Anda di halaman 1dari 30

Makalah keperawatan kritis

“Ventilasi Mekanik”

Dosen Pembimbing :

Ns. Helena Delli, M.Kep

Disusun oleh:

Kelompok 2

M .Zaini Ria Astuti


Anissa Ulfa Sakiah Pitriana Nst
Ira Lestianti Sinthia Ramadhani Fitri
Yuri Hartika Sari Wina Azhari Nst
Nurul Aina Ibni Kalzan Balqis Rahmatul Husna
Anggun Melati Putri Sri Maharani
Rabiatul Addawiyah Fachriza Yulia
Dwi Mutia Zilfani Devy Sariani Lubis
Silvi Novita Darman Mellysa Rosalina

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan ke hadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan
hidayahnya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “ventilasi mekanik” makalah ini
disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Keperawatan kritis.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna, baik dari
segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik
dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari dosen mata kuliah, guna menjadi acuan
dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik di masa yang akan datang.
.

Pekanbaru,4 September 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................
1.2 Permasalahan........................................................................................................
1.3 Rumusan Masalah................................................................................................
1.4 Tujuan...................................................................................................................
1.5 Manfaat…………………………………………………………………………

BAB II TEORI DASAR


2.1Terminologi...........................................................................................................
2.2Learning Issues......................................................................................................
2.3Jawaban Learning Issues.......................................................................................
2.4 Mind Map/Peta Konsep........................................................................................
2.5 Merumuskan Learning Objects............................................................................

BAB III PENUTUP


3.1. Kesimpulan.........................................................................................................
3.2 Saran ...................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan teknologi semakin lama semakin pesat dan menyentuh 4ias4r semua
bidang kehidupan manusia. Pada akhirnya setiap individu harus mempunyai
pengetahuan dan keterampilan untuk menggunakan teknologi, agar dapat beradaptasi
terhadap perkembangan tersebut. Hal ini juga berlaku untuk profesi keperawatan,
khususnya area keperawatan kritis.
Masalah pernapasan menempati urutan tertinggi dalam menentukan prioritas
penanganan kegawatan maupun kekritisan. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa
ketika seseorang tidak mendapatkan oksigen, meskipun dalam hitungan menit maka
bias berakibat fatal.
Berbagai penyakit yang berkaitan dengan pernapasan pada akhirnya akan
berujung pada kondisi gagal napas. Hal ini membutuhkan penanganan khusus, dimana
oksigenisasi masih tetap terpenuhi meskipun pasien sudah tidak mampu lagi bernapas.
Ventilator adalah suatu system alat bantuan hidup yang diran$ang untuk
menggantikan atau menunjang fungsi pernapasan yang normal. Tujuan utama
pemberian dukungan ventilator mekanik adalah untuk mengembalikan fungsi normal
pertukaran udara dan memperbaiki fungsi pernapasan kembali ke keadaan normal.
Peningkatan kualitas dari ventilator mekanik menyebabkan makin luasnya
area penggunaan mesin tersebut. Tindakan operasi yang membutuhkan penggunaan
anestesi dan sedative sangat terbantu dengan keberadaan alat ini. Resiko terjadinya
gagal napas selama operasi akibat pengaruh obat sedative sudah 4ias tertangani
dengan keberadaan ventilator mekanik.

1
1.2 Permasalahan
Skenario
Bantu Aku...

Seorang laki-laki berusia 34 34 tahun dirawat di ICU karena membutuhkan bantuan


pernapasan melalui ventilasi mekanik. Dari hasil pengkajian didapatkan pasien
terpasang ventilator dengan setingan CPAP/PSV, FiO2 40%, PEEP 5 cmH2O, trigger
2, RR set total 12x/menit, volume tidal 500 ml, I:E rasio 1:2. Pasien terpasang ETT no
7,5 dengan kedalaman 22 cm, terpasang Oropharingeal air way, terdapat secret pada
ETT dan mulut pasien, frekuensi pernapasan pasien 28 kali permenit, tekanan darah
90/60 mmHg, MAP 70 mmHg frekuensi nadi 102 kali permenit, SaO2 94%, CRT 4
detik, suhu 37,8’C, reflek pupil kiri dan kanan 2/2. Kesadaran samnolen, pergerakan
dinding dada simetris, suara nafas ronkhi, perkusi paru sonor pada kedua lapang paru,
akral teraba dingin. Iraman pada monitor EKG Holter : Sinus Takikardi. Bunyi
jantung I dan II murni terdengar, bunyi jantung tambahan. Urin output 1500 cc/24
jam, intake 1600 cc, Hasil Analisa Gas Darah (AGDA) didapatkan pH : 7,40, PaCo2 :
28 mmHg, HCO3 24 mmol/L, PaO2 90 mmHg, SaO2 : 94%. Hasil pemeriksaan
laboraturium rutin didapatkan Hb: 9,4g/dl, leukosit 13.000/mm³ , trombosit
376.000/mm³, Ht 29%. Pasien terpasang NGT, tidak terdapat perdarahan lambung,
tidak terdapat distensi abdomen, peristaltic usus 15x/menit. Hasil pemeriksaan X ray
menunjukkan penumpukan sekret. Pasien direncanakan akan dilakukan weaning
ventilator bila TTV stabil dan hasil AGDA dalam batas normal.

1.3 Rumusan Masalah


1. Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :
2. Apa definisi ventilasi mekanik?
3. Apa tujuan diberikan ventilasi mekanik?
4. Apa indikasi dan kontraindikasi diberikan ventilasi mekanik?
5. Apa saja jenis ventilasi mekanik?
6. Bagaimana prosedur pemasangan ventilasi mekanik?
7. Apa saja setingan dari ventilasi mekanik?
8. Bagaimana prosedur dari weaning ventilator?
9. Apa saja mode-mode ventilasi mekanik?
10. Asuhan Keperawatan Pasien yang terpasang ventilasi mekanik

1.4 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui definisi ventilasi mekanik
2. Untuk mengetahui tujuan diberikan ventilasi mekanik
3. Untuk mengetahui indikasi dan kontraindikasi diberikan ventilasi mekanik
4. Untuk mengetahui jenis ventilasi mekanik
5. Untuk mengetahui prosedur pemasangan ventilasi mekanik
6. Untuk mengetahui setingan dari ventilasi mekanik
7. Untuk mengetahui prosedur dari weaning ventilator
8. Untuk mengetahui mode-mode ventilasi mekanik
9. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Pasien yang terpasang ventilasi mekanik
1.5 Manfaat
1. Bagi Instansi Terkait
Sebagai bahan masukan yang dapat menunjang mutu dalam pelaksanaan
praktik pelayanan keperawatan kritis tentang ventilasi mekanik.
2. Bagi instansi pendidik
Sebagai bahan acuan dalam kegiatan proses belajar mengajar, tentang ventilasi
mekanik .
3. Bagi penulis
Sebagai sarana yang efektif untuk menembah pengetahuan, mendalami ilmu
keperawatan tentang ventilasi mekanik.
4. Bagi pembaca
Hasil penulisan karya tulis ilmiah ini, diharapkan dapat memberikan
informasi tentang ventilasi mekanik.

