Oleh :
Agus Supriadi
SBF 091510113
PENDAHULUAN
Protein hemoglobin (Hb) yang terkandung dalam sel darah merah sangat
dan karbondioksida (CO2) ke jaringan dalam tubuh. Selain itu hemoglobin juga
suatu asam atau alkali memasuki atau dihasilkan oleh sel darah merah (Bain,
dengan rantai globin. Pada orang dewasa terdapat 4 rantai globin, yaitu rantaiα, β,
δ dan γ. Kombinasi keempat rantai globin tersebut menghasilkan 3 tipe Hb, yaitu
HbA (α2β2), HbA2 (α2δ2) dan HbF (α2γ2), dengan konsentrasi masing-masing lebih
fungsi hemoglobin dalam mengikat oksigen disebabkan adanya mutasi pada gen
pengkode rantai globin. Beberapa kelainan yang disebakan oleh mutasi pada gen
darah dengan gejala mirip anemia (Handayani dan Onggo, 2014). Berdasarkan
thalasemia β. Thalasemia α disebabkan adanya mutasi pada gen HBA (gen yang
(gen yang menyandi β globin) yang berada kromosom nomor 11 (Galanello dan
Origa, 2010). Penyakit thalasemia meliputi suatu keadaan penyakit dari gejala
klinis yang paling ringan (bentuk heterozigot) yang disebut thalasemia minor atau
thalasemia trait (carier= pengemban sifat) hingga yang paling berat (bentuk
salah satu orang tuanya yang mengidap penyakit thalasemia, sedangkan bentuk
Tengah, sebagian Afrika, anak benua (Subcontinent) India, dan seluruh Asia
wilayah, thalasemia juga mempunyai pola mutasi yang berbeda antara satu
wilayah dengan wilayah yang lainnya (Cao dan Ganello, 2010). Lebih dari 200
jenis mutasi gen β-globin telah diidentifikasi, di mana sebagian besar dari mereka
(Handayani dan Purwanto, 2015). Ada beberapa jenis mutasi yang umum
ditemukan diIndonesia, yaitu mutasi IVSl-nt5 (G-> C), IVSl-nt1 (G→ T),Cd 8-9
→T), serta mutasi untuk HbE (Cd 26, GAG → AAG). Dimana prevalensi
tertinggi adalah mutasi pada IVS1-nt5. (Lie-Injo, et al, 1989; Setianingsih, et al,
meningkat, hal ini disebakan adanya pola migrasi dan pernikahan antar suku.
World Health Organization (WHO) pada tahun 1994 menyatakan bahwa tidak
kurang dari 25x107 penduduk di dunia adalah carier thalasemia (Wetherall and
Clegg, 2001). Indonesia memiliki penduduk 200 juta, dengan tingkat kelahiran
tahunan 0,16%. Frekuensi pembawa dari β-thalassemia adalah antara 6% dan 10%
thalasemia beta mayor yang melakukan transfusi darah di RSUD Dr. Soeroto
Ngawi.
adanya gejala klinis secara fenotip bagi seorang pembawa sifat (Wintrobe, 2009).
dan Onggo, 2014). Metode deteksi mutasi thalasemia telah banyak dikembangkan
terutama yang berkaitan dengan substitusi basa, insersi/delesi kecil. Untuk deteksi
terhadap sampel yang berasal dari populasi dengan spektrum mutasi gen globin
yang telah diketahui dapat menggunakan metode langsung, seperti Polymerase
SSCP dapat melihat perubahan satu sekuens basa nukleotida melalui interpretasi
perbedaan migrasi pita DNA pada eletroforesis dengan gel polyakrilamide. PCR-
untuk mendeteksi mutasi pada pasien thalasemia beta mayor karena metode ini
B. Perumusan masalah
1. Bagaimana letak mutasi pada ekson 1 gen β globin pada individu thalassemia
β mayor?
2. Bagaimana jenis mutasi pada ekson 1 gen β globin pada individu thalassemia
β mayor?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui letak mutasi pada ekson 1 gen β globin pada individu thalassemia
β mayor.
2. Mengetahui jenis mutasi pada ekson 1 gen β globin pada individu thalassemia
β mayor.
