OLEH :
Depranata
NIM : (2021-01-14901-013)
ICH
5) Terlalu banyak atau tidak adekuatnya drainase dari CSF disebabkan oleh
ketinggian yang salah buret drainase, pemutusan atau dislogment dari
EVD, bocor disekitar lokasi pembuangan
1) Posisi pasien dengan kepala ditinggikan 30-45 derajat atau sesuai yang
diperintahkan
2) Tingkat transduser ke tragus tersebut (external auditory meatus)
3) Puncak posisi drainase ditetapkan pada tingkat sentimeter sesuai yang
diperintahkan ahli bedah syaraf. Ini biasa 5-20cm diatas tingkat tragus.
Untuk menentukan tingkat yang diperlukan, menempatkan pita pengukur
pada tiang IV. Mengukur keatas dari tingkat transducer pada tiang IV.
Ketingkat sentimeter yang memerintahkan, kemudian menandai titik ini.
4) Mengamankan burette ke tiang IV dengan “pressure line” diatas burette
level yang telah ditandai
5) Mendokumentasikan ICP predrainase
6) Menghidupkan keran pada kateter ventrikular dan drainase sistem
7) Meninggalkan keran diposisi ini untuk waktu lama untuk mengeluarkan
CSF
8) Observasi burette untuk meneteskan CSF, jika tidak menetes periksa posisi
keran. Jika kran dalam posisi benar dan tetesan CSF tidak bisa dilihat,
beritahu MO
9) Selama drainase, bentuk gelombang pada monitor tidak mencerminkan ICP
2.2.10 Nursing Care
1) EVD hanya boleh di klem, jika :
a) Permintaan MO
b) Mengukur ICP (hanya sementara). Membaca ICP per jam dengan
memutar keran OFF untuk drainase dan ON untuk catheter dan
transduser. Setelah obsevasi gelombang ICP, dan mendapatkan
pembacaan, putar keran ON untukdrainase
c) Setelah pemberian obat intrathecal
d) Mendapatkan ICP spesimen
2) Catatan ICP tiap jam dengan keran OFF untuk drainase untuk mengambil
pengukuran
3) Catatan jumlah dari drainase per jam
4) Setiap saat tingkat kepala pasien diubah dalam kaitannya dengan ruang
tetes, putar keran OFF untuk drainase sampai dapat kembali ditetapkan.
Lamanya waktu drain diklem harus dijaga ke minimum drainase tergantung
pasien. Memelihara dressing tetap kering di area insersi EVD.
2) Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi,dan penurunan tingkat kesadaran.
6) Riwayat Psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien dengan intracerebral hematoma (ICH)
meliputibeberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk memperoleh
persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien.
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk
menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya,baik dalam keluarga ataupun
dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu
timbul seperti ketakutan akan kecemasan, rasa cemas, rasa tidakmampuan
untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya
yang salah (gangguan citra tubuh). Adanya perubahan hubungan dan peran
karena klien mengalami kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan
bicara. Pola persepsi dan konsep diri menunjukkan klien merasa tidak
berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dantidak kooperatif. Dalam pola
penanganan stres, klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan
masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
Dalam pola tata nilai dan kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan
ibadah spritual karena tingkah laku yang tidak stabil dan
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
2. Pengkajian Fisik
Keadaan Umum
Mengalami penurunan kesadaran, suara bicara, kadang mengalami
gangguan yaitusukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/afaksia. Tanda-
tanda vital seperti tekanan darah meningkat, dan nadi bervariasi.
1) B1 (breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan obat bantu napas, dan peningkatan frekuensi
pernapasan. Pada klien dengan tingkat kesadaran somnolen, stopor,
semicoma, coma, peningkatan inspeksi pernafasannya ada gangguan akibat
menurunnya imunitas tubuh, sehingga bias terjadi infeksi pada sistem
pernafasan seperti penyakit pneumonia. Palpasi toraks didapatkan taktil
premitus tidak seimbang kanan dankiri. Auskultasi didapatkan bunyi napas
tambahan ronki dan weezing.