BAB II
TEORI DASAR
Bantu Aku

Seorang laki-laki berusia 34 tahun dirawat di ICU karena mmbutuhkan bantuan pernapasan
melalui ventilasi mekanik. Dari hasil pengkajian didapatkan pasien terpasang ventilator
dengan settingan CPAP/PSV,FiO2 40 %, PEEP 5 cmH2O, trigger 2, RR set total 12x/menit,
Volume tidal 500 ml, I: E rasio 1: 2. Pasien tepasang ETT danmulut pasien, frekuensi
pernapasan pasien 28 kali permenit, tekanan darah 90/60 mmHg, MAP 70 mmHg, Frekuensi
nadi 102 kali permenit, SaO2 94 %, CRT 4 detik, Suhu 37,80C, reflek pupil kiri dan kanan
2/2, kesadaran somnolen, pergeraka dinding dada simetris, suara nafas ronkhi, perkusi paru
sonor pada kedua lapang paru, akral teraba dingin. Irama pada moitor EKG Holter : Sinus
Takikardi. Bunyi jantung I dan II murni terdengar, bunyi jantung tambahan. Urin output 1500
cc/24 jam, intake 1600 cc, Hasil Analisis Gas Darah (AGDA) didapatkan Ph: 7,40, PaCo2 :
28 mmHg, HCO3 24 mmol/L, PaO2 90 mmHg, SaO2 : 94 %. Hasil pemeriksaan
laboratorium rutin didapatkan HB : 9,4g/dl, leukosit 13.000/mm 3, trombosit 376.000/mm3, Ht
29 %. Pasien terpasang NGT, tidak terdapat pendarahan lambung, tidak terdapat distensi
abdomen, peristaltic usus 15 x/menit. Hasil pemeriksaan X ray menunjukkan penumpukan
secrt. Pasien direncanakan akan dilakukan weaning ventilator bila TTV stabil dan Hasil
AGDA dalam batas normal.

2.1 Terminologi

1. Ventilasi mekanik
2. Orofaringeal air way
3. AGDA
4. Ventilator
5. Kesadaran somnolen
6. Trigger 2
7. Weaning ventilator
8. PEEP
9. MAP
10. ETT
11. Settingan CPAP/PSV
12. Volume tidal
13. Peristaltic usus
14. Makna kata sulit

1. Ventilasi mekanik adalah alat ukur untuk membantu pernafasan


2. Orofaringeal air way adalah bagian faring yang berada di atas
3. AGDA adalah hasil analisis gas darah setelah pemeriksaan palpasi dan oshiodus
4. Ventilator adalahalat untuk mengatur keluar masuk gas
5. Kesadaran somnolen adalah mimpi berjalan
6. Trigger 2 adalah penebalan pada tendon contohnya pada jari jika di tekuk, tidak bisa
kembali
7. Weaning ventilator adalah penyapihan usaha untuk melepaskan pasien
8. PEEP adalah tekanan pernafasan paru-paru di atas atmosfer
9. MAP adalah tekanan darah arteri rata-rata dalam satu kali
10. ETT adalah alat untuk mempertahakan alat nafas
11. Settingan CPAP/PSV adalah continius positiv air way pressure
12. Volume tidal adalah jumlah udara yang mengalir keluar masuk paru-paru dalam satu
kali nafas
13. Peristaltic usus gerakan konsentrasi da dilatasi yang bergelombang

2.2 Learning Issues

1. Apa indikasi pasien terpasang ventilator dengan settingan CPAP/PSV dll?


2. Kenapa SAO2 94 % sedangkan sudah terpasang ventilator?
3. Seperti apa bunyi nafas tambahan?
4. Analisi gas darahnya normal atau tidak ?
5. Apa tindakan yang dilakukan untuk mengatasi penumpukan sekret?
6. Bagaimana cara melakukan/prosedure yang dilakukan weaning ventilator?
7. Maslah keperawatan utama yang dirasakan pasien?
8. Apa tindakan keperawatan utama yang dilakukan perawat pada pasien ini?
9. Adakah wewenang perawat untuk mengatur ventilator?

2.3 Jawaban Learning Issue

1. RR > 60 x/menit, SAO2 < 93 %, sering mengalami apnea, pasien tidak bernafas
spontan
2. Untuk meningkatkan SAO2 agar normal, normalnya SAO2 : 94-100 %, karena HB
menurun jadi SAO2 mencapai 100 %
3. Ada dua bunyi suara jantung lup dup
4. Ph : 7,38-7,42, SO2 : 94-100 %. PAO2 : 75-100 mmHg, PACO2 : 38-42 mmHg, HCO3:
22-28 mmol/c.
5. Suction
6. Menjelaskan masalah ketidakefektifan dan mengubah setingan sedikit demi sedikit
7. PACO2 tidak normal gangguan pertukaran gas ada pnumpukan sekret
8. Memasang ventilator, memebersihkan sekret, masalah ventilator/pernafasan, monitor
AGD, motorik GCS
9. Jika ada dokter, maka sebaiknya dokter. Namun jika kondisi darurat perawatbisa
melakukan sesuai prosedur dan ada izin pihak terkait.
2.4 Mind Map/ Peta Konsep

Laki-laki (34 thn)

ICU

ETT 7,5 Ventilasi Orofaringeal


dengan mekanik : air way
kedalaman 22 stingan PAP
cm sampai rasio

Pengkajian

Fisik, AGDA

Weaning ventilator (TTV & AGDA normal)

Ventilasi Mekanik

2.5 Merumuskan Learning Objectives

A. Definisi
Ventilasi mekanik adalah proses penggunaan suatu peralatan untuk
memfasilitasi transpor oksigen dan karbondioksida antara atmosfer dan alveoli
bertujuan untuk meningkatkan pertukaran gas dan paru-paru (Urden, Stacy,
Lough, 2010).
Ventilasi Mekanik adalah alat bantu nafas secara mekanik yang menghasilkan
aliran udara terkontrol pada jalan nafas pasien untuk mempertahankan ventilasi
dan pemberian oksigen dalam jangka waktu yang lama. Ventilasi mekanik adalah
terapi defenitif pada klien kritis yang mengalami hipoksemia dan hiperkapnia.
Ventilator merupakan alat pernafasan bertekanan negatif atau positif yang
dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen untuk peri ode waktu
yang lama (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008).

B. Tujuan

Tujuan ventilasi mekanik adalah untuk mempertahankan ventilasi alveolar yang tepat
untuk kebutuhan metabolik pasien dan untuk memperbaiki hipoksemia dan memaksimalkan
transpor oksigen (Hudak & Gallo, 2010). Bila fungsi paru untuk melaksanakan pembebasan
CO2 atau pengambilan O2 dari atmosfir tidak cukup, maka dapat dipertimbangkan
pemakaian ventilator. Tujuan fisiologis meliputi membantu pertukaran gas kardio-pulmonal
(ventilasi alveolar dan oksigenasi arteri), meningkatkan volume paru-paru (inflasi paru akhir
ekspirasi dan kapasitas residu fungsional), dan mengurangi kerja pernafasan. Tujuan klinis
meliputi mengatasi hipoksemia dan asidosis respiratori akut, mengurangi distress pernafasan,
mencegah atau mengatasi atelektasis dan kelelahan otot pernafasan, memberikan sedasi dan
blokade neuromuskular, menurunkan konsumsi oksigen, mengurangi tekanan intrakranial,
dan menstabilkan dinding dada (Urden, Stacy, Lough, 2010).

