diabetes
(A I U E O)
R : pasien dijadwalkan oleh dokter DX2. Defisit Nutrisi b.d
10.00 2 untuk terapi wicara. Pasien dapat ketidakmampuan menelan makanan
mengikuti perlahan. S : pasien mengatakan makan selalu habis
Monitor asupan makanan. Monitor berat O : pasien terpasang NGT makan habis 3
badan. Berikan makanan tinggi serat kali sehari dengan jenis makanan susu.
untuk mencegah konstipasi. Berikan BB = 49 kg, TB = 160 cm, IMT = 19,1.
makanan tinggi kalori dan tinggi protein. A : masalah belum
Berikan suplemen makanan. Anjurkan teratasi P : lanjutkan
posisi duduk intervensi
57

R : pasien makan selalu habis melalui - Monitor asupan makanan


selang NGT, sejak 3 hari yang lalu - Monitor berat badan
belum BAB tetapi hari ini pasien sudah - Berikan makanan tinggi kalori
11.30 3 BAB. Pasien makan hanya bisa dan tinggi protein
berbaring. - Berikan suplemen makanan
Monitor kondisi umum selama
melakukan ambulasi. Ajarkan ambulasi DX3. Gangguang mobilitas fisik
sederhana yang harus dilakukan b.d gangguan neuromuskular
R : pasien sudah bisa miring kanan dan S : pasien mengatakan tangan kanan sulit
13.30 4 miring kiri, jika masih duduk masih digerakan pasien juga mengatakan sulit
harus dibantu. duduk sendiri harus di bantu.
Monitor frustrasi, marah, depresi atau O :
hal lain yang menganggu bicara.
Identifikasi prilaku emosional dan fisik
sebagai bentuk komunikasi
R : pasien selalu sabar saat berbicara - pasien tampak masih lemah
meski kesulitan. Pasien masih bisa - pasien berbaring di tempat tidur
mengekspresikan emosionalnya meski sulit untuk bangun dan perlu
sedikit. bantuan
- Kekuatan tangan kanan 3 tangan
kiri 5 dan kaki kanan 3 sedangkan
kaki kiri 5
A : masalah belum
58

teratasi P : lanjutkan
intervensi
- Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi
- Anjurkan melakukan ambulasi dini

DX4. Gangguan Komunikasi verbal b.d


penurunan sirkulasi serebral
S : pasien sekarang lebih kesulitan
dalam berbicara dan menyampaikan
pesan
O:
- sulit mempertahankan komunikasi
- sulit menggunakan ekspresi wajah
- pasien mengikuti latihan huruf vokal
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
- Gunakan metode
Komunikasi alternative
- Sesuaikan gaya Komunikasi
59

dengan kebutuhan
- Modifikasi lingkungan
untuk meminimalkan bantuan

Rujuk ke ahli patologi bicara atau


terapis
Rabu, 13 07.30 1-4 Operan DX1. Ketidakstabilan kadar glukosa
April 2022 08.00 1-4 dinas darah b.d gangguan glukosa darah
Observ puasa S : pasien mengatakan pusing
asi O:
08.30 1 TTV - TD = TD = 172/124 mmHg, HR
=
R : TD = 172/124 mmHg, HR = 80
80 kali/menit, RR = 22 kali/menit,
kali/menit, RR = 22 kali/menit, S = 35,9 S
0
C = 35,9 0C
Anjurkan olahraga saat kadar glukosa - kadar glukosa pasien 232 mg/dL,
darah lebih dari 250 mg/dL. Anjurkan - Minum lewat mulut 4-5
monitor kadar glukosa darah secara sendok A : masalah belum teratasi
mandiri. Anjurkan kepatuhan terhadap P : lanjutkan intervensi
diet dan olahraga. Ajarkan pengelolaan - Anjurkan olahraga saat
diabetes (mis. penggunaan insulin, obat kadar glukosa darah lebih dari 250
oral, monitor asupan cairan, penggantian mg/dL.
karbohidrat, dan bantuan professional
kesehatan)
R : pasien saat ini hanya bisa olahraga
miring
60

kanan dan kiri. Pasien mempunyai alat


untuk cek glukosa darah. Keluarga
pasien memahami untuk
cara pemberian insulin. Pola makan dan Anjurkan monitor kadar glukosa
olahraga pasien sudah dijelaskan harus darah secara mandiri
seimbang. - Anjurkan kepatuhan terhadap diet
Monitor asupan makanan. Monitor berat dan olahraga
09.00 2 badan. Berikan makanan tinggi kalori - Ajarkan pengelolaan diabetes
dan tinggi protein. Berikan suplemen
makanan DX2. Defisit Nutrisi b.d
R : makan habis 3x sehari dengan jenis ketidakmampuan menelan makanan
susu, ketika di rumah seimbangkan antar S : pasien mengatakan makan selalu habis
sayuran buah-buahan dan protein pasien. O : pasien terpasang NGT makan habis 3
09.30 3 Libatkan keluarga untuk membantu kali sehari dengan jenis makanan susu.
pasien dalam meningkatkan ambulasi. BB = 49 kg, TB = 160 cm, IMT = 19,1.
Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi. A : masalah belum
Anjurkan melakukan ambulasi dini. teratasi P : lanjutkan
R : pasien selalu didampingin suami dan intervensi
anaknya dalam melakukan pergerakan. - Monitor asupan makanan
Pasien dan keluarga memahami apa - Monitor berat badan
yang disampaikan perawat. - Berikan makanan tinggi kalori
10.00 4 Gunakan metode komunikasi dan tinggi protein
alternative. Sesuaikan gaya Komunikasi - Berikan suplemen makanan
61

dengan kebutuhan. Modifikasi


lingkungan untuk meminimalkan
DX3. Gangguang mobilitas fisik
bantuan. Rujuk ke ahli patologi bicara
b.d gangguan neuromuskular
atau terapis.
R : pasien berbicara dengan cara dibantu
oleh keluarga untuk memahami.
Keluarga pasien sudah di
rekomendasikan untuk mengikuti
bahasa gerakan tubuh. Pasien dirujuk S : pasien mengatakan tangan kanan sulit
oleh dokter untuk terapi wicara. digerakan pasien juga mengatakan sulit
duduk sendiri harus di bantu.
O:
- pasien tampak masih lemah
- pasien berbaring di tempat tidur
sulit untuk bangun dan perlu
bantuan
- Kekuatan tangan kanan 3 tangan
kiri 5 dan kaki kanan 3 sedangkan
kaki kiri 5
A : masalah belum
teratasi P : lanjutkan
intervensi
- Libatkan keluarga untuk
62

membantu pasien dalam


meningkatkan ambulasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi
- Anjurkan melakukan ambulasi dini

DX4. Gangguan Komunikasi verbal b.d


penurunan sirkulasi serebral
S : pasien sekarang lebih kesulitan
dalam berbicara dan menyampaikan
pesan.
O:

- sulit mempertahankan komunikasi


- sulit menggunakan ekspresi wajah
- pasien dirujuk ke ahli
wicara.

