Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kulit merupakan barier pertahanan terluar tubuh manusia yang menutupi
hampir seluruh permukaan tubuh. Kulit melindungi tubuh dari kerusakan
mekanik, kimia, fisika maupun mikrobiologi (Azmi, 2018). Seperti halnya
organ lain, kulit manusia juga akan mengalami penuaan. Penuaan kulit terjadi
lebih cepat oleh karena paparan langsung dengan lingkungan. Paparan
lingkungan yang dapat menyebabkan penuaan kulit diantaranya adalah sinar
UV. Sinar UV dapat menyebabkan photoaging yang prosesnya bertahap dan
bersifat akumulatif (Fisher et al., 2002). Selain itu, paparan sinar UV terutama
UVB dapat memicu produksi anion superoksida (salah satu jenis ROS). Untuk
mencegah kerusakan akibat paparan sinar UV, sel kutaneous melakukan
regenerasi dan perbaikan jaringan yang memerlukan energi cukup besar
melalui metabolisme seluler yang dilakukan oleh mitokondria.
Aktivitas mitokondria seiring dengan penuaan sering dikaitkan dengan
peningkatan produksi reactive oxygen species (selanjutnya disebut ROS),
penurunan produksi energi (ATP) dan apoptosis sel (Conley et al.,2007).
Radikal bebas (ROS) merupakan molekul yang mempunyai satu atau lebih
elektron yang tidak berpasangan di orbit luarnya sehingga relatif tidak stabil
dan cenderung mencari pasangan elektronnya (Tjandrawinata, 2011). Penuaan
dan berbagai penyakit degeneratif yang disebabkan oleh kerusakan oksidatif
sering dikaitkan dengan dampak buruk dari ROS (Trifunovic & Larsson,
2008). Mitokondria merupakan penghasil ROS terbesar. Hal ini karena enzim
mitokondria mengangkut elektron dan mengkonsusmsi sebagian besar oksigen
seluler dalam proses fosfolirasi oksidatif (Orrenius et al.,2007). Elektron yang
keluar dari ETC (electron transport chain ) dapat mereduksi oksigen
membentuk anion radikal bebas superoksida yang sangat reaktif yang
selanjutnya direduksi lagi menjadi radikal hidroksil dan hidrogen peroksida
(Boveris et al.,1972). Anion superoksida dapat menyebabkan oksidasi sulfit
atau nitrit oksida yang menghasilkan ROS tambahan seperti anion pentoksi
sulfur atau peroksinitrit (Andreyev et al.,2005). Hidrogen peroksida dapat
berdifusi melalui membran sel kedalam sitosol atau nukleus dan dapat
menyebabkan kerusakan oksidatif pada banyak kompartemen sel.
Telah disebutkan bahwa salah satu dampak dari kerusakan oksidatif
adalah terjadinya penuaan dini. Pada saat sel kulit mengalami penuaan,
mitokondria tidak memproduksi cukup energi yang diperlukan untuk
regenerasi kulit sedangkan produksi radikal bebasnya semakin meningkat.
Pada saat sel tubuh kehilangan elektronnya (oleh karena ROS yang mencari
elektron untuk berpasangan), sel tersebut juga akan menjadi radikal bebas
yang akan memulai rangkaian proses serupa berikutnya. Hal ini akan berujung
pada kerusakan sel termasuk penuaan kulit. Terdapat dua penyebab terjadinya
penuaan pada kulit yaitu penuaan instrinsik (genetik) dan ekstrinsik
(lingkungan). Telah disebutkan sebelumnya bahwa photoaging merupakan
salah satu factor ekstrinsik terbesar (80%) yang dapat menyebabkan penuaan
dini pada kulit (Dayan, 2008).
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa terbentuknya
spesies oksigen reaktif sangat berbahaya karena dapat menimbulkan berbagai
kerusakan oksidatif salah satunya adalah penuaan dini pada kulit manusia.
Oleh karena itu, diperlukan antioksidan untuk mencegah terjadinya stress
oksidatif yang dapat menimbulkan kerusakan oksidatif. Antioksidan adalah
molekul yang dapat menghambat oksidasi dari molekul oksidan.
Antioksidan memberikan perlindungan terhadap stress oksidatif yang
diinduksi oleh UVB terutama pada lipid stratum korneum (Dayan, 2008).
Tubuh manusia telah dilengkapi antioksidan alami pada kulit yakni
superoksida dismutase, katalase, α-tokoferol, asam askorbat, Ubiquinon dan
glutation (Fuchs et al., 1989). Antioksidan endogen tersebut dapat dirusak
oleh sinar UV sehingga menjadi inaktif dan jumlahnya berkurang, sehingga
diperlukan antioksidan dari luar (antioksidan eksogen).
Salah satu antioksidan eksogen yang juga terdapat dalam tubuh manusia
adalah Ubiquinon (CoQ-10). Ubiquinon tersusun atas 10 unit isoprene rantai
samping. Ubiquinon terdapat di seluruh sel manusia sebagai komponen dari
rantai pernapasan mitokondria yang berperan dalam homeostasis kulit.
Eksperimen in vitro pada dermal fibroblast membuktikan kemampuan CoQ10
untuk menekan ekspresi matrix metalloproteinases-1 (MMP-1) setelah
terpapar radiasi UVB. Pretreatment dengan CoQ10 kombinasi vitamin E
secara signifikan menghambat ekspresi kolagenase, diproduksi oleh fibroblas
dermal dalam menanggapi UVA. MMP-1 dan kolagenase bertanggung jawab
atas degradasi serat kolagen yang merupakan kunci utama dalam proses
penuaan kulit (Montenegro, 2014).
Ubiquinon bekerja dengan menghambat lipid peroksidasi dengan