C. Indikasi Pemasangan Ventilasi Mekanik


Adapun indikasi pemasangan ventilasi mekanik dibagi atas:
Tabel 1. Indikasi untuk ventilasi atau bantuan mekanis pada orang dewasa
Pembedahan Kerusakan pada spinalis servikal di
Anestesi umum dengan blokade atas C4
neuromuskular Fraktur leher
Penatalaksanaan pascaoperasi bedah
Mayor
Depresi pusat respirasi Gangguan neuromuskular – bila vc
PaCO2 >7-8 kPa (50-60 mmHg) <20-30 ml/kg
Cedera kepala Guillain-Barré
Overdosis obat (opiat, barbiturat) Miastenia gravis
Peningkatan tekanan intrakranial: Poliomielitis
perdarahan Polineuritis
serebral/tumor/meningitis/ensefalitis
Status epileptikus
Penyakit paru Gangguan dinding dada
Pneumonia Kifoskoliosis
Sindrom gawat napas akut (ARDS) Trauma: terutama flail
Serangan asma berat segment (fraktur banyak iga
Eksaserbasi akut PPOK, fibrosis → potongan dinding dada
kistik yang tidak menempel)
Trauma-kontusio paru Lain-lain
Edema paru Henti jantung
Syok sirkulasi berat
Hipoksia resisten pada gagal
napas tipe 1 (berkurangnya
oksigen)

D. Jenis ventilasi mekanik

1) Ventilator tekanan negatif


Ventilator tekanan negatif pada awalnya diketahui sebagai “paru-paru besi”. Tubuh
pasien diambil alih oleh silinder besi dan tekanan negatif didapat untuk memperbesar
rongga toraks. Saat ini, ventilasi tekanan negatif jangka-pendek intermiten (VTNI) telah
digunakan pada penyakit paru obstruktif menahun (PPOM) untuk memperbaiki gagal nafas
hiperkapnik berat dengan memperbaiki fungsi diafragma (Hudak & Gallo, 2010).
Ventilator ini kebanyakan digunakan pada gagal nafas kronik yang berhubungan dengan
kondisi neuromuskular seperti poliomielitis, muscular dystrophy, amyotrophic lateral
sclerosis, dan miastenia gravis (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008).Ventilator tekanan
negatif menggunakan tekanan negatif pada dada luar. Penurunan tekanan intrathorak
selama inspirasi menyebabkan udara mengalir ke dalam paru-paru. Secara fisiologis, tipe
assisted ventilator ini sama dengan ventilasi spontan. Ventilator tekanan negatif mudah
digunakan dan tidak memerlukan intubasi jalan nafas (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever,
2008). Ventilator ini dapat digerakkan dan dipasang seperti rumah kura-kura, bentuk
kubah diatas dada dengan menghubungkan kubah ke generator tekanan negatif. Rongga
toraks secara harfiah “menghisap” untuk mengawali inspirasi yang disusun secara man
ual dengan “trigger”. Ventilator tekanan negatif menguntungkan karena ia bekerja
seperti pernafasan normal. Namun, alat ini digunakan terbatas karena keterbatasannya pada
posisi dan gerakan seperti juga rumah kura-kura (Hudak & Gallo, 2010).

Ventilator tekanan negatif menggunakan tekanan negatif pada dada luar.Penurunan


tekanan intrathorak selama inspirasi menyebabkan udara mengalir ke dalam paru-paru.
Secara fisiologis, tipe assisted ventilator ini sama dengan ventilasi spontan. Ventilator tekanan
negatif mudah digunakan dan tidak memerlukan intubasi jalan nafas (Smeltzer, Bare, Hinkle,
Cheever, 2008). Ventilator ini dapat digerakkan dan dipasang seperti rumah kura-kura, bentuk
kubah diatas dada dengan menghubungkan kubah ke generator tekanan negatif. Rongga
toraks secara harfiah “menghisap” untuk mengawali inspirasi yang disusun secara manual
dengan“trigger”. Ventilator tekanan negatif menguntungkan karena ia bekerja seperti
pernafasan normal. Namun, alat ini digunakan terbatas karena keterbatasannya pada posisi
dan gerakan seperti juga rumah kura-kura (Hudak & Gallo, 2010).

2) Ventilator tekanan positif

(1) Pressure-Cycled.

Ventilator pressure-cycled bekerja pada prinsip dasar bahwa bila tekanan praset
dicapai, inspirasi diakhiri (Hudak & Gallo, 2010; Ignatavicius & Workman, 2006;
Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008). Pada titik tekanan ini, katup inspirasitertutup dan
ekshalasi terjadi dengan pasif. Ini berarti bahwa bila komplain atau tahanan paru pasien
terhadap perubahan aliran, volume udara yang diberikan berubah (Hudak & Gallo,
2010).Secara klinis saat paru pasien menjadi lebih kaku (kurang komplain) volume udara
yang diberikan ke pasien menurun-kadang secara drastis (Hudak & Gallo, 2010).
Volume udara atau oksigen bisa bervariasi karena dipengaruhi resistansi jalan nafas dan
perubahan komplain paru, sehingga volume tidal yang dihantarkan tidak konsisten
(Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008). Perawat harus sering memonitor tekanan inspirasi,
kecepatan, dan volume tidal (VT) ekshalasi untuk meyakinkan ventilasi menit yang
adekuat dan untuk mendeteksi berbagai perubahan pada komplain dan tahanan paru.
Pada pasien yang status parunya tak stabil, penggunaan ventilator tekanan tidak
dianjurkan. Namun pada pasien komplain parunya sangat stabil, ventilator tekanan
adekuat dan dapat digunakan sebagai alat penyapihan pa da pasien terpilih (Hudak & Gallo,
2010).

Secara klinis saat paru pasien menjadi lebih kaku (kurang komplain) volume udara
yang diberikan ke pasien menurun-kadang secara drastis (Hudak & Gallo, 2010). Volume
udara atau oksigen bisa bervariasi karena dipengaruhi resistansi jalan nafas dan perubahan
komplain paru, sehingga volume tidal yang dihantarkan tidak konsisten (Smeltzer, Bare,
Hinkle, Cheever, 2008). Perawat harus sering memonitor tekanan inspirasi, kecepatan, dan
volume tidal (VT) ekshalasi untuk meyakinkan ventilasi menit yang adekuat dan untuk
mendeteksi berbagai perubahan pada komplain dan tahanan paru. Pada pasien yang status
parunya tak stabil, penggunaan ventilator tekanan tidak dianjurkan. Namun pada pasien
komplain parunya sangat stabil, ventilator tekanan adekuat dan dapat digunakan sebagai alat
penyapihan pada pasien terpilih (Hudak & Gallo, 2010).

(2) Time-Cycled

Ventilator time-cycled bekerja pada prinsip dasar bahwa bila pada waktu praset
selesai, inspirasi diakhiri (Hudak & Gallo, 2010; Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever,
2008). Waktu ekspirasi ditentukan oleh waktu dan kecepatan inspirasi (jumlah nafas per
menit). Normal rasio I:E (inspirasi:ekspirasi) 1:2 (Hudak & Gallo, 2010). Kebanyakan
ventilator memiliki suatu kontrol kecepatan yang menentukan kecepatan respirasi, tetapi
siklus waktu yang murni jarang digu nakan pada pasiendewasa. Ventilator tersebut
digunakan pada bayi baru lahir dan infant (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008).

(3) Volume-Cycled.

