Anda di halaman 1dari 17

HEMOGLOBINOPATI

NAMA: ASY SYIFA DHIYA ULHAQQ ANWAR

NPM: 11719118

BLOK 4.1 SISTEM HEMATOLOGI DAN IMUNOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS GUNADARMA

TAHUN 2021
1. Lembar Penilaian

Judul Resume: Hemoglobinopati


Nama Mahasiswa: Asy Syifa Dhiya Ulhaqq Anwar
NPM: 11719118
Blok: 4.1 Sistem Hematologi dan Imunologi
PENILAIAN TUGAS TERSTRUKTUR RESUME

Komponen yang Skor Umpan Balik


Dinilai
Kelengkapan
Resume
Isi Resume
Referensi
Total Skor

................................,………………………20..

Dosen yang menilai

( )
HEMOGLOBINOPATI

1. DEFINISI
Hematologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tentang
darah, organ pembentuk darah, dan jaringan limforetikuler serta kelainan-kelainan
yang timbul dari darah. Darah sendiri merupakan komponen esensial makhluk
hidup, mulai dari binatang primitif sampai manusia. Pada darah sendiri, memiliki
2 komponen utama, yaitu plasma darah dan butir-butir darah, yaitu eritrosit,
leukosit, dan trombosit. Jenis-jenis sel ini cukup terlihat dan masing-masing
memiliki fungsi biologis tertentu. (“Hematologi Klinik Ringkas.pdf,” n.d.) (Greer,
2014)
Hemoglobinopati atau kelainan pada hemoglobin (Hb) adalah kelainan
yang mencakup semua kelainan genetik pada hemoglobin (Hb). Ada dua
kelompok yang termasuk di dalam kelainan ini, yaitu perubahan struktur
hemoglobin (Hb) yang menyebabkan varian hemoglobin (Hb) (Varian utama
adalah HbS, HbC, dan HbE) serta gangguan sintesis hemoglobin (Hb) yang
dengan satu atau lebih rantai globin tersupresi secara total atau parsial, hal inilah
yang menyebabkan thalassemia. Thalassemia sendiri adalah pengelompokan
heterogen dari kelainan genetik yang diakibatkan oleh penurunan sintesis rantai
alfa atau beta dari hemoglobin (Hb). Hemoglobin memiliki fungsi sebagai
komponen pembawa oksigen dari sel darah merah yang terdiri dari dua protein, α
dan β. Namun, bila tubuh tidak cukup memproduksi salah satu dari protein ini,
akan menyebabkan sel darah merah terbentuk dengan benar dan tidak dapat
membawa oksigen yang cukup. Hal inilah yang menyebabkan anemia pada masa
kanak-kanak dan akan berlangsung seumur hidup. (Wulandari, 2018)
Klasifikasi Thalassemia:
a. Thalassemia α – Terjadi penurunan sintesis rantai α.
b. Thalassemia β – Terjadi penurunan sintesis rantai β. (“Hematologi Klinik
Ringkas.pdf,” n.d.)
Gambar 1. Sumber: (Hoffbrand, n.d.)

2. EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia, pasien dengan thalassemia yang tercatat ada 5.000 penderita
dengan frekuensi gen thalassemia- β diperkirakan mencapai 10% dari seluruh
populasinya. Bila sepasang pembawa gen menikah, kemungkinan untuk
mempunyai anak penderita thalassemia berat adalah 25%, 50% menjadi pembawa
sifat (carrier) thalassemia, dan 25% kemungkinan bebas thalassemia. (Mianto et
al., n.d.)
Jika dilihat dari penyebaran geografiknya, thalassemia β banyak dijumpai
di daerah Mediterania, Timur Tengah, India, Pakistan dan Asia. Di Siprus dan
Yunani, lebih banyak dijumpai thalassemia tipe β⁺, sedangkan di Asia Tenggara
lebih banyak tipe β˚.
Prevalensi Thalassemia β di berbagai negara:
 Italia 10%
 Yunani 5-10%
 Cina 2%
 India 1-5%
 Negro 1%
 Asia Tenggara 5%
Untuk thalassemia α, juga sering ditemui di Asia Tenggara dan lebih
banyak ditemukan daripada thalassemia β.
3. ETIOLOGI

