Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN DASAR CAIRAN DAN ELEKTROLIT

DENGAN DIAGNOSA CHOLELITIASIS

TUGAS INDIVIDU

Disusun Sebagai Kelengkapan Praktik Klinik Keperawatan Dasar Profesi

Tanggal 17 Oktober – 30 Oktober 2022

Disusun Oleh :

Nur Wulandari

2230083

Dosen Pembimbing :
Dr. Hidayatus Sya’diyah, S.Kep., Ns., M.Kep
NIP. 03009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA
TAHUN AJARAN 2022/2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Kebutuhan Dasar Cairan Dan Elektrolit Dengan Diagnosa


Cholelitiasis

Nama Mahasiswa : Nur Wulandari, S.Kep


NIM : 2230083
Semester : I (Satu)
Prodi : Profesi Ners
Asal Institusi : STIKES Hang Tuah Surabaya
Tanggal Pelaksana : 17 Oktober 2022 - 30 Oktober 2022

Surabaya, Oktober 2022

Penyusun

Nur Wulandari, S.Kep


2230083

Mengetahui,

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan

Dr. Hidayatus Sya’diyah, S.Kep., Ns., M.Kep Muharini, S.Kep., Ns


NIP. 03009 NIP. 196410171987032005

Kepala Ruangan A1

KONSEP KEBUTUHAN DASAR CAIRAN DAN ELEKTROLIT


A. Pengertian Cairan dan Elektrolit.
Cairan adalah volume air bisa berupa kekurangan atau kelebihan air. Air tubuh lebih
banyak meningkat tonisitus adalah terminologi guna perbandingan osmolalitas dari
salah satu cairan tubuh yang normal. Cairan tubuh terdiri dari cairan eksternal dan
cairan internal. Sedangkan Elektrolit adalah substansi yang menyebabkan ion kation
(+) dan anion (-). (Handayani, W. 2008)

B. Fungsi Cairan
1. Mempertahnkan panas tubuh dan pengaturan temperature tubuh.
2. Transport nutrient ke sel
3. Transport hasil sisa metabolism
4. Transport hormone
5. Pelumas antar organ
6. Memperthanakan tekanan hidrostatik dalam system kardiovaskuler.
(Tarwoto & Wartonah, 2010)

C. Keseimbangan Cairan
Keseimbangan cairan ditentukan oleh intake dan output cairan. Intake cairan berasal
dari minuman dan makanan. Kebutuhan cairan setiap hari antara 1.800 – 2.500
ml/hari. Sekitar 1.200ml berasal dari minuman dan 1.000 ml dari makanan.
Sedangkan pengeluaran cairan melalui ginjal dalambentuk urine 1.200-1.500 ml/hari,
paru-paru 300-500 ml, dan kulit 600-800 ml (Tarwoto & Wartonah, 2010).

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit


Beberapa faktor yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit, diantaranya
adalah usia, temperatur lingkungan, diet, stres, dan sakit.
1. Usia
Variasi  usia berkaitan dengan luas perkembangan tubuh, metabolism yang diperlukan
dan berat badan.
2. Temperatur Lingkungan
Panas yang berlebihan menyebabkan berkeringat. Seseorang dapat kehilangan NaCl
melalui keringat sebanyak 15-30 g/hari.
3. Diet
Pada saat tubuh kekurangan niutrisi, tubuh akan memecah cadangan energi, proses ini
menimbulkan pergerakan carian dari interstitial ke intraseluler.
4. Stres
Stres dapat menimbulkan paningkatan metabolism sel, konsentrasi darah dan
glikolisis otot, mekanisme ini dapat menimbulkan retensi sodium dan air. Proses ini
dapat meningkatkan produksi ADH dan menurunkan produksi urine.

