Arsy : Edema tungkai bawah ec susp. Inflamasi soft tissue dd/trombosis , susp defisiensi vit D, anemia
def besi
Gratia : tonsilofaringitis
Saskia : SLE
Rayna : ALL
Rizky : Rhabdomyosarcoma
ACUTE LYMPHOBLASTIC LEUKEMIA (RAYNA)
Apakah ada gejala lemas (anemia)? Tampak pucat? Tidak membaik saat istirahat? Kuku tampak sendok?
Intake nutrisi bagaimana saat itu? Saat itu ada riwayat trauma? BAB berdarah? Apakah mudah lelah?
Penurunan konsentrasi? Saat itu apakah ada keluhan kuning/BAK seperti teh? Tanda-tanda infeksi?
Penurunan BB?
Sudah pernah diobati keluhannya? Respon pengobatan? --> Misalnya anemia diobati dengan tablet besi
tapi tidak membaik, atau demam dikasih paracetamol ga membaik
Faktor resiko : paparan obat/radiasi saat hamil, anak-anak dengan Trisomi 21 (sindrom Down),
neurofibromatosis tipe 1, sindrom Bloom,
Keluhan tambahan Rayna : Saat ini pasien pilek, sekret kental warna hijau. Mual, muntah, batuk, sesak
disangkal. Intake makan dan minum baik.
a. Definisi
Leukemia dapat didefinisikan sebagai sekelompok penyakit keganasan, yaitu kelainan genetik
dalam sel hematopoietik dan menimbulkan proliferasi sel yang tidak dapat tenkontrol. Leukemia
Limfositik Akut (ALL) adalah keganasan sel limfoblas B atau T yang ditandai dengan proliferasi
limfosit imatur abnormal yang tidak terkendali
b. Epidemiologi
Sekitar 31% dari semua keganasan yang terjadi pada anak-anak yang lebih muda dari 15 tahun.
c. Etiologi
Idiopatik namun dapat terkait dengan paparan benzena, radiasi pengion, atau paparan
kemoterapi atau radioterapi sebelumnya.
d. Klasifikasi
Klasifikasi ALL menurut kriteria morfologi French American British (FAB) membagi ALL menjadi 3
subtipe (L1, L2 dan L3) berdasarkan ukuran sel, sitoplasma, nukleolus, vakuolasi dan basofilia.
Organisasi Kesehatan Dunia mengusulkan klasifikasi gabungan dalam upaya untuk menjelaskan
morfologi dan profil sitogenetik dari blast leukemia dan mengidentifikasi dua jenis ALL, yaitu
limfoblastik B dan limfoblastik T.
e. Diagnosis
Diagnosis didasarkan oleh anamnesis dan pemeriksaan fisik yang sesuai dengan tanda dan
gejala. Anemia dan trombositopenia terlihat pada sebagian besar pasien. Pemeriksaan
penunjang dilakukan melalui pemeriksaan lab darah lengkap, apusan darah tepi, kimia serum
(misalnya, kalium, fosfor, kalsium), kadar asam urat, laktat dehidrogenase (LDH). Yang penting :
- Darah rutin (anemia, hiperleukositosis, trombositopenia)
- Apus darah tepi (ditemukan blas 1%)
- BMP (blas >20%)
- Imunofenotyping
- Foto thorax (massa mediastinum)
- Cairan serebrospinal (infiltrasi sel blas)
f. Diagnosis banding
Berikut ini kondisi lain yang perlu dipertimbangkan saat mengevaluasi pasien dengan dugaan
leukemia limfoblastik akut (ALL): Leukemia mieloid akut, anemia aplastic, anemia akut, dan
Idiopathic thrombocytopenic purpura
g. Tatalaksana --> adakah aturan cairan/nutrisi tertentu? Ada
Nutrisi --> Dari jurnal CDK Tatalaksana Nutrisi pada Kanker Anak : Children oncology
group (COG) menyebutkan bahwa terapi kanker dapat meningkatkan kebutuhan energi
sampai 20% dan kebutuhan protein hingga 50%
Hidrasi --> 1.5 kali cairan rumatan
Pertahankan pH urin 7.5, jika <7.5 beri natrium karbonat 35-45 mEq/m2/24 jam atau 25-
50 mEq/500 mL infus
Allopurinol 10 mg/kg/hari dibagi 3 dosis peroral
Tranfusi trombosit bila <20.000/microliter
PRC jika Hb<6 g/dL dengan target Hb 8
Obat-obatan yang digunakan dalam pengobatan ALL pediatrik meliputi antineoplastik
(misalnya, vincristine, asparaginase Escherichia coli, asparaginase Erwinia chrysanthemi,
calaspargase pegol, daunorubicin, doxorubicin, MTX, 6-MP, cytarabine,
cyclophosphamide, dasatinib, imatinib), Kortikosteroid (misalnya, prednison,
deksametason), Antimikroba (misalnya, TMX/SMP, pentamidin), Antijamur (misalnya,
flukonazol).
