Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH MANAJEMEN KEPERAWATAN

PATIENT SAFETY

Dosen Pengampu :
Ns. Ririn Muthia Zukhra, M.Kep

Program B 2019
Kelompok 1 :

Dwi Apri kurniawan 1911165329


Gusmeldawati 1911165194
Irawati 1911165196

Semiani 1911165353

Nova Aldevani 1911165455


Rossa Fitria 1911165630
Diny Refiani 1911165702

Latifa Oktifani 1911165724

Sundari 1911165746
Fathmi Khaira 1911165758
Ranny Rahimulyani 1911165867
Kasrel Arpenta Sinuhaji 1911166132

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


UNIVERSITAS RIAU
2020
A. Definisi
Keselamatan pasien didefinisikan sebagai penghindaran, pencegahan dan
perbaikan dari hasil tindakan yang buruk atau injuri yang berasal dari proses perawatan
kesehatan (Vincet, 2008).
Emanuel (2008) yang menyatakan bahwa keselamatan pasien adalah disiplin ilmu
disektor perawatan kesehatan yang menerapkan metode ilmu keselamatan menuju tujuan
mencapai sistem penyampaian layanan kesehatan yang dapat dipercaya.
Sedangkan menurut Permenkes RI Nomor 11 Tahun 2017 , keselamatan pasien
merupakan suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman, meliputi asesmen
resiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pada pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutanya, serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya resiko dan juga mencegah terjadinya cidera yang disebabkan
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil.

B. Tujuan

Tujuan penerapan sistem keselamatan pasien di rumah sakit menurut Permenkes RI


Nomor 11 Tahun 2017 antara lain :

1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit.


2. Meningkatkan akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat.
3. Menurunnya kejadian tak diharapkan ( KTD).
4. Terlaksananya program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan KTD dalam
upaya pencapaian tujuan keselamatan pasien.

C. Manfaat penerapan keselamatan pasien rumah sakit


1. Budaya safety meningkat dan berkembang
2. Komunikasi dengan pasien berkembang
3. KTD menurun, Peta KTD selalu ada dan terkini
4. Resiko klinis menurun
5. Keluhan dan litigasi berkurang
6. Mutu pelayanan meningkat
7. Citra RS dan kepercayaan masyarakat meningkat, diikuti kepercayaan diri yang
meningkat.
D. indikator

Terdapat tujuh indikator keselamatan pasien yang di atur melalui Peraturan Menterian
Kesehatan, yaitu:

