Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN PENADAHULUAN

INTRA CEREBRAL HEMATOM

(ICH)

Diajukan Sebagai Sebuah Tugas

Pembuatan Laporan Pendahuluan

NI’MATUL ILMIYA

211FK04017

PRORAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWANA

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugrah dari-

Nya. kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kan kepada junjungan

besar kita, Nabi Muhammad SAW yang telah menunjuk kan kepada kita semua

jalan yang lurus berupa ajaran agama islam yang sempurna dan menjadi anugrah

terbesar bagi seluruh alam semesta.

Penulis sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan Laporan

Pendahuluan dengan judul “Intra Cerebral Hematom”.

Disamping itu, kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua

pihak yang telah membantu kamu selama pembuatan Laporan Pendahuluan ini

berlangsung sehingga dapat terealisasikan lah makalah ini.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga Laporan Pendahuluan ini

dapat bermanfaat bagi para pembaca. Kami mengharapkan kritik dan saran

terhadap makalah ini agar kedepan nya dapat kami perbaiki. Karena kami sadar,

makalah yang kami buat ini masih banyak terdapat kekurangannya.

Bandung, November 2021

Penyusun

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................I

DAFTAR ISI...........................................................................................................II

.BAB I PENAHULUAN .........................................................................................1

1.1 Pendahuluan.......................................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah.............................................................................................2

1.3 Tujuan................................................................................................................3

BAB II KONSEP TEORI.........................................................................................4

2.1 Konsep Dasar ICH.............................................................................................4

2.1.1 Definisi............................................................................................................4

2.1.2 Anatomi fisiologi............................................................................................5

2.1.2.1 Anatomi otak............................................................................5

2.1.2.2 Fisiologi otak............................................................................8

2.1.3 Etiologi..........................................................................................................12

2.1.4 klasifikasi......................................................................................................13

2.1.5 Tanda dan gejala...........................................................................................14

2.1.6 Patofisiologi..................................................................................................15

2.1.7 Prognosa........................................................................................................18

2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik................................................................................20

2.1.9 Penatalaksanaan Medis.................................................................................20

2.2 Konsep Teori Asuhan Keperawatan.................................................................22

2.2.1 Pengkajian.....................................................................................................22

II
2.2.2 Diagnosa Keperawatan..................................................................................27

2.2.3 Intervensi Keperawatan.................................................................................28

2.2.4 Implementasi keperawatan............................................................................31

2.2.5 Evaluasi keperawatan....................................................................................31

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................33

III
.BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan

Perdarahan intracerebral (ICH) merupakan pecahnya pembuluh darah

intracerebral sehinga darah keluar dari pembuluh darah kemudian masuk ke

dalam jaringan otak. (Iskandar Junaidi. 2011). Organisasi Kesehatan Dunia

memperkirakan bahwa 15 juta pasien di seluruh dunia menderita stroke setiap

tahunnya, perdarahan intraserebral menyumbang 10% dari semua stroke dan

berhubungan dengan 50% kasus kematian di Amerika sedangkan 7% dari

seluruh kematian di Canada (Magistris et al. 2013).

Berdasarkan data dari WHO pada penderita stroke PIS di RS dr.Saiful

Anwar, Malang mulai Februari hingga April 2014. Diagnosis stroke

perdarahan intracerebral (PIS) ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan neurologis dan CT scan kepala. Sebanyak 41 subyek penelitian

yang rawat inap dalam kurun waktu 24 jam awitan stroke PIS. Berdasarkan

data dari ruangan 6 Bedah RSPAD Gatot Subroto Jakarta Pusat selama 3

bulan terakhir penderita perdarahan intraserebral sebanyak 11 orang. Pada

perdarahan intracerebral akan terjadi peningkatan tekanan intracranial (TIK)

atau intracerebral sehingga terjadi penekanan pada struktur otak dan

pembuluh darah otak secara menyeluruh. Hal ini akan menyebabkan

penurunan aliran darah otak timbul hipoksia, iskemia yang kemudian diikuti

1
dengan influx ion kalsium yang berlebihan dalam sel saraf (neuron). Akibat

lebih lanjutnya adalah terjadinya disfungsi membrane sel dan akhirnya terjadi

kematian sel saraf sehingga timbul gejala klinis deficit neurologis. (Iskandar

Junaidi. 2011)

Gejala yang timbul akibat deficit neurologis dapat berupa hemiparesis,

hemiplagia hemihipestesi, gangguan berbicara (afasia), bicara pelo,

hemianopsia, gangguan fungsi intelektual dan lain-lain (Misbach, 2011).

Salah satu gejalanya adalah hemiplagia dan hemiparesis yang dapat

menyebabkan kerusakan mobilitas fisik. Kelumpuhan ini sering kali masih

dialami pasien sewaktu keluar dari rumah sakit dan biasanya kelemahan

tangan lebih berat dibandingkan kaki (Mulyatsih, 2008).

Dampak yang sering muncul dari stroke adalah terjadi gangguan

mobilisasi fisiknya terutama terjadi hemiplegi dan hemiparese. Gejala lain

yang mungkin muncul adalah hilangnya sebagian penglihatan, pusing,

penglihatan ganda, bicara tidak jelas, gangguan keseimbangan dan yang

paling parah terjadi lumpuh permanen (Wiwit, 2010)

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Intra Cerebral Hematom?

2. Mengetahui anatomi dan fisiologi Intra Cerebral Hematom !

3. Apa saja etologi dari Intra Cerebral Hematom?

4. Apa saja klasifikasi Intra Cerebral Hematom?

5. Apa tanda dan gejala dari Intra Cerebral Hematom?

2
6. Bagaimana patofisiologi dari Intra Cerebral Hematom?

7. Apa saja komplikasi dari Intra Cerebral Hematom?

8. Apa saja penatalaksanaan dari Intra Cerebral Hematom?

9. Apa saja pemeriksaan penunjang dari Intra Cerebral Hematom?

10. Mengetahui konsep asuha keperawatan Intra Cerebral Hematom !

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui Intra Cerebral Hematom?

2. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi Intra Cerebral Hematom !

3. Untuk mengetahui etologi dari Intra Cerebral Hematom?

4. Untuk mengetahui klasifikasi Intra Cerebral Hematom?

5. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari Intra Cerebral Hematom?

6. Untuk mengetahui patofisiologi dari Intra Cerebral Hematom?

7. Untuk mengetahui komplikasi dari Intra Cerebral Hematom?

8. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Intra Cerebral Hematom?

9. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Intra Cerebral

Hematom?

10. Untuk mengetahui konsep asuha keperawatan Intra Cerebral

Hematom !

3
BAB II

KONSEP TEORI

2.1 Konsep Dasar ICH

2.1.1 Definisi

Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada

jaringan otak biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam

jaringan otak. Secara klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran

yang kadang-kadang disertai lateralisasi, pada pemeriksaan CT Scan

didapatkan adanya daerah hiperdens yang indikasi dilakukan operasi jika

Single, Diameter lebih dari 3 cm, Perifer, Adanya pergeseran garis

tengah.

Intra Cerebral Hematom adalah perdarahan kedalam substansi otak.

Hemorragi ini biasanya terjadi dimana tekanan mendesak kepala sampai

daerah kecil dapat terjadi pada luka tembak ,cidera tumpul.

Intra Cerebral Hematom (ICH) merupakan koleksi darah focus yang

biasanya diakibatkan oleh cidera regangan atau robekan rotasional

terhadap pembuluh–pembuluh darah dalam jaringan fungsi otak atau

kadang kerena cidera tekanan .ukuran hematom bervariasi dari beberapa

milimeter sampai beberapa sentimeter dan dapat terjadi pada 2- 16 kasus

cidera.

4
Intra secerebral hematom adalah pendarahan dalam jaringan otak itu

sendiri . hal ini dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau

cidera kepala terbuka .intraserebral hematom dapat timbul pada penderita

strok hemorgik akibat melebarnya pembuluh nadi.

