Anda di halaman 1dari 12

EVIDENCE-BASED PRACTICE

PRACTICE OF SPEECH THERAPY IN CONGENITAL


HYDROCEPHALUS WITH VENTRICULOPERITONEAL
SHUNT:A CASE REPORT

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Stase Keperawatan Anak


Program Profesi Ners XXXVII

Dibuat oleh:
Rizkiana Samarind

PROGRAM PROFESI NERS XXXVII


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2019
DAFTAR ISI

BAB I
Pendahuluan..................................................................................................... 1
BAB II
Analisis Jurnal................................................................................................. 2
Bab III
Pembahasan..................................................................................................... 6
BAB IV
Simpulan dan Saran......................................................................................... 9
BAB I
PENDAHULUAN

Hidfrosefalus adalah gangguan pembentukan, aliran, penyerapan dari cairan


serebrospinal yang menyebabkan peningkatan volume cairan cerebrospinal pada
susunan saraf pusat. Hal ini menyebabkan pembesaran sistem ventrikel yang
mengarah pada kompresi parenkim serebral secara langsung. Menurut penyebabnya,
tingkat anatomi atau obstruksi, dan lamanya penyakit, gangguan dapat terjadi seperti
iskemia, destruksi ganglia basal atau nekrosis parenkim. Pada neonatus atau pasien
muda, gangguan morfologis dan fungsional struktur otak dapat membahayakan fungsi
mental dan perkembangan psikomotorik yang baik (Hj et al., 2015). Di Indonesia,
prevalensi hidrosefalus mencapai 10 permil pertahun, adapun data yang menyebutkan
bahwa insidensi hidrosefalus mendapat 0,2-4 pada setiap 1000 kelahiran di Indonesia.
Jenis penanganan utama untuk hidrosefalus adalah tindakan operasi berbentuk
penyisipan alat yang berfungsi untu mengalihkan cairan berlebihan dari ventrikel otak
ke kompartemen tubuh lain, biasanya peritoneum (Smith, 2010). Nantinya cairan
serebrospninal yang ada pada ventrikel otak akan mengalir melalui selang agar dapat
diserap pada rongga peritoneum, dengan tujuan untuk mengurangi akumulasi cairan
yang ada pada otak, tindakan ini dikenal sebagai shunt (Karimzadeh, 2014).
Tingkat kematian untuk anak-anak dengan shunted hidrosefalus adalah antara 4
dan 18%. Anak penderita hidrosefalus yang bertahan hidup cenderung memiliki cacat
fisik dan kesulitan belajar yang signifikan (Tully et al., 2017). Walaupun sudah
dilakukan pemasangan vp shunt, kebanyakan pasien dengan hidrosefalus mengalami
keterlambatan perkembangan saraf yang berpengaruh pada kemampuan belajar,
masalah perilaku, dan keterlambatan bicara (Muniz, Paiva, & Araújo, 2015).
Intervensi dini dengan berbagai metode rehabilitasi diperlukan untuk manajemen
pasien dengan hidrosefalus.
Masa pertumbuhan dan perkembangan anak penderita hidrosefalus sangatlah
penting terutama bagi pelaksanaan stimulasi tumbuh kembangnya, dengan hal ini
maka orang tua dan pelayan kesehatan dapat mengetahui kemampuan anak yang
dapat diharapkan berkembang dan kapan waktu tepat pencapaiannya (Yenawati, 2010
& Huber-okrainec, Dennis, Brettschneider, & Spiegler, 2002). Latihan juga
diperlukan untuk merangsang pertumbuhannya atau tidak, hingga dapat
merencanakan pemberian dorongan pada saat yang tepat dan memungkinkan kita
untuk mempersiapkan dirinya untuk menjalani perubahan dan penyimpangan yang
akan terjadi khususnya dalam hal kemampuan berbicara.
BAB II
ANALISIS JURNAL