Ventilator volume yang paling sering digunakan pada unit kritis saat ini (Hudak
& Gallo, 2010; Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008). Prinsip dasar ventilator ini
adalah bila volume udara yang ditujukan diberikan pada pasien, inspirasi diakhiri. Ini
mendorong volume sebelum penetapan (VT) ke paru pasien pada kecepatan pengesetan.
Keuntungan ventilator volume adala h perubahan pada komplain paru pasien,
memberikan VT konsisten (Hudak & Gallo, 2010). Volume udara yang dihantarkan oleh
ventilator dari satu pernafasan ke pernafasan berikutnya relatif konstan, sehingga pernafasan
adekuat walaupun tekanan jalan nafas berv ariasi (Ignatavicius & Workman, 2006; Smeltzer,
Bare, Hinkle, Cheever, 2008).

E. Mode ventilasi mekanik

1. Controlled Minute Ventilation (CMV)


ventilasi ini sangat mirip dengan mode yang dipakai diruang operasi dimana laju
nafas dan volume tidal ditentukan oleh klinisi. CMV digunakan bila nafas spontan tidak ada
atau minimal, misalnya pada penderita dengan hipoksia yang berat.

2. Pressure Controlled Ventilasion (PCV)

mengatur laju nafas dan rasio inspirasi dan ekspirasi. PCV digunakan untuk
melimitasi tekanan pada jalan nafas pada paru-paru dengan komplians yang rendah atau
resistensi yang tinggi untuk mencegah risiko barotrauma. Dengan demikian akan diperoleh
volume tidal dan minute volume yang bervariasi sesuai dengan perubahan komplians dan
resistensi.

3. Assist-control ventilation (ACV)

penderita sudah mempunyai nafas spontan maka CMV atau PCV akan menjadl ACV.
Pada saat ini berisiko untuk terjadinya hiperventilasi.

4. Synchronised intermittent mandatory ventilation (SIMV)

Bila ada upaya nafas, maka mesin ventilator akan memberikan volume tidal, atau jika
tak ada upaya nafas maka mesin ventilator akan memberikan laju nafas. Dengan demikian
minute volume akan selalu terjamin keberadaannya. Selanjutnya setiap nafas spontan tidak
dibantu lagi, akan tetapi sirkuit akan mengalirkan oksigen.

SIMV

Pd SIMV, pengaturan volume tidal disesuaikan dg usaha nafas spontan penderita atau jika
tdk ada nafas spontan volume tidal yg dikeluarkan oleh ventilator akan disesuaikan dengan
nengaturan frekwensi nafas (preset rate).sehingga volume minimal terpenuhi. Bila pasien
bernafas spontan maka bantuan ventilator untuk memberikan volume tidal tidak ada, akan
tetapi mesin akan tetap mengalirkan oksigen. Dengan demikian dapat dihasilkan volume
semenit yang lebih tinggi. SIMV digunakan untuk menyapih pasien dari CMV dengan
mengurangi secara bertahap frekwensi nafas sehingga merangsang ventilasi spontan. Pressure
support dapat ditambahkan pada penderita yang sudah bernafas spontan.

F. Prosedur pemasangan ventilasi mekanik


1. Tubing ventilator yang telah dipakai dibersihkan terlebih dahulu dengan sabun
detergen, air dingin atau air hangat yang mengalir dan seringkali diperlukan sikat.
2. Ventilator yang sudah bersih direndam dalam larutan desinfektan selama kurang
lebih 24 jam.
3. Kemudian bilas kembali dengan air hangat yang mangalir (scrub station dengan
Tubedryer, bila ada kering Tubing-tubing ventilator tersebut dibungkus pakai
sterilisator Autoclave, dibungkus dengan kain.
4. Alat ventilator Transduser, Kabel sensor humidifier, cukup di desinfeksi dengan
Cidex (High) dan Alkohol, Saflon 1:3 (low)

G. Setting ventilasi mekanik

Jumlah dan tekanan udara yang diberian kepada klien diatur oleh ventilator (Smith-Temple
& Johnson, 2011):

1) Volume tidal (VT)

jumlah udara dalam mililiter dalam satu kali nafas, yang diberikan selama inspirasi.
Pengaturan awal adalah 7-10 ml/kg; dapat ditingkatkan sampai15 ml/kg

2) Frekuensi

jumlah nafas yang diberikan per menit. Pengaturan awal biasanya10 kali dalam 1
menit tetapi akan bervariasi sesuai dengan kondisi klien.

3) Fraksi oksigen terinspirasi oksigen (fraction of inspired oxygen, FiO2)

persentase oksigen dalam udara yang diberikan. Udara kamar memiliki FiO2 21%.
Pengaturan awal berdasarkan pada kondisi klien dan biasanya dalam rentang 50% sampai
65%. Dapat diberikan sampai 100%, tetapi FiO2 lebih dari 50% dihubungkan dengan
toksisitas oksigen.

4) PEEP

tekanan positif yang konstan dalam alveolus yang membantu alveoli tetap terbuka
dan mencegahnya menguncup dan atelektasis. Pengaturan PEEP awal biasanya adalah 5
cmH2O. Tetapi dapat juga mencapai hingga 40 cmH2O untuk kondisi seperti sindrom gawat
nafas pada orang dewasa (ARDS). Setiap perubahan yang dilakukan pada pengaturan
ventilator harus dievaluasi setelah 20 sampai 30 menit melalui analisis gas darah arteri, hasil
pengukuran SaO2, atau hasil pembacaan karbon dioksida tidal-akhir untuk melihat
keefektivitasan ventilator .

5) Flow Rate
Flow yang cukup dibutuhkan untuk menghasilkan PIP dan gelombang ventilator
normal. Flow 610 liter/menit cukup untuk rata-rata neonatus. Flow yang tinggi akan
memperbaiki oksigenasi.

a. Oksigenasi dapat ditingkatkan (diperbaiki) dengan:

 Meningkatkan FiO2
 Meningkatkan MAP dengan meningkatkan PEEP, PIP, Flow Rate, TI, dan
menurunkan TE.
b. Kadar CO2 dapat diturunkan dengan:

 Meningkatkan tidal volume


 Meningkatkan rate
 Meningkatkan PIP
 Menurunkan PEEP

6) Waktu Inspirasi (TI) dan Ekspirasi (TE)

Nilai normal TI 0,3– 0,5 detik, nilai <0,2 atau >0,7 dapat berbahaya. Waktu inspirasi
bayi prematur yang bernapas spontan dengan RDS adalah 0,3 detik. Bila waktu inspirasi
lama, bayi akan ekspirasi melawan inflasi ventilator sehingga dapat terjadi pneumotoraks.

Nilai TI atau TE, harus berkisar antara 3-5x time constant. Peningkatan rate akan
meningkatkan minute volume dan menurunkan PaCO2, pengurangan rate akan
mengurangi minute volume dan meningkatkan PaCO2.

Bayi prematur dengan paru yang kaku mempunyai TE pendek, biasanya <0,3 detik
sehingga dapat diventilasi dengan rate 90x/menit. Bila parunya tidak kaku (misalnya:
BPD, paru normal, HMD yang perbaikan, aspirasi mekonium), TE <0,4 detik dapat
menyebabkan air trapping.

7) Pressure Limit/ Pressure Inspirasi

Pressure limit mengatur/membatasi jumlah pressure/tekanan dari volume cycled


ventilator, sebab pressure yg tinggi dapat menyebabkan barotrauma. Pressure yg
direkomendasi adalah plateau pressure tidak boleh melebihi 35 cmH2O. Jika limit ini dicapai
maka secara otomatis ventilator menghentikan hantarannya, dan alarm berbunyi.