A : masalah belum teratasi


P : lanjutkan intervensi
- Gunakan metode
Komunikasi alternative

- Sesuaikan gaya Komunikasi


dengan kebutuhan
63

07.00 1-4
Kamis, 14 Operan DX1. Ketidakstabilan kadar glukosa
07.30 1-4
April 2022 dinas darah b.d gangguan glukosa darah
Observ puasa S : pasien dan keluarga mengatakan
asi memahami apa yang disampaikan
09.00 1-4
TTV O:
1
R : TD = 163/117 mmHg, HR = 89 - TD = 163/117 mmHg, HR = 89
kali/menit, RR = 21 kali/menit, S = 36,9 kali/menit, RR = 21 kali/menit, S =
0
C 36,9 0C
Pasien pulang. Discharge - kadar glukosa pasien 265 mg/dL,
planning : Ketidakstabilan - Minum lewat mulut 4-5
kadar glukosa darah : sendok A : masalah teratasi
Anjurkan dirumah pasien mengecek P : lanjutkan discharge planning
gula darah 2-3 hari sekali, jika gejala Pasien memahami anjuran
ringan 1 minggu sekali. perawat.
Anjurkan pasien diit makanan :
1) Makanan yang terbuat dari biji-bijian
mengkonsumsi karbohidrat kompleks :
nasi merah, ubi panggang, oatmeal, ubi
dan sereal dari biji-biji utuh. 2) daging
tanpa lemak (misalk
daging ayam tanpa kulit). 3) sayur- DX2. Defisit Nutrisi b.d
sayuran dikukus, direbus atau di ketidakmampuan menelan makanan
64

panggang. 4) buah- buahan. 5) kacang- S : pasien mengatakan makan perlahan


kacangan. 6) susu / produk olahan susu dicoba susu masuk mulut
disarankan mengkonsumsi yogurt O : pasien masuk 5-6 sendok susu.
rendah lemak tanpa pemanis buatan. 7) BB = 49 kg, TB = 160 cm, IMT = 19,1.
ikan (tuna, salmon, sarden dan makarel). A : masalah teratasi
Makanan yang harus dihindari : nasi P : lanjutkan discharge planning
putih, roti tawar, makanan yang terbuat Pasien memahami apa yang disampaikan
dari tepung terigu, sayuran yang perawat.
ditambahkan garam, keju, mentega dan DX3. Gangguang mobilitas fisik
saus dalam jumlah banyak, buah-buahan b.d gangguan neuromuskular
kaleng yag mengandung banyak gula, S : pasien mengatakan tangan kanan sulit
daging berlemak dan kulit ayam, digerakan.
makanan yang digoreng seperti ayam O : Kekuatan tangan kanan 3 tangan kiri 5
goreng, ikan goreng, pisang goreng dan dan kaki kanan 3 sedangkan kaki kiri 5
kentang goreng. Makan dan minuman A : masalah teratasi
yang mengandung gula tinggi, seperti P : lanjutkan discharge planning
kue, sirop dan soda. Pasien memahami apa yang disampaikan
Atur olah raga pasien : karena pasien perawat.
berabring dan masih bisa duduk meski DX4. Gangguan Komunikasi verbal b.d
harus menggunakan sandran lakukan penurunan sirkulasi serebral
senam kaki DM yang cocok dan miring S : pasien sekarang lebih kesulitan
kanan kiri. dalam berbicara dan menyampaikan
Ajakan keluarga injeksi insulin : pasien pesan.
65

harus di suntik insulin sebelum makan


per 6 jam atau 3x1 sebanyak 6 unit di
lengan tiga jari dibawah.
Ajarkan latihan berbicara : mulai dari O:
yang ringan huruf vokal A I U E O dan - pasien dirujuk ke ahli wicara.
ikuti jadwal psioterapi. - Bisa sedikit-sedikit berbicara
vokal A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan discharge planning
Pasien memahami apa yang disampaikan
perawat.
3. ANALISIS

World Health Organisation (2009) mendefinisikan self-care sebagai


kemampuan individu, keluarga dan masyarakat dalam meningkatkan
kesehatan, mencegah penyakit, dan menjaga kesehatan dan mengatasi penyakit
dan kecacatan dengan atau tanpa dukungan dari penyedia layanan kesehatan.

Self care merupakan teori keperawatan yang dikembangkan oleh


Dorothea Orem (1971). Orem mengembangkan definisi keperawatan yang
menekankan kebutuhan klien terhadap perawatan diri sendiri. Perawatan diri
sendiri (self care) dibutuhkan oleh setiap individu manusia, baik laki-laki
maupun perempuan, anak-anak maupun dewasa. Saat self care tidak dapat
terpenuhi maka akan mengakibatkan terjadinya kesakitan ataupun kematian.

Menurut Orem, asuhan keperawatan diperlukan ketika klientidak dapat


memenuhi kebutuhan biologis, psikologis, perkembangan dan sosial. Perawat
akan menilai apa yang membuat klien tidak dapat memenuhi kebutuhannya,
apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan kemampuannya, serta menilai
seberapa jauh klien mampu memenuhinya secara mandiri.

Self care DM merupakan program yang harus dijalankan sepanjang


kehidupan penderita DM dan menjadi tanggungjawab penuhbagi penderita
DM. Self care DM bertujuan mengoptimalkan kontrol metabolik,
mengoptimalkan kualitas hidup, serta mencegah komplikasi akut dan kronis.
Beberapa studi menunjukan bahwa menjaga glukosa darah tetap normal dapat
meminimalkan komplikasi yang terjadi karena DM.

Self care DM merupakan tindakan mandiri yang harus dilakukan oleh


penderita DM dalam kehidupannya sehari-hari. Tujuan melakukan tindakan
self care untuk mengontrol glukosa darah. Tindakan yang dapat mengontrol
glukosa darah, meliputi pengaturan pola makan (diet), latihan fisik (olahraga),
perawatan kaki, penggunaanobat diabetes, dan monitoring gula darah.

Penyakit diabetes melitus membutuhkan penanganan seumur hidup


67

dalam pengendalian kadar gula darah. Terapi pada DM memiliki tujuan utama
yaitu untuk mengurangi komplikasi yang ditimbulkan akibat DM dengan cara
menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah. Hal tersebut dapat
dilakukan dengan cara memelihara kualitas hidup yang baik dan menjaga kadar
glukosa darah dalam batas normal tanpa terjadi hipoglikemia.Perawat dalam
menerapkan teori self care, memiliki peran sebagai fasilitator, educator, dan
advocate bagi klien Diabetes Mellitus dalam mempertahankan seoptimal
mungkin kemampuan yang dimiliki klien sehingga mencapai status kesehatan
yang optimal. Penerapan self care Orem untuk asuhan keperawatan dimulai
dari penelitian/pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan, rencana
keperawatan, melaksanakan keperawatan serta evaluasi (Abrahim, 2011)
(Dalam Jurnal Jon Hafan, 2014).