mencegah produksi radikal lipid peroksil sehingga dapat mengurangi inisiasi
radikal perferil. Pengurangan radikal perferil dapat mencegah propagasi dari
peroksidasi lipid sehingga dapat melindungi lipid dan juga protein dari
terjadinya oksidasi (Bentinger, Tekle, & Dallner, 2010). Ubiquinon
merupakan antioksidan yang jumlahnya paling banyak pada kulit manusia.
Dalam penelitian secara in vivo, Iqbal dkk (2012) menyatakan bahwa
Ubiquinon memiliki potensi mengurangi photoaging (Iqbal et al., 2012).
Ubiquinon merupakan pertahanan lini pertama yang akan mengalami oksidasi
pada saat terpapar UV. Hal ini menyebabkan Ubiquinon lebih cepat habis
daripada tokoferol (sebagai antioksidan larut lemak) (Frei, Kim, & Ames,
1990). Selain itu, dengan meningkatnya usia, sintesis CoQ10 berkurang,
sehingga mengakibatkan penurunan kadar CoQ10 dalam plasma dan jaringan
(Pardeike, Schwabe, & Müller, 2010).
Berdasarkan fakta tersebut, mulai dikembangkan sediaan kosmetik
dengan bahan aktif Ubiquinon. Penggunaan topikal Ubiquinon terbukti dapat
meningkatkan jumlah Ubiquinon endogen pada lapisan epidermis. Dalam
penelitiannya, Knott, dkk. juga melakukan analisis hubungan antara
pertambahan kadar Ubiquinon dengan kemampuannya menekan radikal bebas.
Hasil menunjukkan bahwa terdapat penurunan radikal bebas yang signifikan
pada sampel yang diberikan sediaan topikal mengandung Ubiquinon (formula
1: 309.8614.7 FORT unit, formula 2: 304.7616.3 FORT unit) . (Knott et al.,
2015).
Apabila dilihat dari strukturnya, Ubiquinon memiliki kelarutan yang
sangat rendah dalam air yaitu sebesar 0,0007 mol/L air pada suhu 25°C, serta
nilai log Kp (skin permeability) sebesar -2,735 sehingga masuk dalam BCS
(Biopharmaceutical Classification System) kelas 4 dimana Ubiquinon
memiliki permeabilitas dan kelarutan yang rendah. Permasalahan umum
terkait Ubiquinon sebagai bahan aktif sediaan topikal adalah kelarutan
kemampuan penetrasinya ke dalam kulit. Salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap penetrasi suatu bahan ke dalam kulit adalah koefisien partisi (log P).
Dikatakan memiliki partisi yang optimal apabila bahan tersebut memiliki log
P 2-3 sehingga dapat menembus stratum korneum (Benson & Watkinson,
2012). Ubiquinon merupakan lipid soluble substance yang memiliki koefisien
partisi sebesar 17,85 (pkCSM predict). Hal ini menunjukkan bahwa
Ubiquinon memiliki kemampuan penetrasi ke dalam kulit yang buruk. Ukuran
molekul juga berpengaruh terhadap kemampuan penetrasi suatu bahan ke
dalam kulit. Ukuran molekul yang dianjurkan untuk sediaan topikal adalah
kurang dari 500 Da (Benson & Watkinson, 2012). Apabila ukuran molekul
lebih besar dari 500 Da maka akan sulit menembus stratum korneum.
Akibatnya, bahan aktif tidak dapat masuk sesuai dosis sehingga sediaan
menjadi tidak efektif.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, banyak penelitian telah
dilakukan untuk meningkatkan penetrasi Ubiquinon ke dalam kulit. Salah
satunya dengan membuat sistem lipid nanopartikel yaitu NE (Nanoemulsion).
SLN (Solid Lipid Nanoparticle) dan NLC (Nanostructured Lipid Carrier).
Sistem koloidal pertama pada generasi lipid nanopartikel adalah Nanoemulsi.
Nanoemulsi merupakan dispersi koloid transparan dengan droplet partikel
minyak berukuran 20 nm hingga 1000 nm yang permukaannya diliputi
emulsifier amfoter dan terdispersi pada fase air. Nanoemulsi terdiri atas fase
air dan fase minyak yang distabilkan oleh surfaktan dengan konsentrasi
berkisar antara 5% hingga 10% untuk membentuk droplet yang stabil dan luas
permukaan yang lebih kecil (Thakur et al.,2012). Droplet yang kecil dapat
mencegah terjadinya sedimentasi maupun creaming selama penyimpanan
(Yukuyama et al.,2016). Dibandingkan dengan emulsi konvensional,
Nanoemulsi dapat meningkatkan pelepasan bahan aktif lebih besar oleh karena
ukuran dropletnya yang kecil hingga berskala nano (Erawati 2016). Dalam
bidang kosmetik, Nanoemulsi biasa digunakan untuk mentranspor bahan aktif
menuju lapisan kulit yang lebih dalam. Oleh karena itu, Nanoemulsi dapat
meningkatkan bioavailabilitas bahan aktif yang bersifat lipofilik seperti
Ubiquinon. Titik kritis yang mempengaruhi stabilitas Nanoemulsi adalah pH
dan suhu (Thakur et al., 2012). Disamping itu, Nanoemulsi memiliki
kekurangan yaitu meningkatnya ukuran droplet oleh karena terjadi
coalescence dan breaking selama penyimpanan. Hal ini menunjukkan bahwa
Nanoemulsi memiliki stabilitas yang buruk. Pada penelitian yang dilakukan
Erawati (2016) menunjukkan bahwa Nanoemulsi yang digunakan sebagai
pembawa bahan obat lipid soluble memiliki stabilitas fisik yang tidak lebih
dari dua bulan.
SLN adalah lipid nanopartikel generasi pertama yang merupakan sistem
koloidal dengan droplet berukuran 10-1000 nm (Mukherjee et al.,2009). SLN
juga merupakan alternatif dari emulsi, liposom, mikropartikel dan
nanopartikel dengan komponen polimer sintetik (Uner, 2006). Pada sistem