Intracerebral Hematoma (ICH) adalah perdarahan yang terjadi pada

jaringan otak biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam

jaringan otak. Pada pemeriksaan CT scan didapatkan lesi perdarahan di

antara neuron otak yang relatif normal. Indikasi dilakukan operasi adanya

daerah hiperdens, diameter > 3 cm, perifer, adanya pergeseran garis

tengah (Nanda NIC-NOC 2015 )

2.1.2 Anatomi fisiologi

2.1.2.1 Anatomi otak

Otak dibagi menjadi tiga bagian besar: serebrum, batang otak,

dan serebeluum. Semua berada pada satu bagian struktur tulang yang

disebut tengkorak, yang juga melindungi otak dari cedera. Empat

tulang yang berhubungan membentuk tulang tengkorak: tulang

frontal, parietal, temporal, dan oksipital. Pada dasar tengkorak terdiri

dari tiga bagian fossa-fossa. Bagian fossa anterior berisi locus frontal

sereberal bagian hemisfer: bagian tengah fossa berisi lobus parietal,

temporal dan oksipital dan bagian fossa posterior terdiri dari batang

otak dan medulla (Smeltzer dan Bare, 2012).

5
Ada 3 bagian-bagian otak menurut (Smeltzer dan Bare, 2012),

yaitu:

1. Serebrum

Serebrum terdiri dari dua hemisfer dan empat lobus. Substansia grisea

terdapat bagian luar dinding serebrum dan substansi alba menutupi dinding

serebrum bagian dalam. Sebagian besar hemisfer serebri (telensefalon) berisi

jaringan sistem saraf pusat (SSP). Area inilah yang mengontrol fungsi, yaitu

terhadap fungsi individu dan intelegensi (Smeltzer dan Bare,2012).

Keempat lobus serebrum adalah sebagai berikut :

A. Lobus frontal

Lobus terbesar, terletak pada fossa anterior. Area ini

mengontrol perilaku individu, membuat keputusan,

kepribadian dan menahan diri.

B. Lobus parietal

Lobus sensori, area ini menginterpretasikan sensasi. Sensasi

rasa yang tidak berpengaruh adalah bau. Lobus parietal

mengatur individu mampu mengetahui posisi dan letak

tubuhnya. Kerusakan pada daerah ini menyebabkan

sindromhemineglect.

C. Lobus temporal

Lobus temporal berfungsi mengintegrasikan sensasi

pengecapan, bau dan pendengaran. Ingatan jangka pendek

sangat berhubungan dengan daerah ini.

6
D. Lobus oksipital

Lobus ini terletak pada lobus posterior hemisfer serebri.

Bagian ini bertanggung jawab mengintegrasikan penglihatan

2. Serebelum

Serebellum terletak pada fossa posterior dan terpisah

dari hemisfer serebral, lipatan dura mater, tentorium

serebllum. Serebellum (otak kecil) terletak pada bagian

bawah dan belakang tengkorak dipisahkan dengan serebrum

oleh fissura transversalis dibelakangi oleh pons varoli dan di

atas medulla oblongata.

Serebellum mempunyai dua aksi yaitu merangsang dan

menghambat dan tanggung jawab yang luas terhadap

koordinasi dan gerakan halus. Ditambah mengontrol

gerakan yang benar, keseimbangan, posisi dan

mengintegrasikan input sensorik (Smeltzer dan Bare, 2012).

3. Batang otak

Batang otak terletak pada fossa anterior. Bagian bagian

batang otak ini terdiri dari otak tengah, pons dan medulla

oblongata. Otak tengah midbrain atau masensenfalon

menghubungkan pons dan serebelum dengan hemesfer

serebrum. Bagian ini berisi jalur sensorik dan motorik dan

sebagai pusat refleks pendengaran dan penglihatan. Pons

terletak di depan serebelum antara otak tengah dan medulla

7
dan merupakan jembatan antara dua bagian serebelum, dan

juga antara medulla dan serebrum. Pons berisi jaras sensorik

dan motorik.

Medulla oblongata merupakan serabut-serabut motorik

sensorik dan medulla spinalis ke otak dan serabut-serabut

tersebut menyilang pada daerah ini. Pons juga berisi pusat-

pusat terpenting dalam mengontrol jantung, pernapasan dan

tekanan dan sebagai asal-usul saraf ke otak kelima sampai

kedelapan.

Medula oblongata merupakan bagian dari batang otak

yang paling bawah yang menghubungkan pons varoli

dengan medulla spinalis. Fungsi medulla oblongata:

A. Mengontrol kerja jantung

B. Mengecilkan pembuluh darah (vasokonstriktor)

C. Pusat pernafasan

D. Mengontrol kegiatan refleks

2.1.2.2 Fisiologi otak

1. Peredaran darah di otak

Otak secara umum diperdarahi oleh dua arteri yaitu arteri vertebra dan

arterikarotis interna. Kedua arteri ini membentuk jaringan pembuluh

darah kolateralyang disebut circle willis. Arteri vertebra memenuhi

kebutuhan darah otak bagianposterior, diensefalon, batang otak,

serebellum dan oksipital. Arteri karotisbagian interna untuk

8
memenuhi sebagian besar hemisfer kecuali oksipital, basalganglia dan

2/3 diatas diensepalon.

2. Tekanan intra kranial

Rongga otak merupakan ruang tertutup yang terdiri atas darah dan

pembuluh darah, cairan serebro spinalis dan jaringan otak. Ketiga

komponen tersebut merupakan unsur utama dinamik tekanan intra

kranial/ intracranial pressure (ICP). Volume dari masing-masing

komponen tersebut relatif konstan.

Sehingga perubahan volume salah satu komponen akan

mempengaruhi tekanan intra kranial. Tekanan intrakranial normalnya

0-15 mmHg pada keadaan terlentang. Posisi berdiri dapat

menurunkan tekanan intrakranial. Aktifitas bersin, intercous seksual

dan valsava maneuver dapat meningkatkan tekanan intrakranial.

Mekanisme lain yang menentukan adanya tekanan intra kranial

adalah autoregulasi dari aliran darah serebral. Tekanan aliran darah

secara umum adalah kecepatan tekanan perfusi serebral/ cerebral

perfusion pressure (CPP). Normalnya tekanan perfusi otak 80-100

mmHg. Dibawah 50 mmHg menimbulkan tidak adekuatnya penerimaan

suplai darah ke otak. Untuk mempertahankan perfusi yang normal,

mekanisme yang terjadi adalah dengan konstriksi atau dilatasi pembuluh

darah (Tarwoto, 2007).

Kebutuhan metabolisme otak untuk mempertahankan status normal,

sel saraf memerlukan energi yangtinggi, karena cadangan energi yang

9
disediakan otak sangat terbatas. Kebutuhan utama otak adalah oksigen

dan glukosa. Pada keadaan meningkatnya kebutuhan jaringan otak

namun suplainya tidak adekuat maka beresiko terjadi gangguan

metabolisme dan berakibat terjadinya iskemia, injuri atau nekrosis

jaringan otak (Tarwoto, 2007).

Faktor-faktor yang berhubungan dengan aliran darah otak:

A. Faktor metabolisme seperti konsentrasi karbondioksida,

oksigen dan hidrogen.

B. Glukosa, normalnya keadaan glukosa harus dipertahankan 70-

100 mg/100 ml.

C. Suhu tubuh

D. Faktor hemodinamik

E. Pengaturan oleh sistem saraf automatis, jika terjadi penurunan

tekanan darahsistemik yang sudah berat dapat menimbulkan

iskemia serebral melaluipeningkatan simpatis jantung untuk

meningkatkan kotraktilitas dan kardiak output(Tarwoto, 2007).

3. Perdarahan

Perdarahan dapat terjadi di luar duramater (perdarahan

ekstradural/epidural), di bawah duramater (perdarahan subdural), di

ruang subaraknoid(perdarahan subaraknoid), atau di dalam substansi

otak (perdarahan intraserebral).

A. Perdarahan ekstradural/ epidural

10
Adalah kedaruratan bedah neoro yang memerlukan

perawatan segera. Perdarahan ini biasanya mengikuti fraktur

tengkorak dengan robekan arteri tengah atau arteri

meningens lain. Klien harus diatasi dalam beberapa jam

cidera untuk mempertahankan hidup.