5. Sakit
Keadaan pembedahan, trauma jaringan, kelainan ginjaldan jantung, gangguan hormon
akan mengganggu keseimbangan cairan. (Tarwoto & Wartonah, 2010)

E. Kebutuhan Cairan Menurut Usia dan Berat Badan (Kozier, dkk. 2010)

No. Umur BB (Kg) Cairan (ml/24jam)


1 3 hari 3,0 250 ─ 300
2 1 tahun 9,5 1150 ─ 3000
3 2 tahun 11,8 1350 ─ 1500
4 6 tahun 20 1800 ─ 2000
5 10 tahun 28,7 2000 ─ 2500
6 14 tahun 45 2200 ─ 2700
7 16 tahun (adult) 54 2200 ─ 2700

F. Masalah keseimbangan cairan


1. Hipovolemik
Adalah kondisi akibat kekurangan volume Cairan Ekstraseluler (CES), dan
dapat terjadi karena kehilangan melalui kulit, ginjal, gastrointestinal, pendarahan
sehingga menimbulkan syok hipovolemik. Mekanisme kompensasi pada hipovolemik
adalah peningkatan rangsangan saraf simpatis (peningkatan frekuensi jantung,
kontraksi jantung, dan tekanan vaskuler), rassa haus, pelepasan hormone ADH dan
adosteron. Hipovolemik yang berlangsung lama dapat menimbulkan gagal ginjal akut.
Gejala : pusing, lemah, letih, anoreksia, mual, muntah, rasa haus, gangguan
mental, konstipasi dan oliguri, penurunan tekanan darah, HR meningkat, suhu
meningkat, turgor kulit menurun, lidah kering dan kasar, mukosa mulut kering. Tanda
– tanda penurunan berat badan akut , mata cekung pengosongan vena jugularis. Pada
bayi dan anak – anak adanya penurunana jumlah air mata.
2. Hipervolemia
Adalah penambahan/kelebihan volume cairan CES dapat terjadi pada saat :
a. Stimulasi kronis ginjal untuk menahan natrium dan air
b. Fungsi ginjal abnormal, dengan penurunan ekskresi natrium dan air
c. Kelebihan pemberian cairan
d. Perpindahan CIT ke plasma.
Gejala : sesak nafas, peningkatan dan penurunan tekanan darah, nadi kuat, asites,
edema, adanya ronchi, kulit lembab, distensi vena leher dan irama gallop. (Tarwoto &
Wartonah, 2010)

G. Cara Pengeluaran Cairan


Pengeluaran cairan terjadi melalui organ ginjal, kulit, paru-paru, dan gastrointestinal :
1. Ginjal
a. Merupakan pengatur utama keseimbangan cairan yang menerima 170 liter darah
untuk disaring setiap hari.
b. Produksi urine untuk semua usia 1 ml/kg/jam
c. Pada orang dewaasa produksi urine sekitar 1,5 liter/hari.
d. Jumlah urine yang dipprosuksi oleh ADH dan Aldosteron.
2. Kulit
a. Hilangnya cairan melalui kulit diatur oleh saraf simpatis yang menerima rangsang
aktivitas kelenjar keringat
b. Rangsangan kelenjar keringat dapat dihasilkan dari aktivitas otot, temperatur
lingkungan yang meningkat dan demam.
c. Disebut Insimsible Water Loss (IWL) sekitar 15 – 20 ml/24 jam.
3. Paru – paru
a. Menghasilkan IWL sekitar 400 ml/hari
b. Meningkatkan cairan yang hilang sebagai respon terhadap perubahan kecepatan
dan kedalaman nafas akibat pergerakan atau demam.
4. Gastrointestinal
a. Dalam kondisi normal cairan yang hilang dari gastrointestinal setiap hari sekitar
100 – 200 ml.
b. Perhitungan IWL secara keseluruhan adalah 10 – 15 cc/kg BB/24 jam, dengan
kenaikan 10 % dari IWL pada setiap kenaikan suhu 1O C. (Tarwoto & Wartonah,
2010)