1. Hak Pasien Pasien dan keluarganya berhak memperoleh informasi terkait rencana
tindakan, hasil pelayanan dan kemungkinan terjadinya insiden. Untuk memuhi
standar 1 ini maka terdapat sejumlah kriteria yang harus dipenuhi:
a. Harus ada dokter penanggungjawab pelayanan;
b. Dokter penanggungjawab elayanan wajib membuat rencana pelayanan; sert
c. Dokter penanggung jawab wajib memberikan penjelasan yang komprehensif
tentang rencana, prosedur, pengobatan dan hasil pelayanan.
2. Mendidik pasien dan keluarga Rumah sakit bertugas untuk mendidika pasien dan
keluarganya tentang kewajiban dan tanggungjawab pasien dalam asuhan pasien.
Rumah sakit diharapkan memiliki mekanisme dalam hal ini, output dari standar ini
adalah pasien dan keluarga diharapkan dapat:
a. Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur;
b. Mengetahui kewajiban dan tanggungjawab pasien dan keluarga;
c. Dapat mengajukan pertanyaan apabila ada hal yang tidak dimengerti;
d. Memahami dan menerima konsekuensi dari pelayanan ;
e. Mematuhi aturan dan instruksi yang diberikan; f. Memiliki sikap menghormati
dan tenggang rasa; serta memenuhi kewajiban finansial 3. Keselamatan pasien
dalam kesinambungan pelayanan.
3. Dalam hal ini rumah sakit menjamin keselamatan pasien dengan memastikan
koordinasi antar tenaga kesehatan dan antar unit dalam rangka kesinambungan
pelayanan. Hal ini dapat dilihat dari :
a. Adanya koordinasi pelayanan secara komprehensif mulai dari saat pasien masuk,
pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan
dan saat pasien keluar dari rumah sakit.
b. Adanya koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap
pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.
c. Adanya koordinasi pelayanan termasuk didalamnya peningkatan komunikasi
dalam rangka memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan,
pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak
lanjut lainnya.
d. Antar profesi kesehatan terjalin komunikasi dan transfer informasi.
e. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk
4. Melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien Pada standar ini
rumah sakit diharapkan mampu mendesain proses baru atau memperbaiki proses
yang ada dalam rangka meningkatkan kinerja dan keselamatan pasien. Hal ini dapat
dilihat dari:
a. Rumah Sakit melakukan proses perancangan yang baik yang mengacu kepada
kebutuhan pasien, kaidah klinis, dan faktor-faktor lain yang berpotensi
menimbulkan risiko.
b. Rumah Sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang terdiri dari
pelaporan insiden, akreditasi,manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan dan
keuangan.
c. Rumah sakit harus melakukan evaluasi terhadap insiden.
d. Rumah sakit menentukan perubahan sistem dengan berbasis kepada data dan
indormasi hasil analisis.
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatankan keselamatan pasiena.
a. Pemimpin mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien.
b. Pemimpin menjamin berlangsungnya kediatan identifikasi resiko terhadap
keselamatan pasien.
c. Pemimpin mengalokasikan sumberdaya yang adekuat.
d. Pemimpin mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya.
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien.
a. Memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untk setiap jabatan;
b. Menyelenggarakan pendidikan dan juga pelatihan yang berkelanjutan.
7. Komunikasi sebagai kunci efektif;
a. Merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi terkait keselamatan
pasien;
b. Transmisi data dan informasi akurat dan tepat waktu.
E. Sasaran Keselamatan Pasien
Enam sasaran keselamatan pasien adalah tercapainya hal-hal sebagai berikut :
a. Sasaran I : Mengidentifikasi Pasien dengan Tepat
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki / meningkatkan
ketelitian dalam mengidentifikasi pasien. Kesalahan dalam mengidentifikasi pasien
bisa terjadi pada pasien yang dalam keadaan yang terbius/tersedasi, disorientasi, tidak
sadar, bertukar tempat tidur / kamar / lokasi di rumah sakit, adanya kelainan sensori,
atau akibat situasi yang lain. Adapun maksud dari sasaran ini adalah untuk melakukan
dua kali pengecekan dalam setiap kegiatan pelayanan ke pasien. Pertama untuk
identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima pelayanan atau pengobatan
dan kedua untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut.
Kebijakan atau prosedur yang dilakukan secara kolaboratif dikembangkan untuk
memperbaiki proses identifikasi khususnya pada proses pengidentifikasian pasien
ketika pemberian obat, darah, atau produk dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis
atau pemberian pengobatan serta tindakan lain. Kebijakan atau prosedur tersebut
memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien seperti nama
pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang identitas pasien dengan bar-code,
dan lain lain. Suatu proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan
atau prosedur agar dapat memastikan semua kemungkinan situasi untuk dapat
diidentifikasi dengan tepat dan cepat
Adapun elemen penilaian untuk sasaran ini adalah sebagai berikut :
1. Pasien yang dirawat diidentifikasi dengan menggunakan gelang identitas sedikitnya dua
identitas pasien (nama, tanggal lahir atau nomor rekam medik)
2. Pasien yang dirawat diidentifikasi dengan warna gelang yang ditentukan dengan
ketentuan biru untuk laki-laki dan merah muda untuk perempuan, merah untuk pasien
yang mengalami alergi dan kuning untuk pasien dengan risiko jatuh (risiko jatuh telah
diskoring dengan menggunakan protap penilaian skor jatuh yang sudah ada)
3. Pasien yang dirawat diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
4. Pasien yang dirawat diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis.
5. Pasien yang dirawat diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan
tindakan/prosedur