h. Stratifikasi risiko
Stratifikasi risiko pada LLA dikelompokkan menjadi 2 berdasarkan kriteria pada protokol
Indonesian Protocol Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL) 2013, yaitu :
Risiko tinggi dan risiko biasa. Risiko tinggi (High Risk) bila didapatkan salah satu kriteria
sebagai berikut umur < 1 tahun atau > 10 tahun, leukosit >50.000/mm3 , massa
mediastinum > 2/3 dari diameter rongga thorak, terdapat > 15/3 (5µm) sel leukemia di
cairan serebrospinal, T-cell leukemia, mixed leukemia (bi-lineage leukemia), dan bila
didapatkan lebih dari 1000 sel blas/mm3 pada pemeriksaan darah tepi setelah 1 minggu
mulai terapi pada LLA kelompok risiko biasa.
Risiko biasa (Standard Risk) bila tidak didapatkan tanda-tanda risiko tinggi
i. Prognosis
THALASEMIA
a. Definisi
Thalassemia merupakan kelainan genetik yang dihasilkan dari penurunan sintesis rantai globin
(α dan β) yang membentuk molekul hemoglobin manusia dewasa normal (HbA, α2β2). Kelainan
ini diturunkan secara autosomal resesi dan mengakibatkan berkurangnya hemoglobin dalam
eritrosit dan anemia
Hemoglobin normal manusia dewasa terdiri dari 2 rantai beta dan 2 rantai alfa yang membentuk
tetramer α2β2(HbA). Komposisi HbA dalam sirkulasi darah mencapai >97%, sedangkan HbA2 2-
3% dan HbF <1%.Dengan komposisi seperti ini hemoglobin dapat mengangkut oksigen ke
jaringan dengan baik
b. Etiologi
Thalassemia diturunkan secara resesif autosom yang disebabkan oleh mutasi atau delesi gen Hb,
yang mengakibatkan produksi kurang atau tidak adanya rantai α dan β. Thalassemia α
disebabkan oleh delesi gen α-globin pada kromosom 16, dan thalassemia β disebabkan oleh
mutasi titik pada tempat sambungan dan daerah promotor gen β-globin pada kromosom 11
c. Klasifikasi
Thalasemia mayor (sangat bergantung pada transfusi)
Thalassemia minor (carrier/ tanpa gejala)
Thalasemia intermediet
d. Patofisiologi
1. Thalassemia beta → mutasi gen globin beta →produksi rantai globin beta → berkurang atau
tidak terbentuk sama sekali.
2. Rantai globin alfa yang terbentuk tidak semua dapat berikatan dengan rantai globin beta →
peningkatan HbF dan HbA2.