Secara umum diabetes melitus memerlukan perawatan jangka panjang


yang membutuhkan pengawasan. Tanpa pengelolaan yang baik maka akan
terjadi peningkatan gula darah yang dapat menimbulkan komplikasi pada
banyak organ dan jaringan (Doriguzzi, 2012). Berdasarkan Textbook of
Diabetes, komplikasi yang dapat ditimbulkan berupa komplikasi metabolik
akut dan kronik (Cryer, 2010). Komplikasi akut terjadi pada saat kadar glukosa
darah plasma mengalami perubahan yang relatif akut. Komplikasi yang dapat
terjadi antara lain; hipoglikemi, ketoasidosis diabetik dan hiperosmolar non
ketotik. Hipoglikemia dapat terjadi seumur hidup selama program pengobatan
yang disebabkan karena efek samping pemberian obat stimulus insulin dalam
tubuh maupun obat insulin dari luar (Cryer, 2010). Ketoasidosis diabetik dan
hiperosmolar non ketotik, keduanya dapat terjadi karena kadar insulin yang
sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemia dan glukosiuria berat,
penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisis dan peningkatan oksidasi asam
lemak bebas (Smeltzer et al, 2010).

Sedangkan komplikasi kronik adalah peningkatan gula darah yang


berlangsung terus menerus dan lama yang berdampak pada terjadinya

67
68

angiopati diabetik yaitu gangguan pada semua pembuluh darah di seluruh


tubuh. Pada komplikasi kronik, terjadi gangguan berupa: mikroangiopati
(retinopati, nefropati) dan makroangiopati (jantung koroner, luka kaki diabetik,
stroke) ataupun terjadi pada keduanya (neuropati, rentan infeksi, amputasi)
(Smeltzer et al, 2010). Setiap tahunnya lebih dari empat juta orang meninggal
akibat diabetes, dan jutaan orang mengalami efek buruk dari diabetes atau
berada dalam kondisi komplikasi jangka panjang dan komplikasi jangka
pendek yang mengancam jiwa terutama kondisi hipoglikemia (IDF, 2011).

Hipoglikemia adalah episode ketidaknormalan konsentrasi glukosa dalam


plasma darah yang menunjukkan nilai kurang dari 3,9 mmol/ l (70 mg/dl) dan
merupakan komplikasi akut DM yang seringkali terjadi secara berulang
(Cryer, 2005). Ada sedikit

variasi nilai kadar gluksa darah dalam mendefinisikan hipoglikemia. Menurut


Smeltzer et al (2010) hipoglikemia terjadi ketika kadar glukosa kurang dari 50-
60 mg/dl, menurut Wiliams & Hopper (2007) < 50 mg/dl, Dunning (2009) <
54 mg/dl dan (Cryer, 2010); Ferry (2013) <= 70 mg/dl. Berdasarkan American
Diabetes Association Workgroup on Hypoglycemia, (2005) sesuai
perkembangan ilmu pengetahuan dan banyak riset tentang hipoglikemia, nilai
<= 70 mg/dl adalah nilai rujukan yang sekarang digunakan untuk
mendefinisikan hipoglikemia (ADA, 2005). Hipoglikemi yang tidak tertangani
dengan baik dapat memperberat penyakit diabetes bahkan menyebabkan
kematian (ADA, 2013; Cryer, 2005; Ferry, 2013; Phillips, 2009).

Hipoglikemia diklasifikasikan sebagai ringan, sedang dan berat


berdasarkan tanda dan gejala serta kebutuhan bantuan dari luar (Frederick,
Cox, & Clarke, 2003). Hipoglikemi ringan dan sedang menimbulkan gejala
keringat dingin, tubuh terasa gemetar, jantung berdebar, kecemasan, sulit
berkonsentrasi, dan rasa lapar. Pasien DM dapat menolong dirinya sendiri
dengan cara meminum atau makan yang mengandung gula. Hipoglikemia berat

68
69

sering muncul tanpa dirasakan, menimbulkan gejala keletihan fisik,


kebingungan, perubahan perilaku, koma, kejang sampai terjadi kematian.
Kondisi ini membutuhkan bantuan penatalaksanaan medis secara cepat (Cryer
et al, 2003; Frederick et al, 2003). Hipoglikemia membutuhkan penanganan
dengan cepat dan tepat sehingga tidak berdampak merusak organ utama
manusia terutama otak (Amiel et al, 2008; Bonds et al, 2010). Penurunan kadar
glukosa di bawah nilai < 55 mg/dl akan berdampak secara akut pada fungsi
otak karena otak sangat tergantung dengan glukosa dan otak tidak mampu
menyimpan cadangan glukosa untuk proses metabolismenya (Zammitt & Frier,
2005). Sel otak akan mengalami iskemia apabila tidak mendapatkan suplai
oksigen dan glukosa 4-6 menit, serta akan menimbulkan kerusakan otak yang
bersifat irreversible jika lebih dari 10 menit (Liang et al, 2009 ).

Penelitian Cefalu (2005) & Doriguzzi (2012) menjelaskan bahwa strategi


utama dalam mengontrol hipoglikemia adalah memberikan edukasi pada
pasien tentang gejala awal hipoglikemia, bagaimana menolong atau merawat
diri sendiri saat hipoglikemi terjadi. Pasien diajarkan dalam mengatur waktu
kebutuhan makan, membatasi jumlah karbohidrat yang dimakan, sering
memonitor gula darah dan belajar mengenali hubungan penurunan tingkat gula
darah dengan gejala hipoglikemi. Namun hasil studi pasien DM di Hongkong
yang mendapatkan terapi insulin dan pernah mengalami hipoglikemia
menemukan hasil kontradiktif terhadap strategi pencegahan hipoglikemia
tersebut. Penelitian yang dilakukan pada 120 pasien DM di Hongkong
yang

mendapatkan terapi insulin, menemukan bahwa 18 responden (15%)


mengalami peningkatan ketakutan dan kekhawatiran terhadap pengalaman
hipoglikemia. Pada penelitian tersebut, 42,5% dari total sampel dilaporkan
melakukan kontrol gula darah secara rutin. Menariknya, dari 18 responden
yang mengalami ketakutan dan kekhawatiran terhadap pengalaman
hipoglikemia, ditemukan 8 responden melakukan kontrol gula darah secara

69
70

rutin (Shiu & Wong, 2002). Dari kedua penelitian di atas dapat disimpulkan
bahwa dengan melakukan pengontrolan gula darah secara rutin tidak menjamin
bahwa seorang pasien akan merasa mampu dan siap dalam menerapkan strategi
mencegah hipoglikemia.

