Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

Kasus Diabetes Melitius


Untuk memenuhi salah satu tugas Mata kuliah
Dokumentasi keperawatan

Dosen Pengampu : Ns. Andi Bintang S.Kep

Oleh :

Nama : Tenri Ola


Nim : LPT.15202134
Semester : 2

AKADEMI KEPERAWATAN LAPATAU


BONE
Tahun ajaran 2021/2022
Format Laporan pendahuluan
A. Anatomi dan fisiologi
Pankreas adalah organ pipih yang terletak dibelakang dan sedikit di bawah lambung
dalam abdomen, Pankreas merupakan kelenjar retroperitoneal dengan panjang sekitar 12-15
cm (5-6 inchi) dan tebal 2,5 cm (1 inchi). Pankreas berada di posterior kurvatura mayor
lambung. Pankreas terdiri dari kepala, badan, dan ekor dan biasanya terhubung ke duodenum
oleh dua saluran, yaitu duktus Santorini dan ampula Vateri (Tortora & Derrickson, 2012).
Pankreas terletak di perut bagian atas di belakang perut. Pankreas adalah bagian dari sistem
pencernaan yang membuat dan mengeluarkan enzim pencernaan ke dalam usus, dan juga
organ endokrin yang membuat dan mengeluarkan hormon ke dalam darah untuk mengontrol
metabolisme energi dan penyimpanan seluruh tubuh (Daniel, 2014).
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :
1)      Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.
2)      Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan getahnya namun
sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung kedalam darah.
Kepulauan Langerhans Membentuk organ endokrin yang menyekresikan insulin, yaitu
sebuah homron antidiabetika, yang diberikan dalam pengobatan diabetes. Insulin ialah sebuah
protein yang dapat turut dicernakan oleh enzim-enzim pencerna protein dan karena itu tidak
diberikan melalui mulut melainkan dengan suntikan subkutan.
Insulin mengendalikan kadar glukosa dan bila digunakan sebagia pengobatan dalam hal
kekurangan seperti pada diabetes, ia memperbaiki kemampuan sel tubuh untuk mengasorpsi
dan menggunakan glukosa dan lemak.

B. Definisi

Diabetes Melitus merupakan penyakit gangguan metabolisme karbohidrat lemak


dan protein yang berkaitan dengan defisiensi atau resistensi insulin secara absolute
maupun relatif yang bersifat kronis, ditandai dengan ciri khas peningkatan kadar Glukosa
darah atau Hiperglikemia diatas nilai normal, Hiperglikemia terjadi karena adanya gangguan
kerja insulin atau sekresi insulin didalam tubuh (Miharja, 2013, Awad dkk, 2013). Glukosa
darah dikatakan normal jika tidak melebihi 70-<100 mg/dl pada gula darah puasa, jika
melebihi gula darah puasa antara 100-125 pdikatakan pre Diabetes, sedangkan seseorang
dikatakan terkena Diabetes Melitus jika kadar Glukosa darah >126 mg/dl (Subekti, 2012).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Diabetes melitus adalah penyakit
gangguan metabolisme yang disertai dengan penurunan insulin dalam tubuh yang bersifat
kronis, sehingga berakibat meningkatnya kadar gula didalam darah.

