Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan teknologi semakin lama semakin pesat dan menyentuh hampir

semua bidang kehidupan manusia. Pada akhirnya setiap individu harus mempunyai

pengetahuan dan keterampilan untuk menggunakan teknologi, agar dapat beradaptasi

terhadap perkembangan tersebut. Hal ini juga berlaku untuk profesi keperawatan,

khususnya area keperawatan kritis di ruang perawatan intensif (intensif care

unit/ICU).

Di ruang perawatan kritis, pasien yang dirawat disana adalah pasien-pasien

yang memerlukan mesin-mesin yang dapat menyokong kelangsungan hidup mereka,

diantaranya mesin ventilator, monitoring, infus pump, syringe pump, dll. Dengan

adanya keadaan tersebut maka tenaga kesehatan terutama perawat yang ada di ruang

perawatan kritis, seharusnya menguasai dan mampu menggunakan teknologi yang 

sesuai dengan mesin-mesin tersebut, karena perawat yang akan selalu ada di sisi

pasien selama 24 jam.Pemanfaatan teknologi di area perawatan kritis terjadi dengan

dua proses yaitu transfer dan transform teknologi dari teknologi medis menjadi 

teknologi keperawatan.Tranfer  teknologi adalah pengalihan teknologi yang mengacu

pada tugas, peran atau penggunaan peralatan yang sebelumnya dilakukan oleh satu

kelompok profesional kepada kelompok yang lain. Sedangkan transform (perubahan)

teknologi mengacu pada penggunaan teknologi medis menjadi bagian dari teknologi

1
keperawatan untuk meningkatkan asuhan keperawatan yang diberikan dan hasil yang

akan dicapai oleh pasien.

Ventilasi mekanik yang lebih dikenal dengat ventilator merupakan teknologi

medis yang ditransfer oleh dokter kepada perawat dan kemudian ditransform oleh

keperawatan sehingga menjadi bagian dari keperawatan. Perawat pemula yang

pengetahuan dan pengalaman teknologinya masih kurang akan menganggap

ventilator sebagai beban kerja tambahan, karena mereka hanya bisa melakukan

monitoring dan merekam hasil observasi pasien. Sedangkan pada perawat yang sudah

berpengalaman akan memanfaatkan dan menggunakan ventilator sebagai bagian dari

keperawatan untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan kepada pasien di

ruang kritis dan akan berdampak positif terhadap profesi keperawatan

Penguasaan terhadap teknologi akan menjadi modal bagi perawat untuk

mengontrol pekerjaannya. Hal tersebut tentu saja akan menghemat tenaga, dan

membuat pekerjaan menjadi lebih mudah untuk dikerjakan serta diatur. Misalnya

perawat yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan mengenai mesin ventilasi

mekanik, hal tersebut akan membantu perawat menghemat tenaganya dalam

mengawasi pernafasan pasien, karena tugasnya mengawasi secara langsung keadaan

pasien sudah dilakukan oleh mesin ventilasi. Bahkan apabila ada keterbatasan tenaga

perawat, maka 1 orang perawat dapat mengawasi dua atau lebih pasien yang juga

sama-sama menggunakan mesin ventilasi mekanik. Jelaslah bahwa penguasaan 

teknologi menjadi suatu kebutuhan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada

pasien.

2
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi ventilasi mekanik ?
2. Apa tujuan penggunaan ventilasi mekanik ?
3. Apa indikasi penggunaan ventilasi mekanik ?
4. Apa kontra indikasi penggunaan ventilasi mekanik?
5. Bagaimana komplikasi penggunaan ventilasi mekanik ?
6. Apa saja jenis ventilasi mekanik ?
7. Bagaimana mekanisme ventilasi mekanik ?
8. Bagaimana mode pada ventilasi mekanik ?
9. Bagaimana settingan pada ventilasi mekanik?
10. Bagaimana Penatalaksanaan prosedur weaning ventilator?
11. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Klien dengan ventilasi mekanik sesuai
skenario?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan Umum
1. Mahasiswa dapat mengetahui serta memahami Asuhan Keperawatan pada
Klien dengan ventilasi mekanik

Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat memahami pengertian ventilasi mekanik
2. Mahasiswa dapat memahami tujuan penggunaan ventilasi mekanik
3. Mahasiswa dapat memahami indikasi penggunaan ventilasi mekanik
4. Mahasiswa dapat memahami kontra indikasi penggunaan ventilasi mekanik
5. Mahasiswa dapat memahami komplikasi penggunaan ventilasi mekanik
6. Mahasiswa dapat memahami jenis ventilasi mekanik
7. Mahasiswa dapat memahami mekanisme ventilasi mekanik
8. Mahasiswa dapat memahami mode pada ventilasi mekanik
9. Mahasiswa dapat memahami settingan pada ventilasi mekanik
10. Mahasiswa dapat memahami Penatalaksanaan prosedur weaning ventilator

3
11. Mahasiswa dapat memahami Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
ventilasi mekanik sesuai skenario

4
BAB II

PEMBAHASAN

SKENARIO
Bantu Aku....

Seorang Laki laki berusia 34 tahun dirawat di ICU karena membutuhkan bantuan
pernapasan melalui ventilasi mekanik. Dari hasil pengkajian didapatkan pasien
terpasang ventilator dengan setingan CPAP/PSV, FiO2 40%, PEEP 5 cmH20,
trigger 2, RR set total 12x/menit, Volume tidal 500 ml, I:E rasio 1:2 Pasien
terpasang ETT no 7.5, dengan kedalaman 22 cm, terpasang Oropharyngeal air
way, terdapat secret pada ETT dan mulut pasien, frekuensi pernapasan pasien 28
kali permenit, tekanan darah 90/60 mmHg. MAP 70 mmHg , Frekuensi nadi 102
kali permenit, Sa02 949, CRT 4 detik, Suhu 37.8”C, reflek pupil kiri dan kanan
2/2, kesadaran somnolen, pergerakan dinding dada simetris, suara nafas ronkhi,
perkusi paru sonor pada kedua lapang paru, akral teraba dingin. Irama pada
monitor EKG Holter : Sinus Takikardi. Bunyi jantung I dan II murni terdengar,
bunyi jantung tambahan. Urin output 1500 cc/24 jam, intake 1600 cc, Hasil
Analisis Gas Darah (AGDA) didapatkan pH: 7,40, PaCo2: 28 mmHg. HCO3 24
mmolL. PaO2 90 mmHg, SaO2: 94%. Hasil pemeriksaan laboratorium rutin
didapatkan Hb. 9.4g/dl. leukosit 13.000/mm', trombosit 376 000/mm', Ht 29%.
Pasien terpasang NGT, tidak terdapat perdarahan lambung. tidak terdapat distensi
abdomen, penistaltic usus 15 x/menit. Hasil pemeriksaan X ray menunjukkan
penumpukan secret. Pasien di rencanakan akan dilakukan weaning ventilator bila
TTV stabil dan Hasil AGDA dalam batas normal.