Pengalaman hipoglikemia adalah pengalaman unik yang mungkin akan


dirasakan berbeda setiap individu dalam mempersepsikannya (Richmond,
1996). Terkadang pasien merasa enggan untuk menceritakan pengalamannya
terhadap orang lain (Shiu & Wong, 2002). Di Indonesia, peneliti juga belum
menemukan publikasi riset terkait persepsi dan pengalaman pasien menghadapi
hipoglikemia. Dengan adanya perubahan paradigma pelayanan kesehatan yang
berfokus pada pasien (patient-centred) daripada berfokus hanya pada penyakit
maka tenaga kesehatan khususnya perawat harus memiliki pemahaman yang
komprehensif terhadap pengalaman hipoglikemi dari perspektif diabetisi
(Cryer, 2008; Stewart, 2001). Pemahaman itu dapat dijadikan perawat sebagai
salah satu sumber dalam melengkapi pengkajian proses keperawatan secara
holistik bahwa perawat melihat pasien secara menyeluruh meliputi aspek bio-
psikososio dan spiritual. Sejalan dengan fenomena tentang begitu kompleksnya
masalah yang dihadapi pasien dalam mengontrol gula darahnya termasuk
pengalaman yang menakutkan jika menghadapi hipoglikemia, peneliti tertarik
untuk menggali pengalaman pasien tersebut dari segi perspektif pasien.

Adapun kelebihan dan kekurangan dari Teori Orem adalah :

a. Kelebihan Teori Orem

Kekuatan umum yang dimiliki teori ini adalah aplikasinya untuk


pelaksanaan praktek keperawatan sebagai pekerja klinik baru. Konsep self
care, nursing system, dan self care deficite mudah dipahami oleh siswa
keperawatan dan dapat dikembangkan dengan ilmu pengetahuan dan
penelitian

b. Kekurangan Teori orem

70
71

Teori Orem berpendapat bahwa kesehatan bersifat statis, namun dalam


kenyataannya kesehatan itu bersifat dinamis dan selalu berubah. Kesan lain
dari model konsep ini adalah untuk penempatan pasien dalam sistem
mencakup kapasitas individu untuk gerakan fisik. Selain itu ada konsep
keperawatan Orem menekankan individu untuk memenuhi kebutuhan
perawatannya sendiri tanpa adanya ketergantungan pada orang lain, tetapi
ketika seorang klien sakit maka kemampuan keperawatan dirinya sendiri
dalam memenuhi kebutuhannya akan berkurang akibatnya suplai
kebutuhan yang akan terpenuhi menjadi tidak optimal.

71
BAB IV
PEMBAHASAN

Selama melakukan asuhan keperawatan pada Ny. E dengan diagnose Diabetes


Mellitus Tipe II dan Stroke Infark di Ruangan Zaitun 1 RSUD Al-Ihsan pada tanggal
11 April 2022 ada beberapa hal yang perlu dibahas dan diperhatikan. Dalam
penerapan asuhan keperawatan tersebut telah berusaha mencoba menerapkan asuhan
keperawatan pada Ny. E sesuai dengan teori – teori yang ada untuk melihat lebih
jelas asuhan keperawatan yang diberikan dan sejauh mana keberhasilan yang dicapai
akan diuraikan sesuai dengan tahap – tahap proses keperawatan di mulai dari
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.
A. Pengkajian
Menurut ( Carpet & Moyet 2017 ) Pengkajian merupakan tahap yang sistematis
dalam pengumpulan data tentang individu keluarga dan kelompok. Dalam
melakukan pengkajian pada klien data didapatkan dari klien beserta keluarga,
catatan medis serta tenaga kesehatan lainnya.
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada saat dilakukan pengkajian pasien mengeluh tangan kanan lemas tidak bisa
digerakan. Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparise)
atau hemiplegia (paralisis) yang timbul secara mendadak. Kelumpuhan
terjadi akibat adanya kerusakan pada area motorik di korteks bagian frontal,
kerusakan ini bersifat kontralateral artinya jika terjadi kerusakan pada
hemisfer kanan maka kelumpuhan otot pada sebelah kiri. Pasien juga akan
kehilangan kontrol otot vulenter dan sensorik sehingga pasien tidak dapat
melakukan ekstensi maupun fleksi (Tarwoto, 2013). Pada saat sebelum
masuk rumah sakit pasien juga tidak bisa membuka mata. Hal ini
dikarenakan kerusakan pada lobus temporal atau parietal yang dapat
menghambat serat saraf optik pada korteks oksipital. Gangguan penglihatan
juga dapat disebabkan karena kerusakan pada saraf cranial III, IV dan VI.
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
73

Pada saat dilakukan pengkajian pasien memiliki riwayat tekanan darah tinggi,
diabetes mellitus sejak 3 tahun yang lalu karena suka makanan yang
manis-manis dan mempunyai riwayat gastritis. Menurut AAY, (2016),
diabetes mellitus merupakan sekumpulan gejala yang timbul pada
seseorang, ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi nilai
normal akibat tubuh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif.
Penyakit ini dapat menyerang semua lapisan umur serta tidak
membedakan status sosial dari penderita. Gejala klinis yang khas pada
DM yaitu “Triaspoli” polidipsi (banyak minum), poliphagia (banyak
makan) & poliuri (banyak kencing), disamping disertai dengan keluhan
sering kesemutan terutama pada jari-jari tangan, badan terasa lemas, berat
badan menurun drastis, gatal-gatal dan bila ada luka sukar sembuh, terjadi
gangguan mata, dan disfungsi ereksi, yang merupakan gejala-gejala klasik
yang umumnya terjadi pada penderita.
3. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik pada bagian kepala pasien setalah dikaji pasien
terpasang NGT untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya, kemampuan
bicara pasien rero. Pasien stroke dapat pula menunjukkan gejala bicara
tidak jelas (pelo) atau tidak dapat berbicara (afasia). Hal ini pada
umumnya disebabkan oleh karena kelumpuhan saraf otak nomor 12 atau
lobus frontal-temporal di otak (Pinzon & Asanti, 2010) Bibir pada pasien
kering, warna lidah keputihan, terdapat karies dan tercium bau keton.
Penderita penyakit diabetes melitus yang tidak terkontrol yang
menimbulkan bau mulut dengan aroma mirip buah pir, hal ini disebabkan
oleh karena ketoasidosis, dimana tubuh menggunakan lemak karena tidak
adanya glukosa akibat terlalu sedikitnya insulin dalam darah atau jika
resistensi insulin terlalu tinggi yang menyebabkan ambilan glukosa dalam
darah terganggu, hal ini menyebabkan

molekul asam yang dikenal sebagai keton membentuk produk limbah, limbah
keton dapat dieksresikan pada nafas yang menyebabkan bau mulut