3. Mengetahui pengaruh mutasi yang ditemukan pada ekson 1 gen β globin pada
Penelitiaan deteksi molekuler mutasi pada ekson 1 gen β globin pada pasien
E. Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi mengenai letak dan jenis mutasi gen HBB pada
TINJAUAN PUSTAKA
A. Darah
1. Hematologi Darah
Sistem hematologi terdiri dari semua sel-sel darah, sumsum tulang tempat
sel-sel tumbuh matang dan jaringan limfoid tempat sel darah disimpan jika tidak
(Corwin, 2009).
Darah terdiri dari sekitar 45% komponen sel dan 55% plasma. Komponen
sel tersebut adalah sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan
keping darah (trombosit). Sel darah merah berjumlah 99% dari total komponen
sel; sisanya 1% sel darah putih dan platelet. Plasma terdiri dari air 90% dan
sisanya 10% sisanya dari protein plasma, elektrolit gas terlarut berbagai produk
sampah metabolism, nutrien, vitamin, dan kolesterol. Protein plasma terdiri dari
volume darah. Globulin mengikat hormon yang tidak larut dan sisa plasma
lainnya agar dapat larut. Fibrinogen merupakan komponen penting dalam proses
limpa pada janin dan di dalam sumsum tulang setelah lahir. Proses pembentukan
2. Eritrosit
Sel darah merah atau eritrosit tidak memiliki inti (nukleus), mitokondria
Sel darah merah diproduksi di dalam sumsum tulang yang berespon terhadap
asam folat serta vitamin B12 untuk melakukan sintesis. Pada saat sel darah merah
hampir matang, sel akan dilepaskan keluar dari sumsum tulang dan mencapai fase
matang di dalam aliran darah dengan masa hidup sekitar 120 hari. Selanjutnya, sel
ini akan mengalami disintegrasi dan mati. Sel darah merah yang mati diganti sel-
sel baru yang dihasilkan dari sumsum tulang. Jika sel darah merah yang mati
dalam jumlah berlebihan, sel darah merah yang belum matang akan dilepas dalam
jumlah yang lebih banyak dari normal; akibatnya meningkatkan kadar retikulosit
darah yang sangat kecil. Eritrosit berjumlah paling banyak dibandingkan sel darah
lainnya. Dalam 1 mililiter terdapat kira-kira 4,5-6 juta eritrosit, itu sebabnya darah
jaringan perifer, mengangkut CO2 dari jangan ke paru dan berperan dalam
pengangkutan dan metabolism nitrit oksida (NO) sehingga membantu
hemoglobin. Hemoglobin adalah protein yang mengandung besi dan terdiri dari 4
B. HEMOGLOBIN
Hemoglobin adalah protein yang mengandung besi dan terdiri dari empat
membentuk heme molekul lengkap. Cacat pada salah satu produk antara dapat
merusak fungsi hemoglobin. Globin terdiri dari asam amino yang dihubungkan
bersama untuk membentuk rantai polipeptida. Posisi khas dari asam amino dalam
setiap rantai, serta kekhususan dari asam amino itu sendiri, adalah penting untuk
fungsi normal dari molekul hemoglobin. Kelainan struktural dari rantai protein
dapat menyebabkan cacat hemoglobin. Heme dan globin dari molekul hemoglobin
eritropoiesis. Sintesis ini ditunjukan dengan perubahan warna sitoplasma dari biru
tua menjadi ungu. Sebanyak 65% dari hemoglobin disintesis sebelum inti eritrosit
menghilang, dan 35% disintesis pada tahap retikulosit. Eritrosit matang normal
(CO2) ke jaringan dalam tubuh. Selain itu hemoglobin juga berfungsi sebagai
buffer atao penyangga pH yaitu mengurangi perubahan pH jika suatu asam atau
alkali memasuki atau dihasilkan oleh sel darah merah (Bain, 2006).