2) B2 (blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien dengan ICH. Tekanan darah
biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan
darah >200 mmHg.
3) B3 (Brain)
ICH yang menyebabkan berbagai defisit neurologis, tergantung pada lokasi
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya
tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak
yang rusak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan
pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem
lainnya.
4) B4 (Bladder)
Setelah mengalami ICH klien mungkin mengalami inkontinesia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih
karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter
urine eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan
kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinesia urine yang
berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual muntah pada pasien akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh
peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinesia alvi yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
6) B6 (Bone)
Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga
tanda- tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien
stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk
beraktivitas karenakelemahan, kehilangan sensori atau paralise/hemiplegi,
serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
3. Pengkajian Tingkat Kesadaran
Pada klien lanjut usia tingkat kesadaran klien ICH biasanya berkisar pada
tingkatlatergi, somnolen, stupor, dan semikomantosa.
4. Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
5. Pengkajian Saraf Kranial
Umumnya terdapat gangguan nervus cranial VII dan XII central.
6. Pengkajian Sistem Motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
7. Pengkajian Refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologi akan muncul kembali di dahului dengan
refleks patologis.
8. Pengkajian sistem sensori Dapat terjadi semi hipertensi.
1 Gangguan mobilitas fisik berhubungan (SLKI. L05042. Hal 65) Dukungan Imobilisasi
dengan gangguan neuromuscular. (SDKI. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama (SIKI.I.05173. Hal 30)
D0054 Hal.124) 3x24 jam, diharapkan masalah gangguan Observasi
mobilitas fisik dapat teratasi dengan kriteria 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
hasil: fisik lainnya
1. Nyeri pada sendi membaik dengan skor (5) 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan
2. Kekakuan sendi meningkat dengan skor (5) pergerakan
3. Gerakan sendi tidak terkordinasi 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan
meningkat dengan skor (5) darah sebelum memulai mobilisasi
4. Gerakan terbatas meningkat dengan skor 4. Monitor kondisi umum selama
(5) melakukan mobilisasi
5. Kelemahan fisik membaik dengan skor (5) Terapeutik
5. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan
alat bantu (misalnya pagar tempat tidur)
6. Fasilitasi melakukan pergerakan fisik
(misalnya ROM aktif/pasif)
7. Libatkan keluarga untuk membantu
pasien meningkatkanpergerakan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedurmobilisasi
2. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
3. Ajarkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan (misalnya duduk
ditempat tidur, duduk disisi tempattidur
dan pindah dari tempat tidur ke kursi)
2 Defisit perawatan diri berhubungandengan (SLKI L.11103. Hal 81) Dukungan perawatan diri (SIKI. I
gangguan neuromuskular (SDKI D.0109. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 11348. Hal 36)
Hal 240) 3x24 jam, diharapkan kebutuhan mandiri klien Observasi
terpenuhi, dengan kriteria hasil: 1. Identivikasi kebiasaan aktivitas
1. Kemampuan mandi meningkat dengan skor perawatan diri
(5) 2. Monitor tingkat kemandirian
2. Kemampuan mengenakan pakaian 3. Identiifikasi kebutuhan alat bantu
meningkat dengan skor (5) kebersihan diri, berpakaian, berhias dan
3. Kemampuan makan meningkat dengan skor makan
(5) Terapeutik
4. Kemampuan ketoilet (BAK/BAB) 4. Sediakan lingkungan yang terapeutik
meningkat dengan skor (5) (misalnya suasana hangat, rileks dan
5. Verbalisasi keinginan melakukan perawatan privasi)
diri meningkat dengan skor (5) 5. Siapkan keperluan pribadi (misalnya
6. Minat melakukan perawatan diri meningkat parfum, sikat gigi dan sabun mandi)
dengan skor (5) 6. Dampingi dalam melakukan perawatan
7. Mempertahankan kebersihan diri meningkat diri sampai mandiri
dengan skor (5) 7. Fasilitasi untuk menerima keadaan
8. Mempertahankan kebersihan mulut ketergantungan
meningkat dengan skor (5)
5. Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak
mampu melakukan perawatan diri
6. Jadwalkan rutinitas perawatan diri.
Edukasi
1. Ajarkan melakukan perawatan dirisecara
konsisten sesuai kemampuan
3 Resiko gangguan perfusi jaringan serebral (SLKI L.02014. Hal 86) Manajemen peningkatan tekanan
berhubungan peningkatan tekanan Setelah dilakukan tindakan keperawatan intracranial (SIKI I. 06194. Hal 512)
intracranial selama 3x24 jam diharapakan gangguan
(SDKI D.0017. Hal 51) Observasi
perfusi jaringan serebral dapat teratasi dengan
1. Identifikasi penyebab peningkatanTIK
kriteria hasil : 2. Monitor tanda dan gejala peningkatan
1. Tingkat kesadaran meningkat dengan TIK (misalnya tekanan darah
skor (5) meningkat, tekanan nadi melebar,
2. Tekanan intracranial meningkat dengan bradikardia, pola nafas ireguler,
skor (5) kesadaran menurun)
3. Sakit kepala menurun dengan skor (5) 3. Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
4. Kecemasan menurun dengan skor (5) 4. Monitor CVP (central venous pressure)
5. Demam menurun dengan skor (5) 5. Monitor PAWP, jika perlu
6. Tekanan darah sistolik dan diastolik 6. Monitor PAP
membaik dengan skor (5) 7. Monitor ICP (intra cranial pressure)
7. Reflek saraf membaik dengan skor (5)
8. Monitor CPP (cerebral perfucion
pressure)
9. Monitor gelombang ICP
Terapeutik
1. Meminimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang tenang
2. Berikan posisi semi fowler
3. Hindari maneuver valsava
4. Cegah terjadinya kejang
5. Hindari penggunaan PEEP
6. Hindari penggunaan cairan
IV hipotonik
7. Atur ventilator agar PaCO2 optimal
8. Pertahankan suhu tubuh
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian sedasi dananti
konvulsan, jika perlu
10. Kolaborasi pemberian diuretik
osmosis
4 Resiko gangguan integritas kulit (SLKI L.14125 Hal 33) Perawatan integritas kulit (SIKI I.11353
berhubungan dengan immobilisasi fisik Setelah dilakukan tindakan perawatan selama Hal 116)
(SDKI D.139. Hal 300) 3x24 jam, diharapkan klien mampu
mengetahui dan mengontrol resiko gangguan Observasi
integritas kulit dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi penyebab gangguan
1. Elastisitas meningkat dengan skor (5) integritas kulit (misalnya perubahan
2. Perfusi jaringan meningkat dengan skor (5) sirkulasi, perubahan status nutrisi,
3. Nyeri tekan menurun dengan skir (5) penurunan
4. Kemerahan menurun dengan skorn (5) 2. kelembaban, suhu lingkungan ekstrim
dan penurunan mobilitas)
5. Jaringan parut menurun dengan skor (5) Terapeutik
6. Nekrosis menurun dengan skor (5) 1. Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah
baring
2. Lakukan pemijatan pada area
penonjolan tulang
3. Bersihkan perineal dengan air hangat
4. Gunakan produk berbahan petroleum
dan minyak pada kulit kering
5. Gunakan produk berbahan ringan/
alami dengan hipoalergik pada kulit
sensitif
6. Hindariproduk berbahan dasar alcohol
pada kulit kering
Kolaborasi
7. Anjurkan menggunakan
pelembab (misalnya lotion, serum)
8. Anjurkan minum air yang cukup
9. Anjurkan meningkatkan asupannutrisi
10. Anjurkan meningkatkan asupanbuah
dan sayur
11. Anjurkan menghindari terpaparsuhu
ekstrim
12. Anjurkan mandi dengan
menggunakan sabun secukupnya
Intervensi Post Operasi
1 Bersihan jalan nafas tidak efektif (SLKI L.01001 Hal. 18) Manajemen jalan nafas (SIKI
berhubungan dengan penumpukan secret Setelah dilakukan tindakan perawatan selama I.01001 Hal 186)
pada jalan nafas 3x24 jam, diharapkan berseihan jalan nafas Observasi
(SDKI D.001 Hal. 18) kembali efektif dengan kriteria hasil : 1. Monitor pola nafas (frekuensi,
1. Frekuensi nafas membaik dengan skor (5) kedalaaman dan usaha nafas)
2. Pola nafas membaik dengan skor (5) 2. Monitor bunyi nafas tambahan
3. Diapnea menurun dengan skor (5) (misalnya gurgling,
4. Produksi sputum menurun dengan skor (5) mengi,wheezing, ronki kering)
5. Kesulitan bicara menurun dengan skor (5) 3. Monitor sputum (jumlah, warna dan
aroma).