b. Sasaran II: Meningkatkan Komunikasi yang Efektif


Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan komunikasi yang efektif
antar para pemberi layanan. Komunikasi yang dilakukan secara efektif, akurat , tepat waktu,
lengkap, jelas, dan yang mudah dipahami oleh pasien akan mengurangi kesalahan dan dapat
meningkatkan keselamatan pasien. Komunikasi yang mudah menimbulkan kesalahan persepsi
kebanyakan terjadi pada saat perintah diberikan secara lisan atau melalui telepon. Komunikasi
yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis.
Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan atau prosedur untuk perintah
lisan dan telepon termasuk mencatat perintah yang lengkap atau hasil pemeriksaan oleh
penerima perintah, kemudian penerima perintah membacakan kembali (read back) perintah
atau hasil pemeriksaan dan melakukan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan
dibaca ulang adalah akurat. Kebijakan atau prosedur pengidentifikasian juga menjelaskan
bahwa diperbolehkan tidak melakukan pembacaan kembali (read back) bila tidak
memungkinkan seperti di kamar operasi dan situasi gawat darurat.
Elemen penilaian pada sasaran II ini terdiri dari beberapa hal sebagai berikut:
1. Melakukan kegiatan „READ BACK‟ pada saat menerima permintaan secara lisan atau
menerima intruksi lewat telepon dan pasang stiker ‟SIGN HERE‟ sebagai pengingat
dokter harus tanda tangan.
2. Menggunakan metode komunikasi yang tepat yaitu SBAR saat melaporkan keadaan
pasien kritis, melaksanakan serah terima pasien antara shift (hand off) dan melaksanakan
serah terima pasien antar ruangan dengan menggunakan singkatan yang telah ditentukan
oleh manajemen

c. Sasaran III: Peningkatan Keamanan Obat yang Membutuhkan Perhatian


Rumah sakit perlu mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki keamanan
obat-obat yang perlu diwaspadai (high-alert). Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana
pengobatan pasien, manajemen rumah sakit harus berperan secara kritis untuk memastikan
keselamatan pasien agar terhindar dari risiko kesalahan pemberian obat. Obat-obatan yang
perlu diwaspadai (highalert medications) adalah obat yang sering menyebabkan terjadi
kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak
diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip.
Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan atau prosedur untuk
membuat daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan data yang ada di rumah sakit
tersebut. Kebijakan atau prosedur juga dapat mengidentifikasi area mana saja yang
membutuhkan elektrolit konsentrat, seperti di IGD atau kamar operasi, serta pemberian label
secara benar pada elektrolit dan bagaimana penyimpanannya di area tersebut, sehingga
membatasi akses, untuk mencegah pemberian yang tidak sengaja/kurang hati-hati.
Elemen yang merupakan standar penilaian sasaran III adalah sebagai berikut :
1. Melakukan sosialisasi dan mewaspadai obat Look Like dan Sound Alike (LASA) atau
Nama Obat Rupa Mirip (NORUM)
2. Menerapkan kegiatan DOUBLE CHECK dan COUNTER SIGN setiap distribusi obat dan
pemberian obat pada masing-masing instansi pelayanan.
3. Menerapkan agar Obat yang tergolong HIGH ALERT berada di tempat yang aman dan
diperlakukan dengan perlakuan khusus
4. Menjalankan Prinsip delapan Benar dalam pelaksanaan pendelegasian Obat (Benar
Instruksi Medikasi, Pasien, Obat, Masa Berlaku Obat, Dosis, Waktu, Cara, dan
Dokumentasi).