B. Perdarahan Subdural

Pada dasarnya sama dengan perdarahan epidural,

kecuali bahwa hematoma subdural biasanya jembatan vena

robek. Karenanya periode pembentukan hematoma lebih

lama dan menyebabkan tekanan pada otak.

C. Perdarahan Subaraknoid

Adalah perdarahan yang terjadi di ruang subaraknoid

yang dapat terjadi sebagai akibat trauma atau hipertensi,

tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisme

pada area sirkulus willisi dan malformasi arteri-vena

kongenital pada otak.

D. Perdarahan Intraserebral

Adalah perdarahan di substansi dalam otak. Paling

umum pada klien dengan hipertensi dan aterosklerosis

serebral, karena perubahan degeneratif yang biasanya

menyebabkan ruptur atau pecahnya pembuluh darah.

Pecahnya pembuluh darah otak akan menyebabkan

perembesan darah ke dalam parencym otak yang dapat

11
menyebabkan penekanan, pergeseran dan pemisahan

jaringan yang berdekatan. Akibatnya otak akan

membengkak, jaringan otak internal tertekan sehingga

menyebabkan infark otak, edema dan mungkin terjadi

herniasi. Biasanya awitan tiba-tiba, dengan sakit kepala

berat.

Bila perdarahan membesar, makin jelas defisit

neorologik yang terjadi dalam bentuk penurunan kesadaran

dan abnormalitas pada tanda vital. Klien dengan perdarahan

luas mengalami penurunan nyata pada tingkat kesadaran dan

dapat menjadi stupor atau tidak responsive sama sekali.

Tindakan terhadap perdarahan intraserebral masih

kontraversial. Bila perdarahan kecil, klien diatasi secara

konservatif dan simptomatis

2.1.3 Etiologi

Etiologi dari Intra Cerebral Hematom adalah :

1. Kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala

2. Fraktur depresi tulang tengkorak

3. Gerak akselerasi dan deselerasi tiba-tiba

4. Cedera penetrasi peluru

5. Jatuh

6. Kecelakaan kendaraan bermotor

7. Hipertensi

12
8. Malformasi Arteri Venosa

9. Aneurisma

10. Distrasia darah

11. Obat

2.1.4 klasifikasi

Secara garis besar, stroke hemoragik dapat diklasifikasikan menurut

etiologi dan lokalisasinya. Pertama-tama, berdasarkan penyebabnya,

stroke hemoragik umumnya dibagi menjadi dua kelompok yaitu stroke

hemoragik primer (80-85%) dan stroke hemoragik sekunder (15-20%).

Pada kategori stroke primer, lebih dari 50% diantaranya dihubungkan

dengan hipertensi dan 30% sisanya dikaitkan dengan Universitas

Sumatera Utara 11 cerebral amyloid angiopathy (CAA).

Di sisi lain, stroke sekunder biasanya disebabkan oleh aneurisma,

arteriovenous malformasi, antikoagulan oral, antiplatelet, koagulopati,

neoplasma, trauma, vaskulitis, penyakit moyamoya atau trombosis sinus

venosus. Selanjutnya, bila ditinjau dari lokasi perdarahannya, stroke

dapat dibedakan menjadi stroke hemoragik tipikal dan stroke hemoragik

atipikal. Stroke hemoragik tipikal melibatkan perdarahan yang terjadi di

bagian dalam otak seperti daerah basal ganglia dan thalamus. Selain itu,

stroke ini sering dikaitkan dengan hipertensi sebagai penginduksi

terjadinya arteriosklerotik mikroangiopati.

13
Di sisi lain, stroke hemoragik atipikal ditandai dengan adanya

perdarahan lobar yang dihubungkan dengan lesi struktural seperti

cerebral amyloid angiopathy, neoplasma, malformasi arteriovena. Istilah

stroke perdarahan spontan lebih menekankan pada keadaan dimana tidak

ada alasan terjadinya perdarahan di luar hipertensi yang dapat ditemukan.

Pada umumnya, stroke perdarahan spontan terjadi di daerah striatum

(nukleus kaudatus dan putamen).

2.1.5 Tanda dan gejala

Intracerebral hemorrhage mulai dengan tiba-tiba. Dalam sekitar

setengah orang, hal itu diawali dengan sakit kepala berat, seringkali

selama aktifitas. Meskipun begitu, pada orang tua, sakit kepala

kemungkinan ringan atau tidak ada.

Dugaan gejala terbentuknya disfungsi otak dan menjadi memburuk

sebagaimana peluasan pendarahaan. Beberapa gejala, seperti lemah,

lumpuh, kehilangan perasa, dan mati rasa, seringkali mempengaruhi

hanya salah satu bagian tubuh. orang kemungkinan tidak bisa berbicara

atau menjadi pusing.

Penglihatan kemungkinan terganggu atau hilang. Mata bisa di ujung

perintah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Pupil bisa menjadi tidak

normal besar atau kecil. Mual, muntah, serangan, dan kehilangan

kesadaran adalah biasa dan bisa terjadi di dalam hitungan detik sampai

menit.

14
Menurut Corwin 2000 manifestasi klinik dari dari Intra cerebral

Hematom yaitu :

1. Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring

dengan membesarnya hematom.

2. Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal

3. Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal

4. Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra

cranium

5. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara

dan gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat

6. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan

peningkatan tekanan intra kranium.

2.1.6 Patofisiologi

ICH primer biasa terjadi pada kapsul internal dan hematoma meluas

kemedial kesubstansi kelabu dalam dan kelateral melalui substansi putih

yang relatif aseluler korona radiata. Pembuluh yang ruptur adalah satu

dari arteria perforating kecil yang meninggalkan arteria serebral media

dekat pangkalnya dikarotid internal dan sering dijelaskan sebagai arteria

lentikulostriata. Pemeriksaan postmortem menunjukkan pada arteria

perforating pasien hipertensif terdapat banyak dilatasi aneurismal yang

sangat kecil yang diduga rupturnya menjadi sumber perdarahan. Lebih

15
jarang perdarahan terjadi pada fossa posterior yang dimulai pada pons

atau hemisfer serebeler.

ICH akut sering terjadi saat atau setelah latihan fisik. Sekitar

duapertiga akan mengalami perburukan neurologis progresif dan

sepertiganya dalam defisit maksimal saat datang kerumah sakit.

Penurunan kesadaran terjadi pada 60% dan duapertiganya jatuh kedalam

koma. Nyeri kepala dan mual dengan muntah terjadi pada 20-40% kasus.

Gejala ini karena peninggian TIK akibat perdarahan. Kejang kurang

umum terjadi, sekitar 7-14%. Gejala dan tanda lainnya tergantung ukuran

dan lokasi spesifik dari bekuan darah. Tanda khas perdarahan ganglia

basal, biasanya putaminal, adalah defisit motor kontralateral dan gaze ipsi

lateral dengan perubahan sensori, visual dan tabiat. Perubahan pupil

terjadi akibat ancaman herniasi unkal lobus temporal akibat peninggian

TIK dan pergeseran garis tengah. Gejala afasik bila hemisfer dominan

terkena.

Perdarahan menyebabkan kerusakan neurologis melalui dua cara

yaitu:

1. Kerusakan otak yang nyata terjadi pada saat perdarahan. Ini

terutama pada kasus dimana hematoma meluas kemedial dan talamus

serta ganglia basal rusak.

2. Hematoma yang membelah korona radiata menyebabkan

kerusakan yang kurang selluler namun mungkin berukuran besar dan

menyebabkan penekanan serta gangguan fungsi neurologis yang

16
mungkin reversibel. 80% pasien adalah hipertensif dan biasanya

dalam eksaserbasi akut dari hipertensinya pada saat datang.

Kebanyakan kasus hematoma memecah kesistema ventrikuler atau

rongga subarakhnoid menimbulkan gambaran klinis PSA.

Pria terkena 5-20% lebih sering dari wanita dan 75-90% terjadi

antara usia 45-75 tahun. Pasien dengan koagulopatia lebih berisiko

terhadap PIS seperti juga penderita yang mendapat antikoagulan terutama

Coumadin. Trombositopeniadengan hitung platelet kurang dari 20.000,

penyakit hati, leukemia, dan obat-obat seperti amfetamin meninggikan

risiko terjadinya PIS.