Terapeutik
4. Pertahankan kepatenan jalan nafas
dengan head-tlit dan chin- lift (jaw-
thrust jika curiga traumaservikal)
5. Posisikan semi fowler
6. Berikan minuman hangat
7. Lakukan fisioterapi dada
8. Lakukan penghisapan lender
kurang lebih 15 detik
9. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan endotrakeal
10. Berikan oksigen
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan
2000ml/hari
2. Ajarkan tehnik batuk efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran,mukolitik.
2 Penurunan kapasitas adaptif intracranial (SLKI L.02014. Hal 86) Manajemen peningkatan tekanan
berhubungan dengan edema cerebral Setelah dilakukan tindakan keperawatan intracranial (SIKI I. 06194. Hal 512)
(SDKI D.0066. Hal 149) selama 3x24 jam diharapkan kapasitas
intracranial meningkat dengan kriteria hasil : Observasi
1. Tingkat kesadaran meningkat dengan 1. Identifikasi penyebab peningkatanTIK
skor (5) 2. Monitor tanda dan gejala peningkatan
2. Tekanan intracranial membaik dengan TIK (misalnya tekanan darah
skor (5) meningkat, tekanan nadi melebar,
3. Sakit kepala menurun dengan skor (5) bradikardia, pola nafas ireguler,
4. Tekanan nadi menurun dengan skor (5) kesadaran menurun)
5. Tekanan darah sistolik dan diastolik 3. Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
membaik dengan skor (5) 4. Monitor CVP (central venous pressure)
5. Monitor PAWP, jika perlu
6. Pola nafas membaik dengan skor (5)
6. Monitor PAP
7. Reapon pupil membaik dengan skor (5)
7. Monitor ICP (intra cranial
8. Refleks neurologis membaik dengan skor
pressure)
(5)Mempertahankan kebersihan mulut 8. Monitor CPP (cerebral perfucion
meningkat dengan skor (5)
pressure)
9. Monitor gelombang ICP
Terapeutik
1. Meminimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang tenang
2. Berikan posisi semi fowler
3. Hindari maneuver valsava
4. Cegah terjadinya kejang
5. Hindari penggunaan PEEP
6. Hindari penggunaan cairan
IV hipotonik
7. Atur ventilator agar PaCO2 optimal
8. Pertahankan suhu tubuh
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian sedasi dananti
konvulsan, jika perlu
10. Kolaborasi pemberian diuretik
osmosis
3 Nyeri akut berhubungan dengan lukainsisi (SLKI L.08066. Hal 145) Manajemen nyeri (SIKI I.08238. Hal 201)
post operasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan
(SDKI D.0077. Hal 172) selama 3x24 jam diharapkan nyeri berkurang Observasi
dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri menurun dengan skor (5)
2. Identifikasi skala nyeri
2. Ekspresi merings menurun dengan skor (5)
3. Identifikasi respon nyeri nonverbal
3. Gelisah menurun dengan skor (5)
Terapeutik
4. Frekuensi nadi membaik dengan skor (5)
4. Berikan tehnik nonfarmakologis untuk
5. Pola nafas membaik dengan skor (5)
6. Tekanan darah membaik dengan skor (5) mengurangi rasa nyeri
7. Pola tidur membaik dengan skor (5)
5. kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri
6. fasilitasi istirahat dan tidur
7. pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri.