Judul Artikel & Tujuan Populasi Jenis Variabel dan Kekuatan


Intervensi Hasil
Penulis Penelitian sample penelitian instrumen kelemahan
Practice of Speech Walaupun secara Populasi : Studi Analisis Variabel : Setelah Setelah Kelebihan
Theraphy In umum literatur Pasien dengan Laporan Kasus Keadaan Umum memperoleh dilakukan 1. Bahasa
Congenital untuk terapi diagnosis (Studi Pasien (kemampuan persetujuan perawatan yang
Hydrocephalus with bicara pada pasien hidrosefalus Retrospektif) gertakan rahang, (informed selama 19 hari, dipakai
Ventriculoperitoneal hidrosefalus dpata kongenital keadaan gigi, consent) dari ibu terapi bicara dalam
Shunt: A Case dibilang langka, dimasukan pengeluaran air liur, pasien, seorang dihentikan artikel
Report namun melalui dalam penolakan makan/diet anak laki-laki akibat adanya jurnal
penelitian ini penelitian ini. (kemampuan berusia 1 tahun 1 infeksi dan mudah
Translate: peneliti bertujuan menelan)). bulan dijadikan diagnosa baru dimengerti
Praktek Terapi untuk Sampel : sampel yaitu meningitis. 2. Melihat
Bicara Pada Pasien memaparkan Studi ini Instrumen : penelitian. Selama 19 hari sedikitnya
Hidrosefalus kajian masalah memeriksa 1. Wawancara Dilakukan intervensi jumlah
Kongenital dengan perkembangan seorang pasien 2. Pemeriksaan & pemeriksaan dan latihan penelitian
Ventriculoperitoneal bicara pada pasien laki-laki, penilaian terapis penilaian menghisap, tentang
Shunt: Sebuah dengan berusia 1 tahun kemampuan bicara kemampuan menelan, speech
Laporan Kasus hidrosefalus 1 bulan, 3. Evaluasi bicara pasien, mengunyah stimulatio
kongenital dan dengan dan didapatkan dilakukan setiap n dapa
Penulis : intervensi diagnosa disfagia, lidah hari dan terdapat pasien
- Muniz, Nayana terapeutik yang hidrosefalus beristirahat penurunan hidrosefalu
Thaysse Araújo cocok diberikan kongenital diantara bibir, volume air liur s
- Paiva, Maria pada pasien. yang dirawat gigi sulung dalam yang signifikan. penelitian
Luiza de Faria di departemen kondisi buruk, Peran terapi ini
- de Araújo, Lúcia Kata Kunci: darurat pipi simetris dan bicara dalan termasuk
Inês Hydrocephalus; pediatrik hipotonik, dan intervensi baru
Speech, Rumah Sakit Mobilitas menunjukan karena
Tahun Penelitian: Language and Universitas artikulator suara adanya dipublikasi
2015 Hearing Goiânia-GO, (MSA) terbatas, kemajuan kan pada
Sciences; pada Oktober gerakan kemampuan tahun 2015
Deglutition 2012 mengunyah orofunctional
Disorders lemah, dan dalam perawatan Kelemahan :
didapat saliva pasien dengan 1. Waktu
pada laring. hidrosefalus intervensi
Intervensi yang kongenital, pada
dilakukan berupa walaupun dalma penelitian
The Brazilian kasus ini ini singkat.
Speech Therapy terdapat gejala 2. Populasi
Protocol of Risk memburuknya pasien
Assessment for neurologis, yang
Dysphagia namun, patut disertakan
(PRAD) sebagai dicatat bahwa ke dalam
terapi bicara tindakan ini penelitian
untuk meneliti sangat penting sedikit,
adanya gangguan untuk yang
menelan, latihan meminimalkan nantinya
pengendalian gejala dan membuat
motorik oral mempertahanka bias
untuk n fungsi oral, penelitian
mempengaruhi dengan fokus lebih besar.
kinerja fungsi pada kualitas 3. Intervensi
mengunyah dan hidup pasien yang
menelan, yang lebih baik. diberikan
Intervensi pada
terapeutik yang pasien
dilakukan oleh tidak
terapis bicara, dijelaskan
menurut secara
American mendetail.
SpeechLanguage
-Hearing
Association -
ASHA,melibatkan
instruksi untuk
suplai makanan
atau modifikasi
konsistensi,
stimulasi MSA
(menghisap,
menelan,
mengunyah) dan
penggunaan
peralatan adaptif
serta makanan /
nutrisi alternatif.
BAB III
PEMBAHASAN