C. Etiologi ( Penyebab)

Penyebab Diabetes Melitus pada umumnya disebebkan oleh rusaknya sebagian


besar atau kecil sel betha pankreas yang berfungsi sebagai penghasil insulin didalam tubuh,
karena ada kerusakan sel betha maka berakibat tubuh akan kekurangan insulin (Riyadi,
2012). Selain itu terdapat juga faktor-faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya Diabetes
Melitus faktor tersebut ada yang bisa diubah dan tidak dapat diubah, Faktor resiko yang tidak
dapat diubah yaitu:
1. Faktor Genetik
Penyakit Diabetes Melitus dapat diturunkan oleh orangtua kepada anak. Penyebabnya yaitu
Gen orangtua akan dibawa oleh anak pada saat anak masih didalam kandungan, pewarisan ini
dapat berlanjut sampai sampai kecucunya bahkan bisa sampai cicit walaupun resikonya
sangat kecil (Kekenusa, 2013).
2. Usia
Menurut Hardianah (2012), Diabetes Melitus mengalami peningkatan pada usia muda
dikarenakan meningkatnya kejadian obesitas pada usia muda.
3) Gender
Meskipun sampai saat ini belum ditemukan prevalensi Diabetes Melitus pada wanita dan
pria, namun berbagai study menyatakan bahwa ada perbedaan prevelensi antara jenis kelamin
tersebut, study yang dilakukan pencegahan dan pengendalian penyakit 2012, menunjukan
peningkatan kejadian Diabetes Melitus pada wanita sebasar 4,8%, dan 3,2% pada pria
(Hotma,2014).
4) Diabetes Melitus Gestasiaonal
Adalah suatu kondisi intoleransi terhadap glukosa yang ditemukan pada ibu hamil dengan
gangguan toleransi glukosa. Berkembangnya GDM pada masa kehamilan menjadi faktor
resiko penyebab Diabetes Melitus (Damayanti, 2015).
Faktor resiko yang dapat diubah antara lain:
1) Obesitas
Pola makan yang tidak sehat yang banyak mengandung gula dan lemak akan menumpuk
didalam tubuh sehingga menyebabkan kelenjar pankreas bekerja lebih keras untuk
menghasilkan insulin untuk mengelola gula yang masuk kedalam tubuh (American Diabetes
Association, 2017).
2) Pola hidup
Penyebab Diabetes melitus juga disebabkan oleh pola hidup, kurangnya olahraga dan aktifitas
fisik dapat beresiko tinggi terkena Diabetes Melitus karena fungsi olahraga yaitu untuk
membakar kalori yang berlebihan didalam tubuh, kalori yang terlalu banyak didalam tubuh
merupakan faktor utama penyebab Diabetes Melitus (Tarwoto, 2012).

D.Patofisiologi DM
Kombinasi antara faktor genetic faktor lingkungan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin merupakan penyebab DM. faktor lingkungan yang mempengaruhi seperti
obesitas, kurangnya aktifitas fisik, stress dan pertambahan umur (Kaku, 2013).
Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari gula darah yang tinggi. Jika
kadar gula darah melebihi 160-180 mg/dl maka glukosa akan dikeluarkan melalui air kemih
dengan jumlah yang banyak (poliuri). Sehingga penderita akan sering haus dan akan banyak
minum (polidipsi). Sejumlah kalori akan hilang ikut terbuang didalam air kemih sehingga
penderita akan mengalami penurunan beratbadan. Untuk mengkompensasi hal ini seringkali
penderita akan merasakan lapar yang luar biasa sehingga penderita akan banyak makan dalam
jumlah yang banyak (polifagi).
Gejala lainya adalah pandangan kabur, pusing, mual, dan berkurangnya ketahanan
tubuh selama beraktifitas atau olahraga. Penderita Diabetes Melitus dengan kadar gula kurang
terkontrol lebih peka terhadap infeksi (Muttaqin, 2010).
Pada penderita Diabetes Melitus tipe 1 akan menimbulkan keadaan yang disebut
ketoasidosis diabetikum, Meskipun kadar glukosa tinggi tetapi sebagian besar sel tidak dapat
menggunakan gula tanpa insulin, sehingga kebutuhan energi sel diambil dari sumber lain,
sumber lain biasanya diambi dari lemak tubuh. Sel lemak dipecah dan akan menghasilkan
keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang mengakibatkan darah menjadi asam
(ketoasidosis). Gejala awal dari ketoadosis diabetikum adalah rasa haus dan berkemih dengan
jumlah yang banyak, mual, muntah, lelah dan nyeri perut. nafas menjadi dalam dan cepat
karena tubuh berusaha memperbaiki keasaman darah, bau nafas penderita akan berbau seperti
aseton, jika tanpa pengobatan ketoadosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma,
biasanya hanya dalam waktu beberapa jam. Bahkan setelah rutin terapi insulin, penderita
Diabetes Melitus tipe I bisa mengalami etoasidosis jika penderita lupa atau melewatkan
penyuntikan insulin atau enderita mengalami stres akibat infeksi, kecelakaan atau penyakit
yang serius Soegondo, 2010).
Pada Diabetes Melitus tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan nsulin,
yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Pada normalnya nsulin akan terikat
reseptor kusus pada permukaan sel. Akibat terikatnya eseptor dengan insulin maka terjadi
suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme lukosa didalam sel. Resistensi insulin pada
Diabetes Melitus tipe II disertai engan penurunan reaksi intrasel. Dengan demikian insulin
tidak efektif untuk enstimulus dalam pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi
gukosa yang lambat maka Diabetes Melitus tipe II dapat berjalan tanpa erdeteksi. Jika pasien
mengalami gejala tersebut bersifat ringan dan mencakup klelahan, iritabilitas, poliuri,
polidipsia, luka yang lama proses penyembuhanya, nfeksi vagina atau pandangan kabur (jika
kadar glukosa sangat tinggi) (Andra aferi, 2013).