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode
danpemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secaramandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgesic secara tepat
5. Ajarkan tehnik nonfarmakologisuntuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
6. Kolaborasi pemberian analgesic
4 Resiko infeksi berhubungan dengan (SLKI L.14137 Hal. 139) Pencegahan infeksi (SIKI I.14539. Hal
prosedur invasif post operasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 278)
(SDKI D.0142.Hal 304) 3x24 jam di harapkan resiko infeksi tidak
terjadi dengan kriteria hasil : Observasi
1. Monitor tanda dan gejala infeksilokal
1. Demam menurun dengan skor (5)
dan sistemik
2. Kemerahan menurun dengan skor (5)
Terapeutik
3. Nyeri menurun dengan skor (5)
2. Batasi jumlah pengunjung
4. Bengkak menurun dengan skor (5)
3. Berikan perawatan kulit pada areaedema
5. Cairan berbau pada luka menurun dengan
skor (5)
4. Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien
5. Pertahankan tehnik aseptic padapasien
beresiko tinggi
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Ajarkan cara mencuci tangandengan
benar
3. Ajarkan etika batuk
4. Ajarkan cara memeriksa kondisiluka
atau luka operasi
5. Anjurkan meningkatkan asupannutrisi
6. Anjurkan meningkatkan asupancairan
Kolaborasi
Kolaborasi dalam pemberianantibiotic
2.3.4 Implementasi
Implementasi merupakan tahap ke empat dalam proses keperawatan dengan
melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah
direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam tahap ini perawat
menggunakan kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan tindakan
keperawatan terhadap pasien. Perawat harus mengetahui berbagai hal diantaranya
bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pasien, teknik komunikasi, kemampuan
dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak dari pasien serta dalam
memahami tingkat perkembangan pasien.
2.3.5 Evaluasi
Evaluasi dimaksudkan yaitu untuk pencapaian tujuan dalam asuhan
keperawatan yang telah dilakukan pasien. Evaluasi merupakan langkah terakhir
dari proses keperawatan dan berasal dari hasil yang ditetapkan dalam rencana
keperawatan.
Daftar Pustaka
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi ed.3. Jakarta : EGC
Dosen Keperawatan Kritis Indonesia. 2017. Rencana Asuhan Keperawatan Medical-
Bedah Diagnosis NANDA –I 2015-2017 Intervensi NIC Hasil NOC. Jakarta
(ID): EGC
Guyton dan Hall, 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed-12. Jakarta (ID) : EGC
Junquiera dan Carneiro, 2007. Histologi Dasar ed- 5. Jakarta (ID) : Gramedia
Pustaka
Utama
Moore dan Agur, 2013. Anatomi Berorientasi Klinis dialih bahasakan oleh Hartanto.
Jakarta (ID) : Erlangga
Prise dan Wilson. 2012. Pathofiologis : Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit.
Jakarta (ID): EGC
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan
Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan
Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI
PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan
Kreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
Rochani, Siti, 2010, Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah
Saraf Indonesia, Surabaya
Susilo, Hendro, 2010, Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke,
Suatu Pendekatan Baru Millenium III, Bangkala
Tarwoto, W. &. (2015). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.
Jakarta: Salamba Medika.
Traumatic Brain Injury in Adults. Scandinavian Journal of Trauma, Resuscitation
and Emergency Medicine. 20 (12): 1-15. doi: 10.1186/1757- 7241-20-12.
.