Hidrosefalus merupakan salah satu kelainan kongenital yang paling sering


terjadi pada anak. Hydrocephalus adalah masalah di mana terdapat kandungan
cairan serebrospinal (CSF) yang berlebihan dan melebarkan ventrikel otak
(Karimzadeh, 2014). Kasus hidrosefalus bervariasi antara 0,8-3 per 1000
kelahiran. Di Indonesia, insiden hidrosefalus mencapai 10 permil. Kasus ini
merupakan salah satu masalah yang sering ditemui di bidang bedah saraf, yaitu
sekitar 40% hingga 50% (Pajri & Wiwin, 2018).
Penanganan utama hidrosefalus berupa pembedahan hidrosefalus
simtomatik yang progresif seperti pirau cairan serebrospinal untuk memfasilitasi
penyerapan cairan dalam otak. Sebagian besar pasien membutuhkan sistem
pintasan kranial mekanik untuk mengarahkan sirkulasi cairan serebrospinal ke
dalam rongga peritoneum, atrium kanan, dan rongga pleura. Shunt
ventriculoperitoneal (VP) paling sering digunakan untuk pengalihan cairan
serebrospinal. Perut harus memiliki kemampuan untuk menyerap cairan. Selang
yang terpasang menyebabkan cairan serebrospinal mengalir searah di bawah
sistem katup. Tekanan membutuhkan energi yang cukup untuk mengatasi
resistensi katup dan dapat digunakan pada pasien dengan kebutuhan tekanan yang
berbeda. Kateter ventrikel dapat ditempatkan dari pendekatan koronal. Dalam
pendekatan ini sebagian besar ahli bedah saraf lebih memilih kateter parieto-
oksipital. (Karimzadeh, 2014).
Penyebab hidrosefalus pada anak secara umum dapat dibagi menjadi dua,
prenatal dan postnatal.Baik saat prenatal maupun postnatal, secara teoritis
patofisiologi hidrosefalus terjadi karena tiga hal yaitu produksi liquor yang
berlebihan, peningkatan resistensi liquor yang berlebihan, dan peningkatan
tekanan sinus venos (Pajri & Wiwin, 2018). Namun, terlepas dari etiologi, deteksi
dini dan intervensi dini dari kondisi ini sangat penting untuk mencegah
penghinaan otak dan perkembangan normal anak-anak. Hidrosefalus dapat
menyebabkan konsekuensi yang serius pada anak meliputi penurunan kapasitas
intelektual, defisit motorik, kesulitan perilaku sehingga memengaruhi kualitas
hidup anak yang terbawa hingga dewasa (Rahmayani, Gunawan, & Utomo, 2017).
Walaupun sudah dilakukan pemasangan vp shunt, kebanyakan pasien dengan
hidrosefalus mengalami keterlambatan perkembangan saraf yang berpengaruh
pada kemampuan belajar, masalah perilaku, dan keterlambatan bicara (Muniz et
al., 2015). Intervensi dini dengan berbagai metode rehabilitasi diperlukan untuk
manajemen pasien dengan hidrosefalus.
Dari artikel pertama yang berjudul “Practice of Speech Theraphy In
Congenital Hydrocephalus with Ventriculoperitoneal Shunt: A Case Report”
didapatkan informasi yaitu setelah dilakukan pemeriksaan dan penilaian
kemampuan bicara pasien (disfagia, lidah beristirahat diantara bibir, gigi sulung
dalam kondisi buruk, pipi simetris dan hipotonik, dan Mobilitas artikulator suara