3. Selain itu terbentuk pula rantai tetramer alfa yang tidak stabil yang mudah terurai.
4. Rantai globin alfa bebas → tidak larut → membentuk presipitat yang memicu lisis eritrosit di
mikrosirkulasi (limpa) dan destruksi di sumsum tulang.
e. Diagnosis
Anamnesis
Pucat kronik; usia awitan terjadinya pucat perlu ditanyakan. Pada thalassemia
β/HbE usia awitan pucat umumnya didapatkan pada usia yang lebih tua.
Riwayat transfusi berulang; anemia pada thalassemia mayor
memerlukan transfusi berkala.
Riwayat keluarga dengan thalassemia dan transfusi berulang.
Perut buncit; perut tampak buncit karena adanya splenomegali.
Etnis dan suku tertentu; angka kejadian thalassemia lebih tinggi pada ras
Mediterania, Timur Tengah, India, dan Asia Tenggara.
Riwayat tumbuh kembang dan pubertas terlambat
Px Fisik :
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan keadaan umum lemah, pucat pada wajah dan
ekstremitas, sklera ikterik, facies Cooley (dahi menonjol, mata menyipit, jarak kedua
mata melebar, maksila hipertrofi, maloklusi gigi), splenomegali, gagal tumbuh, gizi
kurang, perawakan pendek, pubertas terlambat, dan hiperpigmentasi kulit
Px Penunjang
Darah lengkap : Anemia dengan Hb <7 g/dL, mean corpuscular volume (MCV)
<80 fL (mikrositik) dan mean corpuscular hemoglobin (MCH) < 27pg
(hipokromik), peningkatan red cell distribution width (RDW) tapi tidak di atas
14.5% (dd/ ADB → RDW >14,5%) dan retikulosit meningkat (ADB retikulosit
menurun).
Apus darah tepi : Anisositosis dan poikilositosis yang nyata (termasuk
fragmentosit dan teardrop), mikrositik hipokrom, basophilic stippling, badan
Pappenheimer, sel target, dan eritrosit berinti (menunjukan defek
hemoglobinisasi dan diseritropoiesis). Total hitung dan neutrofil meningkat
Bila telah terjadi hipersplenisme→ leukopenia, neutropenia, dan
trombositopenia.
Analisis Hb dengan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) :
Alat ukur kuantitatif HbA2 dan HbF, dan dapat dipakai untuk
mengidentifikasi dan menghitung varian hemoglobin secara presumtif.
HbF dominan (>90%) → thalassemia β berat, kecuali pasien telah
menerima transfusi darah dalam jumlah besar sesaat sebelum
pemeriksaan.
HbA tidak terdeteksi sama sekali pada thalassemia β0 homozigot,
HbA masih terdeteksi sedikit pada thalassemia β+.
Peningkatan HbA2 dapat memandu diagnosis thalassemia β trait.
1) Kadar HbA2 mencerminkan derajat kelainan yang terjadi.
2) HbA2 3,6-4,2% pada thalassemia β+ ringan.
HbA2 normal tidak langsung menyingkirkan diagnosis thalassemia.
1) HbA2 dapat menjadi lebih rendah dari kadar sebenarnya akibat kondisi
defisiensi besi, sehingga diperlukan terapi defisiensi besi sebelum
melakukan HPLC ulang untuk menilai kuantitas subtipe Hb.
2) Feritin serum rendah → defisiensi besi, namun tidak menyingkirkan
kemungkinan thalassemia trait.
Analisis Hb elektroforesis Hb
Hb varians kuantitatif (electrophoresis cellose acetat membrane),
HbA2 kuantitatif (metode mikrokolom),
HbF (alkali denaturasi modifikasi Betke 2 menit), atau pemeriksaan
elektroforesis menggunakan capillary hemoglobin electrophoresis.
DNA
Upaya diagnosis molekuler thalassemia, yang dilakukan pada kasus atau
kondisi tertentu:
Ketidakmampuan untuk mengonfirmasi hemoglobinopati dengan
pemeriksaan hematologi:
o Diagnosis thalassemia β mayor → banyak menerima transfusi.