73
74

(Mitrayana Dkk., 2014). Pasien mengeluh belum BAB dikarenakan


pasien kurang minum air putih yang cukup dan kurang mengkonsumsi
serat. Selain itu pasien juga memiliki terdiagnosa Stroke sehingga
kurangnya mobilitas fisik dan juga yang adanya fungsi saraf yang
terganggu sehingga pasien sulit untuk BAB.
Dari hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah 168/90
mmHg yang menunjukkan bahwa pasien mengalami hipertens. Hipertensi
mendorong terjadinya vaskulopati intraserebral yang pada akhirnya
menyebabkan percepatan aterosklerosis.
4. Pemeriksaan Penunjang
Pasien dilakukan pemeriksaan radiologi pada tanggal 09 April 2022 hasilnya
terdapat kardiomegali tanpa bendungan paru. Tidak tampak TB paru aktif
dan pneumonia. Artherosklerosis aorta. Kardiomegali adalah sebuah
keadaan anatomis (struktur organ) di mana besarnya jantung lebih besar
dari ukuran jantung normal, yakni lebih besar dari 55% besar rongga
dada. Hal ini bisa disebabkan oleh adanya hipertensi sehingga jantung
bekerja lebih ekstra dan membuat jantung membesar. Selanjutnya akan
menyebabkan bilik kiri jantung menjadi tebal, kaku dan lemah.
Selanjutnya pasien mengalami aetherosklerosis yaitu penyempitan
pembuluh darah yang diakibatkan oleh hipertensinya.
Pasien mengalami peningkatan pada leukositnya. Hal ini merupakan
reaksi radang yang mengeluarkan sitokin proinflamasi IL-1 dan TNF α.
Leukosit akan memperburuk defisit neurologis dengan meningkatkan
jumlah leukosit yang akan berakibat berlebihnya produksi radikal bebas
dan zat toksik (Lakhan, 2009). Trombosit pada pasien juga mengalami
peningkatan yang bisa di sebabkan oleh produksi trombosit oleh
sumsum

74
75

tulang belakang yang berlebihan sehingga membentuk gumpalan-


gumpalan darah dan menyumbat pembuluh darah.
B. Diagnosa Keperawatan
Menurut Carpento 2018 diagnosa keperawataa adalah suatu pernyataan yang
menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari
individu atau kelompok dimana perawat secara akuntibilitas dapat
mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status
kesehatan menurun, membatasi, mencegah, dan merubah. Pada tinjauan teoritis,
ditemukan 4 diagnosa keperawatan pada pasien:
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d gangguan glukosa darah puasa
ditandai dengan dkadar glukosa dalam darah tinggi (383 mg/dL), sulit
berbicara. Selain itu pasien tampak lelah dan sulit berbicara. Pasien juga
memiliki riwayat penyakit DM 3 tahun yang lalu.
2. Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan ditandai dengan
otot pengunyah dan otok penelan lemah, bising usus 9x/m, membran
mukosa pucat lidah putih, bibir pasien kering dan ditandai dengan
kondisi klinis pasien mengalami stroke
3. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuskular ditandai dengan
kekuatan otot menurun, rentan gerak (ROM) menurun, gerakan terbatas,
fisik lemah. Pada saat dikaji kekuatan tangan kanan 3 tangan kiri 5 dan
kaki kanan 4 sedangkan kaki kiri 5.
4. Gangguan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi serebral ditandai
dengan tidak mampu / kesulitan berbicara (rero). Pasien juga kesulitan
untuk mengungkaokan perasaannya. Pada saat dikaji pasien sulit
menggunakan ekspresi wajah dan sulit untuk mempertahankan
komunikasi.
C. Intervensi
Menurut Potter Perry, 2010 perencanaan adalah kegiatan dalam keperawatan
yang meliputi : meletakan pusat tujuan pada klien, menetapakan hasil yang

75
76

ingin dicapai dan memilih intervensi keperawatan untuk mencapai 77 tujuan.


Dalam menyusunrencana tindakan keparawatan pada klien berdasarkan prioritas
masalah yang ditemukan tidak semua rencana tindakan pada teori dapat
ditegakan pada tinjauan kasus karena rencana tindakan pada tinjauan kasus
disesuaikan dengan keluhan yang dirasakan klien saat dilakukan pengakajian.
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d gangguan glukosa darah puasa,
rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan adalah
mengidentifkasi kemungkinan penyebab hiperglikemia, mengidentifikasi
situasi yang menyebabkan kebutuhan insulin meningkat (mis. penyakit
kambuhan), memonitor kadar glukosa darah, memonitor tanda dan gejala
hiperglikemia (mis. poliuri, polidipsia, polivagia, kelemahan, malaise,
pandangan kabur, sakit kepala), memonitor intake dan output cairan,
memonitor keton urine, kadar analisa gas darah, elektrolit, tekanan darah
ortostatik dan frekuensi nadi, memberikan asupan cairan oral, melakikan
konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemia tetap ada
atau memburuk Edukasi, menganjurkan olahraga saat kadar glukosa
darah lebih dari 250 mg/dL, menganjurkan monitor kadar glukosa darah
secara mandiri, menganjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga,
mengajarkan pengelolaan diabetes (mis. penggunaan insulin, obat oral,
monitor asupan cairan, penggantian karbohidrat, dan bantuan
professional kesehatan) dan melakukan kolaborasi dengan dokter tentang
pemberian insulin dan cairan jika diperlukan.

2. Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan, rencana tindakan


keperawatan yang akan dilakukan yaitu mengidentifikasi status nutrisi,
alergi, makanan yang disukai, kebutuhan kalori, jenis nutrient dan
intoleransi. Kemudian, memonitor asupan makanan dan berat badan.
Melakukan oral hygiene sebelum makan dan menyajikan makanan secara
menarik dan suhu yang sesuai, memberikan makanan tinggi serat, tinggi
kalori dan suplemen makanan. Kemudian pasien diberikan edukasi untuk
menganjurkan makan dengan posisi duduk. Kolaborasi dengan dokter

76
77

pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri, antiemetik)


dan kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan.
3. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuscular, rencana tindakan
keperawatan yang akan dilakukan yaitu mengidentifikasi adanya nyeri
atau keluhan fisik lainnya, mengidentifikasi toleransi fisik melakukan
ambulasi, memonitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum
memulai ambulasi, memonitor kondisi umum selama melakukan
ambulasi Terapeutik. Intervensi yang dilakukam terapeutik yaitu
memfasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis. tongkat, kruk),
memfasilitasi melakukan mobilisasi fisik, dan melibatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi. Intervensi selanjutnya
pasien diberikan edukasi tentang tujuan, prosedut, dan cara ambulasi.