H. Pengaturan Elektrolit
Macam-macam elektrolit diantaranya yaitu natrium (sodium), kalium (potassium),
kalsium, magnesium, chlorida, bikarbonat, dan fosfat:
a. Natrium (sodium)
1) Merupakan kation paling banyak yang terdapat pada Cairan Ekstrasel (CES)
2) Na+ mempengaruhi keseimbangan air, hantaran implus saraf dan kontraksi otot.
3) Sodium diatur oleh intake  garam aldosteron, dan pengeluaran urine. Normalnya
sekitar 135-148 mEq/lt.
b. Kalium (potassium)
1) Merupakan kation utama dalam CIS
Berfungsi sebagai excitability neuromuskuler dan kontraksi otot.
2) Diperlukan untuk pembentukan glikogen, sintesa protein, pengaturan keseibangan
asam basa,  karena ion K+ dapat diubah menjadi ion H+. Nilai normalnya sekitar
3,5-5,5 mEq/lt.
c. Kalsium
1) Berguna untuk integritas kulit dan struktur sel,  konduksi jantung, pembekuan
darah, serta pembentukan tulang dan gigi.
2) Kalsium dalam cairan ekstrasel diatur oleh kelenjar paratiroid dan tiroid.
3) Hormon paratiroid mengarbsopsi kalsium melalui gastrointestinal, sekresi melalui
ginjal.
4) Hormon thirocaltitonin menghambat penyerapan Ca+ tulang.

d. Magnesium
Merupakan kation terbanyak kedua pada cairan intrasel. Sangat penting untuk
aktivitas enzim, neurochemia, dan muscular excibility. Nilai normalnya sekitar 1,5-
2,5 mEq/lt.
e. Chlorida
Terdapat pada CES dan CIS,  normalnya sekitar 95-105 mEqlt.
f. Bikarbonat
1) HCO3 adalh buffer kimia utama dalam tubuh dan terdapat pada cairan CES dan
CIS.
2) Bikarbonat diatur oleh ginjal.
g. Fosfat
1) Merupakan anion buffer dalam CIS dan CES
2) Berfungsi untuk meningkatkan kegiatan neuromuskuler, metabolism karbohidrat,
dan pengaturan asam basa.
3) Pengaturan oleh hormone parathyroid. (Tarwoto & Wartonah, 2010)
KONSEP CHOLELITHIASIS

A. Pengertian
Cholelithiasis atau batu cbd adalah penyakit batu empedu yang dapat
ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-
duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam
kandung empedu (Febyan et al., 2017). Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran
empedu jika empedu mengalami aliran balik karena adanya penyempitan saluran.
Batu empedu di dalam saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran
empedu (kolangitis). Jika saluran empedu tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan
dengan segera menimbulkan infeksi di dalam saluran. Bakteri bisa menyebar melalui
aliran darah dan menyebabkan infeksi di bagian tubuh lainnya (Siti Umi Nurjannah,
2021).