ICH terjadi pada teritori vaskuler arteria perforating kecil seperti

lentikulostriata pada ganglia basal, talamoperforator diensefalon, cabang

paramedian basiler pada pons. Karenanya kebanyakan terjadi pada

struktur dalam dari hemisfer serebral. Berikut ini struktur beserta

frekuensi kejadiannya: putamen 30-50%, substansi putih subkortikal

30%, serebelum 16%, talamus 10-15%, serta pons 5-12%. Arteria yang

paling sering menimbulkan perdarahan adalah cabang lentikulostriata

lateral dari arteria serebral media yang mencatu putamen.

ICH merupakan sekitar 10% dari semua strok. Seperti dijelaskan

diatas, ia disebabkan oleh perdarahan arterial langsung ke parenkhima

otak. Ruptur vaskuler dikira terjadi pada aneurisma milier kecil,

dijelaskan oleh Charcot dan Bouchard 1868, dan/atau pada arteria

lipohialinotik yang sering tampak pada otopsi pasien dengan hipertensi.

17
Minoritas kasus PIS kemungkinan disebabkan aneurisma, AVM,

malformasi kavernosa, amiloid serebral, atau tumor. Glioblastoma adalah

tumor otak primer yang paling sering mengalami perdarahan, sedangkan

melanoma, khoriokarsinoma dan ipernefroma adalah tumor metastatik

yang tersering menimbulkan perdarahan.

Kematian akibat ICH sekitar 50% dengan 3/4 pasien yang hidup,

tetap dengan defisit neurologis nyata. Penelitian memperlihatkan bahwa

prognosis terutama tergantung pada derajat klinis saat pasien masuk,

lokasi serta ukuran perdarahan. Pasien sadar tentu lebih baik dari pada

pasien koma. Penelitian Dixon 1984 memperlihatkan bahwa satu-satunya

prediktor terpenting atas outcome adalah Skala Koma Glasgow. Pasien

dengan hematoma lober superfisial cenderung lebih baik dari perdarahan

batang otak yang lebih dalam. Perluasan klot ke sistema ventrikuler

memperburuk outcome. Pasien dengan perdarahan dengan diameter lebih

dari 3 cm atau volumenya lebih dari 50 sk, lebih buruk. Pasien dengan

kondisi medis buruk dan yang berusia 70 tahun atau lebih cenderung

mempunyai outcome buruk.

2.1.7 Prognosa

Prognosis pasien dengan perdarahan intrakranial sangat bergantung

dari onset, usia pasien, volume, serta lokasi perdarahan. Komplikasi yang

mungkin dialami pasien juga menjadi faktor penentu prognosis pasien.

Secara umum, semakin tua usia pasien, semakin dalam lokasi perdarahan,

18
serta semakin luas volume perdarahan pasien akan menyebabkan

prognosis semakin buruk.

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada perdarahan intrakranial,

antara lain:

1. Kematian

2. Sistem saraf: defisit neurologis, kejang, hidrosefalus, spastisitas,

nyeri neuropati, herniasi otak

3. Sistem pernafasan: pneumonia aspirasi, emboli paru

4. Pembuluh darah perifer: deep vein thrombosis (DVT), ulkus

dekubitus

5. Sistem kemih: infeksi saluran kemih

6. Sistem pencernaan: perdarahan saluran pencernaan

7. Sistem kardiovaskular: infark miokard atau gagal jantung

8. Risiko jatuh

Prognosis perdarahan intrakranial dapat diperkirakan dengan

menggunakan metode skoring perdarahan intrakranial (The intracranial

hemorrhage / ICH score). Metode ini dapat memprediksikan mortalitas

30 hari menggunakan beberapa data seperti usia, volume perdarahan,

skor Glasgow coma scale, adanya perdarahan dari infratentorial, dan

adanya perdarahan intraventrikular. Skor yang lebih tinggi menandai

luaran yang lebih buruk.

19
2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik

1. Angiografi

2. Ct scanning dan Thorax photo

3. Lumbal pungsi

4. MRI

5. EKG

6. Laboratorium

2.1.9 Penatalaksanaan Medis

Pendarahan intracerebral lebih mungkin menjadi fatal dibandingkan

stroke ischemic. Pendarahan tersebut biasanya besar dan catastrophic,

khususnya pada orang yang mengalami tekanan darah tinggi yang kronis.

Lebih dari setengah orang yang mengalami pendarahan besar meninggal

dalam beberapa hari. Mereka yang bertahan hidup biasanya kembali

sadar dan beberapa fungsi otak bersamaan dengan waktu. Meskipun

begitu, kebanyakan tidak sembuh seluruhnya fungsi otak yang hilang.

Pengobatan pada pendarahan intracerebral berbeda dari stroke

ischemic. Anticoagulant (seperti heparin dan warfarin), obatan

trombolitik, dan obat-obatan antiplatelet (seperti aspirin) tidak diberikan

karena membuat pendarahan makin buruk. Jika orang yang menggunakan

antikoagulan mengalami stroke yang mengeluarkan darah, mereka bisa

memerlukan pengobatan yang membantu penggumpalan darah seperti :

20
1. Vitamin K, biasanya diberikan secara infuse

2. Transfusi atau platelet

3. Transfusi darah yang telah mempunyai sel darah dan pengangkatan

platelet (plasma segar yang dibekukan)

4. Pemberian infus pada produk sintetis yang serupa pada protein di

dalam darah yang membantu darah untuk menggumpal (faktor

penggumpalan)

5. Operasi untuk mengangkat penumpukan darah dan menghilangkan

tekanan di dalam tengkorak, bahkan jika hal itu bisa menyelamatkan

hidup, jarang dilakukan karena operasi itu sendiri bisa merusak otak.

Corwin (2000) menyebutkan penatalaksanaan untuk Intra Cerebral

Hematom adalah sebagai berikut :

1. Observasi dan tirah baring terlalu lama

2. Mungkin diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan evakuasi

hematom secara bedah

3. Mungkin diperlukan ventilasi mekanis

4. Untuk cedera terbuka diperlukan antibiotiok

5. Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium termasuk

pemberian diuretik dan obat anti inflamasi

21
2.2 Konsep Teori Asuhan Keperawatan

2.2.1 Pengkajian

Menurut (Muttaqqin, 2008 dalam Sugianto V, 2017). Tentang

pengkajian keperawatan yaitu:

1. Pre operatif

A. Identitas pasien Meliputi nama, usia, jenis kelamin, tempat

tanggal lahir, agama, alamat, suku, pekerjaan dan pendidikan,

diagnosa medis, dan rencana tindakan operasi.

B. Riwayat kesehatan

a) Keluhan utama : Kesadaran menurun akibat Hemoragik

Stroke dengan Intracerebral Hematom.

b) Riwayat penyakit sekarang : Penyebab terjadinya

Hemoragik Stroke biasa terjadi karena adanya Intracerebral

Hematom.

c) Riwayat penyakit dahulu : Pasien mempunyai penyakit

hipertensi dan stroke yang berhubungan dengan

Intracerebral Hematom.

d) Riwayat penyakit keluarga : Tidak terdapat korelasi

kasus pada anggota keluarga terhadap kejadian perdarahan

intracerebral.

C. Fase pre operatif Fase pre operatif dari peran keperawatan

perioperative dimulai ketika keputusan untuk intervensi

bedah dibuat dan berakhir ketika pasien digiring ke meja

22
operasi. Lingkup aktivitas keperawatan selama waktu

tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian data dasar

pasien yang datang di klinik, rumah sakit atau dirumah,

menjalani wawancara pre operatif dan menyiapkan pasien

untuk anastesi yang diberikan dan pembedahan.

Bagaimanapun, aktivitas keperawatan mungkin dibatasi

hingga melakukan pengkajian pasien pre operatif ditempat

ruang operasi.