4. Gangguan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi serebral, rencana


tindakan keperawatan yang akan dilakukan yaitu memonitor kecepatan,
tekanan, kuantitas, volume dan diksi bicara, memonitor proses kognitif,
anatomis, dan fisiologis yang berkaitan dengan bicara, memonitor
frustrasi, marah, depresi atau hal lain yang menganggu bicara dan
mengidentifikasi prilaku emosional dan fisik sebagai bentuk komunikasi.
Kemudian gunakan metode Komunikasi alternative (mis: menulis,
berkedip, papan Komunikasi dengan gambar dan huruf, isyarat tangan,
dan computer), menyesuaikan gaya Komunikasi dengan kebutuhan (mis:
berdiri di depan pasien, dengarkan dengan seksama, tunjukkan satu
gagasan atau pemikiran sekaligus, bicaralah dengan perlahan sambil
menghindari teriakan, gunakan Komunikasi tertulis, atau meminta
bantuan keluarga untuk memahami ucapan pasien, memodifikasi
lingkungan untuk meminimalkan bantuan, mengulangi apa yang
disampaikan pasien, memberikan dukungan psikologis. Pasien diberikan
edukasi dengan menganjurkan berbicara perlahan, mengajarkan pasien
dan keluarga proses kognitif, anatomis dan fisiologis yang berhubungan

77
78

dengan kemampuan berbicara dan melakukan kolaborasi dengan ahli patologi


bicara atau terapis.
D. Implementasi
Menurut Rohmah & Walid (2018) Implementasi adalah realisasi rencana
tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam
pelaksanaan meliputi penguimpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon
klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru.
Setelah rencana tindakan ditetapkan, maka dilanjutkan dengan melakukan
rencana tersebut dalam bentuk nyata, dalam melakukan asuhan keperawatan
pada klien hifrosefalus, hal ini tidaklah mudah. Terlebih dahulu harus mengatur
strategi agar tindakan keperawatan dapat terlaksana, yang dimulai dengan
melakukan pendekatan pada klien agar nantinya klien mau melaksanakan apa
yang perawat anjurkan, sehingga seluruh rencana tindakan keperawatan yang
dilaksanakan sesuai dengan masalah yang dihadapi klien.
Saat dilakukan pengkajian pasien mengeluh Sejak 2 hari yang lalu pasien
mengeluh jalan kaki serasa sempoyongan, 1 hari yang lalu kondisi mulai
memburuk pasien tidak bisa buka mata, tidak bisa bicara dan tidak sadarkan diri
tangan kanan dan kaki kanan pasien lemas tidak bisa digerakan pasien, GDS
pasien 259 mg/dL pasien tampak berbicara rero tidak jelas dan penglihatan
kabur jika GDS tinggi 350 mg/dL.
Masalah kesehatan yang muncul akibat stroke sangat bervariasi, tergantung luas
daerah otak yang mengalami infark atau kematian jaringan dan lokasi yang
terkena (Rasyid & Lyna, 2007, hlm.53). Bila stroke menyerang otak kiri dan
mengenai pusat bicara, kemungkinan pasien akan mengalami gangguan bicara
atau afasia, karena otak kiri berfungsi untuk menganalisis, pikiran logis, konsep,
dan memahami bahasa (Sofwan, 2010, hlm.35). Menurut Mulyatsih dan Airizal
(2008, hlm36), secara umum afasia dibagi dalam tiga jenis yaitu afasia motorik,
afasia sensorik, dan afasia global.

78
79

Afasia motorik merupakan kerusakan terhadap seluruh korteks pada daerah


broca. Seseorang dengan afasia motorik tidak bisa mengucapkan satu kata
apapun, namun masih bisa mengutarakan pikirannya dengan jalan menulis
(Mardjono & Sidharta, 2004, hlm.205). Salah satu bentuk terapi rehabilitasi
gangguan afasia adalah dengan memberikan terapi wicara (Sunardi, 2006,
hlm.7). Terapi wicara merupakan tindakan yang diberikan kepada individu yang
mengalami gangguan komunikasi, gangguan berbahasa bicara, gangguan
menelan. terapi wicara ini berfokus pada pasien dengan masalah-masalah
neurologis, diantaranya pasien pasca stroke (Hearing Speech & Deafness
Center, 2006, dalam sunardi, 2006, hlm.1)
Menurut Wardhana (2011, hlm.167) penderita stroke yang mengalami kesulitan
bicara akan diberikan terapi AIUEO yang bertujuan untuk memperbaiki ucapan
supaya dapat dipahami oleh orang lain. Orang yang mengalami gangguan bicara
atau afasia akan mengalami kegagalan dalam berartikulasi. Artikulasi
merupakan proses penyesuaian ruangan supraglottal. Penyesuaian ruangan
didaerah laring terjadi dengan menaikkan dan menurunkan laring, yang akan
mengatur jumlah transmisi udara melalui rongga mulut dan rongga hidung
melalui katup velofaringeal dan merubah posisi mandibula (rahang bawah) dan
lidah. Proses diatas yang akan menghasilkan bunyi dasar dalam berbicara
(Yanti, 2008).
Latihan pembentukan huruf vokal terjadi dari getaran selaput suara dengan
nafas keluar mulut tanpa mendapat halangan. Dalam sistem fonem bahasa
Indonesia, vokal terdiri dari A, I, U, E dan O. Dalam pembentukan vokal yang
penting diperhatikan adalah letak dan bentuk lidah, bibir, rahang, dan langit-
langit lembut (velum) (Gunawan, 2008, hlm. 72-74). Hal ini juga diperkuat
Wiwit (2010, hlm.49), pasien stroke yang mengalami gangguan bicara dan
komunikasi, salah satunya dapat ditangani dengan cara terapi AIUEO untuk
menggerakkan lidah, bibir, otot wajah, dan mengucapkan kata-kata (Wahyu et
al., 2019).