2.1 Step I : Terminologi


1. EKG
Elektrokardiogram untuk melihat gambaran irama jantung
2. NGT

5
Selang makan/ selang lunak yang dipasang di hidung
3. X-Ray
Prosedur untuk melihat gambaran dada/ lapang pandang dada pasien
4. OPA
Alat yang digunakan untuk membuka jalan nafas pasien
5. Sinus Takikardia
Tekanan detak jantung saat aktifitas
6. Peristaltik
Pergerakan usus atau dinding usus
7. Analisa Gas Darah
Tes darah yang dilakukan untuk mengukur kadar asam basa (PH) darah
8. Sonor
Suara bergaung atau rendah yang dihasilkan pada jaringan paru normal
9. Ronkhi
Suara nafas tambahan bernada rendah yang disebabkan penyempitan.
10. Kesadaran Somnolen
Tingkat kesadaran seseorang seperti mengantuk, tetapi dapat dibangunkan
dengan rangsangan nyeri namun mudah tertidur kembali
11. Trombosit
Sel darah yang membantu proses pembekuan darah
12. Leukosit
Sel darah putih yang diproduksi sumsum tulang belakang
13. Tidal Volume
Volume udara yang diinspirasi atau ekspiraasi setiap kali melakukan
pernafasaan normal

2.2 Step II : Identifikasi Masalah


1. Apa indikasi terpasangnya ventilasi pada pasien ?
2. Berapa nilai normal leukosit, Hb dan trombosit?
3. Berapa nilai normal AGDA?

6
4. Bagaimana cara menentukan interpretasi AGDA ?
5. Apa tujuan dilakukan weaning ventilator ?

2.3 Step 3: Curah Pendapat ( Brainstorming)

1. a. Adanya penumpukan sekret


b. Penurunan kesadaran pada pasien
c. Adanya kesulitan dalam bernafas

2. Leukosit : 4500- 11.000, Hb: wanita= 12.000-15.000, pria= 13.000-17.000,


trombosit 150.000-400.000

3. Nilai normal AGDA

a. PH : 7,35-7,45

b. PaO2: 75-100 mmHg

4. Cara interpretasi hasil AGDA

a) Lihat pH
Langkah pertama adalah lihat pH. pH normal dari darah antara 7,35 – 7,45.
Jika pH darah di bawah 7,35 berarti asidosis, dan jika di atas 7,45 berarti
alkalosis.
b) Lihat CO2
Langkah kedua adalah lihat kadar pCO2. Kadar pCO2 normal adalah 35-45
mmHg. Di bawah 35 adalah alkalosis, di atas 45 asidosis.
c) Lihat HCO3
Langkah ketiga adalah lihat kadar HCO3. Kadar normal HCO3 adalah 22-26
mEq/L. Di bawah 22 adalah asidosis, dan di atas 26 alkalosis.
d) Bandingkan CO2 atau HCO3 dengan pH
Langkah selanjutnya adalah bandingkan kadar pCO2 atau HCO3 dengan pH
untuk menentukan jenis kelainan asam basanya. Contohnya, jika pH asidosis
dan CO2 asidosis, maka kelainannya disebabkan oleh sistem pernapasan,

7
sehingga disebut asidosis respiratorik. Contoh lain jika pH alkalosis dan
HCO3 alkalosis, maka kelainan asam basanya disebabkan oleh sistem
metabolik sehingga disebut metabolik alkalosis.
e) Apakah CO2 atau HCO3 berlawanan dengan pH
Langkah kelima adalah melihat apakah kadar pCO2 atau HCO3 berlawanan
arah dengan pH. Apabila ada yang berlawanan, maka terdapat kompensasi
dari salah satu sistem pernapasan atau metabolik. Contohnya jika pH asidosis,
CO2 asidosis dan HCO3 alkalosis, CO2 cocok dengan pH sehingga kelainan
primernya asidosis respiratorik. Sedangkan HCO3 berlawanan dengan pH
menunjukkan adanya kompensasi dari sistem metabolik.
f) Lihat pO2 dan saturasi O2
Langkah terakhir adalah lihat kadar PaO2 dan O2 sat. Jika di bawah normal
maka menunjukkan terjadinya hipoksemia.

4. Tujuan dari weaning ventilator adalah sebagai latihan klien untuk


menggunakan pernafasan normal tanpa alat bantu.

8
2.4 Step IV : Mind Mapping
Laki-laki 34 th

ICU

ETT 7,5 dengan Ventilasi OFA


kedalaman 22 mekanik dengan
cm settingan PAP
sampai ratio

Pengkajian

Fisik,
AGDA

Weaning Ventilator
(TTV&AGDA normal)

Ventilator Mekanik

2.5 Step V : Learning Objective (LO)

1. Apa definisi ventilasi mekanik ?


2. Apa tujuan penggunaan ventilasi mekanik ?
3. Apa indikasi penggunaan ventilasi mekanik ?
4. Apa kontra indikasi penggunaan ventilasi mekanik?
5. Bagaimana komplikasi penggunaan ventilasi mekanik ?
6. Apa saja jenis ventilasi mekanik ?

9
7. Bagaimana mekanisme ventilasi mekanik ?
8. Bagaimana mode pada ventilasi mekanik ?
9. Bagaimana settingan pada ventilasi mekanik?
10. Bagaimana Penatalaksanaan prosedur weaning ventilator?
11. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Klien dengan ventilasi mekanik sesuai
skenario?
2.6 Step VI : Mandiri

2.7 Step VII : Pemaparan Hasil Diskusi


1. DEFINISI

Ventilasi mekanik adalah proses penggunaan suatu peralatan untuk


memfasilitasi transpor oksigen dan karbondioksida antara atmosfer dan alveoli
untuk tujuan meningkatkan pertukaran gas paru-paru (Urden, Stacy, Lough,
2010). Ventilator merupakan alat pernafasan bertekanan negatif atau positif yang
dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen untuk periode waktu
yang lama (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008)

2. TUJUAN PENGGUNAAN VENTILASI MEKANIK


Tujuan ventilasi mekanik adalah untuk mempertahankan ventilasi alveolar
yang tepat untuk kebutuhan metabolik pasien dan untuk memperbaiki hipoksemia
dan memaksimalkan transpor oksigen (Hudak & Gallo, 2010). Bila fungsi paru
untuk melaksanakan pembebasan CO2 atau pengambilan O2 dari atmosfir tidak
cukup, maka dapat dipertimbangkan pemakaian ventilator (Rab, 2007).
Tujuan fisiologis meliputi membantu pertukaran gas kardio-pulmonal
(ventilasi alveolar dan oksigenasi arteri), meningkatkan volume paru-paru (inflasi
paru akhir ekspirasi dan kapasitas residu fungsional), dan mengurangi kerja
pernafasan.
Tujuan klinis meliputi mengatasi hipoksemia dan asidosis respiratori akut,
mengurangi distress pernafasan, mencegah atau mengatasi atelektasis dan
kelelahan otot pernafasan, memberikan sedasi dan blokade neuromuskular,

10
menurunkan konsumsi oksigen, mengurangi tekanan intrakranial, dan
menstabilkan dinding dada (Urden, Stacy, Lough, 2010).