D. Pemeriksaan fisik

a) Breathing : Kaji pernapasan apakah bernapas spontan atau

tidak, irama napas cepat atau lambat, adanya suara napas

vesikuler,wheezing, ronchi, sesak napas, pernapasan cuping

hidung, penggunaan otot bantu pernapasan

b) Blood : Peningkatan tekanan intracranial terhadap tekanan

darah bervariasi. Perubahan frekuensi jantung (bradikardi,

takikardi, yang diselingi dengan bradikardi, disritmia dan

perdarahan.

c) Brain : Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk

manifestasi adanya gangguan otak akibat cedera kepala, strok

dll. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak

akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat

terjadi perubahan status mental, perubahan dalam

23
penglihatan, perubahan pupil, sering timbul cegukan dan

gangguan nervus hipoglosus.

d) Bledder : Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah, dan

karakteristik urine.

e) Bowel : Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan,

nafsu makan menurun, mual dan muntah pada fase akut.

Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan

produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah

penurunan nutrisi.

f) Bone : Pasien dengan stroke biasanya nampak bedrest,

mengalami ketidakseimbangan immobilisasi yang terjadi

karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf dan

otak dengan reflex pada spinal selain itu dapat pula terjadi

penurunan tonus otot.

2. Intra operatif

A. Fase intra operatif Fase intra operatif dari keperawatan

perioperatrif dimulai ketika pasien masuk atau dipindahkan

kebagian atau keruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas

keperawatan dapat meliputi : memasang infus (IV), memberikan

medikasi melalui intravena sesuai instruksi Dokter, melakukan

pemantauan fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur

pembedahan menjaga keselamatan pasien. Pada beberapa contoh

aktivitas keperawatan terbatas hanya bertindak dalam perannya

24
sebgai perawat amlop, atau membantu dalam mengatur posisi

pasien diatas meja operasi dengan menggunakan prinsip-prinsip

dasar kesejajaran tubuh.

B. Pemeriksaan fisik

a) Breating :. Konpensasi pada batang otak akan

mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi

perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun

iramanya, bias berupa Cheyne, Stokes atau Ataxia breathing,

bapas berbunyi stridor, rinchi, whezzing (kemungkinan

karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi

sputum pada jalan napas.

b) Brain : Pada sistem saraf pusat dinilai kesadaran pasien

dengan GCS (Glasgow Coma Scale) dan perhatikan gejala

kenaikan Tekanan Intrakranial (TIK).

c) Blood : Pada sistem kardiovaskular dinilai takanan darah,

nadi, perfusi perifer, Hb.

d) Bowel : Pada sistem gastrointestinal diperiksa: adanya

dilatasi lambung, tanda-tanda cairan bebas, dan periksa

apakah pasien mengalamami muntah selama operasi.

e) Bladder : Pada sistem urogenetalis diperiksa kualitas,

kuantitas, warna, kepekatan urine, untuk menilai intak dan

output urine,

25
f) Bone : Pada sistem musculoskeletal dinilai adanya

tandatanda sianosis, warna kuku, perdarahan.

3. Post operatif

A. Fase post operatif Fase post operatif dimulai dengan

masuknya pasien keruang pemulihan dan berakhir dengan

evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau dirumah. Lingkup

keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas selama

periode ini. Pada fase post operatif langsung fokus terhadap

mengkaji efek dari agen anastesi dan memantau fungsi vital serta

mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus

pada penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan,

perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk

penyembuhan yang berhasil dan rehabilitasi diikuti dengan

pemulangan. Setiap fase ditelaah detail lagi dalam unit ini. Kapan

berkaitan dan memungkinkan proses keperawatan pengkajian,

diagnose keperawatan, intervensi dan evaluasi diuraikan.

B. Pemeriksaan fisik

a) Breathing : Pasien belum sadar dilakukan evaluasi seperti

pola napas, tanda-tanda obstruksi, pernapasan cuping hidung,

frekuensi napas, pergerakan rongga dada: apakah simetris

atau tidak, suara napas tambahan: apakah tidak ada obstruksi

total, udara napas yang keluar dari hidung, sianosis pada

ekstremitas, auskultasi: adannya wheezing atau ronchi.

26
b) Blood : Pada sistem kardiovaskular dinilai takanan darah,

nadi, perfusi perifer, status hidrasi (hipotermi±syok) kadar

Hb.

c) Brain : Pada sistem saraf pusat dinilai kesadaran pasien

dengan GCS (Glasgow Coma Scale) dan perhatikan gejala

kenaikan Tekanan Intrakranial (TIK).

d) Bladder : Pada sistem urogenetalis diperiksa kualitas,

kuantitas, warna, kepekatan urine, untuk menilai: apakah

pasien masih dehidrasi.

e) Bowel: Kaji apakah ada mual muntah, pasien masih di

puasakan, kesulitan menelan, adanya dilatasi lambung, tanda-

tanda cairan bebas, distensi abdomen.

f) Bone: Kaji balutan, posisi pasien, gelisah dan banyak

gerak, kekuatan otot, tanda-tanda sianosis, warna kuku,

perdarahan post operasi, gangguan neurologis: gerakan

ekstremitas

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnose keperawatan menurut Herman T & Kamitsuru S, (2018)

dalam Sugianto V, (2017) yang biasa muncul pada pasien craniotomy

yaitu:

1. Pre operasi

27
a) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan gangguan

neurologis: penurunan kesadaran

b) Ketidakefektifan perfusi serebral berhubungan dengan

gangguan aliran arteri atau vena

c) Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis;

peningkatan tekanan intra cranial.

2. Intra operasi

a) Risiko perdarahan Faktor risiko : prosedur invasif

b) Risiko infeksi . faktor risiko : prosedur invasive

3. Post operasi

a) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan

akumulasi secret akibat pemasangan ETT

b) Risiko jatuh Faktor risiko : prosedur invasif

2.2.3 Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan menurut Bulechek G, (2016) yaitu :

Table 2.1 : Intervensi keperawatan Pre, Intra dan Post operatif

NO DIAGNOSA KRITERIA HASIL / INTERVENSI


KEPERAWATAN TUJUAN KEPERAWATAN
PRA OPERASI
1 Ketidakefektifan pola napas Setelah dilakukan tindakan Monitor Pernapasan
berhubungan dengan keperawatan maka pasien akan (3350)
gangguan neurologis: menunjukkan status pernapasan 1. Monitor kecepatan, irama,
penurunan kesadaran dengan : kedalaman dan kesulitan
Kriteria Hasil: bernapas
1. Frekuensi pernapasan dalam 2. Observasi adanya otot
batas normal bantu pernapasan
2. Irama pernapasan dalam 3. Monitor suara napas
batas normal tambahan
3. Kedalam inspirasi dalam 4. Monitor status oksigen
batas normal 5. Monitor frekuensi
4. Suara auskultasi napas dalam pernapasan setelah

28
batas normal pemberiam oksigen
5. Kepatenan jalan napas dalam
batas normal
6. Saturasi oksigen dalam batas
normal
7. Penggunaan otot bantu napas
tidak ada
8. Retraksi dinding dada tidak
ada
9. Dispneu tidak ada
10. Akumulasi sputum tidak ada
11. .Suara napas tambahan tidak
ada
12. Batuk tidak ada
2 Ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Edema
jaringan serebral keperawatan maka perfusi Serebral (2540)
berhubungan dengan jaringan cerebral normal dengan 1. Monitor status neurologi
gangguan aliran arteri atau : 2. Monitor TTV
vena Kriteria Hasil: 3. Memonitori peningkatan
1. Kesadaran tidak terganggu TIK :
2. Fungsi sensorik dan 69otoric 4. Monitor status pernapasan
cranial tidak terganggu 5. Monitor nilai
3. Fungsi sensorik dan motori laboratorium urin, natrium
spinal tidak terganggu dan kalium
4. Tekanan intracranial tidak
terganggu
5. Ukuran pupil tidak terganggu
6. Pola tergerak mata tidak
terganggu
7. Tekanan darah tidak
terganggu
8. Denyut nadi tidak terganggu
9. Status kognitif tidak
terganggu
3 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (1400)
keperawatan maka perfusi 1. Lakukan pengkajian nyeri
jaringan cerebral normal pasien komprehensif yang meliputi
akan mennjukkan kontrol nyeri lokasi, durasi, gambaran
dengan : nyeri, frekuensi dan skala
Kriteria Hasil: nyeri
1. Nyeri berkurang 2. Observasi adanya
2. Tanda-tanda vital dalam petunjuk non verbal
batas normal mengenai ketidak nyamanan
3. Ekspresi wajah senang 3. Monitor tanda-tanda vital
4. Ajarkan tehnik non
farmakologi : seperti
relaksasi nafas dalam
5. Pemberian obat analgesik
INTRA OPERASI
1 Resiko pendarahan Setelah dilakukan tindakan Pengurangan Pendarahan
keperawatan maka diharapkan (4010)
pasien mampu: 1. Monitor ketat tanda –
Kriteria Hasil : tanda perdarahan
1. Tidak ada hematuria, dan 2. Monitor monitor vital
kehilangan darah yang terlihat sign