Diagnosis dapat diperkuat dengan temuan thalassemia β heterozigot
(pembawa sifat thalassemia beta) pada kedua orang tua
o Identifikasi karier dari thalassemia β silent, thalassemia β dengan HbA2
normal, thalassemia α0, dan beberapa thalassemia α+. c. Identifikasi
varian hemoglobin yang jarang.
Keperluan konseling genetik dan diagnosis prenatal.
f. Tatalaksana
Transfusi : Hb < 7 g/ dl → periksa 2 kali berturut- turut dengan jarak 2 minggu di antara
sampel
Hb >/= 7 g/dl disertai gejala klinis : facies cooley, gangguan tumbuh kembang, fraktur
tulang, hematopoiesis ekstramedular
a. Definisi
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang
disebabkan oleh infeksi virus dengue yang memiliki 4 serotipe yakni DENV-1, DENV-2, DENV-3,
dan DENV-4 dan ditularkan melalui vektor berupa nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Keempat serotipe dengue terdapat di Indonesia, DENV-3 merupakan serotipe dominan dan
banyak berhubungan dengan kasus berat, diikuti serotipe DENV-2
b. Etiologi
c. Perjalanan Penyakit
Perjalanan penyakit dalam infeksi dengue dibagi kedalam 3 fase yakni fase demam, fase kritis, dan
fase pemulihan dengan masa inkubasi berkisar dari 4 hingga 10 hari 6.
1. Fase Demam (0-3 hari)
Manifestasi yang timbul pada fase ini berupa demam yang mendadak tinggi hingga
dapat mencapai 40°C, terus menerus, kadang bifasik, dengan durasi yang dapat berlangsung 2-7
hari. Keluhan yang menyertai demam dapat berupa adanya kemerahan pada wajah, nyeri retro-
orbital, nyeri kepala, myalgia, dan athralgia. Selain manifestasi tersebut dapat muncul gejala berupa
mual dan muntah, nyeri pada epigastrium, nyeri abdomen difus, nyeri pada subcostal kanan,
terkadang disertai nyeri tenggorokan. Terkadang dapat juga ditemukan adanya kemerahan pada
faring dan konjungtiva 6.
2. Fase Kritis (3-7 hari)
Gejala yang menandai masuknya pasien dalam fase kritis adalah penurunan suhu pada
demam hingga mencapai 37,5-38°C atau kurang dan menetap pada suhu tersebut. Kemungkinan
terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler dengan perembesan plasma memungkinkan
pasien untuk mengalami syok hipovolemik pada fase ini. Kemunculan warning sign biasanya
mendahului fase syok. Beberapa tanda warning sign yang harus diwaspadai pada pasien yang
sedang melalui fase kritis diantaranya muntah persisten sebanyak 3 kali atau lebih dalam 12 jam dan
tidak menoleransi intake cairan oral, nyeri atau nyeri tekan abdomen yang berlangsung terus
menerus dengan intensitas yang meningkat hingga mengganggu aktivitas, penurunan kesadaran
atau iritabel, adanya tanda perdarahan mukosa seperti terjadinya epistaksis, perdarahan gusi,
petekia, purpura, serta perdarahan di konjungtiva atau subkonjungtiva, teraba adanya pembesaran
hati lebih dari 2 cm pada pemeriksaan fisik, ditemui adanya akumulasi cairan dengan manifestasi
dapat berupa edema, asites, atau efusi pleura, dan peningkatan kadar hematokrit disertai
penurunan cepat jumlah trombosit. Adanya penurunan trombosit secara cepat kurang dari 100.000
sel/mm3 serta peningkatan hematokrit di atas nilai normal merupakan pertanda adanya
perembesan plasma.