d. Sasaran IV: Mengurangi Risiko Salah Lokasi, Salah Pasien dan Tindakan Operasi
Rumah sakit dapat mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan pemberian
pelayanan dilakukan dengan tepat lokasi, tepat-prosedur, dan tepat- pasien. Salah lokasi, salah
pasien, salah prosedur, pada operasi adalah sesuatu yang menkhawatirkan dan kemungkinan
terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini merupakan akibat dari komunikasi yang tidak efektif
atau yang tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurangnya melibatkan pasien di dalam
penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi. Di
samping itu, pemeriksaan pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis yang
kurang tepat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah atau
operasi, permasalahan yang berhubungan dengan tulisan tangan yang tidak terbaca (illegible
handwritting) dan pemakaian singkatan adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan
kesalahan. Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan atau
prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan ini. Digunakan
juga keadaan yang berbasis bukti, seperti yang digambarkan di Surgical Safety Checklist dari
WHO Patient Safety (2009), juga di The Joint Commission’s Universal Protocol for
Preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Person Surgery.
Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan atas satu pada tanda
yang dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di rumah sakit dan harus
dibuat oleh operator yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan saat pasien terjaga dan
sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat akan disayat. Penandaan lokasi
operasi dilakukan pada semua kasus termasuk sisi (laterality), multipel struktur (jari tangan,
jari kaki, lesi) atau multipel level (bagian tulang belakang). Proses verifikasi praoperatif
ditujukan untuk memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar; memastikan bahwa
semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan yang relevan tersedia dan diberi label
dengan baik serta dipampang dan melakukan verifikasi ketersediaan peralatan khusus
dan/atau implant - implant yang dibutuhkan. Tahapan “Sebelum insisi” (Time out)
memungkinkan semua pertanyaan atau kekeliruan diselesaikan dengan baik dan tepat. Time
out dilakukan di tempat dimana tindakan akan dilakukan, tepat sebelum tindakan dimulai, dan
melibatkan seluruh tim operasi. Rumah sakit menetapkan bagaimana proses itu
didokumentasikan secara ringkas, misalnya menggunakan checklist dan sebagainya.
Elemen yang menjadi penilaian pada sasaran IV ini adalah memberi tanda spidol skin
marker pada sisi operasi (Surgical Site Marking) yang tepat dengan cara yang jelas dimengerti
dan melibatkan pasien dalam hal ini (Informed Consent)

e. Sasaran V: Mengurangi Risiko Infeksi


Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko infeksi yang
terkait pelayanan kesehatan yang diberikan. Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan
tantangan terbesar dalam tatanan pelayanan kesehatan dan peningkatan biaya untuk mengatasi
infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan hal yang menjadi perhatian
besar bagi pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya dijumpai
dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran
darah dan pneumonia. Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah
kegiatan cuci tangan (hand hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene bisa dibaca di
kepustakaan WHO, dan berbagai organisasi nasional dan internasional. Rumah sakit
mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan atau prosedur yang
menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk hand hygiene yang diterima secara umum dan untuk
implementasi petunjuk itu di rumah sakit.
Elemen yang menjadi penilaian sasaran V adalah sebagai berikut.
1. Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman Five Moment Hand Hygiene dan
digunakan dalam tatanan kesehatan untuk pelayanan ke pasien.
2. Menggunakan Hand rub di ruang perawatan dan melakukan pelatihan cuci tangan efektif.
3. Memberikan tanggal dengan menggunakan spidol atau tinta yang jelas setiap melakukan
prosedur invasif (infuse, dower cateter, CVC, WSD, dan lain-lain)

f. Sasaran VI: Pengurangan Risiko Pasien Jatuh


Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko pasien dari
cedera karena jatuh. Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera bagi pasien
rawat inap. Dalam konteks masyarakat yang dilayani, pelayanan yang disediakan, dan
fasilitasnya rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk
mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan
telaah pasien yang bermkemungkinan mengkonsumsi alkohol, gaya jalan dan keseimbangan,
serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien.
Elemen yang menjadi penilaian sasaran VI adalah sebagai berikut.
1. Melakukan pengkajian risiko jatuh pada pasien yang dirawat di rumah sakit.
2. Melakukan tindakan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko jatuh.
3. Memberikan tanda bila pasien berisiko jatuh dengan gelang warna kuning dan kode jatuh
yang telah ditetapkan oleh manajemen

ASPEK HUKUM PATIENT SAFETY


A. UU Tentang Kesehatan & UU Tentang Rumah Sakit

1. Keselamatan Pasien sebagai Isu Hukum.

a. Pasal 53 (3) UU No.36/2009 “Pelaksanaan Pelayanan kesehatan mendahulukan


keselamatan nyawa pasien.
b. Pasal 32n UU No.44/2009 “Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan
dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit.”
c. Pasal 58 UU No.36/2009
a) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan,
dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau
kelalaian dalam Pelayanan kesehatan yang diterimanya.
b) ..tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa
atau pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.

B. Tanggung jawab Hukum Rumah Sakit


a. Pasal 29b UU No.44/2009 “Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu,
antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan
standar pelayanan Rumah Sakit”
b. Pasal 46 UU No.44/2009 “Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua
kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di RS”
c. Pasal 45 (2) UU No.44/2009 “Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan
tugas dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia.

C. Bukan tanggung jawab Rumah Sakit


Pasal 45 (1) UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit “Rumah Sakit Tidak bertanggung
jawab secara hukum apabila pasien dan/atau keluarganya menolak atau menghentikan
pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang
kompresehensif.”