Penyebab dari thalassemia adalah genetik/faktor keturunan, dimana kedua


orang tua harus terkena thalassemia atau pembawa/carrier karena thalassemia
adalah autosomal resesif. Hal ini disebabkan oleh mutasi atau penghapusan gen
Hb yang mengakibatkan produksi yang kurang atau tidak adanya rantai α atau β.
Terdapat lebih dari 200 mutasi yang menjadi penyebab thalassemia. Untuk
thalassemia α, disebabkan oleh penghapusan gen α-globin dan pada thalassemia
β, disebabkan oleh mutase titik di lokasi sambungan dan daerah promotor gen β-
globin pada kromosom.

4. PATOGENESIS DAN/ATAU PATOFISIOLOGI


a. Patogenesis Thalassemia β

Gambar 2. Sumber: (“Hematologi Klinik Ringkas.pdf,” n.d.)


5. ANAMNESIS

Anamnesis dapat dilakukan sejak pasien baru datang, dilihat keadaan


umumnya kemudian, ditanyakan kepada pasien:

 Apakah pernah melakukan transfusi darah yang berulang (Pada pasien atau
keluarga pasien)
 Riwayat pertumbuhan dan perkembangannya apakah sesuai atau terlambat --
Pada pasien dengan thalassemia, berat badan pasien sulit untuk naik
 Riwayat penyakit keluarga atau apakah ada penyakit yang bersifat diturunkan
atau tidak
 Keluhan lemas dan tampat pucat yang berulang/lama
 Riwayat batuk berulang
 Riwayat perdarahan (Mimisan, perdarahan sukar berhenti, bintik merah pada
kulit)
 Riwayat kehamilan ibu
 Mudah infeksi
6. PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan umum – Tampak sakit sedang, compos mentis
 Vital sign (TD: 90/60 mmHg, Nadi: 88 kali/menit, Frekuensi pernapasan: 37
kali/menit, dan Suhu 36,4˚C)
 Tampak facies cooley (batang hidung masuk ke dalamn tulang pipi menonjol,
jarak mata jauh, bibir agak tertarik)
 Konjungtiva anemis
 Hepatomegali
 Splenomegali: Schuffner 4
 Ikterus
 Gizi kurang/buruk
 Anemia/pucat
 Perawakan pendek
 Gigi atas tampak menonjol ke depan
 Hiperpigmentasi kulit

(Ray, 2013)

7. GAMBARAN KLINIS
a. Thalassemia-β

Gambar 3. Sumber: (Longo and Harrison, 2013)

Gambar 4. Sumber: (Longo and Harrison, 2013)


Gambar 5. Sumber: (Longo and Harrison, 2013)

Gambar 6. Sumber: (Longo and Harrison, 2013)


Gambar 7. Sumber: (Longo and Harrison, 2013)

Gambar 8. Sumber: (Longo and Harrison, 2013)

Gambar 9. Sumber: (Longo and Harrison, 2013)

b. Thalassemia-α
Gambar 10. Sumber: (Longo and Harrison, 2013)

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan
laboratoirum, yaitu:
a. Apusan darah tepi dan pemeriksaan darah lengkap
 Hemoglobin
 Sediaan apus darah tepi: Mikrositer, hipokrom, anisositosis,
poikilositosis,sel seritrosit muda/normoblas, fragmentosit, dan sel target.
Gambar 11. Sumber: (Longo and Harrison, 2013)

Gambar 12. Sumber: (Anderson, n.d.)


 Indeks erotrosit: MCH, MCH, dan MCHC menurun, dan RDW
meningkat.
b. Konfirmasi dengan analisis hemoglobin
 Elektroforesis hemoglobin: Tidak ditemukannya HbA dan meningkatnya
HbA2 dan/atau HbF.
c. Metode HPLC
 Analisis kualitatif dan kuantitatif
d. Volume sel rata-rata jarang: > 75 fL
e. Hematokrit jarang < 30-33%
(Longo and Harrison, 2013)
9. DIAGNOSIS