E.Manifestasi Klinis DM

Manifestasi Klinis utama DM berupa:


1) Kadar gula darah meningkat
Dikarenakan kerusakan sel betha pankreas yang mengakibatkan insulin tidak dapat
diproduksi dengan demikian gula darah tidak dapat masuk dalam sel sehingga terjadi
penumpukan gula darah atau disebut juga dengan Hiperglikemia (Semiardji, 2012)
2) Poliuria
Disebut juga dengan kencing yang berlebihan disebabkan karena kadar gula darah tidat dapat
masuk dalam sel dan terjadi penumpukan gula dalam darah (Hiperglikemia) maka ginjal akan
bekerja untuk menskresi glukosa kedalam urin yang mengakibatkan dieresis osmotik yang
memicu gangguan sering berkemih (Laniwati, 2012).
3) Polifagia (Makan yang berlebihan)
Pada Saat berkemih kalori yang berada dipembuluh darah akan ikut hilang terbawa air kemih,
penderita mengalami penurunan berat badan, untuk mengkompensasi hal ini penderita sering
merasa lapar yang luar biasa (Perkeni, 2015).
4) Polidipsia (peningkatan rasa haus)
Disebabkan jumlah urin yang sangat besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi
extrasel. intrasel mengikuti dehidrasi extrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel
mengikuti penurunan gradient konsentrasi keplasma yang hipertonik (sangat pekat).
Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH (antidiuretic hormon) dan menimbulkan
rasa haus (Hotma, 2014).
Menurut Hasdianah (2012) Manifestasi lain yang berlangsung berlahan
dari beberapa hari hingga beberapa minggu yaitu:
1) Rasa tebal dikulit
2) Kesemutan
3) Gatal
4) Mata kabur
5) Mudah mengantuk
6) Kulit terasa panas atau seperti di tusuk-tusuk jarum

F. Pemeriksaan Diagnostik

a.    Adanya glukosa dalam urine. Dapat diperiksa dengan cara benedict (reduksi) yang tidak
khasuntuk glukosa, karena dapat positif pada diabetes.
b.    Diagnostik lebih pasti adalah dengan memeriksa kadar glukosa dalam darah dengan cara
Hegedroton Jensen (reduksi).
1)      Gula darah puasa tinggi < 140 mg/dl.
2)      Test toleransi glukosa (TTG) 2 jam pertama < 200 mg/dl.
3)      Osmolitas serum 300 m osm/kg.
4)      Urine = glukosa positif, keton positif, aseton positif atau negative (Bare&suzanne, 2002).

G. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan
kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati.
Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1.      Diet
2.      Latihan
3.      Pemantauan
4.      Terapi (jika diperlukan)
5.      Pendidikan

Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akamn menimbulkan berbagai penyakit
dan diperlukan kerjasama semua pihak ditingkat pelayanan kesehatan. Untuk mencapai
tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha dan akan diuraikan sebagai berikut :
a.      Perencanaan Makanan.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu :
1) Karbohidrat sebanyak 60 – 70 %
2) Protein sebanyak 10 – 15 %
3) Lemak sebanyak 20 – 25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan
jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah kalori dipakai rumus Broca
yaitu Barat Badan Ideal = (TB-100)-10%, sehingga didapatkan =
1)      Berat badan kurang = < 90% dari BB Ideal
2)      Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal
3)      Berat badan lebih = 110-120% dari BB Ideal
4)      Gemuk = > 120% dari BB Ideal.
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan kalori basal yaitu
untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB, kemudian ditambah untuk
kebutuhan kalori aktivitas (10-30% untuk pekerja berat). Koreksi status gizi (gemuk
dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk menghadapi stress akut sesuai dengan
kebutuhan.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas dibagi dalam beberapa
porsi yaitu :
1) Makanan pagi sebanyak 20%
2) Makanan siang sebanyak 30%
3) Makanan sore sebanyak 25%
4) 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya.
b. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit
yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta.
Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olehraga sedang
berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging.
a.      Obat Hipoglikemik
1)      Sulfonilurea
Obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara :
1)      Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan.
2)      Menurunkan ambang sekresi insulin.
3)      Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB normal dan masih bisa dipakai
pada pasien yang beratnya sedikit lebih.
Klorpropamid kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal dan orangtua karena resiko
hipoglikema yang berkepanjangan, demikian juga gibenklamid. Glukuidon juga dipakai
untuk pasien dengan gangguan fungsi hati atau ginjal.
2)      Biguanid
Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin.
Sebagai obat tunggal dianjurkan pada pasien gemuk (imt 30) untuk pasien yang berat lebih
(imt 27-30) dapat juga dikombinasikan dengan golongan sulfonylurea
3)      Insulin
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
a)      Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM) dalam keadaan
ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis.
b)      DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet (perencanaan
makanan).
c)      DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif maksimal. Dosis
insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah dan dinaikkan perlahan – lahan sesuai
dengan hasil glukosa darah pasien. Bila sulfonylurea atau metformin telah diterima sampai
dosis maksimal tetapi tidak tercapai sasaran glukosa darah maka dianjurkan penggunaan
kombinasi sulfonylurea dan insulin.
d)     Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan hasil
yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu pendidikan dan pelatihan mengenai
pengetahuan dan keterampilan yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk
meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai
keadaan sehat yang optimal. Penyesuaian keadaan psikologik kualifas hidup

yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan diabetes (Bare
& Suzanne, 2002)
H. Penyimpangan Dm

Konsep dasar Keperawatan


A. Pengkajian keperawatan
1. Anamnesis: pengkajian mengenai nama lengkap, jenis kelamin, tempat lahir, usia, status
perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, bahasa yang digunakan, pekerjaan, alamat, dan
penanggung jawab.
a. Keluhan utama
Biasanya penderita diabetes melitus timbul gejala yaitu poliuria, polidipsia, polifagia,
berat badan menurun, lemah, kesemutan, gatal, visus menurun, bisul/ luka, keputihan (Rendy
& Margareth, 2012).
b. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien masuk ke Pelayanan kesehatan atau RS dengan keluhan nyeri,
kesemutan pada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering,
merah, dan bola mata cekung, sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah,
kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Biasanya klien DM mempunyai riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti
infart miokard
d. Riwayat kesehatan keluarga
Pasien dan keluarga mengatakan tidak ada anggota kelurga
yang menderita sakit gula (diabetes melitus) dan stroke.
e. Riwayat Nutrisi
(1) Sebelum sakit
Pasien mengatakan biasanya sebelum sakit makan
sehari 3 kali dengan porsi satu piring habis (nasi, lauk,
sayur) serta minum air putih 6 – 8 gelas perhari.
(2) Selama sakit
Selama sakit, pasien mengatakan makan 3 kali sehari
dan selalu menghabiskan porsi makan yang diberikan
dari RS (Bubur Nasi Diabetes Melitus Rendah
Garam), serta minum air putih 5 gelas perhari.
2. Keadaan Sistem Tubuh
1) Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan suhu kulit didaerah sekitar ulkus dan gangrene, kemerahan
pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
2) Sistem pernapasan.
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada, pada penderita DM mudah
terjadi infeksi.
4) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/
bradikardi, hipertensi/ hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
4) Sistem gastrointestinal
Terdapat poliphagi, polidipsi, mual muntah, diare, konstipasi, dehidrasi,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
5) Sistem urinaria
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
6) Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahan tinggi badan, cepat lelah,
lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstremitas.
7) Sistem neurologis
Terjadinya penurunn sensoris, parathesia, anatesia, letargi, mengantuk, reflek
lambat, kacau mental, disorientasi.
3. Pemeriksaan fisik
Meliputi keadaan penderita kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan
dan tanda-tanda vital.
1) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada keher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa
tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan
berdarah, apakah penglihatan kabur/ ganda, diplopia, lensa mata keruh.
B. Diagnosa keperawatan
1.Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
2. Perfusi Jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan darah
3.Defisit Folume Cairan berhubungan dengan output cairan berlebih
4. Resiko nutrisi kurang berhubungan dengan ketidak mampuan memcerna makanan