D. Hak Pasien
a. Pasal 32d UU No.44/2009 “Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan
kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional”
b. Pasal 32e UU No.44/2009 “Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang
efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi”
c. Pasal 32j UU No.44/2009 “Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis,
alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap
tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan”
d. Pasal 32q UU No.44/2009 “Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau
menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak
sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana”

E. Kebijakan yang mendukung keselamatan pasien


Pasal 43 UU No.44/2009
1) RS wajib menerapkan standar keselamatan pasien
2) Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa,
dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang
tidak diharapkan.
3) RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang membidangi
keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri
4) Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan ditujukan untuk
mengoreksi system dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien.

Manajemen Patient Safety
Pelaksanaan Patient Safety ini dilakukan dengan system Pencacatan dan Pelaporan serta
Monitoring san Evaluasi
a. Sistem Pencatatan dan Pelaporan Pada Patient Safety
1) Di Rumah Sakit
a) Setiap unit kerja di rumah sakit mencatat semua kejadian terkait dengan
keselamatan pasien (Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan dan
Kejadian Sentinel) pada formulir yang sudah disediakan oleh rumah sakit.
b) Setiap unit kerja di rumah sakit melaporkan semua kejadian terkait dengan
keselamatan pasien (Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan dan
Kejadian Sentinel) kepada Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit pada formulir
yang sudah disediakan oleh rumah sakit.
c) Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit menganalisis akar penyebab masalah
semua kejadian yang dilaporkan oleh unit kerja
d) Berdasarkan hasil analisis akar masalah maka Tim Keselamatan Pasien Rumah
Sakit merekomendasikan solusi pemecahan dan mengirimkan hasil solusi
pemecahan masalah kepada Pimpinan rumah sakit.
e) Pimpinan rumah sakit melaporkan insiden dan hasil solusi masalah ke Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) setiap terjadinya insiden dan setelah
melakukan analisis akar masalah yang bersifat rahasia.
2) Di Propinsi
Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah menerima produk-produk dari
Komite Keselamatan Rumah Sakit
3) Di Pusat
a) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) merekapitulasi laporan dari
rumah sakit untuk menjaga kerahasiaannya
b) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan analisis yang
telah dilakukan oleh rumah sakit
c) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan analisis laporan
insiden  bekerjasama dengan rumah sakit pendidikan dan rumah sakit yang
ditunjuk sebagai laboratorium uji coba keselamatan pasien rumah sakit
d) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan sosialisasi hasil
analisis dan solusi masalah ke Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah,
rumah sakit terkait dan rumah sakit lainnya.
b. Monitoring dan Evaluasi
1. Di Rumah sakit
Pimpinan Rumah sakit melakukan monitoring dan evaluasi pada unit-unit kerja di
rumah sakit, terkait dengan pelaksanaan keselamatan pasien di unit kerja.
2. Di propinsi
Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah melakukan monitoring dan evaluasi
pelaksanaan Program Keselamatan Pasien Rumah Sakit di wilayah kerjanya.
3. Di Pusat
a) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan monitoring dan evaluasi
pelaksanaan Keselamatan Pasien Rumah Sakit di rumah sakit-rumah sakit
b) Monitoring dan evaluasi dilaksanakan minimal satu tahan satu kali.