SLN, lipid cair diganti dengan lipid padat (termasuk trigliserida titik lebur
tinggi atau lilin) (Uner, 2006). Dalam bidang kosmetik, SLN memiliki
beberapa keunggulan yakni dapat melindungi bahan aktif, memungkinkan
penghantaran terkontrol, sangat oklusif sehingga dapat menghidrasi kulit dan
kemampuan memblok sinar UV (Wissing & Müller, 2003). Namun,
kekurangan dari SLN ada pada kapasitas muatan obat. Ketika lipid padat yang
digunakan bersifat sangat murni (contohnya tristearin), SLN akan membentuk
matriks kristal yang sangat teratur saat pendinginan. Hal tersebut dapat
mendesak obat keluar dari sistem dan menyebabkan terjadinya kebocoran obat
selama penyimpanan sehingga efektivitas penjebakan menurun (Keck et
al.,2008). Iqbal dkk dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa matriks
yang hanya mengandung lipid padat, dalam penyimpanannya akan berubah
menjadi β-modifikasi yang akan membentuk susunan Kristal yang sempurna
sehingga menyebabkan ledakan dosis pada sediaan lepas tunda maupun lepas
kontrol (Iqbal et al., 2012).
Sebagai solusi dari permasalahan terkait SLN dan Nanoemulsi, dilakukan
kombinasi komposisi lemak padat dan lemak cair. Selama penyimpanan,
sistem tidak akan membentuk susunan kristal yang sempurna oleh karena
tidak terjadi modisikasi β dan bahkan cenderung akan membentuk imperfect
crystals. Sistem ini disebut dengan NLC (Nanostructured Lipid Carrier). NLC
merupakan hasil pengembangan sistem penghantaran obat generasi kedua
yang memiliki matriks padat pada suhu kamar. Dikatakan lebih baik dari
sistem SLN karena droplet minyak pada matriks padat NLC dapat
meningkatkan kapasitas muatan obat sehingga tidak terjadi kebocoran obat
akibat pendesakan oleh matriks kristal yang terbentuk (Iqbal et al., 2012).
Selain itu, keuntungan dari sistem NLC dibandingkan sistem penghantaran
lipid nanopartikel lain adalah tingkat adhesivitas dan oklusivitasnya.
Dikatakan baik karena NLC mampu meminimalkan kehilangan air secara
transepidermal pada kulit.
NLC tersusun atas lipid padat dan lipid cair yang distabilkan dengan
surfaktan (Rochman et al.,2018). Adapun bahan yang dapat ditambahkan
dalam formulasi NLC seperti essence, pengawet, gelling agent dan air yang
terdeionisasi. Surfaktan dapat juga merupakan suatu emulsifier. Selain untuk
menstabilkan sistem, surfaktan juga dapat mencegah penggabungan partikel
selama penyimpanan (Pezeshki et al.,2014). Ukuran partikel yang dikehendaki
dalam sistem NLC berkisar antara 50-950 nm (Kelidari et al.,2017)
Penambahan surfaktan juga berhubungan dengan ukuran partikel. Kelidari,
dkk menyatakan bahwa peningkatan konsentrasi surfaktan hingga 6% dapat
menurunkan ukuran partikel droplet sistem NLC yang cukup signifikan
(Kelidari et al., 2017).
Komposisi lipid padat yang digunakan berkisar antara (0,28-20)% berat
gel atau lotion. Lipid padat yang dapat digunakan dalam NLC adalah turunan
alkohol alifatik (14-30 atom karbon), lilin, parafin, ester sintetis, asam lemak
(12-30 atom karbon), mono, di, atau trigliserida dari asam lemak jenuh (10-30
atom karbon), dan campurannya. Pada beberapa penelitian, lipid padat dapat
dipilih dari kelompok yang terdiri dari cetostearyl alkohol, carnauba wax, setil
palmitat, asam stearat, gliseril trilaurat, trikaprin, trilaurin, rimyristin,
tripalmitin, tristearin, coco-glyceride terhidrogenasi, witepsol, gliseril
monostearat, gliseril behenat, gliseril palmitostearat, asam decanoat, asam
behenat dan campurannya (Kelidari et al.,2017). Selain itu, terdapat pula lipid
alam yang bias digunakan untuk matriks NLC seperti beeswax, shea-butter
dan oleum cacao. Lipid alam memiliki toksisitas yang rendah dibandingkan
lipid semi-sintetis (Ribeiro et al., 2017). Beeswax memiliki stabilitas fisik
yang baik namun persentase penjebakannya rendah karena memiliki struktur
kristal yang lebih teratur (Jenning & Gohla, 2000; Ribeiro et al., 2017).
Struktur kristal yang teratur menyebabkan ukuran partikel dan distribusi
ukuran lebih stabil selama penyimpanan. Disamping itu, oleum cacao
memiliki bentuk polimorfis yang dapat meningkatkan efisiensi penjebakan
(Ribeiro et al., 2017).
Adapun lipid cair pada NLC dianjurkan berkisar antara (0,12-10)%.
Lipid cair dapat dipilih dari kelompok yang terdiri dari minyak jarak
terhidrogenasi, asam oleat, Miglyol 812, dan minyak Casserole. Selain lipid
padat dan lipid cair, telah disebutkan bahwa komponen NLC lainnya adalah
surfaktan yang juga dapat berupa emulsifier. Rentang HLB emulsifier berkisar
antara 2-18 (dalam beberapa kasus 4,2-18) (Kelidari et al.,2017). Emulsifier
harus terdiri dari setidaknya satu fase air (0,5%-20%) dan satu fase minyak.
(0,25% - 10%). Emulsifier dapat berupa surfaktan non-ionik. Beberapa
surfaktan yang dapat digunakan sebagai emulsifier adalah ester sorbitan asam