29
2. Tekanan darah dalam batas 3. Pertahankan patensi IV
normal line
4. Monitor status cairan
meliputi intake dan output
2 Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Kontrol Infeksi intra
keperawatan maka diharapkan opratif (6545)
pasien mampu: 1. Monitor dan jaga suhu
Kriteria Hasil : ruangan antara 20o dan 24o
1. Tidak ada tanda-tanda infeksi 2. Lakukan cuci tangan
sistemik dan lokal steril
3. Gunakan Alat Pelindung
Diri steril dengan
menggunakan teknik aseptik
4. Pisahkan alat steril dan
non steril
5. Gunakan peralatan steril
dengan menggunakan teknik
aseptik
6. Berikan terapi antibiotik
yang sesuai
POST OPERASI
1 Ketidakefektifan bersihan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas
jalan napas berhubungan keperawatan maka status 3140
dengan obstruksi jalan napas: kepatenan jalan napasan dengan 1. Buka jalan napas dengan
mucus berlebih : tekmik hettil chin lift atau
Kriteria Hasil: jaw thrut
1. Frekuensi pernapasan dalam 2. Auskultasi suara napas,
batas normal dan adanya suara napas
2. Irama pernapasan dalam tambahan
batas normal 3. Posisikan pasien untuk
3. Kedalaman inspirasi dalam meminimalkan ventilasi
batas normal 4. Monitor status pernapasan
4. Suara napas tambahan tidak dan oksigenasi
ada 5. Buang secret dan
5. Akumulasi sputum tidak ada motivasi pasien untuk
melakukan batuk efektif
atau suction
2 Resiko jatuh Setelah dilakukan tindakakan Pencegahan Jatuh (6490)
keperawatan, maka 1. Identifikasi perilaku dan
menunjukkan perilaku faktor yang mempengaruhi
pencegahan jatuh dengan : risiko jatuh
Kriteria Hasil : 2. Identifikasi karakteristik
1. Menempatkan penghalang dari lingkungan yang
untuk mencegah jatuh secara mungkin meningkatkan
konsisten potensi jatuh
2. Memperhatikan peringatan 3. Instruksikan keluarga
ketika mengambil pengobatan pasienuntuk memanggil
yang mengakibatkan risiko bantuan terkait pergerakan
jatuh secara konsisten 4. Sediakan pengawasan
ketat dan alat pengikatan
(restrain)
5. Gunakan pembatas pada
kedua sisi tempat tidur

30
2.2.4 Implementasi keperawatan

Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan dalam proses

keperawatan dalam proses keperawatan dan sangat menuntut kemampuan

intelektual, keterampilan dan tekhnik keperawatan.

Pelaksanaan keperawatan sesuai dengan rencana keperawatan yang

didasari kebutuhan pasien untuk mengurangi atau mencegah masalah

serta merupakan pengelolaan atau perwujudan rencana keperawatan pada

seorang pasien.

Ada 2 syarat hasil yang diharapkan dalam pelaksanaan keperawatan

menurut Moorhead S, (2016) yaitu:

1) Merencanakan perawatan, segala informasi yang tercakup dalam

rangka keperawatan, merupakan dasar atau pedoman dalam

tindakan.

2) Mengidentifikasi reaksi pasien, dituntut usaha yang tidak

tergesah-gesah dan teliti agar dapat menemukan reaksi pasien

sebagai akibat tindakan keperawatan .

2.2.5 Evaluasi keperawatan

Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf

keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan

untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan. Pada

pasien dapat dinilai hasil pelaksanaannya perawatan dengan melihat

catatan perkembangan, hasil pemeriksaan pasien, melihat langsung

31
keadaan dan keluhan pasien, yang timbul sebagai masalah berat. Evaluasi

harus berdasarkan pada tujuan yang ingin dicapai.

Evaluasi dapat dilihat 4 kemungkinan yang menentukan tindakan-

tindakan perawatan selanjutnya antara lain :

1) Apakah pelayanan keperawatan sudah tercapai atau belum

2) Apakah masalah yang ada telah terpecahkan/teratasi atau belum

3) Apakah masalah sebagian terpecahkan/tidak dapat dipecahkan

4) Apakah tindakan dilanjutkan atau perlu pengkajian ulang.

32
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NY.W

DENGAN INTRA CEREBRAL HEMATOM

3.1. Kasus

3.2. Asuhan Keperawatan

3.2.1. Pengkajian

1. Pengumpulan Data

a. Identitas Pasien
Nama : Ny. W
Umur : 51 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan :
Pekerjaan :
Suku Bangsa : Sunda
Status : Menikah
No. RM : 076726
Tanggal Masuk : 06, november 2021
Tanggal : 06, november 2021
Pengkajian
Alamat : JL dago pojok no 79 rt/rw 003/003 dago ,
coblong , kota bandung jawa barat

b. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn. S
Umur : 54 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Hubungan dengan Pasien : Suami
Alamat : JL dago pojok no 79 rt/rw 003/003 dago , coblong , kota
bandung jawa barat

c. Keluhan Utama
Pasien mengalami penurunan kesadaran

33
d. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Post intra cerebral
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
-
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
-
e. Pola Aktifitas Sehari-hari
N0 ADL Saat Sehat Saat Sakit

1. Nutrisi
a. Makan
 Jenis dan kesukaan  Nasi,lauk dan sayur  Tidak ada

 Frekwensi/Jumlah  3x1 sehari  Tidak ada


 Pantangan  Tidak ada  Tidak ada
 Keluhan  Tidak ada  Tidak ada

b. Minum
 Jenis  Air Putih, teh dan susu  Tidak ada
 Frekwensi/Jumlah  8 gelas/hari  Tidak ada
 Pantangan  Tidak ada  Tidak ada
 Keluhan  Tidak ada  Tidak ada

2. Istirahat dan Tidur


a. Malam
 Lama  ± 7jam  ± 5-6 jam
 Kualitas  Tidak ada  Sulit tidur
 Keluhan  Tidak ada  Tidak ada

b. Siang

34
 Lama  ± 6 jam  ± 4 jam
 Kualitas  Tidak ada  Tidak ada
 Keluhan  Tidak ada  Tidak ada
3. Eliminasi
a. BAK
 Frekwensi  4-5x sehari  3-4x sehari

 Warna  Kuning (bening)  Kuning (bening)


 Bau  -  -
 Kesulitan  Tidak ada  Tidak ada keluhan
dibantu sebagian
b. BAB
 Frekwensi  1x sehari  1x sehari
 Warna  Kuning  Kuning
 Bau  -  -
 Kesulitan  Tidak ada keluhan  Tidak ada keluhan
dibantu sebagian

4. Personal Hygiene
a. Mandi
 Frekwensi  3x sehari  2x sehari seka dengan
bantuan sebagian
 Penggunaan sabun  -  -
 Gosok gigi  2xsehari  2x sehari dibantu
 Gangguan  Tidak ada  Tidak ada

b. Berpakaian
 Frekwensi  3x sehari di ganti  2x sehari dibantu

5. Aktivitas
 Mobilitas fisik  Bekerja  Mobilitas ditempat
tidur dibantu

35
keluarga
 Olahraga  Jalan santai  Tidak ada
 Rekreasi  Tidak ada  Tidak ada

f. Pemeriksaan Fisik
1) Penampilan Umum : tampak lemah
 Kesadaran : somnolen
 Tinggi badan : 160 cm
 Berat badan : 45 kg
 GCS : GCS 13 (E4, V4, M5)
E : E4
M : M5
V : V4
 TTV : T : 130/90 mmHg
N : 90x/menit
R : 40 x/menit
S : 36,2OC
SPO2 : 97% (dengan oksigen nasal kanul)