79
80

E. Evaluasi
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d gangguan glukosa darah puasa
Pada hari pertama setelah dilakukan tindakan keperawatan didapatkan hasil
pasien mengatakan sebelum sakit sering minum-minuman manis. Setelah
dilakukan pengkajian didapatkan hasil TD = 168/90 mmHg, HR = 84
kali/menit, RR = 20 kali/menit, S = 36,3 0C. Kadar glukosa pasien 383 mg/dL
(tinggi), pada saat dikaji bibir pasien terlihat kering, pasien mengatakan haus.
Pasien minum lewat mulut 4-5 sendok. Permasalahan pasien belum teratasi
sehingga untuk hari selanjutnya pasien direncanakan untuk diberikan intervensi
yang pertama yaitu monitor keton urine, kadar analisa gas darah, elektrolit,
tekanan darah ortostatik dan frekuensi nadi, selanjutnya memberikan asupan
cairan oral, konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemia tetap
ada atau memburuk, anjurkan olahraga saat kadar glukosa darah lebih dari 250
mg/dL. Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri, anjurkan
kepatuhan terhadap diet dan olahraga, ajarkan pengelolaan diabetes.
Pada hari ke 3 setelah dilakukan intervensi pasien mengatakan merasa pusing.
Tekanan darah pasien masih tinggi yaitu 172/124 mmHg, nadi pasien 8-
x/menit, tidak ada sesak dengan nilai respirasi 22 x/menit, tidak ada demam juga
pada pasien dengan suhu 35,9oC. Kadar glukosa darah pasien masih tinggi yaitu
232 mg/dL. Masalah pasien masih belum teratasi sehingga intervensi masih
dilanjutka. Pada hari ke 4 keluhan pasien sudah berkurang Tekanan darah
163/117 mmHg, nadi 89 x/menit, respirasi 21 x/menit, suhu 36,9. Kadar glukosa
pasien 265 mg/dL. Pasien diperbolehkan pulang sehingga pasien dilakukan
discharge planning yaitu dengan memberikan edukasi dan mengajurkan pasien
untuk rajin mengecek kadar gula darah, melakukan diit makanan dan
menjelaskan jenis-jenis makanan yang sesuai dengan kondisi pasien dan
mengajarkan keluarga pasien untuk melakukan injeksi insulin. Pasien
mengatakan sudah memahami apa yang dijelaskan oleh perawat.

80
81

2. Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan


Pada hari pertama setelah dilakukan tindakan keperawatan didapatkan hasil
pasien mengatakan sulit menelan karena pasien mengalami rero, pasien juga
terpasang NGT. Setelah dikaji IMT pasien dalam rentan normal yaitu 19,1.
Masalah pasien belum teratasi sehingga perlu dilanjutkan intervesi dan pasien
direncanakan untuk dilakukan intervensi monitoring asupan makanan, berat
badan, memberikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi,
memberikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein, memberikan suplemen
makanan dan menganjurkan posisi duduk. Hari ke dua pasien dilakukan
intervensi dan didapatkan hasil, pasien mengeluh sering haus dan tekanan darah
pasien masih cukup tinggi yaitu 160/90 mmHg, HR = 80 kali/menit, RR = 20
kali/menit, S = 35,7 0C. kadar gula darah pasien pada hari kedua sudah
mengalami penurunan yaitu 259 mg/dL. Masalah pasien masih belum teratasi
sehingga intervensi yang sebelumnya masih dilanjutkan. Pada hari kedua
keluhan pasien masih sama dengan hari sebelumnya, pasien masih diberikan
makanan lewat NGT dengan jenis makanan susu sebanyak 3 kali sehari.
Masalah pasien masih belum teratasi sehingga intervensi sebelumnya masih
dilanjutkan.
Pada hari ketiga setelah dilakukan pengkajian dan dilakukan intervensi pasien
mengatakan makan selalu habis dan masih terpasang NGT. Masalah pasien
belum teratasi dan masih melanjutkan intervensi sebelumya yaitu monitoring
asupan makanan, berat badan, memberikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein, pasien suplemen makanan. Pada hari ke 4 pasien sudah mulai mencoba
untuk makan perlahan dari mulut dan sudah masuk 4-6 sendok. Pasien
diperbolehkan pulang sehingga pasien diberikan edukasi sebelum pulang
tentang diit makanan. Keluarga pasien mengatakan sudah memahami tentang
diit makanan yang dianjurkan oleh pasien. intervensi pada pasien dihentikan.
3. Gangguang mobilitas fisik b.d gangguan neuromuscular
Pada hari pertama setelah dilakukan tindakan keperawatan didapatkan hasil
pasien mengatakan tangan kanan sulit digerakan pasien juga mengatakan

81
82

sulit duduk sendiri harus di bantu. Setelah dikaji pasien tampak lemah, pasien
berbaring di tempat tidur dan pada saat bangun perlu dibantu, kekuatan tangan
kanan 3 tangan kiri 5 dan kaki kanan 4 sedangkan kaki kiri 5. Masalah pasien
belum teratasi sehingga pasien dilanjutkan untuk pemberian intervensi dan
ditambah dengan rencana intervensi selanjutnya yaitu memonitor kondisi umum
selama melakukan ambulasi, melibatkan keluarga untuk membantu pasien
dalam meningkatkan ambulasi, menjelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
terlebih dahulu kepada keluarga dan mengajarkan tekhnik ambulasi sederhana
dan menyuruh keluarga pasien agar melakukan ambulasi dini. Keluhan pasien
pada hari kedua masih sama, pasien masih tampak lemah dan berbaring di
tempat tidur. Masalah pasien belum teratasi sehingga intervensi pada pasien
masih melajutkan yang sebelumnya.
Setelah dilakukan intervensi pada pasien, di hari ketiga keluhan pasien dan
keadaan pasien masih sama dengan hari pertama dan kedua sehingga masalah
pasien belum teratasi dan masih melanjutkan intervensi sebelumnya yaitu
melibatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi,
menjelaskan tujuan dan prosedur ambuasi dan mengajurkan pasien melakukan
ambulasi dini. Pada hari ke 4 pasien masih mengeluh tangan kanannya masih
sulit digerakan, pasien diperbolehkan pulang sehingga intervensi pada pasien
dihentikan
4. Gangguan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi serebral
Pada hari pertama setelah dilakukan tindakan keperawatan didapatkan hasil
pasien mengalami kesulitan dalam berbicara dan menyampaikan pesan, pasien
juga sulit mempertahankan komunikasi dan sulit menggunakan ekspresi wajah.
Masalah pasien belum teratasi sehingga intervensi yang masih diberikan dan
ditambah dengan intervensi memonitor frustrasi, marah, depresi atau hal lain
yang menganggu bicara, mengidentifikasi prilaku emosional dan fisik sebagai
bentuk komunikasi, menggunakan metode Komunikasi alternative dan
menyesuaikan gaya Komunikasi dengan kebutuhan pasien agar memudahkan
pasien dalam berkomunikasi dan memodifikasi lingkungan untuk

82
83

meminimalkan bantuan pasien juga di rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis.
Pada hari kedua setelah dikaji pasien lebih kesulitan dalam berbicara dan
menyampaikan pesan, pasien
,asih sulit mempertahankan komunikasi. Masalah pasien belum teratasi
sehingga intervensi masih dilakukan yang sebelumnya.
Pada hari ketiga pasien masih mengalami kesulitan dakan berbicara dan
menyampaikan pesan, pasien kemudian di rujuk ke ahli wicara untuk dilakukan
terapi bicara. Masalah pasien masih belum teratasi sehingga intervensi masih
dilanjutkan yaitu menggunakan metode komunikasi alternative dan
menyesuaikan daya komunikasi dengan kebutuhan pasien, pada hari ke 4 pasien
masih sulit berbicara, pasien diperbolehkan pulang sehingga pasien diberikan
edukasi dan diajarkan latihan berbicara A I U E O, pasien diberikan intervensi
kolaborasi dengan ahli wicara untuk dilakukan psioterapi wicara.