Kombinasi keempat rantai globin tersebut menghasilkan 3 tipe Hb, yaitu HbA
(α2β2), HbA2 (α2δ2) dan HbF (α2γ2), dengan konsentrasi masing-masing lebih dari
95%; 3-4% dan kurang dari 2% (Kiswari, 2014). Kelainan dan kegagalan fungsi
pengkode rantai globin. Beberapa kelainan yang disebakan oleh mutasi pada gen
C. THALASEMIA
1. Definisi Thalasemia
Thalasemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang
dimaksud dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama
kali dikenal di daerah sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali ditemukan
oleh seorang dokter di Detroit USA yang bernama Thomas B. Cooley pada tahun
limfa setelah berusia satu tahun. Selanjutnya, anemia ini dinamakan Anemia splenic
atau eritoblastosis atau anemia mediteranean atau anemia cooley sesuai nama
penemunya (Ghanie,2005).
hemoglobin darah dengan gejala mirip anemia (Handayani dan Onggo, 2014).
mutasi atau delesi pada gen yang menyandikan salah satu rantai globin sehingga
terjadi penurunan kecepatan sintesis atau ketiadaan sintesis dari rantai globin. Hal ini
(Bain,2014).
2. Epidemiologi
Tengah, sebagian Afrika, anak benua (Subcontinent) India, dan seluruh Asia
Amerika dan Australia (Weatherall and Clegg, 2001). Thalasemia α terjadi secara
luas di Mediterania, Asia Tenggara, Afrika, Timur Tengah dan di anak benua
selatan dan Timur Jauh serta negara-negara di sepanjang pantai utara Afrika dan
tidak kurang dari 250 juta penduduk dunia, yang meliputi 4,5% dari total
penduduk dunia adalah pembawa sifat (bentuk heterozigot). Dari jumlah tersebut
sebanyak 80-90 juta adalah pembawa sifat thalassemia β dan sisanya adalah
pembawa sifat thalassemia α dan jenis lain pembawa sifat hemoglobin varian
seperti HbE, HbS, HbO dan lain-lain. Saat ini sekitar 7% dari total penduduk
Sulawesi, pulau Jawa, Sumatera, Nias, Sumba dan Flores. Jumlah pembawa sifat
HbE berkisar antara 1,5-36% (Atmakusumah, et al, 2010). Hasil Riset Kesehatan
Selatan (0,54%), Gorontalo (0,31%), Kep. Riau (0,3%), Nusa Tenggara Barat
(0,26%), Papua Barat (0,22%) dan Maluku (0,19%). Prevalensi terendahterdapat
3. Etiologi
resesif menurut hukum Mendel dari orang tua kepada anak-anaknya. Penyakit
talasemia meliputi suatu keadaan penyakit dari gejala klinis yang paling ringan
(bentuk heterozigot) yang disebut talasemia minor atau talasemia trait (carrier
atau pembawa sifat) hingga yang paling berat (bentuk homozigot) yang disebut
talasemia mayor. Bentuk heterozigot diturunkan oleh salah satu orang tuanya
akan muncul jika talasemia trait kawin dengan sesamanya sehingga kemungkinan
yang bisa terjadi adalah 25% dari keturunannya menurunkan talasemia mayor,
50% anak mereka menderita talasemia trait dan hanya 25% anak mempunyai
mengubah ekspresi dari satu atau lebih dari gen globin (Pignati and Galanello,
2003). Semua gen thalassemia yang telah dipelajari untuk saat ini telah ditemukan
mengandung mutasi yang langsung mengubah struktur gen dan kemudian fungsi
gen (Turgeon, 2012). Kelainan cacat genetik pada thalasemia disebabkan oleh
awal penghentian sintesis rantai globin; 2) Sebuah mutasi noncoding pada bagian
intron (intervening sequences) pada rantai gen globin yang menyebabkan tidak
tingkat ekspresi gen; 4) Sebuah mutasi pada pemutusan gen yang mengarah ke
deplesi total atau sebagian dari gen globin, mungkin sebagai akibat dari
4. Kalsifikasi
a. Thalasemia Beta
ditandai dengan berkurangnya atau tidak ada sintesis rantai beta globin, sehingga
parameter indeks eritrosit sebagai berikut : MCV < 75 fl dan MCH < 23 pg.