Pressure limit yang tercapai ini biasanya disebabkan oleh adanya sumbatan/obstruksi
jalan nafas, retensi sputum di ETT atau penguapan air di sirkuit ventilator. Biasanya akan
normal lagi setelah suctioning. Peningkatan pressure ini juga dapat terjadi karena pasien
batuk, ETT digigit, fighting terhadap ventilator, atau kinking pada tubing ventilator.

8) Sensitifity/Trigge
Sensitivity menentukan jumlah upaya nafas pasien yang diperlukan untuk
memulai/mentrigger inspirasi dari ventilator. Setting dapat berupa flow atau pressure. Flow
biasanya lebih baik untuk pasien yang sudah bernafas spontan dan memakai PS/Spontan/ASB
karena dapat megurangi kerja nafas/work of breathing. Selain itu pada pasien PPOK
penggunaan flow sensitiviti lebih baik karena pada PPOK sudah terdapat intrinsic PEEP pada
paru pasien sehingga pemakaian pressure sensitiviti kurang menguntungkan.

Nilai sensitivity berkisar 2 sampai -20 cmH2O untuk pressure sedangkan untuk flow
antara 2-20 L/menit. Jika PaCO2 pasien perlu dipertahankan konstan, misalnya pada
resusitasi otak, maka setting dapat dibuat tidak sensitif. Dengan demikian setiap usaha nafas
pasien tidak akan dibantu oleh ventilator. Pada keadaan ini perlu diberikan sedasi dan
pelumpuh otot (muscle relaksan) karena pasien akan merasa tidak nyaman sewaktu bangun.
Namun jika memakai mode assisted atau SIM atau spontan/PS/ASB, trigger harus dibuat
sensitif.

9) Setting alarm ventilator

Alarm Low exhaled volume


Set 100 cc dibawah nilai tidal volume ekspirasi, misalnya tidal volume ekspirasi 500 cc maka
alarm diset 400 cc. Akan berbunyi jika tidal volume pasien tidak adekuat. Biasanya
digunakan untuk mendeteksi kebocoran sistim di ventilator atau terjadi disconnect sirkuit

Alarm Low Inspiratory Pressure


Sebaiknya diset 10-15 cmH2O dibawah PIP (Peak Inspiratory Pressure) Akan berbunyi jika
Pressure turun dibawah yang diset. Juga digunakan untuk mendeteksi kebocoran sistim Jika
alarm ini berbunyi maka perlu dilakukan pemeriksaan pasien terhadap:

a. Air di dalam sirkuit

b. ETT kinking atau tergigit

c. Sekresi dalam ETT

d. Bronkospasme

e. Pneumotoraks tension

f. Low compliance (efusi pleura, edema paru akut, asites)

g. Peningkatan airway resistance

h. Batuk

H. Prosedur weaning / penyapihan ventilasi mekanik


Penyapihan pada ventilasi mekanik berbeda antara ventilas jangka pendek dan
ventilasi jangka panjang.
a. Penyapihan untuk ventilasi jangka pendek
Pasien sering dipasang intubasi elektif untuk prosedur pembedahan atau
prosedur lainnya, atau untuk keadaan yang lebih mendesak akibat gawat napas yang
disebabkan oleh penyakit paru utama atau cedera traumatik. Alasan umum lainnya
untuk pemasangan intubasi adalah perlunya upaya perlindungan jalan napas karena
pembengkakan jalan napas (mis. Akibat cedera inhalasi akut) atau perubahan status
nyata pada status mental (mis. Seperti kasus cedera serebrovaskular). Setelah seleksi
selesai atau setelah pasien stabil, ekstubasi segera setelah pasien mampu melindungi
jalan napas. Proses penyapihan dalam kondisi ini dapat berlangsung cepat,
berdasarkan respons pasien terhadap pengurangan dukungan ventilator.

b. Kriteria penyapihan
Hemodinamik stabil, resusitasi adekuat dan tdak membutuhkan dukungan
vasoaktif
SaO₂ > 92% pada FiO₂ < 40%, tekanan ekspirasi-akhir positif (PEEP) < 5 cm H₂O
Pemeriksaan sinar-X dada ditinjau kembali untuk menemukan faktor yang dapat
diperbaiki, ditangani sesuai indikasi
Indikator metabolik (pH serum, elektrolit utama) dalam rentang normal
Hematokrit > 25%
Suhu inti > 36°C dan <39°C
Penatalaksanaan nyeri/ansietas/agitasi yang adekuat
Tidak ada blokade neuromuskular sisa
Gas darah arteri (AGD) normal atau nilai dasar pasien
c. Prosedur penyapihan
a. Mengurangi laju ventilator, kemudian mengubahnya menjadi PSV (pressure-
support ventilation) saja.
b. Menyapih PSV sesuai toleransi hingga ≤ 10 cm H₂O
c. Jika pasien memenuhi kriteria toleransi selama sedikitnya 2 jam pada tingkat
bantuan ini dan memenuhi kriteria ekstubasi, ekstubasi dapat dilakukan.
d. Jika pasien tidak memenuhi kriteria toleransi, tingkatkan PSV atau tingkatkan
laju ventilator sesuai kebutuhan untuk mencapai pengaturan istirahat dan
tinjau kembali kriteria penyapihan untuk menemukan faktor yang dapat
diperbaiki.
e. Ulangi upaya penyapihan pada PSV 10 cm setelah periode istirahat (minimum
2 jam). Jika pasien gagal melewati uji coba penyapihan kedua, kembali ke
pengaturan istirahat dan gunakan pendekatan penyapihan ventilasi jangka
panjang.
d. Kriteria toleransi:
Jika pasien menunjukkan salah satu tanda berikut, uji coba penyapihan
harus dihentikan dan pasien harus kembali ke pengaturan istirahat:
 Frekuensi pernapasan lebih dari 35 x/menit
 SaO₂ < 90%
 Volume tidal ≤ 5 ml/kg
 Ventilasi menit stabil > 200 ml/kg/menit
 Tanda-tanda gawat napas atau hemodinamik
 Pola pernapasan berat
 Peningkatan ansietas, diaforesis atau keduanya
 Frekuensi pernapasan > 20% lebih tinggi atau lebih rendah dari nilai dasar
 Tekanan darah sistolik > 180 mmHg atau < 90 mmHg.
e. Kriteria Ekstubasi
Status mental waspada dan mampu berespons terhadap perintah
Batuk atau refleks muntah baik, mampu melindungi jalan napas dan
membersihkan sekret
Mampu mengalirkan udara di sekitar slang endotrakeal saat balon kempis dan
ujung slang disumbat.