B. Etiologi
Berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan batu empedu, diantaranya:
a. Eksresi garam empedu. Setiap faktor yang menurunkan konsentrasi berbagai
garam empedu atau fosfolipid dalam empedu. Asam empedu dihidroksi atau
dihydroxy bile acids adalah kurang polar dari pada asam trihidroksi. Jadi dengan
bertambahnya kadar asam empedu dihidroksi mungkin menyebabkan
terbentuknya batu empedu (Febyan et al., 2017).
b. Kolesterol empedu Apa bila binatanang percobaan di beri diet tinggi kolestrol,
sehingga kadar kolesrtol dalam vesika vellea sangat tinggi, dapatlah terjadi batu
empedu kolestrol yang ringan. Kenaikan kolestreol empedu dapat di jumpai pada
orang gemuk, dan diet kaya lemak.
c. Substansia mukus Perubahan dalam banyaknya dan komposisi substansia mukus
dalam empedu mungkin penting dalam pembentukan batuempedu.
d. Pigmen empedu Pada anak muda terjadinya batu empedu mungkin disebabkan
karena bertambahya pigmen empedu. Kenaikan pigmen empedu dapat terjadi
karena hemolisis yang kronis. Eksresi bilirubin adalah berupa larutan bilirubin
glukorunid.
e. Infeksi Adanya infeksi dapat menyebabkan krusakan dinding kandung empedu,
sehingga menyebabkan terjadinya stasis dan dengan demikian menaikan
pembentukan batu.
C. Anatomi
Kandung empedu bentuknya seperti kantong, organ berongga yang panjangnya
sekitar 10 cm, terletak dalam suatu fossa yang menegaskan batas anatomi antara lobus
hati kanan dan kiri. Kandung empedu merupakan kantong berongga berbentuk bulat
lonjong seperti buah advokat tepat di bawah lobus kanan hati. Kandung empedu
mempunyai fundus, korpus, dan kolum. Fundus bentuknya bulat, ujung buntu dari
kandung empedu yang sedikit memanjang di atas tepi hati. Korpus merupakan bagian
terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah bagian yang sempit dari kandung
empedu yang terletak antara korpus dan daerah duktus sistika. Empedu yang
disekresi secara terus-menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil
dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran lebih besar
yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri yang
segera bersatu membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung
dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus.
A. Anatomi kandung empedu
1) Struktur empedu Kandung empedu adalah kantong yang berbentuk bush pir
yang terlerak pada permukaan visceral. Kandung empedu diliputi oleh
peritoneum kecuali bagian yang melekat pada hepar, terletak pada permukaan
bawah hati diantara lobus dekstra dan lobus quadratus hati.
2) Empedu terdiri dari:
a) Fundus Vesika fela: berbentuk bulat, biasanya menonjol di bawah tepi
inferior hati, berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi
rawan ujung kosta IX kanan.
b) Korpus vesika fela: bersentuhan dengan permukaan visceral hati
mengarah ke atas ke belakang dan ke kiri.
c) Kolum vesika felea: berlanjut dengan duktus sistikus yang berjalan
dengan omentum minus bersatu dengan sisi kanan duktus hepatikus
komunis membentuk doktus koledukus.
3) Cairan empedu Cairan empedu merupakan cairan yang kental berwarna
kuning keemasan (kuning kehijauan) yang dihasilkan terus menerus oleh sel
hepar lebih kurang 500-1000ml sehari Empedu merupakan zat esensial yang
diperlukan dalam pencernaan dan penyerapan lemak.
4) Unsur-unsur cairan empedu :
a) Garam – garam empedu : disintesis oleh hepar dari kolesterol, suatu
alcohol steroid yang banyak dihasilkan hati. Garam empedu berfungsi
membantu pencernaan lemak,mengemulsi lemak dengan kelenjar lipase
dari pankreas.
b) Sirkulasi enterohepatik: garam empedu (pigmen empedu) diresorpsi dari
usus halus ke dalam vena portae, dialirkan kembali ke hepar untuk
digynakan ulang.
c) Pigmen-pigmen empedu: merupakan hasil utama dari pemecahan
hemoglobin.
Sel hepar mengangkut hemoglobin dari plasma dan menyekresinya ke
dalam empedu. Pigmen empedu tidak mempunyai fungsi dalam proses
pencernaan.
d) Bakteri dalam usus halus: mengubah bilirubin menjadi urobilin,
merupakan salah satu zat yang diresorpsi dari usus, dubah menjadi
sterkobilin yang disekresi ke dalam feses sehingga menyebabkan feses
berwarna kuning.
5) Saluran empedu Saluran empedu berkumpul menjadi duktus hepatikus
kemudian bersatu dengan duktus sistikus, karena akan tersimpan dalam
kandung empedu. Empedu mengalami pengentalan 5-10 kali, dikeluarkan dari
kandung empedu oleh aksi kolesistektomi, suatu hormon yang dihasilkan
dalam membran mukosa dari bagian atas usus halus tempat masuknya lemak.
Kolesistokinin menyebab kan kontraksi otot kandung empedu. Pada waktu
bersamaan terjadi relaksasi sehingga empedu mengalir ke dalam duktus
sistikus dan duktus koledukus.