3. INDIKASI PENGGUNAAN VENTILASI MEKANIK


Ventilasi mekanik diindikasikan untuk alasan fisiologis dan klinis (Urden,
Stacy, Lough, 2010). Ventilasi mekanik diindikasikan ketika modalitas manajemen
noninvasif gagal untuk memberikan bantuan oksigenasi dan/atau ventilasi yang
adekuat. Keputusan untuk memulai ventilasi mekanik berdasarkan pada
kemampuan pasien memenuhi kebutuhan oksigenasi dan/atau ventilasinya.
Ketidakmampuan pasien untuk secara klinis mempertahankan CO2 dan status
asam-basa pada tingkat yang dapat diterima yang menunjukkan terjadinya
kegagalan pernafasan dan hal tersebut merupakan indikasi yang umum untuk
intervensi ventilasi mekanik (Chulay & Burns, 2006).

4. KONTRAINDIKASI PEMASANGAN VENTILASI MEKANIK


a. Ventilasi Non Invasive
 Tauma atau luka bakar pada wajah
 Pembedahan pada wajah
 sumbatan jalan napas
 Hipoksemia yang mengancam jiwa
 Hemodinamik tidak stabil
 Gangguan kesadaran
 Kejang /gelisah
b. Ventilasi Invasiv
Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra
servical, sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi

5. KOMPLIKASI PENGGUNAAN VENTILASI MEKANIK

Komplikasi penggunaan ventilasi mekanik antara lain:

11
1) Komplikasi jalan nafas

Jalur mekanisme pertahanan normal, sering terhenti ketika terpasang


ventilator, penurunan mobilitas dan juga gangguan reflek batuk dapat
menyebabkan infeksi pada paru-paru (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever,
2008). Aspirasi dapat terjadi sebelum, selama, atau setelah intubasi. Risiko
aspirasi setelah intubasi dapat diminimalkan dengan mengamankan
selang, mempertahankan manset mengembang, dan melakukan suksion
oral dan selang kontinyu secara adekuat (Hudak & Gallo, 2010).

2) Masalah selang endotrakeal


Bila selang diletakkan secara nasotrakeal, infeksi sinus berat dapat terjadi.
Kapanpun pasien mengeluh nyeri sinus atau telinga atau terjadi demam
dengan etiologi yang tak diketahui, sinus dan telinga harus diperiksa untuk
kemungkinan sumber infeksi (Hudak & Gallo, 2010). Beberapa derajat
kerusakan trakeal disebabkan oleh intubasi lama. Stenosis trakeal dan
malasia dapat diminimalkan bila tekanan manset diminimalkan. Sirkulasi
arteri dihambat oleh tekanan manset 30 mmHg. Bila edema laring terjadi,
maka ancaman kehidupan pascaekstubasi dapat terjadi (Hudak & Gallo,
2010).
3) Masalah mekanis
Malfungsi ventilator adalah potensial masalah serius. Tiap 2 sampai 4 jam
ventilator diperiksa oleh staf keperawatan atau pernafasan. VT tidak
adekuat disebabkan oleh kebocoran dalam sirkuit atau manset, selang, atau
ventilator terlepas, atau obstruksi aliran. Selanjutnya disebabkan oleh
terlipatnya selang, tahanan sekresi, bronkospasme berat, spasme batuk,
atau tergigitnya selang endotrakeal (Hudak & Gallo, 2010).
4) Barotrauma
Ventilasi mekanik melibatkan „pemompaan” udara ke dalam dada,
menciptakan tekanan posistif selama inspirasi. Bila PEEP ditambahkan,
tekanan ditingkatkan dan dilanjutkan melalui ekspirasi. Tekanan positif ini

12
dapat menyebabkan robekan alveolus atau emfisema. Udara kemudian
masuk ke area pleural, menimbulkan tekanan pneumothorak-situasi
darurat. Pasien dapat mengembangkan dispnea berat tiba-tiba dan keluhan
nyeri pada daerah yang sakit (Hudak & Gallo, 2010).
5) Penurunan curah jantung
Penurunan curah ditunjukkan oleh hipotensi bila pasien pertama kali
dihubungkan ke ventilator ditandai adanya kekurangan tonus simpatis dan
menurunnya aliran balik vena. Selain hipotensi, tanda dan gejala lain
meliputi gelisah yang dapat dijelaskan, penurunan tingkat kesadaran,
penurunan halauan urin, nadi perifer lemah, pengisian kapiler lambat,
pucat, lemah dan nyeri dada (Hudak & Gallo, 2010).
6) Keseimbangan cairan positif
Penurunan aliran balik vena ke jantung dirangsang oleh regangan reseptor
vagal pada atrium kanan. Manfaat hipovolemia ini merangsang
pengeluaran hormon antidiuretik dari hipofisis posterior. Penurunan curah
jantung menimbulkan penurunan haluaran urin melengkapi masalah
dengan merangsang respon aldosteron renin-angiotensin. Pasien yang
bernafas secara mekanis, hemodinamik tidak stabil, dan yang memellukan
resusitasi cairan dalam jumlah besar dapat mengalami edema luas,
meliputi edema sakral dan fasial (Hudak & Gallo, 2010).
7) Peningkatan IAP
Peningkatan PEEP bisa membatasi pengembangan rongga abdomen ke
atas. Perubahan tekanan pada kedua sisi diafragma bisa menimbulkan
gangguan dalam hubungan antara intraabdomen atas dan bawah, tekanan
intrathorak dan intravaskuler intraabdomen (Valenza et al., 2007 dalam
Jakob, Knuesel, Tenhunen, Pradl, Takala, 2010).
Hasil penelitian Morejon & Barbeito (2012), didapatkan bahwa
ventilasi mekanik diidentifikasi sebagai faktor predisposisi independen
untuk terjadinya IAH. Pasien-pasien dengan penyakit kritis, yang
terpasang ventilasi mekanik, menunjukkan nilai IAP yang tinggi ketika

13
dirawat dan harus dimonitor terus-menerus khususnya jika pasien
mendapatkan PEEP walaupun mereka tidak memiliki faktor risiko lain
yang jelas untuk terjadinya IAH.
Setting optimal ventilasi mekanik dan pengaruhnya terhadap fungsi
respirasi dan hemodinamik pada pasien dengan acute respiratory distress
syndrome (ARDS) berhubungan dengan IAH masih sangat jarang dikaji.
Manajement ventilator yang optimal pada pasien dengan ARDS dan IAH
meliputi: monitor IAP, tekanan esofagus, dan hemodinamik; setting
ventilasi dengan tidal volume yang protektif, dan PEEP diatur berdasarkan
komplain yang terbaik dari sistem respirasi atau paru-paru; sedasi dalam
dengan atau tanpa paralisis neuromuskular pada ARDS berat; melakukan
open abdomen secara selektif pada pasien dengan ACS berat (Pelosi &
Vargas, 2012).
6. JENIS VENTILASI MEKANIK
1. Ventilator tekanan negatif
Ventilator tekanan negatif pada awalnya diketahui sebagai “paru-paru
besi”. Tubuh pasien diambil alih oleh silinder besi dan tekanan negatif
didapat untuk memperbesar rongga toraks. Saat ini, ventilasi tekanan
negatif jangka-pendek intermiten (VTNI) telah digunakan pada penyakit
paru obstruktif menahun (PPOM) untuk memperbaiki gagal nafas
hiperkapnik berat dengan memperbaiki fungsi diafragma (Hudak & Gallo,
2010).
Ventilator ini kebanyakan digunakan pada gagal nafas kronik yang
berhubungan dengan kondisi neuromuskular seperti poliomielitis,
muscular dystrophy, amyotrophic lateral sclerosis, dan miastenia gravis
(Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008). Ventilator tekanan negatif
menggunakan tekanan negatif pada dada luar. Penurunan tekanan
intrathorak selama inspirasi menyebabkan udara mengalir ke dalam paru-
paru. Secara fisiologis, tipe assisted ventilator ini sama dengan ventilasi