adanya Hb A karena tidak adanya sintesis rantai beta globin. Pemeriksaan serum
feritin sensitif sebagai penanda akurat dalam penentuan status besi di dalam tubuh
Pada analisis DNA, jenis mutasi yang diketemukan pada thalasemia beta
biasanya terutama oleh karena mutasi titik dan hanya sebagian kecil oleh karena
delesi atau insersi beberapa pasang basa sampai ribuan pasang basa. Sehingga
strategi analisis DNA dipakai teknik sebagai berikut : Dot Blot dilanjutkan
enzim retriksi pada hasil PCR; DGGE (Denaturing Gradient Gel Electrophoresis)
sekuensing DNA dan gap PCR (untuk jenis delesi) (Notopuro, 2004). Lebih dari
200 mutasi titik baik di dalam atau sekitar gen beta globin diketahui menyebabkan
Galanello, 2003) :
ditemukan adalah delesi 619 bp pada ujung akhir 3’ gen globin β, pada
populasi Sind dan Gujarat di Pakistan dan India. Bentuk homozigot delesi ini
2. Non delesi, terjadi transkripsi, prosesing dan translasi, berupa mutasi titik:
Region promoter
introns.
diturunkan dari salah satu orang tua sehingga bersifat heterozigot. Klinis dapat
tanpa gejala atau disertai anemia mikrositik ringan yang tidak memerlukan
transfusi darah.
talasemia mayor dan minor. Pasien dapat mengalami splenomegali, dan kadar
penurunan sintesis rantai γ dan rantai β. Pada saat lahir anak normal, namun
oleh mutasi titik, penyebab utama dari thalassemia alfa adalah penghapusan
(delesi) bahwa menghapus satu atau dua gen globin pada kromosom 16 (Turgeon,
2012). Thalasemia alfa ditandai dengan penekanan sintesis globin alfa sebagian
HbH dan tertramer γ4 suatu Hb Barts, sedangkan HbF dan HbA2 kadarnya
normal atau sedikit menurun. Terjadinya anemia pada thalasemia alfa terutama
Pada pemeriksaa hematologis rutin terdapat ; MCH < 75 fl dan MCH < 23
sedikit menurun. Pada analisis DNA mutasi yang sering terjadi pada thalasemia
alfa oleh karena persilangan tidak seimbang (unequal crossing over) sehingga
jenis mutasi yang diketemukan adalah delesi besar gen globin alfa (sampai
beberapa ribu pasangan basa) dan hanya sebagian kecil oleh karena mutasi titik.
Strategi analisis DNA yang dipakai adalah GAP PCR, Southern Blot dilanjutkan
hibridisasi dengan pelacak, sedangkan untuk jenis nondelsesi (oleh karena mutasi
titik atau delesi/insersi kecil beberapa pasang basa) dapat dengan PCR dilanjutkan
hidrolisis enzim retriksi endonuklease pada hasil PCR atau dilanjutkan dengan
1. Delesi, mencakup satu gen (-α) atau kedua (--) gen globin α. Pada talasemia-
α°, terdapat 14 delesi yang mengenai gen α, sehingga produksi rantai α hilang
sama sekali dari kromosom abnormal. Bentuk umum –α+ yang paling umum
(-α3,7 dan –α4,2) mencakup delesi satu atau duplikasi gen globin α lainnya.
2. Non delesi, kedua haplotip gen α utuh (αα).ekspresi gen –α2 lebih kuat 2-3
kali dari ekspresi gen –α1 sehingga sebagian besar mutasi non delesi
genotipe dan jumlah total yang abnormal gen yang dihasilkan : 1) Thalasemia alfa
silent carrier (satu gen yan tidak aktif); 2) thalasemia alfa trait (dua gen yang tidak
aktif); 3) Penyakit hemoglobin H (HbH) (tiga gen yang tidak aktif); 4) Thalasemia
alfa Hydrop fetalis dengan Hb Bart (ada empat gen yang tidak aktif).