3. Fase Pemulihan
Terjadinya reabsorbsi cairan ekstravaskular secara bertahap selama 48-72 jam pasca
melalui fase kritis menandai masuknya pasien dalam fase pemulihan. Manifestasi pada fase ini
umumnya sudah membaik, baik dari nafsu makan, gejala gastrointestinal, status hemodinamik,
bahkan perbaikan diuresis. Hasil laboratorium untuk hematokrit dapat menunjukkan hasil yang
stabil atau lebih rendah dari normal karena adanya dilusi dari penyerapan cairan sementara jumlah
leukosit akan meningkat segera pasca masa defervescence dan setelahnya jumlah trombosit akan
meningkat hingga kembali normal 6.
d. Klasifikasi
Klasifikasi infeksi dengue menurut WHO tahun 2009 yang merupakan perbaikan atau revisi dari
klasifikasi WHO tahun 1997 terbagi menjadi dua kelompok menurut derajat penyakit, yaitu dengue dan
severe dengue; dengue dibagi lebih lanjut menjadi dengue dengan atau tanpa warning signs (dengue ±
warning signs)
Dengue without warning signs disebut juga sebagai probable dengue. Diagnosis infeksi
dengue ditegakkan apabila terdapat demam ditambah minimal dua gejala berikut: mual disertai
muntah, ruam (skin rash), nyeri pada tulang, sendi, atau retro-orbital, serta uji torniket positif .
6,7
Dengue with warning signs, secara klinis terdapat gejala nyeri perut, muntah terus-
menerus, perdarahan mukosa, letargi/gelisah, pembesaran hati ≥2cm, disertai kelainan parameter
laboratorium, yaitu peningkatan kadar hematokrit yang terjadi bersamaan dengan penurunan
jumlah trombosit, dan leukopenia.. Warning signs berarti perjalanan penyakit yang sedang
berlangsung mendukung ke arah terjadinya penurunan volume intravaskular . 6,7
Infeksi dengue diklasifikasikan sebagai severe dengue apabila terdapat severe plasma
leakage (perembesan plasma hebat), severe bleeding (perdarahan hebat), atau severe organ
impairment (keterlibatan organ yang berat) yang dijelaskan sebagai berikut : 6,7
Severe plasma leakage akan menyebabkan syok hipovolemik dengan atau tanpa
perdarahan (pada klasifikasi WHO 1997 dimasukkan dalam sindrom syok dengue) dan
atau penimbunan cairan disertai distres respirasi.
Severe bleeding didefinisikan bila terjadi perdarahan disertai kondisi hemodinamik yang
tidak stabil sehingga memerlukan pemberian cairan pengganti dan atau transfusi darah.
Kondisi yang dimaksud dengan perdarahan adalah semua jenis perdarahan, seperti
hematemesis, melena, atau perdarahan lain yang dapat mengancam kehidupan.
Severe organ involvement, termasuk gagal hati, inflamasi otot jantung (miokarditis),
keterlibatan neurologi (ensefalitis), dan lain sebagainya.
Pengelompokan severe dengue sangat diperlukan untuk kepentingan praktis terutama
dalam menentukan pasien mana yang memerlukan pemantauan ketat dan mendapat pengobatan
segera .
6,7
Gambar 3. Perbandingan Klasifikasi DHF Lama dan Baru
Perbedaan antara DD dan DBD adalah pada DBD terjadi peningkatan permeabilitas
kapiler sehingga menyebabkan perembesan plasma, hipovolemia dan syok. Perembesan
plasma mengakibatkan ekstravasasi cairan ke dalam rongga pleura dan rongga peritoneal
selama 24-48 jam. Fase kritis sekitar hari ke-3 hingga ke-5 perjalanan penyakit. Pada saat
ini suhu turun, yang dapat merupakan awal penyembuhan pada infeksi ringan namun
pada DBD berat merupakan tanda awal syok
e. Patofisiologi
Kenapa orang yang terkena dengue kalo kena dengue lagi akan lebih parah?