Diagnosis dari thalassemia, dapat ditegakkan berdasarkan:

a. Anamnesis (Riwayat keluarga, Riwayat transfusi darah berulang)


b. Pemeriksaan fisik (Facies cooley, bintik merah pada kulit, anemia)
c. Pemeriksaan penunjang (Apusan darah tepi, pemeriksaan darah lengkap)
(“Hematologi Klinik Ringkas.pdf,” n.d.)
10. PENATALAKSANAAN

Pengobatan untuk pasien thalassemia bergantung dari jenis dan tingkat


keparahan thalassemia

a. TERAPI FARMAKOLOGIS
 Thassemia ringan (Hb: 6-10 g/dL)
o Pada pasien dengan thalassemia minor, pengobatan diperlukan untuk
tanda dan gejala umum yang ringan
o Pengobatan yang diperluan adalah transfuse darah, terutama setelah
operasi, melahirkan, atau untuk membantu menangani komplikasi
thalassemia
 Thalasemia sedang-berat (Hb ≤ 5 – 6 g/dL)
o Transfusi darah yang sering

Pada pasien dengan thalassemia sedang-berat, memerlukan


transfusi darah secara teratur, pada setiap beberapa minggu. Transfusi
darah ini bertujuan untuk mempertahankan kadar Hb di sekitar 9-10
mg/dL untuk memberi pasien perasaan sejahtera dan juga untuk tetap
memeriksa eritropoiesis dan menekan hematopoiesis ekstrameduler.
Untuk mencegah terjadinya kompliasi, direkomendasikan untuk
mencuci dan mengkemas sel darah merah (RBC) pada sekitar 8 – 15
ml sel per kilogram (kg) berat badan selama 1 – 2 jam.

o Terapi khelasi (Chelation)

Untuk mencegah hemosiderosis, zat besi perlu dikelasi dan


dikeluarkan. Keseimbangan zat besi dapat diperoleh jika ekskresi
harian cukup untuk menghilangkan zat besi yang dimasukkan melalui
transfusi. Jumlah ini mendekati, pada kebanyakan pasien, 0,3 sampai
0,5 mg / Kg. deferasirox, deferoxamine B, dan deferiprone adalah
kelator besi yang diberikan secara bersamaan. Ada dua sumber utama
besi chelatable adalah:

 Kumpulan labil intraseluler, yang berasal dari katabolisme lisosom


feritin dan dari besi yang terikat dengan transferin dan
nontransferrin
 Besi yang berasal dari katabolisme sel darah merah di makrofag.

(Greer, 2014)
o Transplantasi sel induk

Transplantasi sel induk atau sumsum tulang menjadi pilihan


yang potensial dalam beberapa kasus tertentu yang terjadi pada anak-
anak yang lahir karena thalassemia berat. Transplantasi ini akan
menghilangkan kebutuhan akan transfuse darah seumur hidup.
Namun, transplantasi ini memiliki komplikasi dan dokter harus
mempertimbangkan manfaatnya. Karena nantinya, bisa saja timbul
risiko berupa penyakit graft vs. host, terapi imunosupresif kronis,
kegagalan graft, dan kematian terkait transplantasi.

o Terapi gen

Terapi ini merupakan kemajuan terbaru dalam thalassemia


berat. Terapi ini akan melibatkan pengambilan sel induk
hematopoietic autologous (HSC) dari pasien dan secara genetik akan
dimodifikasi dengan vector yang mengekspresikan gen normal.
Kemudian, akan diinfuskan kembali ke pasien setelah menjalani
penyesuaian yang diperlukan untuk menghancurkan HSC yang ada.
HSc ini nantinya akan menghasilkan rantai hemoglobin (Hb) normal
dan eritropoiesis normal akan terjadi.