lemak polioksietilena, eter alkil polioksietilena, ester asam lemak
polioksietilena, ester sorbitan, ester sukrosa, leci, surfaktan silikon, betain,
ester asam lemak poligliserol, atau campurannya. Adapun emulsifier yang
sering digunakan peneliti dalam formulasi NLC meliputi tween 80,
setomakrogol 1000, PEG monostearat, eter oleil polioksietilen, lesitin kedelai,
lesitin telur, fosfatidilkolin, poloksamer (188,182, 407), poloksik, polisorbat
(20,60,80), Na-kolat, Na-glikolat, garam natrium asam taurokolat, butanol,
asam butirat, dioktil sodium sulfos luksinat, asam natrium monooktilfosforat
atau campurannya (Kelidari et al.,2017).
Tiga bahan tersebut merupakan komponen utama pembentuk sistem
NLC. Apabila dikehendaki, dapat ditambahkan pengawet dengan rentang
konsentrasi 1%-2%. Pilihan pengawet yang dapat digunakan antara lain metil,
etil, propil paraben, butil parahidroksi benzoat atau campurannya. Dapat juga
ditambahkan essence (rosemary atau lavender) dengan kadar dalam sediaan
sebesar 0,01%-0,05% dan air sebesesar 61% hingga 97% (Kelidari et
al.,2017).
Keberhasilan sistem NLC bergantung pada aspek formulasi, diantaranya
adalah pemilihan dan perbandingan bahan penyusun. Telah banyak penelitian
yang dilakukan untuk memperoleh sistem NLC dengan karakteristik dan
stabilitas yang baik sehingga memiliki efektivitas yang optimal. Karakterisasi
tersebut meliputi stabilitas fisik, organoleptis (bentuk, warna, bau), pH, ukuran
partikel dan distribusi ukuran, viskositas, indeks kristalinitas, efisiensi
penjebakan, FTIR dan zeta potensial. Bentuk dan morfologi droplet partikel
dapat diamati menggunakan TEM. Bentuk yang dikehendaki dari sistem lipid
nanopartikel adalah bulat dan sferis. Pengukuran droplet partikel berhubungan
dengan stabilitas sediaan. Partikel yang berukuran lebih dari 1µm memberikan
indikasi bahwa telah terjadi instabilitas fisik (Uner, 2006). Ketika membahas
ukuran partikel, maka akan selalu berhubungan dengan distribusi ukuran yang
dinyatakan dalam Polidispersity Index (PI). Suatu sistem dikatakan homogen
atau monodispersi apabila memiliki nilai PI 0-0,5.
Viskositas mempengaruhi pergerakan bahan aktif untuk terlepas dari
pembawa. Semakin tinggi viskositas, maka semakin besar hambatan pelepasan
yang berakibat makin lama waktu difusi bahan aktif, begitupun sebaliknya.
Rochman dkk (2018) juga menyatakan bahwa absorpsi bahan aktif
dipengaruhi oleh viskositas. Absorpsi akan optimal apabila sediaan mudah
menyebar sehingga penetrasi kedalam kulit akan meningkat (Rochman et al.,
2018). Indeks kristalinitas berpengaruuh terhadap efisiensi penjebakan. Indeks
kristalinitas yang rendah menunjukkan bahwa semakin kecil kemungkinan
suatu lipid dalam sistem membentuk matriks kristal yang teratur dan rapat.
Hal ini akan meningkatkan efisiensi penjebakan obat sehingga jumlah obat
yang berpenetrasi kedalam kulit lebih banyak (Uner, 2006).
Selain efisiensi penjebakan, penentuan indeks kristalinitas perlu
dilakukan oleh karena korelasinya yang erat dengan penggabungan droplet
partikel dan pelepasan obat. Suatu sistem yang memiliki indeks kristalinitas
tinggi akan cenderung mudah mengalami penggabungan partikel dan rilis obat
yang tinggi sehingga dapat terjadi ledakan dosis obat pada sediaan lepas tunda
atau lepas control. Pengukuran spektrum FTIR bertujuan untuk melihat ada
atau tidaknya interaksi bahan aktif dengan pembawa (Hendradi, Rosita, &
Rahmadhanniar, 2017). Pengukuran zeta potensial sangat penting pada sistem
droplet partikel kecil karena berhubungan dengan stabilitas partikel pada
sistem koloid mengingat bahwa NLC merupakan sistem dispersi koloidal.
Suatu sistem dengan nilai zeta potensial kurang dari 30 mV cenderung lebih
stabil (Iqbal et al., 2012).
Uji stabilitas pada sistem NLC dilakukan secara real time stability dan
thermal cycling. Pada uji real time (long-term chemical stability studies),
sampel disimpan dalam vial pada suhu 4, 25 dan 40 oC yang selama 12 bulan
dengan dua rentang waktu pengamatan yaitu tepat setelah produsi selesai dan
setelah penyimpanan selama 12 bulan (Junyaprasert et al., 2009). Selain itu,
sediaan juga dipaparkan cahaya lalu diamati stabilitasnya pada hari ke-14 dan
ke-28. Sistem NLC memiliki stabilitas paling baik pada suhu penyimpanan
25oC dibuktikan dengan Ubiquinon dalam bentuk aktif paling banyak (>98%).
Junyaprasert dkk (2009) juga mengatakan bahwa stabilitas kimia sistem NLC
Ubiquinon lebih baik dibandingkan Nanoemulsi dibuktikan dengan
pemaparan terhadap cahaya dimana kandungan Ubiquinon pada NLC lebih
besar dibanding Nanoemulsi (Junyaprasert et al., 2009). Instrumen yang
digunakan untuk mennentukan kadar Ubiquinon dalam sistem adalah HPLC.
Terdapat penelitian yang menyatakan bahwa NLC memiliki potensi
paling tinggi melindungi askorbil palmitat dari degradasi selama penyimpanan
yang dilakukan pada berbagai suhu uji (Üner, Wissing, Yener, & Müller,