Antibody dengue enhancement (ADE) → seorang mendapatkan infeksi untuk kedua kali dengan serotipe
yang berbeda akan menyebabkan dengue berat.
Ada receptor Fcg pada permukaan sel makrofag mononuklear → antibody enhancing immunoglobulin G
(unneutralized antibody) akan mengikat virus untuk menempel pada permukaan sel makrofag dan
membawa infectious virion mendekati receptor → jadi virus specific antibody dan receptor Fcg bekerja
sama sebagai coreceptor sehingga ikatan menjadi kuat dan meningkatan jumlah sel yang terinfeksi.
Terlaporkan juga karena ada IgM dan reseptor komplemen C3.
Jadi pada pasien yang terinfeksi dengan dengue, pre-existing antibodi dapat mengakibatkan
peningkatan viral load, memperpendek masa inkubasi, dan peningkatan derajat keparahan penyakit.
Di pihak lain, cell mediated immunity berperan pada keberadaan receptor Fcg pada permukaan sel maka
ADE dapat merusak sel tersebut.
Antibodies produced by B cells → they will bind to toxin, virus, bacteria.
When an ab binds with something, stops it from entering cell → neutralization.
Antibody variable region → ini specific for one piece for one protein, binds to target antigen.
Constant region → ini binds to the IMMUNE CELL → macrophage (innate immune system).
Pathogenesis:
Primary infection
o Dengue virus enters the body → it induce immune system → B lymphocytes will then
differentiate into plasma cells → producing antibodies → ada neutralizing dan non-neutralizing
antibodies.
o Neutralizing antibodies → will bind to serotype 1 dengue virus → after binding, it neutralizes →
degrades the virus. ANTIGEN IS KILLED. It is removed from the circulation.
Secondary infection
o Non-neutralizing antibody → instead of killing the virus → dia akan protect the virus. React with
serotype 2 during the second exposure. They will coat the virus. Instead of killing the virus, it will
protect from immune system → virus cannot be killed. Virus profilerates. Form antigen-antibody
complex → formation of complement pathway → recruit of inflammatory cells → this will cause
cytokine release → ini cause highgrade fever (interleukins), thrombocytopenia (cytokine-
mediated platelet damage), increase packed cell volume, hepatomegaly, fluid loss → cytokines
cause vasodilation.
f. Diagnosis
g. Pemeriksaan Penunjang
Hematologi :
Pada fase awal demam: DPL masih normal
Fase akhir demam: leukopenia (leukosit <4K sel/mm3), limfositosis relatif → dengan
peningkatan limfosit atipik pada akhir fase demam memasuki fase kritis
Jumlah trombosit mulai turun saat demam mulai turun <100K/uL
Trombositopenia di hari ke 3-8 → mendahului peningkatan hematokrit
Peningkatan hematokrit lebih dari 20% pada fase kritis.
Fase penyembuhan: penurunan hematokrit dan peningkatan trombosit
Pada dengue shock (ABCS)
o Periksa AGD → cari asidosis dan hipoksia.
o Bleeding → kalo hematokrit menurun dibandingkan pemeriksaan sebelumnya →
periksa goldar + siapkan transfusi
o Calsium → hipokalsemia. Talaks pada kasus berat atau dengan komplikasi.
o Sugar → cenderung hipoglikemi karena nafsu makan menghilang, kadang bis aa dam
untah, gangguan fungsi hati.