jumlah urutan DNA sebanyak ribuan bahkan jutaan kali dari jumlah semula,
sekitar 106 – 107 kali. Pada setiap n siklus PCR akan diperoleh 2n kali banyaknya
cara amplifikasi hanya pada urutan DNA target dan meminimalkan amplifikasi
urutan non target. Proses PCR merupakan proses siklus yang berulang meliputi
denaturasi; annealing adalah langkah pengenalan primer ke pita DNA yang sesuai;
dan ekstansi oleh enzim DNA polymerase. Sepasang primer oligonukleotida yang
spesifik digunakan untuk membuat hybrid dari ujung-5’ menuju ujung-3’ untai
DNA target dan mengamplifikasi untuk urutan yang diinginkan. Dasar siklus PCR
genetik, infeksi oleh virus, diagnosis dini penyakit seperti AIDS, profil genetic
dalam forensic, aplikasi dalam biodiversitas, evolusi biologi, mutasi gen secara
langsung dan mengukur kuantifikasi ekspresi mRNA di dalam sel atau jaringan
genetik yang sedang digunakan didasarkan pada teknik PCR. Saat ini, banyak
teknik PCR yang digunakan dalam deteksi mutasi. Beberapa teknik tersebut
antara lain :
Metode ini digunakan pada sintetis molekul DNA kecil, yang disusun
urutan normal dan yang kedua adalahmelengkapi satu yang bermutasi. Kemudian,
sel sabit, perubahan basa A dengan basa T dalam gen β-globin hasil substitusi dari
β6 asam amino (valin ke glutamat). Dan dihancurkan pada titik pengenalan oleh
dikenali setelah perbanyakan bagian dari DNA, yang meliputi mutasi dan inkubasi
dengan enzim restriksi yang tepat. Kemudian, produk inkubasi dipisahkan dengan
elektroforesis gel agarosa menggunakan ethidium romide sebagai pewarna
pewarnaan dan langsung dikembangkan dengan radiasi UV. Jumlah dan ukuran
Secara singkat, untuk setiap sampel DNA, empat reaksi PCR diatur, yang
berisi sekelompok primer umum, yang berfungsi sebagai kontrol internal untuk
efisiensi PCR dan kelompokprimer kedua, yang umum dan satu spesifiksetiap
urutan mutasi yang diselidiki. Dengan kontrol yang tepat, mutasi dapat diketahui
atau sampel normal, setelah sama-sama diamplifikasi. Produk PCR dianalisis pada
fragmen DNA untai tunggal walaupun perbedaannya hanya satu nukleotida pada
melibatkan PCR amplifikasi fragmen sasaran, denaturasi produk PCR untai ganda
pada gel poliakrilamida. Mutasi ini terdeteksi dalam bentuk pita atau band-band
baru yang terlihat setelah dilakukan pewarnaan dengan pewarnaan perak. Mutasi
deteksi untuk PCR-SSCP umumnya tinggi > 80%-90% dalam menentukan DNA
untai tunggal untuk fragmen pendek dari 200-400 pb (Hayashi, 1992). Menurut
Mahdieh dan Rabbani PCR-SSCP dapat medeteksi mutasi 80-90% pada 150-200
bp fragmen DNA.
Kelebihan dari metode PCR-SSCP ini antara lain teknik penentuan mutasi
DNA yang cepat dan sederhana, tidak memerlukan peralatan yang rumit,
basa bila dibandingkan dengan metode yang lain (± 20 basa) (Hayashi 1992).
E. Landasan Teori
Darah sirkulasi terdiri dari sel darah merah (eritrosit), sel darah putih
(leukosit) dan keping darah (trombosit). Eritrosit berjumlah 99% dari total
komponen sel; sisanya 1% sel darah putih dan platelet (Corwin, 2009). Fungsi
utama eritrosit adalah mengangkut oksigen dari jaringan paru ke jaringan perifer,
mengangkut CO2 dari jangan ke paru dan berperan dalam pengangkutan dan
mengandung besi dan terdiri dari empat polipeptida , yang dikenal sebagai rantai
(O2) dan karbondioksida (CO2) ke jaringan dalam tubuh (Bain, 2006). Kelainan
dan seluruh Asia tenggara yang membentang dari Cina selatan ke semenanjung
atau tidak ada sintesis rantai beta globin, sehingga mengurangi produksi
hemoglobin di dalam sel darah merah (Galanelo dan Origa, 2010). Jenis mutasi
yang diketemukan pada thalasemia beta biasanya terutama oleh karena mutasi
titik dan hanya sebagian kecil oleh karena delesi atau insersi. Lebih dari 200
mutasi titik baik di dalam atau sekitar gen beta globin diketahui menyebabkan
dan feritin. Untuk deteksi mutasi gen beta globin pada spektrum mutasi yang
1996). Metode PCR-SSCP merupakan teknik penentuan mutasi DNA yang cepat
dan sederhana, tidak memerlukan peralatan yang rumit, visualisasinya tidak
deteksi untuk PCR-SSCP umumnya tinggi > 80%-90% dalam menentukan DNA
untai tunggal untuk fragmen pendek dari 200-400 pb (Hayashi, 1992). PCR-SSCP
perbedaan migrasi pita DNA pada eletroforesis dengan gel polyakrilamide. PCR-
F. Hipotesis
mutasi sekuen ekson 1 gen beta globin pada penyandang thalasemia beta
mayor.