F. Penyapihan untuk ventilasi jangka panjang


Pasien yang terpasang ventilasi mekanis dan gagal melewati penyapihan
jangka pendek kerap menunjukkan dekondisi yang signifikan akibat penyakit komples
kronis, akut atau keduanya. Pasien tersebut biasanya membutuhkan periode latihan
fisik untuk otot-otot pernapasan guna memperoleh kembali kekuatan dan daya tahan
yang dibutuhkan agar berhasil kembali ke pernapasan normal.

a. Prosedur penyapihan:
Beralih ke mode PSV, sesuaikan tingkat dukungan untuk mempertahankan
frekuensi pernapasan pasien kurang dari 35 x/menit.
Amati adanya tanda-tanda awal kegagalan selama 30 menit (kriteria toleransi dama
seperti ventilasi jangka pendek).
Jika mampu ditoleransi, lanjutkan uji coba selama 2 jam, kemudian
kembalikan pasien ke pengaturan istirahat dengan menambahkan pernapasan
ventilator atau meningkatkan PSV guna mencapat frekuensi penapasan total kurang
dari 20 x/menit.
Setelah beristirahat sedikitnya 2 jam, ulangi uji coba selama 2 sampai 4 jam
pada tingkat PSV yang sama seperti uji coba sebelumnya. Jika pasien mencapai
kriteria toleransi, hentikan uji coba dan kembalikan ke pengaturan istirahat. Pada
kasus ini, uji coba selanjutnya harus dilakukan pada tingkat dukungan yang lebih
tinggi dibandingkan uji coba yang gagal.
Catat hasil untuk setiap episode penyapihan, termasuk parameter spesifik dan
perkiraan waktu jika kegagalan teramat, pada bagan alir tempat tidur.
Target tindakan adalah untuk meningkatkan lama uji coba dan mengurangi tingkat
PSV yang dibutuhkan pada penambahan dasar. Pada setiap uji coba yang berhasil,
tingkat PSV dapat berkurang sebanyak 2 sampai 4 cm H₂O, interval waktu dapat
ditingkatkan 1 sampai 2 jam, sementara kita mempertahankan pasien dalam parameter
toleransi.
Tinjau kembali kriteria kesiapan untuk menemukan faktor-faktor yang dapat
diperbaiki setiap hari dan setiap kali pasien gagal melewati uji coba penyapihan.
b. Penghentian ventilasi mekanis:
Pasien harus menjalani penyapihan sampai pengaturan ventilator menunjukkan
FiO₂ ≤ 40%, PSV ≤ 10 cm H₂O, dan tekanan ekspirasi akhir positif (PEEP) ≤ 8 cm
H₂O. Setelah pengaturan tersebut dapat ditoleransi dengan baik, pasien harus
mendapatkan ventilasi dengan tekanan jalan napas positif kontinu (continuous
positive airway pressure, CPAP) 5 cm H₂O. Jika pasien memenuhi kriteria toleransi
selama 5 menit pertama, uji coba harus dilanjutkan selama 1-2 jam. Jika observasi
klinis dan analisis gas darah menunjukan pasien mempertahankan ventilasi dan
oksigenasi yang adekuat dengan bantuan minimal, langkah pilihan berikut perlu
dipertimbangkan:
 Jika pasien memenuhi kriteria ekstubasi, langkah ini harus diupayakan.
 Jika pasien terpasang kerah trakeostomi, uji coba harus dilanjutkan 2 sampai 3
kali sehari.
 Penyapihan ventilator dianggap berhasil setelah pasien mencapai ventilasi
spontan selama sedikitnya 25 jam.

I. Komplikasi Penggunaan ventilasi mekanik

1. Komplikasi jalan nafas


Jalur mekanisme pertahanan normal, sering terhenti ketika terpasang ventilator,
penurunan mobilitas dan juga gangguan reflek batuk dapat menyebabkan infeksi pada
paru-paru (Smeltzer, Bare, Hinkle, Cheever, 2008). Aspirasi dapat terjadi sebelum,
selama, atau setelah intubasi. Risiko aspirasi setelah intubasi dapat diminimalkan dengan
mengamankan selang, mempertahankan manset mengembang, dan melakukan suction
oral dan selang kontinyu secara adekuat (Hudak& Gallo, 2010).
2. Masalah selang endotrakeal
Bila selang diletakkan secara nasotrakeal, infeksi sinus berat dapat terjadi.
Kapanpun pasien mengeluh nyeri sinus atau telinga atau terjadi demam dengan etiologi
yang tak diketahui, sinus dan telingaharus diperiksa untuk kemungkinan sumberinfeksi
(Hudak & Gallo, 2010).
Beberapa derajat kerusakan trakeal disebabkan oleh intubasi lama. Stenosis trakeal
dan malasia dapat diminimalkan bila tekanan manset diminimalkan. Sirkulasi arteri
dihambat oleh tekananmanset 30 mmHg. Bila edema laring terjadi, maka ancaman
kehidupan pascaekstubasi dapat terjadi (Hudak & Gallo, 2010)
3. Masalah mekanis
Malfungsi ventilator adalah potensial masalah serius. Tiap 2 sampai 4 jam
ventilator diperiksa oleh staf keperawatan ataupernafasan. VT tidak adekuat disebabkan
oleh kebocoran dalam sirkuit atau manset, selang, atau ventilator terlepas, atau obstruksi
aliran. Selanjutnya disebabkan oleh terlipatnya selang, tahanan sekresi, bronkospasme
berat, spasme batuk, atau tergigitnya selang endotrakeal (Hudak & Gallo,2010).
4. Barotrauma
Ventilasi mekanik melibatkan “pemompaan” udara ke dalam dada, menciptakan
tekanan posistif selama inspirasi. Bila PEEP ditambahkan, tekanan ditingkatkan dan
dilanjutkan melalui ekspirasi. Tekanan positifini dapat menyebabkan robekan alveolus
atau emfisema. Udara kemudian masuk ke area pleural, menimbulkan tekanan
pneumothorak-situasi darurat. Pasien dapat mengembangkan dispnea berat tiba-tiba dan
keluhan nyeri pada daerah yang sakit (Hudak & Gallo, 2010).
5. Penurunan curah jantung
Penurunan curah ditunjukkan oleh hipotensi bila pasien pertama kali dihubungkan
ke ventilator ditandai adanya kekurangan tonus simpatis dan menurunnya aliran balik
vena. Selain hipotensi, tanda dan gejala lain meliputi gelisah yang dapat dijelaskan,
penurunan tingkat kesadaran, penurunan halauan urin, nadi perifer lemah, pengisian
kapiler lambat, pucat, lemah dan nyeri dada (Hudak & Gallo, 2010).
6. Keseimbangan cairan positif
Penurunan aliran balik vena ke jantung dirangsang oleh regangan reseptor vagal
pada atrium kanan. Manfaat hipovolemia ini merangsang pengeluaran hormon
antidiuretik dari hipofisis posterior. Penurunan curah jantung menimbulkan penurunan
haluaran urin melengkapi masalah dengan merangsang respon aldosteron renin-
angiotensin. Pasien yang bernafas secara mekanis, hemodinamik tidak stabil, dan yang
memellukan resusitasi cairan dalam jumlah besar dapat mengalami edema luas, meliputi
edema sakral dan fasial (Hudak& Gallo, 2010).
7. Peningkatan IAP
Peningkatan PEEP bisa membatasi pengembangan rongga abdomen ke atas.
Perubahan tekanan pada kedua sisi diafragma bisa menimbulkan gangguan dalam
hubungan antara intraabdomen atas dan bawah, tekanan intrathorak dan intravaskuler
intraabdomen. Ventilasi mekanik diidentifikasi sebagai faktor predisposisi independen
untuk terjadinya IAH. Pasien-pasien dengan penyakit kritis, yang terpasang ventilasi
mekanik, menunjukkan nilai IAP yang tinggi ketika dirawat dan harus dimonitor terus-
menerus khususnya jika pasien mendapatkan PEEP walaupun mereka tidak memiliki
faktor risiko lain yang jelas untuk terjadinya IAH.
Setting optimal ventilasi mekanik dan pengaruhnya terhadap fungsi respirasi dan
hemodinamik pada pasien dengan acute respiratory distress syndrome(ARDS)
berhubungan dengan IAH masih sangat jarang dikaji. Manajement ventilator yang
optimal pada pasien dengan ARDS dan IAH meliputi: monitor IAP, tekanan esofagus,
dan hemodinamik; setting ventilasi dengan tidal volume yang protektif, dan PEEP diatur
berdasarkan komplain yang terbaik dari sistem respirasi atau paru-paru; sedasi dalam
dengan atau tanpa paralisis neuromuskular pada ARDS berat; melakukan open abdomen
secara selektif pada pasien dengan ACS berat.
H. Askep