Penyelenggaraan Keselamatan Pasien di Fasilitas Pelayanan Kesehatan di Indonesia


Di era JKN (Jaminan Kesehatan Nasional), dalam menegakkan keberhasilan kendali
mutu dan kendali biaya dalam pelayanan kesehatan ialah dengan pencapaian pelayanan yang
bermutu tinggi serta mengedepankan keselamatan pasien. Menerapkan kebijakan dan praktik
keselamatan pasien merupakan tantangan dalam bidang pelayanan kesehatan (Nappoe, 2017).
Dimana, fasilitas kesehatan harus dapat menjamin keamanan dan mutu pelayanan kesehatan
yang diberikan kepada setiap pasien. Untuk menjamin hal tersebut, setiap fasilitas pelayanan
kesehatan termasuk rumah sakit maupun pelayanan primer lainnya harus menyelenggarakan
Keselamatan Pasien. Peraturan yang berlaku di Indonesia mewajibkan setiap fasilitas kesehatan
menerapkan standar keselamatan pasien (Permenkes, 2017).
Dalam rangka meningkatkan mutu dan keselamatan pasien di fasilitas pelayanan
kesehatan, KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit) pada tahun 2005 telah membentuk Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS) yang sekarang telah berubah menjadi KNKP-RS
(Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit) yang langsung berada di bawah Menteri
Kesehatan RI. KNKP-RS memiliki fungsi yaitu :
a. Penyusunan standar dan pedoman Keselamatan Pasien;
b. penyusunan dan pelaksanaan program Keselamatan Pasien;
c. Pengembangan dan pengelolaan sistem pelaporan Insiden, analisis, dan penyusunan
rekomendasi Keselamatan Pasien; dan
d. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan program Keselamatan Pasien (UU RI, 2009)
Masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang perlu ditangani segera di fasilitas
pelayanan kesehatan di Indonesia. Fasilitas pelayanan kesehatan harus menyelenggarakan
keselamatan pasien. Penyelenggaraan keselamatan pasien dilakukan melalui pembentukan sistem
pelayanan kesehatan yang menerapkan, antara lain: Standar keselamatan pasien, Sasaran
keselamatan pasien nasonal dan Tujuh langkah menuju Keselamatan Pasien (Kemenkes RI,
2017)

Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien

Banyak metode yang digunakan untuk mengidentifikasi risiko, salah satu caranya adalah dengan
mengembangkan sistem pelaporan dan sistem analisis. Dapat dipastikan bahwa sistem pelaporan
akan mengajak semua orang dalam organisasi untuk peduli akan bahaya / potensi bahaya yang
dapat terjadi kepada pasien. Pelaporan juga penting digunakan untuk memonitor upaya
pencegahan terjadinya error sehingga diharapkan dapat mendorong dilakukannya investigasi
selanjutnya.

Mengapa pelaporan insiden penting? „

 Karena pelaporan akan menjadi awal proses pembelajaran untuk mencegah kejadian yang
sama terulang kembali.

Bagaimana memulainya? „

 Dibuat suatu sistem pelaporan insiden di rumah sakit meliputi kebijakan, alur pelaporan,
formulir pelaporan dan prosedur pelaporan yang harus disosialisasikan pada seluruh
karyawan.

Apa yang harus dilaporkan ? „

 Insiden yang dilaporkan adalah kejadian yang sudah terjadi, potensial terjadi ataupun
yang nyaris terjadi.

Siapa yang membuat Laporan Insiden ? „

 Siapa saja atau semua staf RS yang pertama menemukan kejadian „


 Siapa saja atau semua staf yang terlibat dalam kejadian

Masalah yang dihadapi dalam Laporan Insiden „

 Laporan dipersepsikan sebagai “pekerjaan perawat” „


 Laporan sering disembunyikan / underreport, karena takut disalahkan. „
 Laporan sering terlambat „
 Bentuk laporan miskin data karena adanya budaya blame culture

Bagaimana cara membuat Laporan Insiden (Incident report) ? „

 Karyawan diberikan pelatihan mengenai sistem pelaporan insiden mulai dari maksud,
tujuan dan manfaat laporan, alur pelaporan, bagaimana cara mengisi formulir laporan
insiden, kapan harus melaporkan, pengertian-pengertian yang digunakan dalam sistem
pelaporan dan cara menganalisa laporan.

Apa sebenarnya hubungan Akreditasi dengan Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien?

 Standar Keselamatan Pasien harus diterapkan rumah sakit, yaitu dengan panduan dari 9
parameter yang terdapat dalam Instrumen Akreditasi Administrasi dan Manajemen
(S2P4, S5P4, S5P5, S6P2, S7P3, S7P4) serta Pelayanan Medis (S3P4, S3P5, S7P4).
Dalam kerangka tsb, maka Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien, baik internal maupun
eksternal (ke KKPRS) wajib dilakukan rumah sakit sesuai ketentuan dalam instrumen
akreditasi rumah sakit tsb diatas.