(MSA) terbatas, gerakan mengunyah lemah, dan didapat saliva pada laring). Maka
diberikan terapi bicara The Brazilian Speech Therapy Protocol of Risk Assessment
for Dysphagia (PRAD) dan instruksi American SpeechLanguage-Hearing
Association - ASHA dalam bentuk intervensi latihan menghisap, menelan,
mengunyah dilakukan setiap hari selama 19 hari pada pasien hidrosefalus
kongenital membuahkan hasil berupa adanya penurunan volume air liur yang
signifikan (Muniz et al., 2015). Peran terapi bicara dalan intervensi menunjukan
adanya kemajuan kemampuan orofunctional dalam perawatan pasien dengan
hidrosefalus kongenital, walaupun dalam kasus ini terdapat gejala memburuknya
neurologis, namun, patut dicatat bahwa tindakan ini sangat penting untuk
meminimalkan gejala dan mempertahankan fungsi oral, dengan fokus pada
kualitas hidup pasien yang lebih baik.
Pentingnya dilakukan latihan stimulasi sosial dan motorik pada pasien
dengan hidrosefalus ini didukung oleh artikel kedua yang berjudul “Psychomotor
Performance in Children Operated for Hydrocephalus: About 79 Cases”. Dalam
penelitian ini, dari tahun 2003 hingga 2009, 357 anak berusia 1 – 10 tahun dengan
hidrosefalus diteliti. Setelah didapatkan sampel data untuk penelitian ini, tujuh
puluh sembilan kasus utama dimasukkan untuk penelitian ini. Dalam penelitian
ini 35 kasus (44,33%) memiliki pendapatan bulanan keluarga berada di bawah
gaji minimum yang ditetapkan oleh pemerintah. Sebelum prosedur pembedahan,
57,2% dari anak-anak ini menderita macrocrania (> 3 SD). Hanya tiga anak
(3,79%) yang menjalani operasi dalam waktu satu bulan setelah masuk. Dengan
tindak lanjut menengah selama 7,8 tahun, 41 anak yang dioperasikan (51,9%)
masih hidup dan 19 (24,05%) mengalami keterlambatan psikomotorik yang
diidentifikasi pada 18 kasus, sedangkan gangguan fungsi utama terdapat pada 14
kasus. Dimana dua puluh tiga diantaranya (56,1%) bersekolah (Hj et al., 2015).
Dalam penelitian ini perkembangan psikomotorik, 23 dari 41 anak yang
masih hidup (56,09%) memiliki kelainan gabungan atau gejala sisa, seperti cacat
motorik, gangguan kognitif dan gangguan jiwa. Tiga anak (7,31%) tidak memiliki
gangguan psikomotorik dan memiliki hasil yang baik di sekolah. Hal ini
merupakan bukti risiko dari hidrosefalus. Dalam penelitian ini didapatkan
beberapa hasil perkembangan pasien hidrosefalus, yaitu; kelangsungan hidup yang
rendah (51,9%), terdapat pula berbagai gangguan pada pasien hidrosefalus yang
selamat seperti defisit motorik (68,29%), kognitif (31,7%) dan gangguan
psikoaktif (12,19%) (Hj et al., 2015). Hal ini menjadi penting karena dengan
dilakukannya stimulasi dini baik latihan motorik ataupun sosial, dapat membuat
perubahan signifikan pada perkembangan anak dengan hidrosefalus.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