2005). Hal ini menunjukkan bahwa NLC merupakan sistem yang paling stabil
dibandingkan dengan SLN maupun Nanoemulsi. Indeks kristalinitas SLN
lebih besar dibanding NLC, sehingga efektifitas penjebakan obat SLN paling
rendah. NE memiliki ukuran partikel paling kecil diikuti dengan NLC lalu
SLN. Namun hal ini dapat meningkatkan resiko terjadinya agregasi pada
droplet partikel NE. Dalam penelitiannya, Uner (2014) juga menyatakan
bahwa sistem NE memiliki laju pelepasan dan penetrasi Loratadin yang cepat
diikuti dengan NLC kemudian SLN (Üner, Karaman, & Aydoǧmuş, 2014).
Penentuan efektivitas pada sistem NLC dilakukan dengan uji pelepasan dan
uji penetrasi. Pada uji pelepasan, digunakan membran selofan dan Sel Difusi
Franz yang kemudian diukur dengan spektrofotometer. Sedangkan untuk uji
penetrasi digunakan kulit tikus.
Pada penelitian ini diinginkan suatu sistem penghantaran obat yang
memiliki stabilitas dan karakteristik seperti sistem NLC dengan efektivitas
(meliputi pelepasan dan penetrasi) seperti NE. Untuk mendapatkan
karakteristik sistem yang optimal, banyak penelitian mengenai optimasi
formula telah dilakukan. Erawati dkk (2019) dalam penelitiannya menyatakan
bahwa untuk membentuk sistem NLC yang baik, diperlukan kombinasi dua
lipid padat. Lipid padat yang digunakan adalah beeswax (cera alba) – oleum
cacao. Kombinasi lipid padat ini dapat menghasilkan ukuran partikel yang
lebih kecil dibandingkan dengan penggunaan lipid padat secara tunggal.
Dalam penelitiannya, ia juga menyatakan bahwa komposisi perbandingan
beeswax : oleum cacao (25%:75%) memiliki stabilitas dan karakteristik paling
baik dilihat dari hasil pengamatan organoleptis selama penyimpanan dan juga
ukuran partikel dan polidispersiti indeks. Selain itu, peningkatan konsentrasi
oleum cacao dapat meningkatkan viskositas sistem NLC (Erawati et al.,
2019).
Hendradi dkk (2017) melakukan penelitian mengenai perbandingan
komposisi lipid padat dan lipid cair pada sistem NLC. Makin besar
konsentrasi asam oleat (lipid cair) yang digunakan, maka diperlukan
konsentrasi surfaktan yang lebih besar untuk mencegah terjadinya agregasi
droplet partikel (Hendradi et al., 2017). Semakin besar konsentrasi lipid cair
yang digunakan, maka ukuran droplet semakin kecil sehingga kemungkinan
terjadinya agregasi lebih besar jika tidak ditambahkan surfaktan dengan
konsentrasi yang cukup. Pada pengujian efisiensi penjebakan, formula yang
menunjukkan nilai EE (Entrapment Efficiency) paling baik adalah formula 1
dengan rasio asam stearat (lipid padat) – asam oleat (lipid cair) 60% : 40%.
Selain itu, Erawati dkk (2019) melakukan optimasi perbandingan lipid padat
dan lipid cair untuk penghantaran PMCA (Asam p-metoksisinamat). Lipid
padat yang digunakan adalah kombinasi beeswax-oleum cacao (25%:75%)
dengan lipid cair VCO (Virgin Coconut Oil). Perbandingan lipid padat dan
lipid cair yang menunjukkan hasil paling baik adalah 60% : 40% dilihat dari
segi oklusivitas, ukuran partikel dan efisiensi penjebakan (Erawati, Hariyadi,
Rosita, & Purwanti, 2019).
Lipid cair dan lipid padat yang digunakan dalam pembuatan sistem NLC-
Ubiquinon dalam penelitian ini adalah VCO dan kombinasi beeswax-oleum
cacao. VCO merupakan minyak kelapa dengan kualitas tertinggi yang
diperoleh dari buah kelapa. VCO memiliki aktivitas antioksidan yang besar
oleh karena kandungan senyawa fenoliknya yang tinggi (Noor et al., 2016).
VCO terpilih menjadi lipid cair dalam sistem NLC oleh karena VCO dapat
membentuk droplet partikel yang lebih kecil dibandingkan corn oil dan
soybean oil. Hal tersebut disebabkan karena VCO mengandung asam lemak
dengan atom C yang lebih pendek (Erawati et al., 2019). Ukuran partikel yang
lebih kecil akan meningkatkan pelepasan obat dari sediaan dan penetrasi obat
kedalam kulit sehingga efektivitas sediaan semakin besar.
Mengacu pada berbagai penelitian tersebut, maka untuk formulasi NLC
pada penelitian ini dipilih kombinasi lemak padat beeswax – oleum cacao 25 :
75 dan perbandingan lipid padat – lipid cair (VCO) 60 : 40. Total lipid yang
digunakan untuk sistem NLC Ubiquinon adalah 6,6% mengacu pada
penelitian Shoviantari (2017). Untuk membuat sistem yang stabil dibutuhkan
surfaktan dan kosurfaktan dengan komposisi yang tepat. Surfaktan yang
digunakan adalah kombinasi spaan 80 (lipofil) dan tween 80 (hidrofil). Dipilih
surfaktan nonionik oleh karena lebih aman karena tidak mengiritasi kulit
dibandingkan surfaktan jenis lain (Erawati et al., 2019). Kombinasi surfaktan
lipofilik dan hidrofilik dipilih dengan tujuan untuk mendapatkan NLC dengan
HLB sistem yang diinginkan. HLB yang dikehendaki dalam sistem NLC
adalah 14. Dalam penelitiannya, Erawati dkk (2014) menyatakan bahwa
sistem dengan lipid cair VCO yang memiliki HLB 14 akan membentuk emulsi
yang jernih (Tristiana Erawati, Hendradi, & Soeratri, 2014). Emulsi yang