mutasi sekuen ekson 1 gen beta globin pada penyandang thalasemia beta
mayor.
3. Mutasi pada sekuen exon 1 gen beta globin akan mempengaruhi susunan asam
4. Mutasi pada sekuen exon 1 gen beta globin akan berpengaruh terhadap tingkat
METODE PENELITIAN
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel darah pasien
yang terdiagnosa thalasemia beta mayor di RSUD Dr. Soeroto Kabupaten Ngawi.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel darah pasien yang
B. Variabel Penelitian
berikut :
1. Variabel Bebas
2. Variabel Tergantung
bebas dan variabel terkendali. Variabel tergantung dalam penelitian ini yaitu letak,
mutasi dan perubahan susunan asam amino dari gen beta globin pada penderita
tersebar dan dapat diulang oleh peneliti lain secara tepat. Variabel kendali dari
penelitian ini yaitu komponen PCR, metode penelitian deteksi mutasi dengan
1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi serangkaian alat gelas
berupa gelas beker, gelas ukur, Erlenmeyer, pipet tetes, corong, pengaduk, pipet
ukur beserta pipet pump berfungsi untuk preparasi larutan baik bahan, sampel dan
penyimpanan sampel, mikropipet untuk mengambil sampel dan bahan dalam skala
konsentrasi sampel, program Chromas Lite 2.1 untuk membaca DNA hasil
sekuensing, software MEGA 6.0 untuk alignment dan analisis sekuen DNA, dan
2. Bahan
beta thalassemia yang rutin melakukan tranfusi di RSUD Dr. Soeroto Kabupaten
Ngawi, disimpan dalam tube BD vacutainer EDTAdan satu sampel normal atau
control negative digunakan sebagai pembanding dalam penelitian ini. Bahan yang
digunakan pada penelitian ini meliputi akuades steril, Geneaid Genomic DNA
Mini Kit (Blood/Cultured Cell), PCR master mix KAPA 2G fast ready mix, primer
forward dan reverse spesifik untuk pada gen beta globin, DNA loading dye,
Geneaid100bp plus DNA ladder, fluoroceft, gel agarosa, ethanol absolut 96%,
buffer Tris Borat EDTA (TBE), loading buffer (campuranbromo phenol blue,
3. Isolasi DNA
kit for blood and tissue, dengan prosedur sesuai dengan protocol kit. Langkah-
a. Penlisisan Sel
Sampel diinkubasi kembali pada suhu 600C selama 18 menit, selama inkubasi
b. Pengikatan DNA
column) yang telah diletakkan pada collection tube 2 mL. Sampel disentrifuge
dengan kecepatan 12.000 rcf selama 7 menit kemudian larutan hasil sentrifugasi
disentrifugasi pad 12.000 rcf selama 2 menit. Larutan sisa pencucian pada
column dan disentrifugasi pada 12.000 rcf selama 2 menit. Larutan sisa pencucian
dalam collection tube. Sampel disentrifugasi kembali pada 12.000 rcf selama 4
menit.
d. Pengelusian
ditambahkan 50 μL elution buffer yang telah diinkubasi pada suhu 600C. Setelah
itu, larutan diinkubasi pada suhu ruang selama 5 menit kemudian dilakukan
sentrifugasi pada 12.000 rcf selama 2 menit. Proses elusi diulangi 2 kali untuk
pendingin.