C. Intervensi keperawatan
N Diagnos SLKI SIKI
o. a
1 Nyeri Setelah dilakukan Intervensi utama:
akut tindakan selama 3 Manajemen nyeri
ber- jam,tingkat nyeri  Observasi
hubunga menurun dengan  Identifikasi
n kriteria hasil: lokasi,karakteristik,durasi,frekuensi,kualit
dengan • Keluhan a,intensitas nyeri,
agen nyeri  Identifikasi skala nyeri
pencede menurun  Identifikasi respon nyeri non verbal
ra fisik • Kesulitan  Identifikasi faktof yang memperberat dan
tidur memperinan nyeri
membaik  Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
• Gelisah tentang nyeri
menurun  Identifikasi pengaruhbudaya terhadap
• Frekuensi
nyeri
nadi
membaik  Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
hidip
 Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah di berikan
 Monitor efek samping penggunaan
analgetik

• Terapeutik
• Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS,hipnosis,akupresur,terapi
musik,biofeedback,terapi
pijat,aromaterapi,teknik imajinasi
terbimbing,kompres hangat atau
dingin,terapi bermain)
• Kontrol lingkungan yang mempererat rasa
nyeri (mis.suhu
ruangan,pencehayaan,kebisingan)
• Fasilitas istirahat dan tidur
• Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
• Edukasi
• Jelaskan penyebab,periode,dan pemicu
nyeri
• Jelaskan strategi meredakan nyeri
• Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
• Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
• Anjurkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
• Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

Intervensi pendukung:
• Pemantauan nyeri
• Observasi
• Identifikasi faktor pencetus dan pereda
nyeri
• Monitor kualitas nyeri (mis.terasa
tajam,tumpul,diremas remas,ditimpa
beban berat)
• Monitor lokasi dan penyebaran nyeri
• Monitor insentitas nyeri dengan
menggunakan skala
• Monitor durasi frekuensi nyeri
• Terapeutik
• Atur interval waktu pemantauansesuai
dengan kondisi pasien
• Dokumentasikan hasil pemantauan
• Edukasi
• Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
• Informasikan hasil pemantauan jika
perlu
2 Perfusi Setelah dilakukan Intervensi utama:
jaringan tindakan selama 3 Perawatan sirkulasi
prifer jam, maka perfusi • Observasi
tidak perifer meningkat • Periksa sirkulasi perifer (mis.nadi
efektif dengan kriteria perifer,edema,pengisian
berhubu hasil: kapiler,warna,suhu,anklebrachial index)
ngan • Denyut • Identifikasi faktor resiko gangguan
dengan nadi perifer sirkulasi (mis. Deabetes,perokok,orang
peningk membaik tua,hipertensi,dan kadar kolestrol tinggi)
atan • Penyembu • Monitor panas,kemerahan,nyeri,atau
tekanan han luka bengkak pada ektremitas
darah meningkat • Terapeutik
• Warna • Hindari pemasangan infus dan hindari
kulit pucat pengukuran tekanan darah pada
membaik ekstremitas dengan keterbatasan difusi
• Tekanan • Hindari pemasangan dan penekanan
darah tourniquet pada area yang cedera
membaik • Lakukan pencegahan infeksi
• Lakukan perawatan kaki dan kuku
• Lakukan hidrasi
• Edukasi
• Anjurkan berhenti merokok
• Anjrkan berolahraga rutin
• Anjurkan mengecek kamar mandi untuk
menghindari kulit terbakar
• Anjurkan menggunakan obat penurun
tekanandarah ecara teratur
Intervensi pendukung
• Edukasi latihan fisik
• Observasi
• Identifikasi kesiapan dan kemampuan
menerima informasi
• Terapeutik
• Sediakan materi dan media pendidikan
kesehatan
• Jadwalkan pendidikan kesehatan
sesuai kesepakatan
• Berikan kesempatan untuk bertanya
• Edukasi
• Jelaskan manfaat kesehatan dan efek
fisiologis olagraga
• Jelaskan jenis latihan yang sesuai
dengan kondisi kesehatan
• Jelaskan frekuensi,durasi dan
intensitas program latihan yang
diingnkan
• Ajarkan latihan pemanasan dan
pendinginan yang tepat
• Ajarkan teknik menghindari jedera
saat berolahragaajarkan teknik
pernapasan yang tepat untuk
memaksimalkan penyerapan oksigen
selama latihan fisik