14
spontan. Ventilator tekanan negatif mudah digunakan dan tidak
memerlukan intubasi jalan nafas (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008).
Ventilator ini dapat digerakkan dan dipasang seperti rumah kura-kura,
bentuk kubah diatas dada dengan menghubungkan kubah ke generator
tekanan negatif. Rongga toraks secara harfiah “menghisap” untuk
mengawali inspirasi yang disusun secara manual dengan “trigger”.
Ventilator tekanan negatif menguntungkan karena ia bekerja seperti
pernafasan normal. Namun, alat ini digunakan terbatas karena
keterbatasannya pada posisi dan gerakan seperti juga rumah kura-kura
(Hudak & Gallo, 2010).
2. Ventilator tekanan positif
1) Pressure-Cycled.
Ventilator pressure-cycled bekerja pada prinsip dasar bahwa
bila tekanan praset dicapai, inspirasi diakhiri (Hudak & Gallo, 2010;
Ignatavicius & Workman, 2006; Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever,
2008). Pada titik tekanan ini, katup inspirasi tertutup dan ekshalasi
terjadi dengan pasif. Ini berarti bahwa bila komplain atau tahanan paru
pasien terhadap perubahan aliran, volume udara yang diberikan
berubah (Hudak & Gallo, 2010).
Secara klinis saat paru pasien menjadi lebih kaku (kurang
komplain) volume udara yang diberikan ke pasien menurun-kadang
secara drastis (Hudak & Gallo, 2010). Volume udara atau oksigen bisa
bervariasi karena dipengaruhi resistansi jalan nafas dan perubahan
komplain paru, sehingga volume tidal yang dihantarkan tidak
konsisten (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008).
Perawat harus sering memonitor tekanan inspirasi, kecepatan,
dan volume tidal (VT) ekshalasi untuk meyakinkan ventilasi menit
yang adekuat dan untuk mendeteksi berbagai perubahan pada
komplain dan tahanan paru. Pada pasien yang status parunya tak stabil,
penggunaan ventilator tekanan tidak dianjurkan. Namun pada pasien

15
komplain parunya sangat stabil, ventilator tekanan adekuat dan dapat
digunakan sebagai alat penyapihan pada pasien terpilih (Hudak &
Gallo, 2010).
2) Time-Cycled
Ventilator time-cycled bekerja pada prinsip dasar bahwa bila
pada waktu praset selesai, inspirasi diakhiri (Hudak & Gallo, 2010;
Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008). Waktu ekspirasi ditentukan
oleh waktu dan kecepatan inspirasi (jumlah nafas per menit). Normal
rasio I:E (inspirasi:ekspirasi) 1:2 (Hudak & Gallo, 2010).
Kebanyakan ventilator memiliki suatu kontrol kecepatan yang
menentukan kecepatan respirasi, tetapi siklus waktu yang murni jarang
digunakan pada pasien dewasa. Ventilator tersebut digunakan pada
bayi baru lahir dan infant (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008).
3) Volume-Cycled.
Ventilator volume yang paling sering digunakan pada unit
kritis saat ini (Hudak & Gallo, 2010; Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever,
2008). Prinsip dasar ventilator ini adalah bila volume udara yang
ditujukan diberikan pada pasien, inspirasi diakhiri. Ini mendorong
volume sebelum penetapan (VT) ke paru pasien pada kecepatan
pengesetan.
Keuntungan ventilator volume adalah perubahan pada
komplain paru pasien, memberikan VT konsisten (Hudak & Gallo,
2010). Volume udara yang dihantarkan oleh ventilator dari satu
pernafasan ke pernafasan berikutnya relatif konstan, sehingga
pernafasan adekuat walaupun tekanan jalan nafas bervariasi
(Ignatavicius & Workman, 2006; Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever,
2008).

7. MEKANISME VENTILASI MEKANIK

16
a. Tubing ventilator yang telah dipakai dibersihkan terlebih dahulu dengan
sabun detergen, air dingin atau air hangat yang mengalir dan seringkali
diperlukan sikat.
b. Ventilator yang sudah bersih direndam dalam larutan desinfektan selama
kurang lebih 24 jam.
c. Kemudian bilas kembali dengan air hangat yang mangalir (scrub station
dengan Tubedryer, bila ada kering Tubing-tubing ventilator tersebut
dibungkus pakai sterilisator Autoclave, dibungkus dengan kain.
d. Alat ventilator Transduser, Kabel sensor humidifier, cukup di desinfeksi
dengan Cidex (High) dan Alkohol, Saflon 1:3 (low)

8. MODE PADA VENTILASI MEKANIK


1) Control mode ventilation
Ventilasi mode control menjamin bahwa pasien menerima suatu
antisipasi jumlah dan volume pernafasan setiap menit (Chulay & Burns,
2006). Pada mode control, ventilator mengontrol pasien. Pernafasan diberikan
ke pasien pada frekuensi dan volume yang telah ditentukan pada ventilator,
tanpa menghiraukan upaya pasien untuk mengawali inspirasi. Bila pasien
sadar atau paralise, mode ini dapat menimbulkan ansietas tinggi dan
ketidaknyamanan (Hudak & Gallo, 2010).
Biasanya pasien tersedasi berat dan/atau mengalami paralisis dengan
blocking agents neuromuskuler untuk mencapai tujuan (Chulay & Burns,
2006). Indikasi untuk pemakaian ventilator meliputi pasien dengan apnea,
intoksikasi obat-obatan, trauma medula spinalis, disfungsi susunan saraf
pusat, frail chest, paralisa karena obatobatan, penyakit neuromuskular (Rab,
2007).
2) Assist Mode
Pada mode assist, hanya picuan pernafasan oleh pasien diberikan pada VT
yang telah diatur. Pada mode ini pasien harus mempunyai kendali untuk
bernafas. Bila pasien tidak mampu untuk memicu pernafasan, udara tak