Dari kedua penelitian diatas dapat dikatakan terdapat hubungan yang


penting antara perkembangan anak dengan hidrosefalus dengan latihan stimulasi
yang dapat dilakukan pada anak dengan hidrosefalus sedini mungkin. Khususnya
latihan orofunctional dimana merupakan salah satu bagian terpenting dalam
pertumbuhan dan perkembangan anak. Hasil penelitian artikel pertama
menyebutkan bahwa terapi bicara The Brazilian Speech Therapy Protocol of Risk
Assessment for Dysphagia (PRAD) dan instruksi American SpeechLanguage-
Hearing Association - ASHA dalam bentuk intervensi latihan menghisap, menelan,
mengunyah dapat meningkatkan kemampuan bicara dan mengurangi air liur pada
anak dengan hdirosefalus. Sedangkan pada artikel kedua dijelaskan bahwa
terdapat penurunan kualitas hidup pada kebanyakan pasien penderita hidrosefalus
seperti kelangsungan hidup yang rendah, adanya gangguan pada pasien
hidrosefalus yang selamat seperti defisit motorik, kognitif, dan gangguan
psikoaktif yang serius dan membutuhkan perhatian sedini mungkin untuk
mengurangi risiko terjadinya hal-hal tersebut dalam kelangsungan hidup anak
dengan hidrosefalus.
Minimnya jumlah penelitian tentang speech defect pada pasien
hidrosefalus merupakan hal yang sangat disayangkan, karena hal ini merupakan
hal yang penting dan dpaat berpengaruh pada kelangsungan hidup pasien dengan
hidrosefalus sampai bertahun-tahun lamanya. Diharapkan selanjutnya, penelitian
tentang speech defect dan intervensi yang dapat dilakukan untuk mengurangi
risikonya dapat bertambah dan lebih banyak peneliti juga palayan kesehatan yang
sadar akan pentingnya latihan stimulasi terapi bicara sedini mungkin.
DAFTAR PUSTAKA

Hj, G., Mj, A., I, H.-H., Moevi, H., G, D., AlassaneL, … S, K. A. (2015).
Psychomotor Performance in Children Operated for Hydrocephalus : About
79 Cases. Austin Journal of Pediatrics, 2(2).
Huber-okrainec, J., Dennis, M., Brettschneider, J., & Spiegler, B. J. (2002).
Neuromotor Speech Deficits in Children and Adults with Spina Bifida and
Hydrocephalus. Elsevier, 602, 592–602.
https://doi.org/10.1006/brln.2001.2620
Karimzadeh, P. (2014). Management of Hydrocephalus. Pediatric Neurology
Department Shahid Beheshti University of Medical Sciences, (June).
https://doi.org/10.5772/31464
Muniz, N. T. A., Paiva, M. L. de F., & Araújo, L. I. de. (2015). PRACTICE OF
SPEECH THERAPY IN CONGENITAL HYDROCEPHALUS WITH
VENTRICULOPERITONEAL SHUNT : A CASE REPORT Atuação
fonoaudiológica na hidrocefalia congênita. CEFAC, 4(17), 1350–1354.
Pajri, M., & Wiwin, N. W. (2018). Analysis Of Nursing Clinical Practice In
Patients With Post Operations Evd To Hydrocepalus And Temporal Abses
With The Innovation Of Order Of Hygiene Oral Using Honey To Reduce The
Risk Of Bacterial Mouth For Child In Ward Picu Rsud A. Wahab Sjahranie
Samarinda. UMKT.
Rahmayani, D. D., Gunawan, P. I., & Utomo, B. (2017). Profil Klinis dan Faktor
Risiko Hidrosefalus Komunikans dan Non Komunikans pada Anak di RSUD
dr. Soetomo. Sari Pediatri, 19(1), 25–31.
Smith, J. (2010). Parents ’ management of their child ’ s hydrocephalus and shunt.
The University of Leeds, 1–280.
Tully, H. M., Ishak, G. E., Rue, T. C., Jennifer C Dempsey, Browd, S. R., Millen,
K. J., … Dobyns, W. B. (2017). 236 Children with Developmental
Hydrocephalus: Causes and Clinical Consequences. HHS, 31(14299), 309–
320. https://doi.org/10.1177/0883073815592222.236
Yenawati, S. (2010). STIMULASI TUMBUH KEMBANG ANAK. UINSGD,
III(1), 121–130.

Anda mungkin juga menyukai