PATIENT SAFETY
Dosen Pengampu :
Ns. Ririn Muthia Zukhra, M.Kep
Program B 2019
Kelompok 1 :
Semiani 1911165353
Sundari 1911165746
Fathmi Khaira 1911165758
Ranny Rahimulyani 1911165867
Kasrel Arpenta Sinuhaji 1911166132
B. Tujuan
Terdapat tujuh indikator keselamatan pasien yang di atur melalui Peraturan Menterian
Kesehatan, yaitu:
1. Hak Pasien Pasien dan keluarganya berhak memperoleh informasi terkait rencana
tindakan, hasil pelayanan dan kemungkinan terjadinya insiden. Untuk memuhi
standar 1 ini maka terdapat sejumlah kriteria yang harus dipenuhi:
a. Harus ada dokter penanggungjawab pelayanan;
b. Dokter penanggungjawab elayanan wajib membuat rencana pelayanan; sert
c. Dokter penanggung jawab wajib memberikan penjelasan yang komprehensif
tentang rencana, prosedur, pengobatan dan hasil pelayanan.
2. Mendidik pasien dan keluarga Rumah sakit bertugas untuk mendidika pasien dan
keluarganya tentang kewajiban dan tanggungjawab pasien dalam asuhan pasien.
Rumah sakit diharapkan memiliki mekanisme dalam hal ini, output dari standar ini
adalah pasien dan keluarga diharapkan dapat:
a. Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur;
b. Mengetahui kewajiban dan tanggungjawab pasien dan keluarga;
c. Dapat mengajukan pertanyaan apabila ada hal yang tidak dimengerti;
d. Memahami dan menerima konsekuensi dari pelayanan ;
e. Mematuhi aturan dan instruksi yang diberikan; f. Memiliki sikap menghormati
dan tenggang rasa; serta memenuhi kewajiban finansial 3. Keselamatan pasien
dalam kesinambungan pelayanan.
3. Dalam hal ini rumah sakit menjamin keselamatan pasien dengan memastikan
koordinasi antar tenaga kesehatan dan antar unit dalam rangka kesinambungan
pelayanan. Hal ini dapat dilihat dari :
a. Adanya koordinasi pelayanan secara komprehensif mulai dari saat pasien masuk,
pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan
dan saat pasien keluar dari rumah sakit.
b. Adanya koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap
pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.
c. Adanya koordinasi pelayanan termasuk didalamnya peningkatan komunikasi
dalam rangka memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan,
pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak
lanjut lainnya.
d. Antar profesi kesehatan terjalin komunikasi dan transfer informasi.
e. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk
4. Melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien Pada standar ini
rumah sakit diharapkan mampu mendesain proses baru atau memperbaiki proses
yang ada dalam rangka meningkatkan kinerja dan keselamatan pasien. Hal ini dapat
dilihat dari:
a. Rumah Sakit melakukan proses perancangan yang baik yang mengacu kepada
kebutuhan pasien, kaidah klinis, dan faktor-faktor lain yang berpotensi
menimbulkan risiko.
b. Rumah Sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang terdiri dari
pelaporan insiden, akreditasi,manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan dan
keuangan.
c. Rumah sakit harus melakukan evaluasi terhadap insiden.
d. Rumah sakit menentukan perubahan sistem dengan berbasis kepada data dan
indormasi hasil analisis.
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatankan keselamatan pasiena.
a. Pemimpin mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien.
b. Pemimpin menjamin berlangsungnya kediatan identifikasi resiko terhadap
keselamatan pasien.
c. Pemimpin mengalokasikan sumberdaya yang adekuat.
d. Pemimpin mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya.
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien.
a. Memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untk setiap jabatan;
b. Menyelenggarakan pendidikan dan juga pelatihan yang berkelanjutan.
7. Komunikasi sebagai kunci efektif;
a. Merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi terkait keselamatan
pasien;
b. Transmisi data dan informasi akurat dan tepat waktu.
E. Sasaran Keselamatan Pasien
Enam sasaran keselamatan pasien adalah tercapainya hal-hal sebagai berikut :
a. Sasaran I : Mengidentifikasi Pasien dengan Tepat
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki / meningkatkan
ketelitian dalam mengidentifikasi pasien. Kesalahan dalam mengidentifikasi pasien
bisa terjadi pada pasien yang dalam keadaan yang terbius/tersedasi, disorientasi, tidak
sadar, bertukar tempat tidur / kamar / lokasi di rumah sakit, adanya kelainan sensori,
atau akibat situasi yang lain. Adapun maksud dari sasaran ini adalah untuk melakukan
dua kali pengecekan dalam setiap kegiatan pelayanan ke pasien. Pertama untuk
identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima pelayanan atau pengobatan
dan kedua untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut.