DNA diperoleh dari nilai absorbansi 260 nm dibagi dengan nilai absorbansi 280
kualitatif dengan elektroforesis pada gel agarosa 0.8%. Mula-mula sebanyak 0.32
digojog hingga homogen. Gel dituang pada cetakan yang telah diberi sisir untuk
sumuran. Gel didiamkan hingga menjendal lalu sisir dilepas dan gel dipindahkan
terendam.
DNA ladder . Hasil isolasi DNA diambil sebanyak 5 μL dan dicampur dengan 1
μL (6x) loading dye. Campuran DNA dan loading dye dimasukkan dalam
dan anoda pada sumber tegangan 100 volt selama 30 menit. Pengamatan pita
(PCR). PCR dilakukan berdasarkan prosedur KAPA Biosystem (2013). PCR mix
dibuat dengan menggunakan PCR Master mix KAPA2G fast ready mix, yang
ditambahkan primer dan DNA template. Primer yang digunakan dapat dilihat
Tabel 1. Sekuen primer untuk amplifikasi gen β-globin (Gupta dan Agrawal, 2003)
Primer Sekuen Ukuran amplikon
Primer F 5’ CCAAGGACAGGTACGGCTGTCATC 3’
322 bp
Primer R 5’ CTATTGGTCTCCTAAACCTGTCTTG 3’
Representasi daerah amplifikasi primer pada panajng 322 bp meliputi daerah 5’
PCR mix dibuat dengan volume total 25 μL untuk setiap reaksi. Sampel
diamplifikasi dengan 35 siklus. Komponen untuk setiap PCR mix dan proporsinya
Tabel 2. Komponen PCR untuk amplifikasi fragmen gen beta globin (KAPA Biosystem,
2013)
Konsentrasi Volume yang
Komponen Reaksi Konsentrasi
No Akhir Per Ditambahkan
PCR Stok Awal
Reaksi (μL)
1 KAPA PCR Master Mix 2X 1X 12,5
2 Primer forward 10 μM 0,5 μM 1,25
3 Primer reverse 10 μM 0,5 μM 1,25
5 DNA template - ¬ 100 ng 5
6 ddH2O - - 5
Volume Total 25
Setiap tube sampel dimasukkan kedalam mesin thermal cycler. Mesin diatur
fluoroceft sebanyak 2,5 μL dan digojog hingga homogen. Gel dituang pada
cetakan yang telah diberi sisir untuk sumuran. Gel didiamkan hingga menjendal
lalu sisir dilepas dan gel dipindahkan ke dalam mesin elektroforesis dan
gel agarosa. Running DNA dilakukan dengan menghubungkan katoda dan anoda
mencapai 2/3 panjang gel yang ditunjukkan dengan warna biru pada gel agarosa.
a. Pembuatan gel
Larutan gel disiapkan dengan Erlenmeyer 125 ml yang terdiri atas 5,6 ml
mikropipet kedalam cetakan. Sisir dipasang pada cetakan dan gel dibiarkan
selama 60 menit.
ditambahkan TBE 1,5x hingga mencapai batas kolom. Sisir diangkat dengan hati-
b. Penyiapan sampel
dengan vortex. Campuran sampel dan loading buffer dipanaskan dalam waterbath
pada suhu 950C selama 10 menit untuk denaturasi. Setelah proses denaturasi,
sampel segera dimasukkan freezer suhu -200C selama 10 menit. Setelah proses
umuran gel. Elektroforesis dilakukan dengan TBE 0,5x pada 100V 50mA selama
100 menit.
c. Pewarnaan
Gel dilepas dari gelas, lalu diencerkan dalam ethidium bromide selama 45
kamera digital.
d. Interpretasi hasil
membandingkan perbedaan jarak migrasi pita (single strand DNA) subjek yang
diteliti dengan individu normal. Individu yang memiliki genotip homozigot, baik
homozigot dominan maupun resesif akan menunjukkan dua pita DNA pada gel,
sedangkan individu heterozigot akan menunjukan tiga atau empat pita DNA.
8. Sekuensing DNA
terhadap fragmen gen beta globin yang menunjukkan pita ganda DNA pada hasil
E. Analisis Data
urutan nukleotida hasil sekuensing dengan gen normal β-globin dari data base.
ditranslasikan.
DAFTAR PUSTAKA