Tata laksana dengue bergantung pada klasifikasi dengue menurut manifestasi klinis baik dengue tanpa
warning sign, dengan warning sign, dan severe dengue. Prinsip penatalaksanaan pasien dengue dibagi
menjadi 3 kelompok yakni grup A,B, dan C, sebagai berikut 6:
Penanganan pasien berdasarkan tata laksana grup A dipilih bila pasien mampu memenuhi kebutuhan
cairan oral dengan adekuat dan buang air sekurang-kurangnya tiap 6 jam sekali, tidak ditemukannya
tanda bahaya (warning sign), kondisi hemodinamik serta hematokrit yang stabil, dan tidak adanya
komorbid. Pasien akan diberikan perawatan rawat jalan, walau begitu tetap harus dilakukan observasi
tiap harinya yang mencakup volume asupan cairan oral dan keluarannya, output urin, warning sign,
tanda kebocoran plasma, hematokrit, leukosit, dan trombosit sehingga pasien harus kontrol ke poliklinik
tiap hari untuk dipantau progresi penyakitnya hingga melewati fase kritis. Perawatan yang dianjurkan
untuk diikuti oleh pasien rawat jalan sebagai berikut:
a. Mengedukasi pasien terkait tanda bahaya (warning sign) dan anjuran untuk segera ke rumah sakit bila
menjumpai tanda-tanda tersebut.
b. Mendorong pasien untuk meningkatkan asupan cairan melalui Oral Rehydration Solution (ORS), jus,
serta cairan lainnya yang mengandung elektrolit dan gula.
c. Berikan parasetamol oral pada pasien dengan demam bila pasien merasa tidak nyaman. Interval
pemberian adalah 4-6 jam dengan dosis maksimal 4g/ hari. Bila pasien masih demam tinggi, beri
kompres hangat.
d. Bila keadaan klinis pasien tidak membaik, terjadinya nyeri abdomen yang berat, muntah terus
menerus, akral dingin dan basah, letargi, perdarahan, dan tidak ada diuresis lebih dari 4-6 jam anjurkan
keluarga pasien untuk segera membawa pasien ke rumah sakit.
Pasien yang ditangani dengan tata laksana grup B merupakan pasien dengan kondisi penyerta atau
pasien dengan tanda bahaya (warning sign), atau bila pasien memiliki kondisi sosial tertentu seperti
domisili dengan jarak yang jauh dari fasilitas kesehatan dan keterbatasan transportasi, atau pasien yang
hidup sendiri walaupun tak disertai dengan adanya warning sign. Pasien dengan kondisi ini umumnya
harus dibawa ke pelayanan kesehatan sekunder, terutama bila perjalanan penyakit pasien memasuki
fase kritis. Jika pasien tidak ditemui adanya warning signs, pertama dapat menganjurkan pasien untuk
meningkatkan intake cairan oral, bila tidak dapat terpenuhi maka mulai terapi cairan intravena dengan
NaCl 0,9% atau ringer laktat dengan atau tanpa dekstrose dengan tetesan rumatan.
Pasien dengan tanda bahaya dapat diberikan tata laksana sebagai berikut:
a. Periksakan hematokrit pasien sebelum terapi cairan. Pasien diberikan cairan isotonik seperti NaCl
0,9%, Ringer Lactate, atau cairan Hartmann’s. mulai dari 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian 3-5
ml/kg/jam selama 2-4 jam, dan turunkan lagi ke 2-3 ml/kg/jam atau kurang.
b. Nilai kondisi klinis pasien dan periksa kembali hematokrit pasien. Bila sama atau sedikit meningkat,
lanjutkan dengan kecepatan 2-3 ml/kg/jam selama 2-4 jam berikutnya.
c. Bila terjadi perburukan tanda vital dan peningkatan hematokrit yang signifikan maka naikkan cairan
menjadi 5-10 ml/kg/jam selama 1-2 jam berikutnya. Kemudian nilai kembali kondisi klinis dan periksa
hematokrit.
Pasien tanpa tanda bahaya dapat dilakukan tata laksana sebagai berikut:
a. Minta pasien untuk meningkatkan konsumsi cairan, bila belum bisa terpenuhi berikan cairan
intravena NaCl 0,9% atau ringer laktat dengan atau tanpa dextrose.
b. Berikan volume cairan minimum yang diperlukan untuk menjaga perfusi dan keluaran urin. Umumnya
terapi cairan intravena dilakukan selama 24-48 jam.
c. Pasien dilakukan observasi meliputi suhu, volume asupan dan keluaran cairan, volume dan frekuensi
diuresis, warning sign, hematokrit, dan leukosit serta trombosit.