3 Resiko Setelah dilakukan Intervensi Utama :


ketidak tindakan selama 3 Manajemen cairan
seimban jam,maka • Observasi
gan keseimbangan • Monitor status hidrasi (mis.frekuensi
elektroli acairan meningkat nadi,kekuatan nadi,akral,pengisian
t dengan kriteria kapiler,kelembapan mukosa,turgor
berhubu hasil: kulit,tekanan darah)
ngan • Asupan • Monitor berat badan harian
dengan cairan • Monitor berat badan sebelum dan sesudah
kelebiha meningkat di alisis
n • Asupan • Monitor hasil pemeriksaan hasil
volume makanan laboratorium (mis. Hematokrit, Na, K, Cl,
cairan meningkat berat jenis urine, BUN,
• Dehidrasi • Monitor status hemodinamik (mis. MAP,
menurun CVO, PAP, PCWP, jika tersedia)
• Tekanan • Terapeutik
darah • Catat intake output dan hitung balans
membaik cairan 24 jam
• Mata • Berikan asupan cairan,sesuai kebutuhan
cengkung • Berikan cairan intravena, jika perlu
membak • Kalaborasi
• Berat • Kalaborasi pemberian diuretik,jika perlu
badan Intervensi pendukung
meningkat • Edukasi terapi cairan
• Observasi
• Identifikasi kesiapan dan kemampuan
menerima informasi
• Terapeutik
• Sediakan materi dan mediapendidikan
kesehatan
• Jadwalkan pendidikan kesehatan
sesuai kesepakatan
• Berikan kesempatan untuk bertanya
• Edukasioookklll
• Jelaskan pentingnya cairan bagi tubuh
• Jelaskan jenis dan fungsi cairan dalam
tubuh
• Jelaskan komposisi dan distribusi
cairan tubuh
• Jelaskan masalah yang timbul jika
tubuh kekurangan atau kelebihan
cairan

4 Resiko Setelah dilakukan Intervensi utama :


hipoveli tindakan selama 3 Pemantauan cairan
mia jam,maka status  Observasi
berhubu cairan membaik  Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
ngan dengan kriteria hasil  Monitor frekuensi napas
dengan :  Minitor tekanan darah
kehilang  Kekuatan  Monitor berat badan
an cairan nadi  Monitor waktu pengisian kapiler
secara meningkat  Monitor elastisitas atau turgor kulit
aktif  Dispnea  Monitor jumlah warna dan berat jenis urin
menurun  monitor kadar albumin dan protein total
 Perasaan  monitor hasil pemeriksaan serum (mis.
lemah Osmolaritas serum, hematokrit; natrium-
menurun kalium, BUN)
 Keluhan  Monitor intake dan output cairan
haus  Identifikasi tanda-tanda hipovolemia (mis.
menurun Frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah,
 Konsentrasi tekanan darah menurun, tekanan nadi
urine menyempit, turgor kulit menurun, membran
menurun mukosa kering, volume urine menurun,
 Frekuensi hematokrit meningkat, lemah,
nadi haus,konsentrasi urin meningkat, berat
membaik badan menurut dalam waktu singkat)
 Tekanan  Identifikasi tanda-tanda hipervolemia (mis.
darah Dispnea, edema perifer, edema anasarka,JVP
membaik meningkat, CVP meningkat, refleks
hepatojucular positif berat badan menurun
dalam waktu singkat)
 Identifikasi faktor resiko ketidakseimbangan
cairan (mis. Prosedur pembedahan
mayor,trauma atau perdarahan luka bakar,
aferesis, obstruksi intestinal, peradangan
pankreas penyakit ginjal dan kelenjar
disfungsi intestinal)
 Terapeutik
 atur interval waktu pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan
 Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan jika perlu.