jernih ini cenderung lebih stabil oleh karena droplet emulsi yang kecil. Selain
itu, digunakan pula propilen glikol (PG) sebagai kosurfaktan yang berfungsi
untuk meningkatkan kerja surfaktan. Dipilih kosurfaktan PG karena memiliki
berat molekul yang lebih rendah dibanding surfaktan terpilih agar PG dapat
masuk kedalam struktur surfaktan dan meningkatkan efektivitas surfaktan.
Selain itu, PG memiliki kemampuan oklusivitas yang baik. Mengacu pada
penelitian yang dilakukan Erawati dkk (2014) bahwa perbandingan surfaktan-
kosurfaktan emulsi untuk mendapatkan hasil yang baik adalah 6:1, maka
digunakan surfaktan-kosurfaktan : PG sebesar 6:1. Kedalam formula juga
ditambahkan essential oil yaitu minyak mawar sebagai enhancer. Enhancer
merupakan bahan yang dapat meningkatkan penetrasi dan absorpsi bahan aktif
ke dalam kulit baik melalui hidrasi kulit maupun interaksi dengan gugus polar
dari lipid (Rochman et al., 2018). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
Miranda (2019), essential oil dapat memperkecil ukuran partikel, menurunkan
nilai PDI dan menurunkan indeks kristalinitas (Miranda, Cruz, Vitorino, &
Cabral, 2019). Hal ini dapat secara langsung meningkatkan pelepasan
Ubiquinon dari sediaan.
Essensial oil (EO) adalah cairan volatil yang merupakan metabolit
sekunder dari suatu tanaman, memiliki berat molekul rendah dan komponen
utama terdiri atas monoterpenoid dan sesquiterpenoid, fenilpropanoid, dan
alifatik rantai pendek. EO dapat dengan mudah terdegradasi setelah terpapar
kelembaban, panas, oksigen dan cahaya, oleh karena terjadi reaksi kimia dan
enzimatik (Montenegro et al., 2017). Berdasarkan COA (Certificate of
Analysis), Rosemary EO memiliki kelarutan yang rendah dalam air dan larut
dalam alkohol dan minyak serta memiliki nilai flash point sebesar 143oC
(Essential Oils Direct Ltd, 2015). Rosemary (Rosmarinus officinalis L.) EO
memiliki efek antioksidan, antiinflamasi, antimikroba dan fungisidal oleh
karena kandungan flavonoid dan terpennya. Montenegro dkk (2017) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa Rosemary EO dapat meningkatkan
elastisitas kulit. Peningkatan elastisitas kulit dikaitkan dengan efek hidrasi
sebagai akibat dari mekanisme Rosemasy EO sebagai enhancer. Dengan
adanya hidrasi pada stratum korneum, maka penetrasi obat kedalam kulit akan
meningkat (Rochman et al., 2018).Penggunaan Rosemary EO dalam sistem
NLC pada konsentrasi 1% hingga 2% dapat meningkatkan jumlah
nanopartikel berukuran kecil sedangkan pada konsentrasi 3% dapat
menghasilkan ukuran partikel yang seragam. Sedangkan pada konsentrasi
hingga 4% dapat meningkatkan jumlah nanopartikel yang berukuran besar.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan rosemary EO dengan
konsentrasi 0.5%, 1.0% dan 1.5% serta NLC tanpa penambahan rosemary EO
sebagai pembanding.
Pembuatan sistem NLC dilakukan dengan metode pencampuran panas
dimana lipid padat maupun cair (termasuk rosemary EO) dipanaskan terpisah
pada suhu 60oC. Produksi NLC skala laboratorium dilakukan menggunakan
alat Ultrathurrax High Shear Homogenizer (Uner, 2006). Fase air
ditambahkan secara perlahan ke fase minyak sambil terus dihomogenkan. Fase
air terdiri atas natrium benzoat sebagai pengawet, PG sebagai kosurfaktan dan
dapar asetat pH 5,0 ± 0,5.
Karakteristik dan stabilitas suatu sistem lipid nanopartikel sangat
bergantung pada lipid penyusun baik jumlah maupun jenis dan juga komponen
tambahannya. Lipid yang sama dengan perbandingan berbeda akan
menunjukkan karakteristik yang berbeda pula. Begitupun apabila digunakan
lipid yang berbeda dengan perbandingan yang sama. Hal ini akan
mempengaruhi efektivitas sediaan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh kombinasi lipid padat dan perbandingannya
terhadap lipid cair serta pengaruh penambahan minyak esensial dengan
berbagai konsentrasi pada sistem NLC Ubiquinon terhadap pelepasan
Ubiquinon dari sistem NLC.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh penambahan rosemary essential oil sebagai
enhancer pada berbagai konsentrasi terhadap karakteristik dan
stabilitas sistem NLC Ubiquinon?
2. Bagaimana pengaruh sistem NLC dengan kombinasi lipid padat
beeswax-oleum cacao (25:75) dan lipid cair VCO dengan
perbandingan 60:40 serta penambahan rosemary essential oil sebagai
enhancer pada berbagai konsentrasi terhadap pelepasan NLC
Ubiquinon?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Menentukan pengaruh penambahan rosemary essential oil sebagai
enhancer dengan berbagai konsentrasi terhadap karakteristik dan
stabilitas sistem NLC Ubiquinon.
2. Menentukan pengaruh sistem NLC dengan kombinasi lipid padat
beeswax-oleum cacao (25:75) dan lipid cair VCO dengan
perbandingan 60:40 serta penambahan rosemary essential oil sebagai
enhancer pada berbagai konsentrasi terhadap pelepasan NLC
Ubiquinon.