2. Sistem Pernafasan

a. Infeksi

Pergerakan tamapak terbatasi dikarenakan badan lemah dan keadaan somnolen

dan pasien tampak seperti nyeri

b. Palpasi

Tidak terdapat benjolan diarea manapun ,

c. Perkusi

terdengar bunyi sonor

d. Auskultasi

36
Suara nafas tnormal

3. Sistem Kardiovaskuler

a. Inspeksi : pergerakan dada simetris, tidak ada sianosis, CRT


kembali dalam 3 detik.
b. Palpasi : terjadi pelebaran iktus cordis teraba di ICS 7, nadi
90x/menit dan tidak ada nyeri tekan.
c. Perkusi : Batas atas jantung berada di ics 2, batas bawah
jantung berada pada ICS 9 terdapat suara redup saat diperkusi
d. Auskultasi : S1 pada intercostal 5 sinistra dan S2 pada
intercosta 2 dextra tunggal, S3 setelah suara S2 pada intercosta
5 sinistra suara gallop.
4. Sistem Pencernaan

a. Inspeksi: tidak terlihat asites, gerakan andomen normal saat


inspirasi dan ekspirasi kondisi kulit abdomen baik
b. Palpasi: tidak teraba masa pada abdomen
c. Perkusi: timpani di semua kuadran
d. Auskultasi: bising usus 14x/menit
5. Sistem Persyarafan

a) Fungsi serebral
1. Kesadaran : somnolen
GCS : 13 (E4 V4 M5)
2. Orientasi :
- Orang : -
- Tempat : -
- Waktut : -
3. Memori ;-
4. Gaya Bicara :-
b) Fungsi Nervus Cranial
1. Nervus I (Olfaktorius)

37
Pasien dapat membedakan bau yang dirasakan seperti bau
parfum dan minyak angin
2. Nervus II (Optikus Penglihatan klien mulai berkurang
pada jarak 10 meter.
3. Nervus III (Okulomotorius)
Dilatasi reaksi pupil normal, refleks pupil klien pada saat
ada cahaya mengecil.
4. Nervus IV (Trochlearis)
Klien bisa menggerakkan mata klien ke bawah dan ke
dalam, tidak ada gangguan dibagian mata
5. Nervus V (Trigeminus)
klien dapat memejamkan mata. Tidak ada gangguan pada
kornea kanan dan kiri.
6. Nervus VI(Abdusen)
Klien dapat menggerakkan bola mata ke samping kiri dan
kanan.
7. Nervus VII(Fasialis)
Tidak terdapat gangguan pada otot wajah.
8. Nervus VIII(Vestibulo-Kokhlearis)
Tidak terdapat gangguan pendengaran pada klien.
9. Nervus IX(Glossofaringeus)
Tidak ada gangguan dalam kemampuan menelan.
10. Nervus X(Vagus)
Tidak ada gangguan dalam kemampuan menelan.
11. Nervus XI(Assesorius)
Klien dapat menggerakkan kepala dan mengangkat bahu.
12. Nervus XII(Hipoglossus)
Respon lidah baik, klien bisa menggerakkan lidah dari sisi
yang satu ke yang lain. Klien dapat membedakan rasa
asin, asam dan manis.

38
6. Sistem Ednokrin

Tidak ada keluhan

7. Sistem Genitourinaria

Tidak ada keluhan

8. Sistem Muskuloskeletal

Klien mengatakan aktivitas klien mampu secara mandiri seperti


makan dan minum. Dan sebagian aktivitas dibantu oleh keluarga
seperti mandi, ambulasi, mobilisasi dan eliminasi
- KekuatanOtot
0 5
0 5

9. SIstem Integumen dan Imun

Turgor

10. Sisitem Wicara dan THT

telinga pasien normal tidak ada pakai alat bantu dengar,dan


telinga pasien tampak bersih, tidak ada pembengkakan atau nyeri
tekan pada telingapasien, Hidung pasien tampak bersih.

11. Data Psikologis

A. Status Emosi
Emosional klien tampak stabil
B. Kecemasan
Pasien tidak mengalami kecemasan
C. Pola Koping
Ketidakberdayaan pasien terhadap penyakit hipertiroid
D. Konsep Diri
- Body Image

39
Keluarga mengatakan sebelum pasien sakit paling suka dengan
bagian kulit klien karena kulit klien sawo matang
- Harga Diri
Klien tau tentang penyakitnya saat ini pasien dan dapat berkumpul
kembali dengan keluarga nya dan dapat beraktivitas kembali.
- Ideal Diri
Keluarga klien mengatakan bahwa dirinya tidak menginginkan apa-
apa, klien hanya berharap supaya ia bisa sembuh seperti semula.
- Peran Diri
Keluarga klien mengatakan bahwa selama ia dirawat kegiatannya
sehari-hari sebagai ibu rumah tangga sudah tidak dapat dilakukannya
lagi karena sakit dan digantikan oleh anaknya.
- Identitas Diri
klien sudah menikah dan mempunyai anak.

12. Data Sosial

Klien baik dalam berhubungan dengan perawat, dokter dan keluarga

selama perawatan.

13. Data Spriritual

Klien beragama islam dan keluarga selalu berdoa agar klien cepat

sembuh. Selama sakit klien tidak dapat menjalankan sholat 5 waktu, klien

hanya beristigfar.

14. Data Penunjang

1) Laboratium
Hasil pemeriksaan Laboratium 22 Mei 2019
No Jenis Hasil Nilai Normal
Pemeriksaan
1. HGB 1015.5 14,00 – 16,00
2. Lekosit 14.73 4,00 – 10,5
3. Eritrosit 5.07 4,10 – 6,00

40
4. Hematokrit 41.2 42,00-52,00
5. Trombosit 310 150-450
6. IPF 2.5 0.8-5.2
7. MCV 81.3 60-100
8. MCH 30.6 32-36
9. MCHC 37.6 26-34
10. Basofil 0.4 0-1
11. Eosinofil 1.2 2-4
12 Neutrofil 78.8 40-71
13 limfosit 14.9 25-40
14 monosit 25 2-8
15 Total Eosinofil 0.17 0.01-0.40
16. Total Neutrofil 11.62 0.01-0.40
17. Total limfosit 2.19 2.10-8.89
18. Total monosit 0.69 1.26-3.35
19. Total basofil 0.06 0.01-0.09
20 Neutral limfosit 5.31
ratio
21 Glukosa rapid 94
22. BUN 12 9.8-2-.1

2) Pemeriksaan Penunjang Lain nya


Tidak ada

3.2.2. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


Keperawatan
1. DS: - Cairan plasma hilang Nyeri akut

DO: ↓ D.0077
Edema cerebral
N : 90 x/mnt

TD : 130/90 mmhg
Pemimgkatan TIK
RR : 40xmenit ↓
Nyeri Akut
2 DS: - Cairan plasma hilang Risiko perfusi

DO: ↓ serebral tidak


Edema cerebral efektif

41
N : 90 x/mnt ↓ D.0017

TD : 130/90 mmhg Pemimgkatan TIK



Resiko Perifusi
Serebral Tidak
Efektif
3 DS: - Kontrol otot facial Gangguan

DO: menurun komunikasi verbal


↓ (D.0119)
N : 90 x/mnt
Ketidakmampuan
TD : 130/90 mmhg
berbicara
RR : 40xmenit

Gangguan
komunikasi verbal
4 DS: - Kelemahan pada Gangguan

DO: anggota gerak mobilitas fisik


↓ berhubungan
N : 90 x/mnt
Hemiprase kanan dengan gangguan
TD : 130/90 mmhg
dan kiri neuro muskular
RR : 40xmenit
↓ D.0054
Gangguan
mobilitas fisik

3.2.3. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut D.0077

2. Risiko perfusi serebral tidak efektif D.0017

3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan neuro

muskular (D.0119)