A. PENGKAJIAN PASIEN DENGAN VENTILATOR

1. Biodata :

Meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, agama, alamat, dll
( pengkajian ini pentig dilakukan untuk mengetahui latar belakang status social ekonomi, adat
kebudayaan dan keyakinan spiritual pasien, sehingga mempermudah dalam berkomunikasi
dan menentukan tindakan keperawatan yang sesuai. )

2. Riwayat Penyakit / Riwayat Keperawatan :

Dapat diperoleh melalui orang lain ( keluarga, tim medis lain )


Pengkajian ini dilakukan untuk mengetahui kemungkinan penyebab atau factor pencetus
terjadinya gagal nafas / dipasangnya ventilator

3. Keluhan klien

Untuk mengetahui keluhan pasien dalam keadaan sadar baik, bisa dilakukan dengan
cara pasien diberi alat tulis untuk menyampaikan keluhannya
Keluhan pasien yang perlu dikaji adalah rasa sesak nafas, nafas terasa berat, kelelahan dan
ketidaknyamanan.

4. System Pernafasan

Setting ventilator meliputi :

1. Mode ventilator
 CR/CMV/IPPV ( Controlled Respiration / Controlled Mandatory Ventilation/
Intermitten Positive Presurre Ventilation)
 SIMV ( Syncronized Intermitten Mandatory Ventilation )
 ASB/ PS ( Assisted Spontaneus Breathing/ Pressure Suport )
 CPAP ( Continous Positive Air Pressure )
 FiO2 : prosentase oksigen yang diberikan
 PEEP : Positive End Ekspiratory Pressure
 Frekuensi nafas
2. Gerakan nafas apakah sesuai dengan irama ventilator
3. Expansi dada kanan dan kiri apakah sesuai atau tidak
4. Suara nafas : adakah ronchi, wheezing, penurunan suara nafas
5. Adakah gerakan cuping hidung dan penggunaan otot bantu tambahan
6. Secret : jumlah, konsistensi, warna dan bau
7. Humidifier : kehangatan dan batas aqua
8. Tubing / sirkuit ventilator : adakah kebocoran, tertekuk atau terlepas
9. Hasil analisa gas darah terakhir / saturasi oksigen
10.Hasil foto thorak terakhir

5. System Kardiovaskuler

Pengkajian kardiovaskuler dilakukan untuk mengetahui adanya gangguan


hemodinamik yang diakibatkan seting ventilator ( PEEP terlalu tinggi ) atau disebabkan
karena hipoksia
Pengkajian meliputi tekanan darah, nadi, irama jantung, perfusi, adakah sianosis dan banyak
mengeluarkan keringat

6. System Neurologi

Pengkajian meliputi tingkat kesadaran, adakah nyri kepala, rasa ngantuk, gelisah, dan
kekacauan mental

7. System Urogenital

Adakah penurunan produksi urine ( berkurangnya produksi urine menunjukkan


adanya gangguan perfusi ginjal )

8. Status Cairan Dan Nutrisi

Status cairan dan nutrisi penting dikaji karena bila ada gangguan status nutrisi dan
cairan akan memperberat keadaan. Seperti cairan yang berlebihan dan albumin yang rendah
akan memperberat oedema paru

9. Status Psikososial

Pasien yang dirawat di icu dan dipasang ventilator sering mengalami depresi mental
yang dimanifestasikan berupa kebingungan, gangguan orientasi, merasa terisolasi,
kecemasan dan ketakutan akan kematian.

B. Diagnose Keperawatan

1. Inefektif kebersihan jalan nafas b/d secret yang tertahan


Tujuan : Jalan nafas efektif, ditandai dengan :
 Suara nafas vesikuler
 pH 7,35 – 7,45
 PCO2 35 – 45 mmHg
 PO2 95 – 100 mmHg

Intervensi :
1) Manajemen jalan nafas
2) Monitor respirasi

2. Ketidakmampuan mempertahankan ventilasi spontan b/d ARDS


Tujuan : Pasien mampu mempertahankan ventilasi spontan
 RR 12 – 16 X/mnit
 PO2 95 – 100
 PCO2 35 – 45
 Tidak ada sianosis
 Saturasi O2 95 – 100 %

Intervensi :
1) Manajemen airway
2) Ventilasi mekanik
3) Monitor respirasi

3. Kerusakan pertukaran gas b/d edema paru, ARDS


Tujuan : Pertukaran gas optimal ditandai dengan :

 RR 12 – 16 X/mnit
 PO2 95 – 100
 PCO2 35 – 45
 Tidak ada sianosis
 Saturasi oksigen 95 – 100 %
 Ventilasi alveolar meningkat, A-aDO2 menurun

Intervensi :
1) Manajemen air way
2) Manajemen cairan
3) Ventilasi mekanik
4) Manajemen asam basa
5) Monitor respirasi
6) Kolaborasi antibiotik

4. Cemas b/d penyakit kritis, takut terhadap kematian


Tujuan : Cemas berkurang atau hilang

Kriteria hasil :
 Mampu mengekspresikan kecemasan
 Tidak gelisah
 Pasien kooperatif

Intervensi :
1) Lakukan komunikasi terapetik
2) Dorong pasien agar mampu mengekspresikan perasaannya
3) Berikan sentuhan kasih sayang
4) Berikan support mental
5) Berikan kesempatan pada keluarga dan orang – orang yang dekat dengan klien untuk
mengunjungi pada saat – saar tertentu
6) Berikan informasi realitas pada tingkat pemahaman klien
5. Gangguan pemenuhan komunikasi verbal b/d efek pemasangan selang endhotracheal
Tujuan : Mempertahankan komunikasi

Kriteria hasil :
Klien dapat berkomunikasi dengan menggunakan metode alternative

Intervensi :
1) Berikan papan, kertas dan pensil, gambar untuk komunikasi, ajukan pertanyaan dengan
jawaban “ya” atau “tidak”
2) Yakinkan klien bahwa suaran akan kembali bila ETT dilepas

6. Resiko infeksi saluran nafas b/d efek pemasangan selang endotracheal


Tujuan : Tidak terjadi infeksi saluran nafas

Kriteria hasil :
 Suhu tubuh normal ( 36 – 37 ,5 o C )
 Warna sputum jernih
 Kultur sputum negative