1. ALUR PELAPORAN INSIDEN KE TIM KP di RS (Internal)


1. Apabila terjadi suatu insiden (KNC/ KTD) di rumah sakit, wajib segera
ditindaklanjuti (dicegah / ditangani) untuk mengurangi dampak / akibat yang tidak
diharapkan.
2. Setelah ditindaklanjuti, segera buat laporan insidennya dengan mengisi Formulir
Laporan Insiden pada akhir jam kerja / shift kepada Atasan langsung. (Paling lambat
2 x 24 jam ); jangan menunda laporan.
3. Setelah selesai mengisi laporan, segera serahkan kepada Atasan langsung pelapor.
(Atasan langsung disepakati sesuai keputusan Manajemen : Supervisor / Kepala
Bagian / Instalasi/ Departemen / Unit, Ketua Komite Medis / Ketua K.SMF).
4. Atasan langsung akan memeriksa laporan dan melakukan grading risiko terhadap
insiden yang dilaporkan.
5. Hasil grading akan menentukan bentuk investigasi dan analisa yang akan dilakukan
sebagai berikut : (pembahasan lebih lanjut lihat BAB III)
Grade biru : Investigasi sederhana oleh Atasan langsung, waktu maksimal 1 minggu.
Grade hijau : Investigasi sederhana oleh Atasan langsung, waktu maksimal 2
minggu
Grade kuning : Investigaasi komprehensif / Analisis akar masalah / RCA oleh Tim
KP di RS, waktu maksimal 45 hari
Grade merah : Investigaasi komprehensif / Analisis akar masalah / RCA oleh Tim
KP di RS, waktu maksimal 45 hari.
6. Setelah selesai melakukan investigasi sederhana, laporan hasil investigasi dan laporan
insiden dilaporkan ke Tim KP di RS.
7. Tim KP di RS akan menganalisa kembali hasil Investigasi dan Laporan insiden untuk
menentukan apakah perlu dilakukan investigasi lanjutan (RCA) dengan melakukan
Regrading.
8. Untuk grade Kuning / Merah, Tim KP di RS akan melakukan Analisis akar masalah /
Root Cause Analysis (RCA)
9. Setelah melakukan RCA, Tim KP di RS akan membuat laporan dan Rekomendasi
untuk perbaikan serta “Pembelajaran” berupa : Petunjuk / ”Safety alert” untuk
mencegah kejadian yang sama terulang kembali.
10. Hasil RCA, rekomendasi dan rencana kerja dilaporkan kepada Direksi
11. Rekomendasi untuk “Perbaikan dan Pembelajaran” diberikan umpan balik kepada
unit kerja terkait.
12. Unit Kerja membuat analisa dan trend kejadian di satuan kerjanya masing-masing
13. Monitoring dan Evaluasi Perbaikan oleh Tim KP di RS
2. ALUR PELAPORAN INSIDEN KE KKPRS - KOMITE KESELAMATAN
PASIEN RUMAH SAKIT (Eksternal)
1. Laporan hasil investigasi sederhana / analisis akar masalah / RCA yang terjadi pada
PASIEN dilaporkan oleh Tim KP di RS (internal) / Pimpinan RS ke KKP-RS dengan
mengisi Formulir Laporan Insiden Keselamatan Pasien.
2. Laporan dikirm ke KKP-RS lewat POS atau KURIR ke alamat :

Sekretariat KKP-RS
d/a Kantor PERSI : Jl. Boulevard Artha Gading
Blok A-7 A No.28, Kelapa Gading-Jakarta Utara 14240.
Telp.(021) 45845303/304.
DAFTAR PUSTAKA

Emanuel, L., Berwick, D., & Conway ,.(2008). What exactly is patient safety? Advances in
Patient Safety, 1-18.

Tutiany, Lindawati, Paula Krisanti (2017). Manajemen Keselamatan Pasien. Jakarta:


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Vincent, C. (2010). Patient Safety ( 2nd Edition). Wiley-Blackwell: London, UK

Nappoe, SA. Mengapa Keselamatan Pasien Sangat Sulit Diterapkan di Indonesia. 2017.
https://www.mutupelayanankesehatan.net/19-headline/2564-mengapakeselamatan-pasien-
sangat-sulit-diterapkan-di-indonesia
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien. Jakarta.
2017.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2017. Manajemen Keselamatan Pasien.
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wpcontent/uploads/2017/11/MANAJEMEN-
KESELAMATAN-PASIEN-FinalDAFIS.pdf

Anda mungkin juga menyukai