42
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuro

muskular D.0054

3.2.4. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Observasi :
edema cerebral tindakan keperawatan - identifikasi lokasi,
D.0077 diharapkan perfusi karakteristik, durasi,
serebral meningkat frekuensi, kualitas,
dengan kriteria hasil : intensitas nyeri.
1. keluhan nyeri Terapeutik :
menurun - Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri
Kolaborasi:
- Kolaborasi
pemberian
analgesik,jika perlu

PRA OPRASI
2. Risiko perfusi Setelah dilakukan observasi
serebral tidak tindakan - Monitor
efektif keperawatan selama adanya
D 0017 4 x 24 jam tanda/gejala
Pengertian : diharapkan perfusi peningkatan
beresiko mengalami serebral meningkat TIK
penurunan sirkulasi dengan kriteria - Monitor
darah ke otak hasil: intake dan
- terjadinya output cairan
peningkatan Terapetik
kesadaran, - Minimaslka
- menurunnya sakit n stimulus
kepala, dengan
- tekanan darah menyediaka

43
sistolik dan diastolik n lingkungan
membaik, yang tenang
- dengan intervensi - Cegah
Manajemen TIK terjadinya
(Pemantauan kejang
Neurologis) - berikan
posisi semi
forwler
- Pertahankan
suhu tubuh
normal
Kolaborasi
-
INTRA OPERASI
3. Gangguan Setelah melakukan Observasi :
pengkajian selama 3 ×
komunikasi verbal - Pemeriksaan
24 jam tingkat
berhubungan komunikasi verbal fungsi
membaik, dengan
dengan gangguan pendengaran
criteria hasil :
neuro muskular - Kemampuan berbicara - Monitor
meningkat
(D.0119) - Kemampuan tanda dan
mendengar meningkat gejala
- respon perilaku
membaik disfungsi
telinga
Terapeutik:
- hindari
paparan suara
keras

POST OPERASI
4. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan Observasi :
tindakan keperawatan
fisik berhubungan - identifikasi adanya
selama 3x24 jam
dengan gangguan masalah mobilitas nyeri atau keluhan

44
neuro muskular di fisik meningkat : fisik lainya
- kekuatan otot
tandai dengan fisik - identifikasi
meningkat
lemah dan gerakan toleranssi fisik
- rentang gerak
terbatas melakukan
rom
D0054 pergerakan
meningkat
- Menitor frekuensi
- kaku sendi
jantung dan tekanan
menurun
darah sebelum
- kelemahan
memulia mobilisasi
fisik menurun
- Monitor kondisi
umum selama
melakukan mobilisasi
Terapeutik:
- fasilita aktivitas
mobilisasi dengan alat
bantu
- Fasilitasi melakukan
pergerakan
- libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
Edukasi :
- anjurkan melakukan
mobilisasi dini
- Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
- Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan

45
3.2.5. Implementasi Keperawatan

Hari/tanggal/jam Nomor Implementasi Paraf


diagnosis
Selasa , 09 D.0077 Observasi : Ni’matul
November - mengidentifikasi lokasi, Ilmiya
08.00 karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri.
Terapeutik :
- mengontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri
Kolaborasi:
- melakukan kolaborasi
pemberian
analgesik,jika perlu

Selasa , 09 D0017 Observasi Ni’matul


November - Memonitor Ilmiya
08.00 adanya
tanda/gejala
peningkatan TIK
- Memonitor intake
dan output cairan
Terapetik
- Meminimaslkan
stimulus dengan
menyediakan
lingkungan yang
tenang
- mencegah
terjadinya kejang

46
- memberikan
posisi semi
forwler
- mempertahankan
suhu tubuh
normal
Kolaborasi

Rabu, 10 D0119 Manajemen jalan Ni’matul


November nafas Ilmiya
12.00 Observasi :
- Memonitor pola napas
- Memonitor bunyi napas
tambahan
-Memonitor sputum
-memberikan
minuman hangat
- memberikan
oksigen, jika perlu
- menganjurkn asupan
cairan 2000
ml/hari,

Rabu D0054 Observasi : Ni’matul


10November - mengidentifikasi adanya Ilmiya
19.00 nyeri atau keluhan fisik
lainya
- mengidentifikasi
toleranssi fisik melakukan
pergerakan
- Memonitor frekuensi
jantung dan tekanan darah
sebelum memulia
mobilisasi

47
- Memonitor kondisi umum
selama melakukan
mobilisasi
Terapeutik:
- memfasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
bantu
- memfasilitasi melakukan
pergerakan
- melilibatkan keluarga
untuk membantu pasien
dalam meningkatkan
pergerakan
Edukasi :
- menganjurkan melakukan
mobilisasi dini
- mnejelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
- mengajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan

3.2.6. Evaluasi Keperawatan

Tanggal/jam Nomor Evaluasi Paraf


Diagnosis (SOAP)
10 november / D0077 S : Klien Ni’matul
08.00 mengatakan Ilmiya
tidak nyeri

48
O:
Hasil TTV
N : 70 x/mnt
TD : 120/80
mmHg
RR : 24 x/mnt
A : Masalah
teratasi
P : Hentikan
Intervensi
10 november / D0017 S : Klien Ni’matul
08.00 mengatakan Ilmiya
sudah tidak
lemas
O:
Hasil TTV
N : 70 x/mnt
TD : 120/80
mmHg
RR : 24 x/mnt
A : Masalah
teratasi
P : Hentikan
Intervensi
11 november D0119 S : Klien Ni’matul
12.00 mengatakan Ilmiya
sudah bisa
berkomunikasi
walaupun tidak
terlalu lancar
O:

49
Klioen terlihat
dapat
berkomuikasi
A : Masalah
teratasi
P : Hentikan
Intervensi
11 november D0054 S : Klien Ni’matul Ilmiya
19.00 mengatakan bisa
sergerak
walapun masih
sulit
O : klien dapat
bergerak di atas
tempat tidur
A : Masalah
teratasi sebagian
P : Hentikan
intervensi

50
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek G, 2016. Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi 6.Indonesia:

Elsevier

Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC,

Jakarta. Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2000, Rencana

Asuhan Keperawatan, Edisi3, EGC, Jakarta.daftar pustaka

Corwin, E, (20012), Buku Saku Patofisiologi, Jakarta, EGC

Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta.

Herdman T & Kamitsu S 2018. Diagnose Keperawatan: Definisi & Klasifikasi

2018-2020 Edisi 11. Jakarta: EGC.

Junaidi, Dr. Iskandar. (2011). Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta

Magistris, F., Bazak, S and martin, J. 2013. Intracerebral Hemorrhage :

Pathophysiology, diagnosis and Management. Mc Master University. Medical

Journal.

Misbach J., 2011. Stroke, Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta :

Balai Penerbit FK UI.

51
Moorhead S, 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC). Edisi 5.Indonesia:

Elsevier.

Muttaqin ,2008. Buku Ajar Asuhan Klien Dengan Gangguan SistemPersarafan.

Jakarta: EEG.

NANDA Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi

2012-2014. Jakarta : EGC

NANDA NIC-NOC. 2015. Pandauan Penyusunan Asuhan Keperawatan

Profesiona. Edisi Revisi Jilid 1. Yogyakarta : Mediaction

Ns Enny Mulyatsih, Airiza Ahmad. 2008. Stroke petunjuk perawatan pasien pasca

stroke di rumah. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas.

Rochani, Siti, 2000, Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat

Bedah SarafIndonesia, Surabaya.

Smeltzer & Bare. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan.

Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2). Jakarta : EGC

Sugianto V, 2017. KIA. Manajemen Pelayanan Dan Asuhan Keperawatan

Kegawatdaruratan Pada Tn. Y Dengan Diagnosa Medis Perdarahan

Intracerebral Ec. Hemoragik Stroke Di Instalasi Gawat Darurat Non Bedah

RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo Makassar. Makassar: Stikes Panakkukang

Susilo, Hendro, 2000, Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke,

Suatu

Tarwoto, Wartonah & Suryati, E.S. (2007). Keperawatan Medikal Bedah.

Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : CV Sagung seto.

Wiwit S. Stroke dan Penanganannya. Yogyakarta;2010

52

Anda mungkin juga menyukai