Pasien yang diberikan penatalaksanaan grup C merupakan pasien dengan keadaan perembesan plasma
yang masif sehingga mengakibatkan syok dan atau akumulasi cairan yang disertai tanda distress napas,
perdarahan hebat, dan kerusakan pada organ yang berat. Pasien yang termasuk kedalam kategori
tersebut memerlukan perawatan di rawat inap rumah sakit. Pasien syok harus diobservasi ketat hingga
masa kritis dapat terlewati. Observasi meliputi tanda vital dan perfusi perifer. Pasien dengan syok
hipotensif diberikan penanganan sebagai berikut:
a. Oksigenasi
b. Berikan resusitasi cairan intravena dengan koloid atau kristaloid tetesan awal 20ml/kg sebagai bolus
dalam 15 menit untuk mengatasi syok dengan cepat.
c. Bila keadaan pasien membaik lanjutkan cairan selama 1 jam dengan tetesan
10 ml/kg/jam, kemudian dilanjutkan dengan larutan kristaloid yang berangsur-angsur dikurangi menjadi
5-7 ml/kg/jam atau kurang, dapat dipertahankan hingga 24 jam berikutnya. Jumlah dan kecepatan
tetesan diatur sesuai kondisi klinis pasien.
d. Cek tanda vital pasien dan apabila belum stabil maka lakukan pemeriksaan kembali hematokrit pasien
sebelum pemberian bolus, bila hematokrit lebih rendah dari nilai dasar pikirkan kemungkinan
perdarahan.
e. Bila hematokrit lebih tinggi dibandingkan nilai awal ganti larutan dengan jenis koloid 10-20 ml/kg/jam
selama 30 menit hingga 1 jam sebagai bolus kedua. Kemudian nilai ulang kondisi klinis pasien.
f. Bila membaik kurangi tetesan menjadi 7-10 ml/kg/jam 1-2 jam, kemudian ganti menjadi kristaloid dan
kurangi tetesan infus bertahap.
Kriteria pemulangan
IMUNISASI KEJAR
Polio 1x, dpt 2, hep b 2, campak 1 , bcg, hpv 2 x
SLE
a. Definisi
b. Etiologi
c. Patofisiologi
d. Diagnosis
e. Pemeriksaan Penunjang
f. Tatalaksana --> adakah aturan cairan/nutrisi tertentu?
SYNOVIAL SARCOMA
a. Definisi
a rare type of cancer that tends to occur near large joints, mainly the knees
b. Etiologi
The breakpoint of this translocation fuses the SS18 (previously calledSYT) gene from
chromosome 18 to one of three homologous genes, SSX1, SSX2, and SSX4 on the X chromosome.
c. Diagnosis
Tanda Keganasan → ini semua ditanyakan dari awal perjalanan penyakitnya, bukan yang sekarang
1. Penurunan berat badan > 3kg dalam 1 bulan yang tidak dapat dideskripsikan (tanpa diet, tanpa
ada penyakit spt diare, tanpa penyakit TB)
2. Demam sumeng - sumeng / subfebris atau febris prolonged
3. Organomegali -> bisa ditempat dia kankernya. Atau kalo kanker darah bisa di hepar dan spleen
nya
4. Trombositopenia
5. Leukopenia atau leukositosis
6. Hb menurun -> anemia keganasan
7. Gejala yang mengarah ke keganasannya : Tanya ke tempat sendi besar
8. Demam lama
d. Pemeriksaan Penunjang
Xray : well-defined or lobulated soft tissue mass on plain radiographs.
MRI : edema soft tissue, gadolinum : ada perdarahan atau engga
Biopsi
e. Tatalaksana --> adakah aturan cairan/nutrisi tertentu?
Random notes :