17
diberikan (Hudak & Gallo, 2010). Kesulitannya buruknya faktor pendukung
“lack of back-up” bila pasien menjadi apnea model ini kemudian dirubah
menjadi assit/control, A/C (Rab, 2007).
3) Model ACV (Assist Control Ventilation)
Assist control ventilation merupakan gabungan assist dan control
mode yang dapat mengontrol ventilasi, volume tidal dan kecepatan. Bila
pasien gagal untuk inspirasi maka ventilator akan secara otomatik mengambil
alih (control mode) dan mempreset kepada volume tidal (Rab, 2007). Ini
menjamin bahwa pasien tidak pernah berhenti bernafas selama terpasang
ventilator.
Pada mode assist control, semua pernafasan-apakah dipicu oleh pasien
atau diberikan pada frekuensi yang ditentukan-pada VT yang sama (Hudak &
Gallo, 2010). Assist control ventilation sering digunakan saat awal pasien
diintubasi (karena menit ventilasi yang diperlukan bisa ditentukan oleh
pasien), untuk dukungan ventilasi jangka pendek misalnya setelah anastesi,
dan sebagai dukungan ventilasi ketika dukungan ventilasi tingkat tinggi
diperlukan (Chulay & Burns, 2006). Secara klinis banyak digunakan pada
sindroma Guillain Barre, postcardiac, edema pulmonari, Acute Respiratory
Distress Syndrome (ARDS) dan ansietas (Rab, 2007).
4) Intermittent Mandatory Ventilation (IMV)
IMV dirancang untuk menyediakan bantuan ventilator tapi hanya
sebagian, merupakan kombinasi periode assist control dengan periode ketika
pasien bernafas spontan (Marino, 2007). Mode IMV memungkinkan ventilasi
mandatori intermiten. Seperti pada mode kontrol frekuensi dan VT praset.
Bila pasien mengharapkan untuk bernafas diatas frekuensi ini, pasien dapat
melakukannya. Namun tidak seperti pada mode assist control, berapapun
pernafasan dapat diambil melalui sirkuit ventilator (Hudak & Gallo, 2010).
5) Pressure-Controlled Ventilation (PCV)
PCV menggunakan suatu tekanan konstan untuk mengembangkan paru-paru.
Mode ventilator ini kurang disukai karena volume inflasi bisa bervariasi.

18
Akan tetapi, ada ketertarikan kepada PCV karena risiko injuri paru-paru yang
disebabkan oleh pemasangan ventilasi mekanik lebih rendah (Marino, 2006).
6) Pressure-Support Ventilation (PSV)
Pernafasan yang membantu tekanan yang memberikan kesempatan kepada
pasien untuk menentukan volume inflasi dan durasi siklus respirasi dinamakan
PSV. PSV bisa digunakan untuk menambah volume inflasi selama pernafasan
spontan atau untuk mengatasi resistensi pernafasan melalui sirkuit ventilator.
Belakangan ini PSV digunakan untuk membatasi kerja pernafasan selama
penyapihan dari ventilasi mekanik (Marino, 2007).
7) Positive End-Expiratory Pressure (PEEP)
Kolaps pada jalan nafas bagian distal pada akhir ekspirasi sering
terjadi pada pasien dengan ventilasi mekanik dan menimbulkan ateletaksis
ganguan pertukaran gas dan menambah berat kegagalan pernafasan. Suatu
tekanan posistif diberikan pada jalan nafas di akhir ekspirasi untuk
mengimbangi kecenderungan kolaps alveolar pada akhir ekspirasi (Marino,
2007).
PEEP digunakan untuk mempertahankan alveolus tetap terbuka. PEEP
meningkatkan kapasitas residu fungsional dengan cara melakukan reinflasi
alveolus yang kolaps, mempertahankan alveolus pada posisi terbuka, dan
memperbaiki komplain paru (Morton & Fontaine, 2009).
8) Continuous Positive Airway Pressure (CPAP)
Pernafasan spontan dimana tekanan positif dipertahankan sepanjang siklus
respirasi dinamakan CPAP (Marino, 2007). CPAP merupakan mode
pernafasan spontan digunakan pada pasien untuk meningkatkan kapasitas
residu fungsional dan memperbaiki oksigenasi dengan cara membuka alveolus
yang kolaps pada akhir ekspirasi. Mode ini juga digunakan untuk penyapihan
ventilasi mekanik (Urden, Stacy, Lough, 2010).

9. SETTINGAN PADA VENTILASI MEKANIK

19
Jumlah dan tekanan udara yang diberian kepada klien diatur oleh ventilator
(Smith-Temple & Johnson, 2011):
1) Volume tidal (VT): jumlah udara dalam mililiter dalam satu kali nafas,
yang diberikan selama inspirasi. Pengaturan awal adalah 7-10 ml/kg;
dapat ditingkatkan sampai15 ml/kg
2) Frekuensi: jumlah nafas yang diberikan per menit. Pengaturan awal
biasanya10 kali dalam 1 menit tetapi akan bervariasi sesuai dengan
kondisi klien.
3) Fraksi oksigen terinspirasi oksigen (fraction of inspired oxygen, FiO2):
persentase oksigen dalam udara yang diberikan. Udara kamar memiliki
FiO2 21%. Pengaturan awal berdasarkan pada kondisi klien dan biasanya
dalam rentang 50% sampai 65%. Dapat diberikan sampai 100%, tetapi
FiO2 lebih dari 50% dihubungkan dengan toksisitas oksigen.
4) PEEP: tekanan positif yang konstan dalam alveolus yang membantu
alveoli tetap terbuka dan mencegahnya menguncup dan atelektasis.
Pengaturan PEEP awal biasanya adalah 5 cmH2O. Tetapi dapat juga
mencapai hingga 40 cmH2O untuk kondisi seperti sindrom gawat nafas
pada orang dewasa (ARDS). Setiap perubahan yang dilakukan pada
pengaturan ventilator harus dievaluasi setelah 20 sampai 30 menit melalui
analisis gas darah arteri, hasil pengukuran SaO2, atau hasil pembacaan
karbon dioksida tidal-akhir untuk melihat keefektivitasan ventilator.
5) Flow Rate
Flow yang cukup dibutuhkan untuk menghasilkan PIP dan
gelombang ventilator normal. Flow 610 liter/menit cukup untuk rata-rata
neonatus. Flow yang tinggi akan memperbaiki oksigenasi.

a. Oksigenasi dapat ditingkatkan (diperbaiki) dengan:


1. Meningkatkan FiO2
2. Meningkatkan MAP dengan meningkatkan PEEP, PIP, Flow Rate, TI,
dan menurunkan TE.

20
b. Kadar CO2 dapat diturunkan dengan:
1. Meningkatkan tidal volume
2. Meningkatkan rate
3. Meningkatkan PIP
4. Menurunkan PEEP

6) Waktu Inspirasi (TI) dan Ekspirasi (TE)


Nilai normal TI 0,3– 0,5 detik, nilai <0,2 atau >0,7 dapat berbahaya.
Waktu inspirasi bayi prematur yang bernapas spontan dengan RDS adalah
0,3 detik. Bila waktu inspirasi lama, bayi akan ekspirasi melawan inflasi
ventilator sehingga dapat terjadi pneumotoraks.
Nilai TI atau TE, harus berkisar antara 3-5x time constant.
Peningkatan rate akan meningkatkan minute volume dan menurunkan
PaCO2, pengurangan rate akan mengurangi minute volume dan
meningkatkan PaCO2.
Bayi prematur dengan paru yang kaku mempunyai TE pendek,
biasanya <0,3 detik sehingga dapat diventilasi dengan rate 90x/menit. Bila
parunya tidak kaku (misalnya: BPD, paru normal, HMD yang perbaikan,
aspirasi mekonium), TE <0,4 detik dapat menyebabkan air trapping.
7) Pressure Limit/ Pressure Inspirasi
Pressure limit mengatur/membatasi jumlah pressure/tekanan dari
volume cycled ventilator, sebab pressure yg tinggi dapat menyebabkan
barotrauma. Pressure yg direkomendasi adalah plateau pressure tidak boleh
melebihi 35 cmH2O. Jika limit ini dicapai maka secara otomatis ventilator
menghentikan hantarannya, dan alarm berbunyi.
Pressure limit yang tercapai ini biasanya disebabkan oleh adanya
sumbatan/obstruksi jalan nafas, retensi sputum di ETT atau penguapan air
di sirkuit ventilator. Biasanya akan normal lagi setelah suctioning.
Peningkatan pressure ini juga dapat terjadi karena pasien batuk, ETT
digigit, fighting terhadap ventilator, atau kinking pada tubing ventilator.