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah
dalam pengembangan formulasi Ubiquinon untuk penggunaan topikal
dalam sistem penghantaran Nanostructured lipid carrier (NLC) dan
Nanoemulsion (NE) sehingga lebih aktif sebagai antioksidan.
Daftar Pustaka

Andreyev A. Yu., E, K. Y., & A, S. A. (2005). Mitochondrial Metabolism of


Reactive Oxygen Species. BIOCHEMISTRY (Moscow), 70(2), 200–214.

Azmi, N. A. N. B. (2018). Virgin Coconut Oil Based Nanostructured Lipid


Carrier Loaded With Ficus Deltoidea Extract For Skin Barrier Improvement.
Universiti Teknologi Malaysia.

Benson, H. A. E., & Watkinson, A. E. (2012). Transdermal and Topical Drug


Delivery. John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New Jersey.

Bentinger, M., Tekle, M., & Dallner, G. (2010). Coenzyme Q - Biosynthesis and
functions. Biochemical and Biophysical Research Communications, 396(1),
74–79. Retrieved from http://dx.doi.org/10.1016/j.bbrc.2010.02.147

Boveris, A., Oshino, N., & Chance, B. (1972). The cellular production of
hydrogen peroxide. The Biochemical Journal, 128(3), 617–630.

Conley, K. E., Marcinek, D. J., & Villarin, J. (2007). Mitochondrial dysfunction


and age. Current Opinion in Clinical Nutrition and Metabolic Care, 10(6),
688–692. https://doi.org/10.1097/MCO.0b013e3282f0dbfb

Dayan, N. (2008). Skin Aging, 17(2), 536.

Erawati, T., Hariyadi, D. M., Rosita, N., & Purwanti, T. (2019). The Anti-
inflammatory Activity of p- methoxycinnamic acid ( PMCA ) in the
Nanostructured lipid carrier ( NLC ) system using combinations of solid lipid
, beeswax-oleum cacao and liquid lipid , Virgin Coconut oil ( VCO ).
Research Journal of Pharmacy and Technology, 12(August), 3619–3625.
https://doi.org/10.5958/0974-360X.2019.00617.6

Essential Oils Direct Ltd. (2015). Rosemary Essential Oil - Material Safety Data
Sheet (MSDS) and Certificate of Analysis (pp. 1–6). Retrieved from
https://www.essentialoilsdirect.co.uk/caraway-carum_carvi-
essential_oil.html
Fisher, G. J., Kang, S., Varani, J., Bata-csorgo, Z., Wan, Y., Datta, S., &
Voorhees, J. J. (2002). Mechanisms of Photoaging and Chronological Skin
Aging, 138.

Frei, B., Kim, M. C., & Ames, B. N. (1990). Ubiquinol-10 is an effective lipid-
soluble antioxidant at physiological concentrations. Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America, 87(12),
4879–4883.

Fuchs, J., Huflejt, M. E., Rothfuss, L. M., Wilson, D. S., Carcamo, G., & Packer,
L. (1989). Acute Effects of Near Ultraviolet and Visible Light on the
Cutaneous Antioxidant Defense System. Photochemistry and Photobiology,
50(6), 739–744.

Hendradi, E., Rosita, N., & Rahmadhanniar, E. (2017). Effect of lipid ratio of
stearic acid and oleic acid on characteristics of nanostructure lipid carrier
(NLC) system of diethylammonium diclofenac. Indonesian Journal of
Pharmacy, 28(4), 198–204.

Iqbal, M. A., Md, S., Sahni, J. K., Baboota, S., Dang, S., & Ali, J. (2012).
Nanostructured lipid carriers system: Recent advances in drug delivery.
Journal of Drug Targeting, 20(10), 813–830.
https://doi.org/10.3109/1061186X.2012.716845

Jenning, V., & Gohla, S. (2000). Comparison of wax and glyceride solid lipid
nanoparticles (SLN®). International Journal of Pharmaceutics, 196(2), 219–
222. https://doi.org/10.1016/S0378-5173(99)00426-3

Junyaprasert, V. B., Teeranachaideekul, V., Souto, E. B., Boonme, P., & Müller,
R. H. (2009). Q10-loaded NLC versus nanoemulsions: Stability, rheology
and in vitro skin permeation. International Journal of Pharmaceutics, 377(1–
2), 207–214. https://doi.org/10.1016/j.ijpharm.2009.05.020

Keck, C. M., H., H. A., & H., M. R. (2008). Lipid Nanoparticles (SLN, NLC,
LDC) for the Enhancement of Oral Absorption. In R. M. J., H. J., Roberts
Michael S., & Lane Majella E. (Eds.), Modified-Release Drug Delivery
Technology, Second Edition (2nd ed., Vol. 1, p. 273). Berlin:
PharmaceuTech, Inc. Pinehurst, North Carolina.

Kelidari, Hamidreza Tehran (IR): Majid Saeedi, S. (IR). (2017). Patent


Application Publication: TOPCAL NANODRUG FORMULATION. Patent
Application Publication, 1(19), 1–7.

Kelidari, H. R., Moazeni, M., Babaei, R., Saeedi, M., Akbari, J., Parkoohi, P. I.,
… Nokhodchi, A. (2017). Improved yeast delivery of fluconazole with a
nanostructured lipid carrier system. Biomedicine and Pharmacotherapy, 89,
83–88.