D. WOC

E. Patofisiologi
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap : (1) pembentukan
empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3)
berkembang karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan
masalah yang terpenting dalam pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen.
Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu dan
fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara
normal kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air. Empedu
dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang mempunyai inti
sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam empedu dan
lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu rendah, atau
terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik. Pembentukan batu dimulai
hanya bila terdapat suatu nidus atau inti pengendapan kolesterol. Pada tingkat
supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu
nidus, dan membentuk suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi yang lebih rendah,
mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang lain
diperlukan untuk dipakai sebagai benih pengkristalan. Batu pigmen terdiri dari garam
kalsium dan salah satu dari keempat anion ini : bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam
lemak. Pigmen (bilirubin) pada kondisi normal akan terkonjugasi dalam empedu.
Bilirubin terkonjugasi karena adanya enzim glokuronil tranferase bila bilirubin tak
terkonjugasi diakibatkan karena kurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase
tersebut yang akan mengakibatkan presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini
disebabkan karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam
lemak.sehingga lama kelamaan terjadi pengendapan bilirubin tak terkonjugasi yang
bisa menyebabkan batu empedu tapi ini jarang terjadi.

F. Manifestasi Klinik
Menurut ((Nurarif & Kusuma, 2013) tanda dan gejala kolelitiasis adalah :
a. Sebagian bersifat asimtomatik
b. Nyeri tekan kuadran kanan atas atau midepigastrik samar yang menjalar ke
punggung atau region bahu kanan
c. Sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persistem
d. Mual dan muntah
e. Demam
f. Ikterus obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan
menimbulkan gejala yang khas, yaitu : getah empedu yang tidak lagi dibawa
kedalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat
kulit dan membran mukosa berwarna kuning, keadaaan ini sering disertai
dengan gejala gatal-gatal pada kulit.
g. Perubahan warna urin dan feses.
h. Defisiasi vitamin obstruksi aliran empedu juga akan menggangu absorsi vitamin
A, D, E, K yang larut dalam lemak.
G. Komplikasi
Adapun jenis komplikasi sebagai berikut:
a. Kolesistis Kolesistitis adalah Peradangan kandung empedu, saluran kandung
empedu tersumbat oleh batu empedu, menyebabkan infeksi dan peradangan
kandung empedu.
b. Kolangitis Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi karena
infeksi yang menyebar melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah saluran-
saluran menjadi terhalang oleh sebuah batu empedu.
c. Hidrops Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan hidrops
kandung empedu. Dalam keadaan ini, tidak ada peradangan akut dan sindrom
yang berkaitan dengannya. Hidrops biasanya disebabkan oleh obstruksi duktus
sistikus sehingga tidak dapat diisi lagi empedu pada kandung empedu yang
normal.
d. Empiema Pada empiema, kandung empedu berisi nanah.
Komplikasi ini dapat membahayakan jiwa dan membutuhkan
kolesistektomi darurat segera.

H. Klasifikasi
Adapun klasifikasi dari batu empedu menurut (Novitasari, 2018) adalah sebagai
berikut:
A) Batu kolestrol
Biasanya berukuran beasar, soliter, berstruktur bulat atau oval, berwarna
kuning pucat dan seringkali mengandung kalsium dan pigmen. Kolesterol
yang merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam
air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu dan lesitin
(fosofolipid) dalam empedu. Pada klien yang cenderung menderita batu
empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis
kolesterol dalam hati.
B) Batu pigmen
Terdiri atas garam kalsium dan salah satu dari anion (bilirubinat, karbonat,
fosfat, atau asam lemak rantai panjang). Batu-batu ini cenderung berukuran
kecil, multipel, dan berwarna hitam kecoklatan, batu pigmen berwarna coklat
berkaitan dengan infeksi empedu kronis (batu semacam inilebih jarang di
jumpai). Batu pigmen akan berbentuk bila pigmen tidak terkonjugasi dalam
empedu dan terjadi proses presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu.
Resiko terbentuknya batu semacam ini semakin besar pada klien sirosis,
hemolisis, dan infeksi percabangan bilier.