21
8) Sensitifity/Trigge
Sensitivity menentukan jumlah upaya nafas pasien yang diperlukan
untuk memulai/mentrigger inspirasi dari ventilator. Setting dapat berupa
flow atau pressure. Flow biasanya lebih baik untuk pasien yang sudah
bernafas spontan dan memakai PS/Spontan/ASB karena dapat megurangi
kerja nafas/work of breathing. Selain itu pada pasien PPOK penggunaan
flow sensitiviti lebih baik karena pada PPOK sudah terdapat intrinsic PEEP
pada paru pasien sehingga pemakaian pressure sensitiviti kurang
menguntungkan.
Nilai sensitivity berkisar 2 sampai -20 cmH2O untuk pressure
sedangkan untuk flow antara 2-20 L/menit. Jika PaCO2 pasien perlu
dipertahankan konstan, misalnya pada resusitasi otak, maka setting dapat
dibuat tidak sensitif. Dengan demikian setiap usaha nafas pasien tidak akan
dibantu oleh ventilator. Pada keadaan ini perlu diberikan sedasi dan
pelumpuh otot (muscle relaksan) karena pasien akan merasa tidak nyaman
sewaktu bangun. Namun jika memakai mode assisted atau SIM atau
spontan/PS/ASB, trigger harus dibuat sensitif.
9) Setting alarm ventilator
 Alarm Low exhaled volume
Set 100 cc dibawah nilai tidal volume ekspirasi, misalnya tidal
volume ekspirasi 500 cc maka alarm diset 400 cc. Akan berbunyi jika
tidal volume pasien tidak adekuat. Biasanya digunakan untuk
mendeteksi kebocoran sistim di ventilator atau terjadi disconnect
sirkuit
 Alarm Low Inspiratory Pressure
Sebaiknya diset 10-15 cmH2O dibawah PIP (Peak Inspiratory
Pressure) Akan berbunyi jika Pressure turun dibawah yang diset. Juga
digunakan untuk mendeteksi kebocoran sistim Jika alarm ini berbunyi
maka perlu dilakukan pemeriksaan pasien terhadap:
a. Air di dalam sirkuit

22
b. ETT kinking atau tergigit
c. Sekresi dalam ETT
d. Bronkospasme
e. Pneumotoraks tension
f. Low compliance (efusi pleura, edema paru akut, asites)
g. Peningkatan airway resistance
h. Batuk

10. PROSEDUR WEANING VENTILATOR


Melepaskan ventilator ke pernafasan spontan (penyapihan) sering
menimbulkan kesulitan pada ICU yang disebabkan oleh karena faktor
fisiologis dan psikologis. Hal ini memerlukan kerja sama dari pasien,
perawat, ahli respirasi, dan dokter (Rab, 2007).
Penyapihan merupakan pengurangan secara bertahap penggunaan
ventilasi mekanik dan mengembalikan ke nafas spontan. Penyapihan dimulai
hanya setelah proses-proses dasar yang dibantu oleh ventilator sudah
terkoreksi dan kestabilan kondisi pasien sudah tercapai (Smeltzer, Bare,
Hinkle, Cheever, 2008).
Menyapih pasien dari ketergantungan pada ventilator terjadi dalam
tiga tahapan. Pasien disapih secara bertahap dari (1) ventilator, (2) selang,
dan (3) oksigen. Penyapihan dari ventilasi mekanik dilakukan pada waktu
sedini mungkin, konsisten dengan keselamatan pasien. Penting artinya bahwa
keputusan dibuat atas dasar fisiologi ketimbang sudut pandang mekanis.
Pemahaman yang menyeluruh tentang status klinis pasien diperlukan dalam
membuat keputusan ini (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008).
Management pasien yang menggunakan ventilasi mekanik
memerlukan kewaspadaan konstan terhadap tanda-tanda yang
mengindikasikan bahwa bantuan ventilator sudah tidak diperlukan. Ketika
pasien mulai menunjukkan bukti perbaikan klinis, bisa digunakan untuk
mengidentifikasi pasien yang akan dilakukan pelepasan bantuan ventilator.

23
Secara umum, oksigenasi harus adekuat ketika bernafas dengan jumlah
oksigen yang dihirup berada pada tingkat non-toksik, dan pasien harus
memiliki hemodinamik yang stabil dengan dukungan vasopressor yang
minimal atau tanpa dukungan vasopressor. Pasien harus sadar terhadap
lingkungan sekitarnya ketika tidak tersedasi dan harus bebas dari beberapa
keadaan yang reversibel (misal: sepsis atau elektrolit yang abnormal)
(Marino, 2007).
Penyapihan pada ventilasi mekanik berbeda antara ventilas jangka
pendek dan ventilasi jangka panjang.
a. Penyapihan untuk ventilasi jangka pendek
Pasien sering dipasang intubasi elektif untuk prosedur pembedahan
atau prosedur lainnya, atau untuk keadaan yang lebih mendesak akibat
gawat napas yang disebabkan oleh penyakit paru utama atau cedera
traumatik. Alasan umum lainnya untuk pemasangan intubasi adalah
perlunya upaya perlindungan jalan napas karena pembengkakan jalan
napas (mis. Akibat cedera inhalasi akut) atau perubahan status nyata pada
status mental (mis. Seperti kasus cedera serebrovaskular). Setelah seleksi
selesai atau setelah pasien stabil, ekstubasi segera setelah pasien mampu
melindungi jalan napas. Proses penyapihan dalam kondisi ini dapat
berlangsung cepat, berdasarkan respons pasien terhadap pengurangan
dukungan ventilator.

b. Kriteria penyapihan
 Hemodinamik stabil, resusitasi adekuat dan tdak membutuhkan
dukungan vasoaktif
 SaO₂ > 92% pada FiO₂ < 40%, tekanan ekspirasi-akhir positif (PEEP)
< 5 cm H₂O
 Pemeriksaan sinar-X dada ditinjau kembali untuk menemukan faktor
yang dapat diperbaiki, ditangani sesuai indikasi