83
84

84
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan teori dapat disimpulkan bahwa penyakit diabetes mellitus


merupakan penyakit yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi
normal akibat kekurangan insulin atau insulin yang diproduksi tidak dapat bekerja
sebagaimana mestinya. Penyebab terjadinya diabetes mellitus tipe II yaitu akibat
penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan
produksi insulin. Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes
tipe II adalah sebagai brikut : usia, obesitas, riwayat dan keluarga. Yang ditandai
dengan keluhan poliuria, polidipsia, polifagia, berat badan menurun, lemah,
kesemutan, gatal, visus menurun, bisul/ luka, kadar glukosa darah pada waktu puasa
lebih dari 120 mg/dl dan kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200
mg/dl.
Pada kasus ditemukan empat diagnosa keperawatan yaitu ketidakstabilan kadar
glukosa darah berhubungan dengan gangguan glukosa darah puasa ditandai dengan
dkadar glukosa dalam darah tinggi (383 mg/dL), sulit berbicara. Diagnose kedua
defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan ditandai
dengan otot pengunyah dan otok penelan lemah, bising usus 9x/m, membran mukosa
pucat lidah putih. Diagnosa ketiga gangguang mobilitas fisik berhubungan dengan
gangguan neuromuskular ditandai dengan kekuatan otot menurun, rentan gerak
(ROM) menurun, gerakan terbatas, fisik lemah. Dan diagnosa ke empat gangguan
komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi serebral ditandai
dengan tidak mampu / kesulitan berbicara (rero).
Dalam melakukan rencana keperawatan tidak menemukan kesulitan karena
penulis melakukan rencana keperawatan bekerja sama dengan perawat ruangan.
Faktor pendukung dari tindakan keperawatan adalah adanya kerjasama yang baik
antara penulis dan perawat ruangan dalam melakukan tindakan keperawatan.
Sedangkan faktor penghambat dalam melakukan tindakan keperawatan kurang
86

lengkapnya pendokumentasian tindakan yang sudah dilakukan di ruangan. Solusi


hal tersebut,
penulis lebih melakukan pendekatan kepada pasien serta melakukan pencatatan
tindakan yang telah dilakukan. Dan bekerja sama dengan perawat ruangan untuk
melanjutkan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang telah dibuat dan
mendokumentasikannya.

B. SARAN

1. Bagi penderita Diabetes Mellitus Tipe II


Bagi penderita Diabetes Mellitus Tipe II diharapkan lebih dapat
memeperhatikan kesehatannya, terutama untuk pola makan dan aktivitas
yang dilakukan.
2. Bagi keluarga
Bagi keluarga diharapkan dapat mengawasi atau memperhatikan klien yang
sedang menderita penyakit Diabetes Mellitus Tipe II, karena dukungan dari
keluarga adalah yang paling penting bagi klien.
3. Bagi perawat atau tenaga kesehatan
Bagi perawat ataupun tenaga kesehatan lain diharapkan dapat memberikan
pelayanan kesehatan atau keperawatan yang baik terhadap klien dan bisa
bertugas sesuai denganfungsinya masing-masing.

86
DAFTAR PUSTAKA
AAY, P. (2016). No Title p. Dm, 10–22.
Al-Ihsan, R. (2021). 10 Penyakit Besar RSUD Al-Ihsan. 2018.
Anggreini, S. N., & Lahagu, E. L. (2021). Pengaruh pendidikan kesehatan tentang
diabetes melitus terhadap sikap pasien diabetes melitus tipe 2 di wilayah
puskesmas rejosari pekanbaru. XV(02), 62–71.
Antari, N., & Esmond, A. (2017). Diabetes Mellitus Tipe 2.
Arifin, N. A. W. (2021). Hubungan Pengetahuan Pasien Diabetes Mellitus Tipe Ii
Dengan Praktik Perawatan Kaki Dalam Mencegah Luka Di Wilayah Kelurahan
Cengkareng Barat. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah Bengkulu, 9(1), 1–10.
Fahra, R. U., Widayati, N., & Sutawardana, J. H. (2017). Hubungan peran perawat
sebagai edukator dengan perawatan diri pasien diabetes melitus tipe 2 di poli
penyakit dalam rumah sakit bina sehat jember. Jurnal NurseLine, 2(1), 67–72.
HASINA, S., & PUTRI, R. (2020). Penerapan Shalat Dan Doa Terhadap Pemaknaan
Hidup Pada Pasien Diabetes Mellitus. Jurnal Keperawatan, 12(1), 47–56.
https://doi.org/10.32583/keperawatan.v12i1.607
Hasriani. (2018). Asuhan Keperawatan Pasien Diabetes Melitus Dalam Pemenuhan
Kebutuhan Nutrisi.
Infodatin. (2020). Infodatin-2020-Diabetes-Melitus.pdf.
Kunaryanti, K., Andriyani, A., & Wulandari, R. (2018). HUBUNGAN TINGKAT
PENGETAHUAN TENTANG DIABETES MELLITUS DENGAN
PERILAKU MENGONTROL GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES
MELLITUS RAWAT JALAN DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA.
Jurnal Kesehatan,
11(1), 49–55. https://doi.org/10.23917/jk.v11i1.7007
Meidikayanti, W., & Wahyuni, C. U. (2017). Hubungan Dukungan Keluarga dengan
Kualitas Hidup Diabetes Melitus Tipe 2 Di Puskesmas Pademawu. Jurnal
Berkala Epidemiologi, 5(2), 240–252.
https://doi.org/10.20473/jbe.v5i2.2017.240-252
Mokolomban, C., Wiyono, W. I., & Mpila, D. A. (2018). Kepatuhan Minum Obat

iii
Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Disertai Hipertensi Dengan Menggunakan
Metode Mmas-8. Pharmacon, 7(4), 69–78.
https://doi.org/10.35799/pha.7.2018.21424
Rianty, M. (2017). Asuhan Keperawatan pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2.
Sari, N. P., Dharmawita, D., Sudiadnyani, N. P., & Fitriyani, F. (2020).
Perbandingan Stroke Non Hemoragik Dengan Gangguan Motorik Pada Pasien
Yang Memiliki Faktor Resiko Diabetes Melitus, Hipertensi, Diabetes Melitus
& Hipertensi Di Rsud Dr.H Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2018.
Jurnal Medikes (Media Informasi Kesehatan), 7(1),
197–208. https://doi.org/10.36743/medikes.v7i1.220
Wahyu, A., Wati, L., & Fajri, M. (2019). Pengaruh Terapi AIUEO terhadap
Kemampuan Bicara Pasien Stroke yang Mengalami Afasia Motorik. Journal of
Telenursing (JOTING), 1(2), 226–235. https://doi.org/10.31539/joting.v1i2.787

iv

Anda mungkin juga menyukai