Intervensi :
1) Evaluasi warna, jumlah, konsistensi dan bau sputum setiap kali melakukan penghisapan
2) Lakukan pemeriksaan kultur sputum dan tes sensitifitas sesuai indikasi
3) Pertahankan teknik aseptic pada saat melakukan suction
4) Jaga kebersihan bag dan mask
5) Lakukan pembersihan mulut, hidung, dan faring setiap shift
6) Ganti selang / tubing ventilator 24 – 72 jam
7) Monitor tanda – tanda vital yang menunjukkan adanya infeksi
8) Berikan antibiotika sesuai program dokter

7. Resiko trauma atau cedera b/d ventilasi mekanis, selang endotracheal, ansietas, stress
Tujuan : Bebas dari cedera selama ventilasi mekanik

Kriteria hasil :
 Tidak terjadi iritasi pada hidung maupun jalan nafas
 Tidak terjadi barotrauma

Intervensi :
1) Monitor ventilator terhadap peningkatan secara tajam
2) Yakinkan nafas pasien sesuai dengan irama ventilator
3) Mencegah terjadinya fighting kalau perlu kolaborasi dengan dokter untuk memberi sedasi
4) Observasi tanda dan gejala barotrauma
5) Lakukan penghisapan lendir dengan hati – hati dan gunakan kateter suction yang ujungnya
tidak tajam
6) Lakukan restrain/ fiksasi bila pasien gelisah
7) Atur posisi tubing / selang ventilator dengan tepat

.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN

Waktu Dx Keperawatan Tujuan & Kriteris Hasil Intervensi Ttd

Ketidakefektifan Setelah dilakukan Respiratory


bersihan jalan Management
tindakan keperawatan
nafas yang Pantau rate, irama, kedalaman,
berhubungan selama 3 x 7 jam dan usaha napas.
dengan Perhatikan gerakan
diharapkan masalah
pembentukan dada, amati
lendir yang bersihan jalan kesimetrisan,
berkaitan dengan penggunaan otot
napas kembali efektif aksesoris.
ventilasi mekanik
tekanan positif dengan kriteria hasil : Monitor suara napas tambahan
Monitor pola napas :
Indikator IR E bradipnea, hiperventilisasi
Airway
R Management
Berikan posisi yang nyaman
- Frekuensi 2 4 Lakukan penghisapanlendir
dalam batas (suction) sesuai
normal (16 – kebutuhan pasien
24 x/menit) Kolaborasi dalam
pemberian broncodilator
- Irama dan 2 Airway
5 Suctioning
Kedalaman napas Aukultasi suara napas
sebelum dan sesudah
- Kemampuan 1 4 dilakukan suction
Untuk Gunakan aliran
mengeluarkan rendahuntuk menghilangkan
sekret sekret
Monitor status oksigen
- Suara napas
2 5 pasien dan status hemodinamik
tambahan

- Akumulasi 2 4
Sekret
- Penggunaan 2 5
otot bantu
napas

Keterangan :
1 : Berat
2 : Cukup
3 : Sedang
4 : Ringan
5 : Tidak ada gangguan
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan

Ventilasi mekanik atau yang dikenal dengan nama ventilator adalah suatu alat yang dapat
membantu kerja alat pernafasan dan mengatur pertukaran gas. Ventilasi mekanik juga
dairtikan sebagai alat pernafasan yang bertekanan positif yang dapat mempertahankan
ventilasi dan pemberian oksigen untuk periode waktu yang lama.

Tujuan dari pemasangan ventilas mekanik ini untuk mempertahankan ventilasi alveolus
yang tepat untuk kebutuhan metabolik pasien dan untuk memperbaiki hipoksemia dan
memaksimalkan transport oksigen dari atmosfer yang tidak cukup, sehingga dipertimbangkan
untuk dilakukan pemasangan ventilator atau ventilasi mekanik. Ventilasi mekanik ini
diberikan kepada pasien gagal nafas, hipoksia berat, cidera kepala, serangan asma berat,
pneumonia, PaCO2 > 7-8 kPa (50-60 mmHg), henti jantung, syok kardiogenik. Terdapat dua
jenis ventilasi mekanik yaitu ventilasi tekanan negatif, dan ventilasi tekanan positif (pressure
cycled, time cycled, dan volume cycled). Pada saat, atau sedang dan setelah pemasangan
ventilator, perawat harus selalu memonitor, apakah terdapat kontraindikasi atau tidak. Adapun
kontraindikasi dari pemasangan ventilasi mekanik, seperti komplikasi jalan nafas, masalah
selang endotrakeal, masalah mekanis, barotrauma, penurunan curah jantung, keseimbangan
cairan positif, dan peningkatan IAP.

Selain itu, ventilasi mekanik terdapat mode-mode antara lain Pressure Controlled
Ventilation (PCV), Assist-control ventilation (ACV), dan Syncrhronised intermitten
mandatory ventilation (SIMV). Pada saat ingin memasang ventilator kepada pasien, Perawat
harus memperhatikan setting pada ventilator, adapun setting ventilator antara lain, Volume
Tidal (VT), Frekuensi, Fraksi oksigen terinspirasi oksigen, PEEP, Flow Rate, Waktu Inspirasi
(TI) dan Ekspirasi (TE), Pressure Limit (Pressure Inspirasi), Sensitifity atau Trigge, dan
Setting alarm ventilator.
Jika kondisi pasien sudah mulai normal terutama pada hasil labratorium Analisis Gas Darah
(AGD), perawat akan melepaskan ventilator secara perlahan yang disebut weaning atau
penyapihan ventilasi mekanik.

Asuhan keperawatan pada pasien yang terpasang ventilator sama halnya dengan
prosedur keperawatan sebelumnya, seperti dimulai dari pengkajian sampai evaluasi. Akan
tetapi pengkajian yang dilakukan pada pasien kritis berbeda, dikarenakan pengkajian yang
dilakukan harus secara kontinu atau terus menerus, karena kondisi pasien suka berubah. Pada
pasien yang sudah terpasang ventilator atau ventilasi mekanik, umumnya masalah
keperawatan yang utama adalah ketidakefektifan kebersihan jalan nafas yang berhubungan
dengan pembentukan lendir yang berkaitan dengan ventilasi mekanik tekanan positif.

2. Saran

Dengan adanya makalah ini, mahasiswa dapat mengetahui alat bantuan pernafasan pada
pasien kritis terutama yang dirawat di ICU, dan mengetahui bagaimana setting dan cara
pemasangan ventilasi mekanik tersebut. Akan tetapi, penulis menyadari bahwa dalam
pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun untuk hasil yang lebih baik dari
makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., Cheever, K.H. (2008). Brunner & Suddarth’s
Textbook of Medical Surgical Nursing. Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins.
Hudak C.M. & Gallo B.M. (2010). Critical Care Nursing: A Holistic Approach. Philadelphia:
J.B. Lippincott Company.
Kamayani,made okaari.2016.ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
VENTILASI MEKANIK.bali.skripsi.FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
UDAYANA

Kamayani, M. O. A. (2016). Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Ventilasi Mekanik. Skripsi.


Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana: Bali

Hudak C.M. & Gallo B.M. (2010). Critical Care Nursing: A Holistic Approach. Philadelphia:
J.B. Lippincott Company

Urden, L. D., Stacy, K.M., Lough, M.E. et al. (2010). Critical Care Nursing. USA, Mosby
Elsevier

Ward, Jeremy, dkk. 2008. At A Glance Sistem Respirasi. Jakarta: Erlangga)

Oka, M.A.(2016). Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Ventilasi Mekanik. Bali.


Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Anda mungkin juga menyukai