24
 Indikator metabolik (pH serum, elektrolit utama) dalam rentang
normal
 Hematokrit > 25%
 Suhu inti > 36°C dan <39°C
 Penatalaksanaan nyeri/ansietas/agitasi yang adekuat
 Tidak ada blokade neuromuskular sisa
 Gas darah arteri (AGD) normal atau nilai dasar pasien
c. Prosedur penyapihan
1. Mengurangi laju ventilator, kemudian mengubahnya menjadi PSV
(pressure-support ventilation) saja.
2. Menyapih PSV sesuai toleransi hingga ≤ 10 cm H₂O
3. Jika pasien memenuhi kriteria toleransi selama sedikitnya 2 jam pada
tingkat bantuan ini dan memenuhi kriteria ekstubasi, ekstubasi dapat
dilakukan.
4. Jika pasien tidak memenuhi kriteria toleransi, tingkatkan PSV atau
tingkatkan laju ventilator sesuai kebutuhan untuk mencapai pengaturan
istirahat dan tinjau kembali kriteria penyapihan untuk menemukan
faktor yang dapat diperbaiki.
5. Ulangi upaya penyapihan pada PSV 10 cm setelah periode istirahat
(minimum 2 jam). Jika pasien gagal melewati uji coba penyapihan
kedua, kembali ke pengaturan istirahat dan gunakan pendekatan
penyapihan ventilasi jangka panjang.
d. Kriteria toleransi:
Jika pasien menunjukkan salah satu tanda berikut, uji coba
penyapihan harus dihentikan dan pasien harus kembali ke pengaturan
istirahat:
 Frekuensi pernapasan lebih dari 35 x/menit
 SaO₂ < 90%
 Volume tidal ≤ 5 ml/kg

25
 Ventilasi menit stabil > 200 ml/kg/menit
 Tanda-tanda gawat napas atau hemodinamik
 Pola pernapasan berat
 Peningkatan ansietas, diaforesis atau keduanya
 Frekuensi pernapasan > 20% lebih tinggi atau lebih rendah dari
nilai dasar
 Tekanan darah sistolik > 180 mmHg atau < 90 mmHg.
e. Kriteria Ekstubasi
1. Status mental waspada dan mampu berespons terhadap perintah
2. Batuk atau refleks muntah baik, mampu melindungi jalan napas dan
membersihkan sekret
3. Mampu mengalirkan udara di sekitar slang endotrakeal saat balon
kempis dan ujung slang disumbat.

f. Penyapihan untuk ventilasi jangka panjang


Pasien yang terpasang ventilasi mekanis dan gagal melewati
penyapihan jangka pendek kerap menunjukkan dekondisi yang
signifikan akibat penyakit komples kronis, akut atau keduanya. Pasien
tersebut biasanya membutuhkan periode latihan fisik untuk otot-otot
pernapasan guna memperoleh kembali kekuatan dan daya tahan yang
dibutuhkan agar berhasil kembali ke pernapasan normal.

1. Prosedur penyapihan:
 Beralih ke mode PSV, sesuaikan tingkat dukungan untuk
mempertahankan frekuensi pernapasan pasien kurang dari 35
x/menit.
 Amati adanya tanda-tanda awal kegagalan selama 30 menit
(kriteria toleransi dama seperti ventilasi jangka pendek).

26
 Jika mampu ditoleransi, lanjutkan uji coba selama 2 jam,
kemudian kembalikan pasien ke pengaturan istirahat dengan
menambahkan pernapasan ventilator atau meningkatkan PSV
guna mencapat frekuensi penapasan total kurang dari 20 x/menit.
 Setelah beristirahat sedikitnya 2 jam, ulangi uji coba selama 2
sampai 4 jam pada tingkat PSV yang sama seperti uji coba
sebelumnya. Jika pasien mencapai kriteria toleransi, hentikan uji
coba dan kembalikan ke pengaturan istirahat. Pada kasus ini, uji
coba selanjutnya harus dilakukan pada tingkat dukungan yang
lebih tinggi dibandingkan uji coba yang gagal.
 Catat hasil untuk setiap episode penyapihan, termasuk parameter
spesifik dan perkiraan waktu jika kegagalan teramat, pada bagan
alir tempat tidur.
Target tindakan adalah untuk meningkatkan lama uji coba dan
mengurangi tingkat PSV yang dibutuhkan pada penambahan dasar. Pada
setiap uji coba yang berhasil, tingkat PSV dapat berkurang sebanyak 2
sampai 4 cm H₂O, interval waktu dapat ditingkatkan 1 sampai 2 jam,
sementara kita mempertahankan pasien dalam parameter toleransi.
Tinjau kembali kriteria kesiapan untuk menemukan faktor-faktor
yang dapat diperbaiki setiap hari dan setiap kali pasien gagal melewati uji
coba penyapihan.
2. Penghentian ventilasi mekanis:
Pasien harus menjalani penyapihan sampai pengaturan ventilator
menunjukkan FiO₂ ≤ 40%, PSV ≤ 10 cm H₂O, dan tekanan ekspirasi
akhir positif (PEEP) ≤ 8 cm H₂O. Setelah pengaturan tersebut dapat
ditoleransi dengan baik, pasien harus mendapatkan ventilasi dengan
tekanan jalan napas positif kontinu (continuous positive airway pressure,
CPAP) 5 cm H₂O. Jika pasien memenuhi kriteria toleransi selama 5 menit
pertama, uji coba harus dilanjutkan selama 1-2 jam. Jika observasi klinis
dan analisis gas darah menunjukan pasien mempertahankan ventilasi dan

27
oksigenasi yang adekuat dengan bantuan minimal, langkah pilihan berikut
perlu dipertimbangkan:
 Jika pasien memenuhi kriteria ekstubasi, langkah ini harus
diupayakan.
 Jika pasien terpasang kerah trakeostomi, uji coba harus dilanjutkan 2
sampai 3 kali sehari.
Penyapihan ventilator dianggap berhasil setelah pasien mencapai
ventilasi spontan selama sedikitnya 25 jam

10. ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN VENTILASI


MEKANIK
A. Pengkajian
 Sistem Respirasi
Terpasang ventilator settingan CPAP/PSV, FiO2 40%, PEEP 5 cmH2O,
trigger 2, RR set total 12x/menit, volume tidal 500 ml, I;E rasio 1:2,
terpasang ETT no 7,5 kedalaman 22 cm, terpasang oropharyngeal air way,
terdapat secret pada ETT dan mulut pasien, RR 28 x/menit, SaO2 94%,
pergerakan dinding dada simetris, suara nafas ronchi, perkusi paru sonor
pada kedua lapang paru
 Sistem Kardiovaskuler
Tekanan darah 90/60 mmHg, MAP 70 mmHg, nadi 102 x/menit, CRT 4
detik, EKG:sinus takikardia, bunyi jantung I dan II terdengar, bunyi
jantung tambahan
 Sistem Neurologis
Reflek pupil kiri dan kanan 2/2, kesadaran somnolen, akral teraba dingin
 Sistem Gastrointestinal
Terpasang NGT, tidak terdapat perdarahan lambung, tidak terdapat distensi
abdomen, peristaltic usus 15x/menit
 Sistem Renalis
Urin output 1500 cc/24jam, intake 1600 cc,

28
Pemeriksaan penunjang

 AGDA: pH 7,40, PaCo2: 28 mmHg, HCO3 24 mmol/L, PaO2 90 mmHg,


SaO2 94%
 Hasil laboratorium: Hb 9,4g/dL, leukosit 13.000/mm3, trombosit
376.000/mm3, Ht 29%
 X-Ray: terdapat penumpukan secret

B. Analisa data

No Data Etiologi Masalah


1 DO: Penumpukan secret Ketidakefektifan
- Terpasang ventilator bersihan jalan
- Terdapat secret nafas
- Suara nafas ronchi
- perkusi paru sonor pada
kedua lapang paru
- RR 28x/menit
DS:
Pasien terpasang ventilator
2 DO: Ketidakseimbangan Gangguan
- pH 7,40 ventilasi perfusi pertukaran gas
- PaCo2: 28 mmHg
- HCO3 24 mmol/L
- PaO2 90 mmHg
- SaO2 94%
- CRT 4 detik
DS:
Pasien terpasang ventilator