Knott, A., Achterberg, V., Smuda, C., Mielke, H., Sperling, G., Dunckelmann, K.,
… Blatt, T. (2015). Topical treatment with coenzyme Q10-containing
formulas improves skin’s Q10 level and provides antioxidative effects.
BioFactors, 41(6), 383–390.

Miranda, M., Cruz, M. T., Vitorino, C., & Cabral, C. (2019). Nanostructuring
lipid carriers using Ridolfia segetum (L.) Moris essential oil. Materials
Science and Engineering C, 103(May), 109804. Retrieved from
https://doi.org/10.1016/j.msec.2019.109804

Montenegro, L. (2014). Nanocarriers for skin delivery of cosmetic antioxidants.


Journal of Pharmacy and Pharmacognosy Research, 2(4), 73–92.

Montenegro, L., Pasquinucci, L., Zappalà, A., Chiechio, S., Turnaturi, R., &
Parenti, C. (2017). Rosemary essential oil-loaded lipid nanoparticles: In vivo
topical activity from gel vehicles. Pharmaceutics, 9(4), 1–12.
https://doi.org/10.3390/pharmaceutics9040048

Mukherjee, S., Ray, S., & Thakkur, R. S. (2009). Advantages and Problems of
Slns and Other Nanoparticles. Indian Journal of Pharmaceutical Sciences,
71(4), 349–358. Retrieved from www.ijpsonline.com

Noor, N. M., Khan, A. A., Hasham, R., Talib, A., Sarmidi, M. R., Aziz, R., &
Abd, A. (2016). Empty nano and micro-structured lipid carriers of virgin
coconut oil for skin moisturisation. IET Nanobiotechnology, 10(4), 195–199.
https://doi.org/10.1049/iet-nbt.2015.0041

Orrenius, S., Gogvadze, V., & Zhivotovsky, B. (2007). Mitochondrial Oxidative


Stress: Implications for Cell Death. Annual Review of Pharmacology and
Toxicology, 47(1), 143–183.

Pardeike, J., Schwabe, K., & Müller, R. H. (2010). Influence of nanostructured


lipid carriers (NLC) on the physical properties of the Cutanova Nanorepair
Q10 cream and the in vivo skin hydration effect. International Journal of
Pharmaceutics, 396(1–2), 166–173.
https://doi.org/10.1016/j.ijpharm.2010.06.007

Pezeshki, A., Ghanbarzadeh, B., Mohammadi, M., Fathollahi, I., & Hamishehkar,
H. (2014). Encapsulation of vitamin A palmitate in nanostructured lipid
carrier (NLC)-effect of surfactant concentration on the formulation
properties. Advanced Pharmaceutical Bulletin, 4(Suppl 2), 563–568.

Ribeiro, L. N. M., Breitkreitz, M. C., Guilherme, V. A., da Silva, G. H. R., Couto,


V. M., Castro, S. R., de Paula, E. (2017). Natural lipids-based NLC
containing lidocaine: from pre-formulation to in vivo studies. European
Journal of Pharmaceutical Sciences, 106, 102–112. Retrieved from
http://dx.doi.org/10.1016/j.ejps.2017.05.060

Rochman, M. F., Isnaeni, & Hendradi, E. (2018). Design of Nanostructured Lipid


Carriers Ubiquinone-10 for Transdermal Treatment. International Journal of
Drug Delivery Technology, 8(3), 116–120.

Thakur, N., Garg, G., Sharma, P. K., & Kumar, N. (2012). Nanoemulsions: A
Review on Various Pharmaceutical Application. Global Journal of
Pharmacology, 6(3), 222–225.

Tjandrawinata, D. R. R. (2011). MEDICINUS- Anti Aging. Scientific Journal Of


Pharaceutical Development And Medicinal Application (Vol. 24).

Trifunovic, A., & Larsson, N. G. (2008). Mitochondrial dysfunction as a cause of


ageing. Journal of Internal Medicine, 263(2), 167–178.

Tristiana Erawati, M., Hendradi, E., & Soeratri, W. (2014). Praformulation study
of P-Methoxycinnamic Acid (PMCA) nanoemulsion using vegetable oils
(soybean oil, corn oil, VCO). International Journal of Pharmacy and
Pharmaceutical Sciences, 6(2), 99–101.

Tristiana Erawati, M., Putri, D. A., Maharani, A. S., Rosita, N., & Soeratri, W.
(2019). Characteristics and stability of nanostructured lipid carrier (Nlc)
aleurites moluccana seed oil (ams oil) using various combinations of
beeswax and oleum cacao. International Journal of Drug Delivery
Technology, 9(1), 94–97.

Uner, M. (2006). Preparation , characterization and physico-chemical properties


of Solid Lipid Nanoparticles ( SLN ) and Nanostructured Lipid Carriers
( NLC ): Their benefits as colloidal drug carrier systems, 61, 375–386.

Üner, M., Karaman, E. F., & Aydoǧmuş, Z. (2014). Solid lipid nanoparticles and
nanostructured lipid carriers of loratadine for topical application:
Physicochemical stability and drug penetration through rat skin. Tropical
Journal of Pharmaceutical Research, 13(5), 653–660.
https://doi.org/10.4314/tjpr.v13i5.1

Üner, M., Wissing, S. A., Yener, G., & Müller, R. H. (2005). Solid lipid
nanoparticles (SLN) and nanostructured lipid carriers (NLC) for application
of ascorbyl palmitate. Pharmazie, 60(8), 577–582.

Wissing, S. A., & Müller, R. H. (2003). Cosmetic applications for solid lipid
nanoparticles (SLN). International Journal of Pharmaceutics, 254(1), 65–68.

Yukuyama, M. N., Ghisleni, D. D. M., Pinto, T. J. A., & Bou-Chacra, N. A.


(2016). Nanoemulsion: Process selection and application in cosmetics - A
review. International Journal of Cosmetic Science, 38(1), 13–24.

Anda mungkin juga menyukai