I. Penatalaksanaan
A) Penanganan non bedah
a. Disolusi medis
Harus memenuhi kriteria terapi non operatif, seperti batu kolestrol
diameter <20 mm dan batu < 4 batu, fungsi kandung empedu baik dan
ductus sistk paten.
b. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatagraphy (ERCP)
Batu di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan basket kawat atau
balon ekstraasi melalui muara yang sudah besar menuju lumen duodenum.
Sehingga batu dapat keluar bersama tinja. Untuk bat besr, batu yang
terjepit di saluran empedu atau batu yang terletak di atas saluran empedu
yang sempit diperlukan prosedur endoskopik tambahan sesudah
sfingterotomi seperti pemecahan batu dengan litotripsi mekanik dan
litotripsi laser.
B) Penanganan bedah
1) Kolesistektomi terbuka
Oprasi merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan
kolelitiasis simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi
adalah kolik biliaris rakuen, diikuti oleh kolesistitis akut.
2) Kolesistektomi laparoskopik
Indikasi pembedahan karena menandakan stadium lanjut, atau kandung
empedu dengan batu besar, berdiameter lebih dari 2 cm. kelebihan yang
diperoleh pasien luka operasi kecil (2-10 mm) sehingga sehingga nyeri
pasca bedah minimal.

J. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
b. Pemeriksaan Radiolgi
c. USG. Kolesistografi oral, ERC
d. Foto polos abdomen

K. Asuhan Keperawatan Batu CBD


1. PENGKAJIAN
a) Identitas pasien Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, tempat
tinggal, tempat tanggal lahir, pekerjaan dan pendidikan.
b) Keluhan utama Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan
oleh klien saat pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan
adalah nyeri abdomen pada kuadran kanan atas, dan mual muntah.
c) Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
2) Riwayat kesehatan dahulu
kaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah memiliki
riwayat penyakit sebelumnya.
3) Riwayat kesehatan keluarga (genogram)
d) Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum :
A) Penampilan Umum Mengkaji tentang berat badan dan tinggi badan
klien.
B) Kesadaran Kesadaran mencakup tentang kualitas dan kuantitas
keadaan klien.
C) Tanda-tanda Vital Mengkaji mengenai tekanan darah, suhu, nadi dan
respirasi.
4) Sistem endokrin Mengkaji tentang keadaan abdomen dan
kantung empedu. Biasanya Pada penyakit ini kantung
empedu dapat terlihat dan teraba oleh tangan karena
terjadi pembengkakan pada kandung empedu.

b. Pola aktivtas
1) Nutrisi Dikaji tentang porsi makan, nafsu makan
2) Aktivitas Dikaji tentang aktivitas sehari-hari, kesulitan
melakukan aktivitas dan anjuran bedrest
3) Aspek psikologis Kaji tentang emosi, pengetahuan
terhadap penyakit, dan suasana hati.
4) Aspek penunjan
a) Hasil pemeriksaan Laboratorium (bilirubin, amylase serum meningkat)
b) Obat-obatan satu terapi sesuai dengan anjuran dokter.
2. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Menurut (SDKI, 2017) diagnose keperawatan pada Batu CBD :
1) Resiko Infeksi Berhubungan dengan penyakit kronis (batu CBD) (D.0142)
2) Nyeri Akut Berhubungan dengan agen pencedera fisologis (inflamasi)
(D.0077)
3) Hipertermia Berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)
4) Resiko deficit nutrisi Berhubungan dengan ketidkmampuan mencerna
makanan (D.0032)