3 DO: Penurunan Penurunan curah

29
kontraktilitas jantung
- CRT 4 detik miokard jantung
- Suhu 37,80 C
- Tekanan darah 90/60
mmHg
- MAP 70 mmHg
- Nadi 102 x/menit
- AGD pH 7,40, PaCo2:
28 mmHg, HCO3 24
mmol/L, PaO2 90
mmHg, SaO2 94%

C. Diagnosa
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
secret
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi perfusi
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan kontraktilitas
miokard jantung

D. Intervensi

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan asuhan NIC
bersihan jalan keperawatan selama Airway Suction
nafas berhubungan klien dirawat di ICU, a. Pastikan kebutuhan
dengan diharapkan : oral/ tracheal
penumpukan NOC suctioning
secret Respiratory status : b. Auskultasi suara nafas
Airway patency c. Posisikan pasien untuk

30
Kriteria hasil : memaksimalkan
a. Suara nafas yang ventilasi
bersih, klien mampu d. Monitor status
mengeluarkan oksigenasi pasien
sputum e. Hentikan suction
b. Menunjukkan jalan apabila klien
nafas yang paten menunjukkan
( irama nafas, bradikardi, penurunan
frekuensi pernafasan saturasi O2.
dalam rentang f. Kelola pemberian
normal, tidak ada bronchodilator
suara nafas
abnormal)
c. Saturasi O2 dalam
batas normal
2 Gangguan Setelah dilakukan asuhan NIC
pertukaran gas keperawatan selama Airway management
berhubungan klien dirawat di ICU, a. Pastikan kepatenan
dengan diharapkan : selang ventilator dan
ketidakseimbangan NOC ETT
ventilasi perfusi Respiratory status : gas b. Monitor status
exchange pernafasan dengan
Kriteria hasil: ventilator (FiO2, PEEP,
1) Klien bebas dari RR Ventilator)
tanda dan gejala c. Posisikan pasien untuk
distres pernafasan memaksimalkan
(sianosis, takipneu) Ventilasi
2) PCO2 dalam batas d. Keluarkan sekret
normal (30 - 50) dengan Suction
3) PO2 dalam batas e. Auskultasi suara nafas,

31
normal (70-100) catat adanyasuara
4) pH darah dalam tambahan
batas normal (7.20 - f. Monitor respirasi dan
7.60) status O2
5) Saturasi oksigen
adekuat (>95-100%)
3 Penurunan curah Setelah dilakukan asuhan NIC
Cardiac Care
jantung keperawatan selama
a. Observasi adanya nyeri
berhubungan klien dirawat di ICU,
dada
dengan diharapkan :
b. Catat adanya disritmia
NOC
jantung
- Cardiac Pump
c. Catat kualitas nadi
Effectivenes
perifer, capilary refiill
- Circulation status
time, suhu dan warna
- Vital Sign Status
kulit
Kriteria Hasil:
d. Observasi irama EKG
1) Tanda vital
e. Monitor balance cairan
dalam rentang
f. Observasi hemodinamik
normal ( tekanan
( nadi, TD,CVP)
darah, nadi dan
g. Monitor efektivitas
respirasi)
pemberian oksigen
2) Capilary Refill
Time <2 detik
3) Tidak ada tanda-
tanda syok
4) Produksi urin
0,5-1
cc/kgBB/jam

32
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Ventilasi mekanik adalah proses penggunaan suatu peralatan untuk
memfasilitasi transpor oksigen dan karbondioksida antara atmosfer dan
alveoli untuk tujuan meningkatkan pertukaran gas paru-paru (Urden,
Stacy, Lough, 2010).
Terdapat beberapa jenis ventilator mekanis.Ventilator diklasifikasikan
berdasarkan cara alat tersebut mendukung ventilasi. Dua kategori umum
adalah ventilator tekanan-negatif dan tekanan-positif.Sampai sekarang
kategori yang paling umum digunakan adalah ventilator tekanan-positif.
   Berbagai gambaran digunakan dalam penatalaksanaan pasien pada
ventilator mekanis. Ventilator disesuaikan sehingga pasien merasa nyaman
dan ”dalam harmoni” dengan mesin. Perubahan yang minimal dari dinamik
kardiovaskuler dan paru diharapkan. Jika volume ventilator disesuaikan
dengan tepat, kadar gas darah arteri pasien akan terpenuhi dan akan ada
sedikit atau tidak ada sama sekali gangguan kardiovaskuler.
Jika pasien mengalami penurunan kontinu oksigenasi (PaO2),
peningkatan kadar karbondioksida arteri (PaCO2), dan asidosis persisten
(penurunan pH), maka ventilasi mekanis kemungkinan diperlukan. Kondisi
seperti pascaoperatif bedah toraks atau abdomen, takar lajak obat, penyakit
neuromuskular, cedera inhalasi, PPOM, trauma multipel, syok, kegagalan
multisistem, dan koma semuanya dapat mengarah pada gagal nafas dan
perlunya ventilasi mekanis

3.2 Saran-saran

Perawat yang bekerja di ruang kritis hendaknya adalah perawat


yang berpengalaman atau perawat yang mau belajar untuk
meningkatkan pengetahuannya mengenai teknologi di ruang kritis

33
terkait penggunaan mesin-mesin penunjang kehidupan yang digunakan
oleh pasien-pasiennya.

Penguasaan teknologi di ruang kritis merupakan tantangan bagi


profesi keperawatan. Perawat pemula ataupun perawat berpengalaman
akan memanfaatkan teknologi dengan cara yang berbeda, namun hal
ini tetap mempunyai implikasi yang sama terhadap praktek
keperawatan yaitu mengembangkan cara-cara baru dalam melakukan
asuhan keperawatan.

Perawat diharapkan harus mampu untuk menganalisa manfaat


transfer dan transform teknologi dari teknologi medis menjadi
teknologi keperawatan, tidak hanya di area keperawatan kritis tapi
juga di area-area keperawatan lainnya. Hal ini sebenarnya akan
meningkatkan kualitas praktek dan profesi keperawatan. Namun
sayangnya masih ada perawat yang beranggapan bahwa teknologi di
suatu area keperawatan merupakan suatu tambahan pekerjaan bagi
perawat.  

34
DAFTAR PUSTAKA

Chulay, M. and S. M. Burns (2006). Essensial Of Critical Care Nursing.


United States of America, The McGraw-Hill Companies.

Hudak C.M. & Gallo B.M. (2010). Critical Care Nursing: A Holistic
Approach.

Marino, P.L. (2007). The ICU Book. Philadelphia, Lippincott Williams &
Wilkins.

Nurarif, A. Huda & Kusuma H (2015). Aplikasi: asuhan keperawatan


berdasarkan diagnosa medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:
Mediaction.

Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., Cheever, K.H. (2008). Brunner &
Suddarth’s Textbook of Medical Surgical Nursing. Philadelphia,
Lippincott

Urden, L. D., Stacy, K.M., Lough, M.E. et al. (2010). Critical Care Nursing.
USA, Mosby Elsevier.

35

Anda mungkin juga menyukai