Kebijakan atau prosedur yang dilakukan secara kolaboratif dikembangkan untuk
memperbaiki proses identifikasi khususnya pada proses pengidentifikasian pasien
ketika pemberian obat, darah, atau produk dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis
atau pemberian pengobatan serta tindakan lain. Kebijakan atau prosedur tersebut
memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien seperti nama
pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang identitas pasien dengan bar-code,
dan lain lain. Suatu proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan
atau prosedur agar dapat memastikan semua kemungkinan situasi untuk dapat
diidentifikasi dengan tepat dan cepat
Adapun elemen penilaian untuk sasaran ini adalah sebagai berikut :
1. Pasien yang dirawat diidentifikasi dengan menggunakan gelang identitas sedikitnya dua
identitas pasien (nama, tanggal lahir atau nomor rekam medik)
2. Pasien yang dirawat diidentifikasi dengan warna gelang yang ditentukan dengan
ketentuan biru untuk laki-laki dan merah muda untuk perempuan, merah untuk pasien
yang mengalami alergi dan kuning untuk pasien dengan risiko jatuh (risiko jatuh telah
diskoring dengan menggunakan protap penilaian skor jatuh yang sudah ada)
3. Pasien yang dirawat diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
4. Pasien yang dirawat diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis.
5. Pasien yang dirawat diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan
tindakan/prosedur
d. Sasaran IV: Mengurangi Risiko Salah Lokasi, Salah Pasien dan Tindakan Operasi
Rumah sakit dapat mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan pemberian
pelayanan dilakukan dengan tepat lokasi, tepat-prosedur, dan tepat- pasien. Salah lokasi, salah
pasien, salah prosedur, pada operasi adalah sesuatu yang menkhawatirkan dan kemungkinan
terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini merupakan akibat dari komunikasi yang tidak efektif
atau yang tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurangnya melibatkan pasien di dalam
penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi. Di
samping itu, pemeriksaan pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis yang
kurang tepat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah atau
operasi, permasalahan yang berhubungan dengan tulisan tangan yang tidak terbaca (illegible
handwritting) dan pemakaian singkatan adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan
kesalahan. Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan atau
prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan ini. Digunakan
juga keadaan yang berbasis bukti, seperti yang digambarkan di Surgical Safety Checklist dari
WHO Patient Safety (2009), juga di The Joint Commission’s Universal Protocol for
Preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Person Surgery.
Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan atas satu pada tanda
yang dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di rumah sakit dan harus
dibuat oleh operator yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan saat pasien terjaga dan
sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat akan disayat. Penandaan lokasi
operasi dilakukan pada semua kasus termasuk sisi (laterality), multipel struktur (jari tangan,
jari kaki, lesi) atau multipel level (bagian tulang belakang). Proses verifikasi praoperatif
ditujukan untuk memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar; memastikan bahwa
semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan yang relevan tersedia dan diberi label
dengan baik serta dipampang dan melakukan verifikasi ketersediaan peralatan khusus
dan/atau implant - implant yang dibutuhkan. Tahapan “Sebelum insisi” (Time out)
memungkinkan semua pertanyaan atau kekeliruan diselesaikan dengan baik dan tepat. Time
out dilakukan di tempat dimana tindakan akan dilakukan, tepat sebelum tindakan dimulai, dan
melibatkan seluruh tim operasi. Rumah sakit menetapkan bagaimana proses itu
didokumentasikan secara ringkas, misalnya menggunakan checklist dan sebagainya.
Elemen yang menjadi penilaian pada sasaran IV ini adalah memberi tanda spidol skin
marker pada sisi operasi (Surgical Site Marking) yang tepat dengan cara yang jelas dimengerti
dan melibatkan pasien dalam hal ini (Informed Consent)
D. Hak Pasien
a. Pasal 32d UU No.44/2009 “Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan
kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional”
b. Pasal 32e UU No.44/2009 “Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang
efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi”
c. Pasal 32j UU No.44/2009 “Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis,
alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap
tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan”
d. Pasal 32q UU No.44/2009 “Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau
menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak
sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana”
Manajemen Patient Safety
Pelaksanaan Patient Safety ini dilakukan dengan system Pencacatan dan Pelaporan serta
Monitoring san Evaluasi
a. Sistem Pencatatan dan Pelaporan Pada Patient Safety
1) Di Rumah Sakit
a) Setiap unit kerja di rumah sakit mencatat semua kejadian terkait dengan
keselamatan pasien (Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan dan
Kejadian Sentinel) pada formulir yang sudah disediakan oleh rumah sakit.
b) Setiap unit kerja di rumah sakit melaporkan semua kejadian terkait dengan
keselamatan pasien (Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan dan
Kejadian Sentinel) kepada Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit pada formulir
yang sudah disediakan oleh rumah sakit.
c) Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit menganalisis akar penyebab masalah
semua kejadian yang dilaporkan oleh unit kerja
d) Berdasarkan hasil analisis akar masalah maka Tim Keselamatan Pasien Rumah
Sakit merekomendasikan solusi pemecahan dan mengirimkan hasil solusi
pemecahan masalah kepada Pimpinan rumah sakit.
e) Pimpinan rumah sakit melaporkan insiden dan hasil solusi masalah ke Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) setiap terjadinya insiden dan setelah
melakukan analisis akar masalah yang bersifat rahasia.