3. INTERVENSI
Penyusunan standart luaran keperawatan disesuaikan dengan (SLKI, 2017)
intervensi keperawatan disesuaikan dengan (SIKI, 2017

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan (Siki,


2018)
(Sdki, 2016) (Slki, 2018)

1. Resiko infeksi Tingkat Infeksi Pencegahan Infeksi


berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan Monitor tanda dan gejala
1)
penyakit kronis keperawatan selama 1x24 infeki local dan sistemik
jam Tingkat infeksi menurn
2) Berikan perawata kulit
dengan kriteria hasil : pada area edema
1. Kebersihan badan
3) Cuci tangan sebelum dan
meningkat sesudah kontak dengan
2. Demam menuru pasien dan lungkungan
3. Kemerahan menurun pasien
4. Nyeri menurun 4) Pertahanan teknik aseptic
5. Benkak meurun pad pasien beresiko tiggi
6. Cairan 5) Jelaskan tanda dan gejala
berbau busuk
menurun infeksi
7. Kadar sel darah 6) Ajarkan caramencuci
putih membaik tangan dengan benar
8. Kultur area luka membaik
7) Ajarkan cara memeriksa
9. Kultur feses membaik kondisi luka tau luka
operasi
8) Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
9) Anjurkan meningkatan
asupan airan
10) Kolaborasi pemberian
munisasi,
jika peru
2. Nyeri Akut Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
berhubungan Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi lokasi,
dengan agen pencedera karakteristik,
fisologis keperawatan selama 3x24 durasi, frekuensi, intensitas
(inflamasi) jam tingkat nyeri pasien nyeri
(D.0077) menurun dengan kriteria 2. Identifikasi skala nyeri
hasil : 3. Identifikasi respons nyeri
1. Keluhan nyeri menurun non verbal
4. Indikasi faktor yang
2. Gelisah menurun memperberat dan
memperingan nyeri
3. Tekanan darah membaik
5. Identifikasi pengetahuan
dan keyakinan tentang nyeri
4. Diaforesis menurun
6. Identifikasi pengaruh
5. Kesulitan tidur membaik pada kualitas hidup
7. Identifikasi pengaruh
6. Frekuensi nadi membaik budaya terhadap respons
nyeri
8. Berikan tekni
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
9. Control lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri
10. Fasilitasi istirahat dan tidur
11. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
12. Jlaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri
13. Jelaska strategi meredaka
nyeri
14. Anjurkan moitor nyeri
secara mandiri
15. Anjurkan teknik
nonfarmakologis untuk rasa
nyeri
16. Kolaborasi, analgetik, jika
perlu
3. Hipertermia Termoregulasi Manajemen hipertermia
Berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan 1) Identifikasi hipertermia
proses penyakit keperawatan selama 1x24 2) Monitor suhu tubuh
(D.0130) jam termoregulasi pasien 3) Monitor kadar elektralit
membaik dengan kriteria 4) Monitor haluran urine
hasil : 5) Monitor komplikasi
1. Menggigil menurun akibat hipertermia
2. Kulit merah menurun 6) Sediakan lingkungan yang
3. Kejang menurun dingin
4. Konsumsi oksigen 7) Longgarkan atau
menurun lepaskan pakaian
5. Pucat menurun 8) Basahi atau kipasi
6. Hipoksia menurun permukaan tubuh
7. Suhu tubuh membaik 9) Berikan cairan oral
8. Suhu kulit membaik 10) Berikan oksigen bila perlu
9. Tekanan darah membaik 11)Anjurkan tirah baring
12)Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena
4. Defisit nutrisi Status Nutrisi (L.03030) Manajemen nutrisi
berhubungan 1) Identifikasi status nutrisi
Dengan Setelah dilakukan asuhan 2) Identifikasi alergi dan
ketidakmampuan intoteransi makanan
Mencerna makanan keperawatan 1x24 jam 3) Identifikasi makanan yang
status di sukai
(D.0032) nutrisi membaik dengan
kretiria
hasil
1. Porsi makan yang diabiskan
menigkt 4) Identifikasi kebutuhan
2. Perasaan cepat kaori dan jnis nutrient
kenyang menurun 5) Monitor asupan makanan
3. Nyeri abdomen menurun 6) Monitor berat badan
4. Sariawan menurun 7) Sajikan makanan secara
5. Diare menurun menarik dan suhu yang
6. Berat badan membaik sesuai
7. Indeks mass tubuh 8) Berikan makanan yang
(IMT) membaik tingi serat untuk mencegah
8. Nafsu makan membaik konsitipasi
9) Berikan suplemen makanan
10) Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
11) Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan

4. IMPLEMENTASI

Pelaksanaan rencana keperawatan kegiatan atau tindakan yang diberikan kepada pasien
sesuai dengan rencana keperawatan yang telah ditetapkan, tetapi menutup
kemungkinan akan menyimpang dari rencana yang ditetapkan tergantung pada situasi
dan kondisi pasien

5. EVALUASI
Dilaksanakan suatu penilaian terhadap asuhan keperawatan yang telah diberikan atau
dilaksanakan dengan berpegang teguh pada tujuan yang ingin dicapai. Pada bagian ini
ditentukan apakah perencanaan sudah tercapai atau belum, dapat juga tercapai
sebagaian atau timbul masalah baru.

DAFTAR PUSTAKA

Febyan, F., Dhilion, H. R. S., Ndraha, S., & Tendean, M. (2017). Karakteristik Penderita

Kolelitiasis Berdasarkan Faktor Risiko Di Rumah Sakit Umum Daerah Koja. Jurnal
Kedokteran Meditek.

Novitasari, F. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Klien Pasca Operasi Kolesistektomi

Dengan Masalah Nyeri Akut Di Rumah Sakit Panti Waluya Malang. Stikes Panti
Waluya Malang.
Sdki, T. P. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (Ii). Dewan Pengurus Pusat.

Siki, T. P. P. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Ii). Dewan Pengurus Pusat.

Siti Umi Nurjannah, N. (2021). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Operasi

Cholelithiasis Dalam Pemunuhan Kebutuhan Rasa Aman Dan Nyaman (Nyeri).


Universitas Kusuma Husada Surakarta.

Slki, T. P. P. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Ii). Dewan Pengurus Pusat

LAPORAN KASUS

KEBUTUHAN DASAR CAIRAN DAN ELEKTROLIT

DENGAN DIAGNOSA CHOLELITIASIS

TUGAS INDIVIDU

Disusun Sebagai Kelengkapan Praktik Klinik Keperawatan Dasar Profesi


Tanggal 17 Oktober – 30 Oktober 2022

Disusun Oleh :

Nur Wulandari

2230083

Dosen Pembimbing :
Dr. Hidayatus Sya’diyah, S.Kep., Ns., M.Kep
NIP. 03009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA
TAHUN AJARAN 2022/2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus Kebutuhan Dasar Cairan Dan Elektrolit Dengan Diagnosa Cholelitiasis

Nama Mahasiswa : Nur Wulandari, S.Kep


NIM : 2230083
Semester : I (Satu)
Prodi : Profesi Ners
Asal Institusi : STIKES Hang Tuah Surabaya
Tanggal Pelaksana : 17 Oktober 2022 - 30 Oktober 2022
Surabaya, Oktober 2022

Penyusun

Nur Wulandari, S.Kep


2230083

Mengetahui,

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan

Dr. Hidayatus Sya’diyah, S.Kep., Ns., M.Kep Muharini, S.Kep., Ns


NIP. 03009 NIP. 196410171987032005

Kepala Ruangan A1

Anda mungkin juga menyukai