o Teknik pengeditan genom


Teknik ini adalah untuk mengedit genom, seperti nuklease
zinc-finger, efektor seperti penggerak transkripsi, dan Cluster
Regulated Interspaced Short Palindromic Repeats (CRISPR) dengan
sistem nuklease Cas9. Teknik ini akan menargetkan situs mutase
tertentu dan menggantinya dengan urutan normal, teknik ini juga akan
menghasilkan gen terkoreksi dalam jumlah besar yang cukup untuk
menyembuhkan penyakit

o Splenektomi

Splenektomi sering dilakukan pada pasien dengan thalassemia


mayor untuk membatasi jumlah transfusi yang diperlukan. Terapi ini
menjadi rekomendasi jika kebutuhan transfuse tahunan meningkat
menjadi atau ≥ 200 – 220 ml sel darah merah/kg/tahun dengan nilai
hematokrit 70%. Terapi ini juga diperlukan untuk mengontrol
penyebaran hematopoiesis ekstrameduler. Selain itu, setelah
melakukan splenektomi diperlukan imunisasi untuk mencegah infeksi
bakteri (Pneumococcus, Meningococcus, dan Haemophilus
influenzae). Komplikasi splenektomi pada anak yang mungkin dapat
terjadi adala sepsis.

o Kolesistektomi

Pasien dapat mengembangkan kolelitiasis karena peningkatan


kerusakan pada hemoglobin (Hb) dan pengedapan bilirubin di
kantong empedu. Jika timbul gejala, pasien harus menjalani
kolesistektomi bersamaan dengan splenektomi.

o Diet dan olahraga

Pada pasien thalassemia, bisa menjadi minuman yang sehat


dan digunakan secara rutin, karena dapat membantu mengurangi
penyerapan zat besi dari saluran usus. Vitamin C juga dapat
membantu ekskresi zat besi dari usus, terutama bila digunakan dengan
deferaxamine.

b. TERAPI NON-FARMAKOLOGIS

Selain diberikan terapi farmakolgis atau medikamentosa, pasien


dengan thalassemia harus diberikan terapi non-farmakologis berupa edukasi
untuk terus memeriksa penyakit mereka dengan mengikuti rencana
pengobatan yang tepat dan menerapkan kebiasaan hidup yang sehat. Edukasi
yang perlu diberikan adalah:

 Hindari kelebihan zat besi


 Makan makanan yang sehat
 Hindari infeksi
 Pasien harus mendapatkan edukasi tentang sifat keturunan dari penyakit
thalassemia
11. PROGNOSIS

Thalassemia minor biasanya asimtomatik dan memiliki prognosis yang


baik. Thalassemia ini biasanya tidak meningkatkan mordibitas atau mortalitas.
Untuk thalassemia mayor, karena termasuk penyakit yang parah. Prognosis dari
thalassemia mayor ini memiliki jangka yang panjang bergantung pada kepatuhan
pengobatan terhadap transfusi dan terapi kelasi besi.

12. REHABILITASI

Pada pasien dengan thalassemia, baik thalassemia alfa ataupun beta, selain
dibutuhkannya transfusi darah, perlu juga diberikan edukasi yang tepat. Edukasi
yang tepat untuk pasien adalah dngan memberikan gambaran tentang
penyakitnya, agar pasien dapat tetap menjaga dirinya dari aktivitas yang tidak
baik dan menggangu penyakitnya, gaya hidup serta makanan dan minuman yang
dikonsumsi, dan juga hindari penggunaan obat-obatan yang dapat mengganggu
fungsi trombosit.
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, S., n.d. Anderson’s Atlas of Hematology 607.


Greer, J.P. (Ed.), 2014. Wintrobe’s clinical hematology, Thirteenth edition. ed.
Wolters Kluwer, Lippincott Williams & Wilkins Health, Philadelphia.
Hematologi Klinik Ringkas.pdf, n.d.
Hoffbrand, V., n.d. Hoffbrand’s Essential Haematology 382.
Longo, D., Harrison, T.R., 2013. Harrison’s Hematology and Oncology, 2e.
McGraw-Hill Publishing, New York.
Mianto, N.A., Sugiarto, C., Suhendra, A., n.d. Gambaran Validitas Indeks Mentzer
dan Indeks Shine & Lal Pada Penderita β-Thalassemia Mayor 6.
Ray, H., 2013. PENATALAKSAAN PADA PASIEN TALASEMIA 9.
Wulandari, R.D., 2018. Kelainan pada Sintesis Hemoglobin: Thalassemia dan
Epidemiologi Thalassemia. J.Ilm.Kedokt. Wijaya Kusuma 5, 33.
https://doi.org/10.30742/jikw.v5i2.340

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3163784/

https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0055024

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK545151/

Anda mungkin juga menyukai