2) Di Propinsi
Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah menerima produk-produk dari
Komite Keselamatan Rumah Sakit
3) Di Pusat
a) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) merekapitulasi laporan dari
rumah sakit untuk menjaga kerahasiaannya
b) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan analisis yang
telah dilakukan oleh rumah sakit
c) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan analisis laporan
insiden bekerjasama dengan rumah sakit pendidikan dan rumah sakit yang
ditunjuk sebagai laboratorium uji coba keselamatan pasien rumah sakit
d) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan sosialisasi hasil
analisis dan solusi masalah ke Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah,
rumah sakit terkait dan rumah sakit lainnya.
b. Monitoring dan Evaluasi
1. Di Rumah sakit
Pimpinan Rumah sakit melakukan monitoring dan evaluasi pada unit-unit kerja di
rumah sakit, terkait dengan pelaksanaan keselamatan pasien di unit kerja.
2. Di propinsi
Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah melakukan monitoring dan evaluasi
pelaksanaan Program Keselamatan Pasien Rumah Sakit di wilayah kerjanya.
3. Di Pusat
a) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan monitoring dan evaluasi
pelaksanaan Keselamatan Pasien Rumah Sakit di rumah sakit-rumah sakit
b) Monitoring dan evaluasi dilaksanakan minimal satu tahan satu kali.
Banyak metode yang digunakan untuk mengidentifikasi risiko, salah satu caranya adalah dengan
mengembangkan sistem pelaporan dan sistem analisis. Dapat dipastikan bahwa sistem pelaporan
akan mengajak semua orang dalam organisasi untuk peduli akan bahaya / potensi bahaya yang
dapat terjadi kepada pasien. Pelaporan juga penting digunakan untuk memonitor upaya
pencegahan terjadinya error sehingga diharapkan dapat mendorong dilakukannya investigasi
selanjutnya.
Karena pelaporan akan menjadi awal proses pembelajaran untuk mencegah kejadian yang
sama terulang kembali.
Bagaimana memulainya?
Dibuat suatu sistem pelaporan insiden di rumah sakit meliputi kebijakan, alur pelaporan,
formulir pelaporan dan prosedur pelaporan yang harus disosialisasikan pada seluruh
karyawan.
Insiden yang dilaporkan adalah kejadian yang sudah terjadi, potensial terjadi ataupun
yang nyaris terjadi.
Karyawan diberikan pelatihan mengenai sistem pelaporan insiden mulai dari maksud,
tujuan dan manfaat laporan, alur pelaporan, bagaimana cara mengisi formulir laporan
insiden, kapan harus melaporkan, pengertian-pengertian yang digunakan dalam sistem
pelaporan dan cara menganalisa laporan.
Standar Keselamatan Pasien harus diterapkan rumah sakit, yaitu dengan panduan dari 9
parameter yang terdapat dalam Instrumen Akreditasi Administrasi dan Manajemen
(S2P4, S5P4, S5P5, S6P2, S7P3, S7P4) serta Pelayanan Medis (S3P4, S3P5, S7P4).
Dalam kerangka tsb, maka Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien, baik internal maupun
eksternal (ke KKPRS) wajib dilakukan rumah sakit sesuai ketentuan dalam instrumen
akreditasi rumah sakit tsb diatas.
Sekretariat KKP-RS
d/a Kantor PERSI : Jl. Boulevard Artha Gading
Blok A-7 A No.28, Kelapa Gading-Jakarta Utara 14240.
Telp.(021) 45845303/304.
DAFTAR PUSTAKA
Emanuel, L., Berwick, D., & Conway ,.(2008). What exactly is patient safety? Advances in
Patient Safety, 1-18.
Nappoe, SA. Mengapa Keselamatan Pasien Sangat Sulit Diterapkan di Indonesia. 2017.
https://www.mutupelayanankesehatan.net/19-headline/2564-mengapakeselamatan-pasien-
sangat-sulit-diterapkan-di-indonesia
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien. Jakarta.
2017.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2017. Manajemen Keselamatan Pasien.
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wpcontent/uploads/2017/11/MANAJEMEN-
KESELAMATAN-PASIEN-FinalDAFIS.pdf