Intervensi pendukung
Pemberian obat
 Observasi
 Identifikasi kemungkinan alergi, interaksi dan
kontraindikasi obat
 Verifikasi order obat sesuai dengan indikasi
 Periksa tanggal kadaluarsa obat
 Monitor tanda vital dan nilai laboratorium
sebelum pemberian obat jika perlu
 Monitor efek terapetik obat
 monitor efek samping, toksisitas, dan
interaksi obat.
 Terapeutik
 Perhatikan prosedur pemberian obat yang
aman dan akurat
 hindari interupsi saat mempersiapkan,
memverifikasi, dan mengelola obat
 Lakukan prinsip 6 benar
 Perhatikan jadwal pemberian obat jenis
hipnotik, narkotika, dan antibiotik
 Hindari pemberian obat yang tidak diberi
label dengan benar
 Buang obat yang tidak terpakai atau
kadaluarsa
 Fasilitasi minum obat
 Tanda tangani pemberian narkotika, sesuai
protokol
 Dokumentasikan Pemberian obat dan
respons terhadap obat
 Edukasi
 jelaskan jenis obat, alasan pemberian,
tindakan yang diharapkan, dan efek samping
sebelum pemberian
 Jelaskan faktor yang dapat meningkatkan dan
menurunkan efektivitas obat.

Pencegahan syok
 Observasi
 Monitor status kardiopulmonal (frekuensi
dan kekuatan nadi, frekuensi napas, tD,MAP)
 Monitor status oksigenasi(oksimetri nadi,
AGD)
 Monitor status cairan (masukan dan
haluaran, turgor kulit, CRT)
 Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
 Periksa riwayat alergi
 Therapeutik
 Berikan oksigen untuk mempertahankan
saturasi oksigen>94%
 Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis jika
perlu
 Pasang jalur IV, jika perlu
 Pasang kateter urin untuk menilai produksi
urin jika perlu
 Aku kan skin test untuk mencegah reaksi
alergi
 Edukasi
 Jelaskan penyebab / faktor resiko syok
 Jelaskan tanda dan gejala awal syok
 Anjurkan melapor jika
menemukan/merasakan tanda dan gejala
awal syok
 Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
 Anjurkan menghindari alergen
 Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
 Kolaborasi pemberian transfusi darah jika
perlu
 Kolaborasi pemberian anti inflamasi jika perlu
D. Implementasi keperawatan

implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat


untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan
yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. ukuran intervensi
keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan dan pengobatan serta
tindakan untuk memperbaiki kondisi klien.
Tujuan dari pelaksanaan/implementasi ini adalah untuk membantu klien dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan yang mencangkup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, dan pemulihan kesehatan.melaksanakan hasil dari rencana keperawatan untuk
selanjutnya dievaluasi untuk mengetahui kondisi kesehatan pasien.
E. Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang telah
ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur
hasil dari proses keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA
http://repository.pkr.ac.id/1200/1/Welni%20Fitri%20Anggraini.pdf
https://www.academia.edu/7625364/ANFIS_DM
https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=u_MeEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PP1&dq=askep+diabetes+mellitus&ots=w
B0l8qthGg&sig=Rle25l5TmbIMOTG-ocvJ_3bz_-M&redir_esc=y#v=onepage&q=askep
%20diabetes%20mellitus&f=false

PPNI (2017), standar diagnosa keperawatan Indonesia:definisi dan indikator


diagnostik,edisi 1.Jakarata selatan :DPP PPNI
PPNI (2018). Standar intervensi keperawatan Indonesia: definisi dan tindakan
Keperawatan. Edisi 1. Jakarata selatan:DPP PPNI
PPNI (2019). Standar luaran keperawatan Indonesia :definisi dan kriteria hasil
keperawatan. Edisi 1.Jakarata selatan: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai