PROPOSAL PENELITIAN
Oleh:
FIKHRI ABDILLAH
No. BP. 19011153
Dosen Pembimbing:
1. Anzharni Fajrina, M. Si
STIFARM
PADANG
2022
I. PENDAHULUAN
sel-sel jaringan tubuh yang tidak diketahui penyebabnya secara pasti, tetapi dapat
paparan asap rokok, paparan sinar ultraviolet pada kulit, obesitas, diet tidak sehat,
kurang aktifitas fisik, serta infeksi yang berhubungan dengan kanker (Ariani,
2015). Kanker serviks merupakan salah satu jenis kanker yang sangat menakutkan
bagi perempuan di seluruh dunia karena menempati peringkat kedua untuk jenis
kanker yang paling banyak ditemui setelah kanker payudara, terutama di negara
dimana virus yang sangat umum ditularkan melalui kontak seksual. Kanker
serviks merupakan kanker keempat yang paling umum pada wanita. Pada tahun
seluruh dunia sekitar 311.000 wanita meninggal akibat penyakit tersebut. Data
terdapat 36.633 (9,2%) kasus baru kanker serviks di Indonesia. Berdasarkan data
Indonesia berada pada urutan ke-8 di Asia Tenggara, sedangkan di Asia urutan ke-
23. Angka kejadian kanker leher rahim/serviks di Indonesia sebesar 23,4 per
atau kanker leher rahim. Alasan pemilihan sel ini di karenakan kanker serviks
merupakan salah satu kanker yang paling mematikan bagi wanita (Goodwin &
DiMaio, 2000)
efek samping seperti rambut rontok, supresi sumsum tulang, resistensi obat, lesi
2015). Oleh karena itu pencarian bahan alam sebagai alternatif pengobatan kanker
dan lainnya. Senyawa aktif minyak ketumbar adalah linalool (60-70%), geraniol
(1,6- 2,6%), geranil asetat (2-3%), kamfor (2-4%), dan mengandung senyawa
dan minuman, sabun mandi, bahan dasar lilin, sabun cuci, sintesis vitamin E, dan
serviks adeno karsinoma sel HeLa, sel melarioma manusia FemX, sel mylogenous
leukemia K562 kronis, dan sel ovarium manusia (Zarlaha et al., 2014).
senyawa yang mudah menguap, alami, kompleks yang ditandai dengan bau yang
kuat dan dibentuk oleh tanaman aromatik sebagai metabolit sekunder. Minyak
atsiri juga merupukan campuran alami yang sangat kompleks yang dapat
Mereka dicirikan oleh dua atau tiga komponen utama pada konsentrasi yang
cukup tinggi (20-70%) dibandingkan dengan komponen lain yang ada dalam
Dari penelitian sebelumnya nilai LC50 dari ekstrak etanol buah ketumbar
terhadap larva Arthemia salina Leach atau uji BSLT yaitu 40,548 µg/mL
(Tianandari et al., 2017). Dari kombinasi minyak atsiri biji ketumbar dan cumin
(1:1) didapatkan nilai LC50 dengan uji BSLT yaitu 4945,35 µg/mL (Bag &
Chattopadhyay, 2015). Pada uji MTT minyak atsiri ketumbar terhadap sel HaCaT
(sel keratinosit) dan sel CoN (sel epitelial) didapatkan nilai IC50 15,70 µg/mL dan
9,75 µg/mL (Ribeiro et al., 2020). Dari penilitian Yasmin et al., (2014),
didapatkan letalitas minyak atsiri dari ketumbar di evaluasi dengan BSLT dan
menunjukkan sitotoksisitas tinggi dengan nilai LC50 yaitu 3,88 µg/mL. Nilai LC50
dari ekstrak air dan ekstrak etanol biji ketumbar terhadap sel MCF-7 yaitu 78
Test (MTT)?
2. Berapa besar nilai LC50 dari minyak atsiri ketumbar (Coriandrum sativum
(MTT)?
(MTT).
1.1 Tinjauan
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnolipsida
Ordo : Apiales
Family : Apiaceae
Genus : Coriandrum
2.1.2 Sinonim
cabang dan sub unit. Daun barunya berbentuk oval dan daun yang lainnya
berbentuk bulat. Buah berbentuk mericarps biasanya disatukan oleh margin yang
sepals, memiliki bau aromatik. Ketumbar memiliki rasa yang berkarakteristik dan
(a) (b)
Gambar 1: (a) Tanaman ketumbar, (b) biji ketumbar (Bermawie et al., 2020)
Tabel 1. Karakter morfologi ketumbar berdasarkan daerah
mg), kalium (1267-4466 mg), sodium (35-211 mg), dan seng (4,70-4,72 mg),
serta vitamin C (566 mg), thiamin (0,239-1,252 mg), riboflavin (0,290-1,500 mg),
niasin (2,130-10,707 mg), vitamin B (0-120 μg), dan vitamin A (0-5859 IU) (Al-
Snafi, 2016).
mual, mulas waktu haid, pelancar ASI dan pencernaan, serta obat sakit perut.
Daun ketumbar juga dapat digunakan untuk obat batuk, demam dan campak
antiimplantasi (infertilitas) (Al-Snafi, 2016). Ekstrak hexane, methanol dan air biji
µg/ml), sedangkan ekstraks air (IC50 = 350 μg/ml) dan heksan (IC50 = 250
μg/ml) menghambat virus HSV-1 (Fayyad et al., 2017), minyak atsiri ketumbar
terhadap sel HaCaT dan sel CoN menunjukan aktivitas sitotoksik karena
didapatkan nilai IC50 15,70 µg/mL dan 9,75 µg/mL (Ribeiro et al., 2020).
Penelitian lain menunjukkan bahwa terdapat efek sitotoksik pada linalool yang
terkandung dalam biji ketumbar terhadap sel kanker prostat dimana hal ini
Minyak atsiri merupakan salah satu hasil sisa proses metabolisme dalam
dengan adanya air. Minyak tersebut di sintesis dalam sel kelenjar pada jaringan
tanaman dan ada juga yang terbentuk dalam pembuluh resin, misalnya minyak
terpentin dari pohon pinus. Minyak atsiri selain dihasilkan oleh tanaman dapat
juga terbentuk dari hasil degradasi trigliserida oleh enzim atau dapat dibuat secara
kimia yang terbentuk dari unsur karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O) serta
beberapa persenyawaan kimia yang mengandung unsur nitrogen (N) dan belerang
(S). umumnya komponen kimia dari dalam minyak atsiri terdiri dari campuran
hidrogen dan turunannya yang mengandung Oksigen yang disebut dengan Terpen
atau terpenoid. Terpen merupakan persenyawaan hidrogen tidak jenuh dan satuan
rangka Karbon yang terdiri dari 2 atau lebih satuan isopren. Klasifikasi dari terpen
di dasarkan atas jumlah satuan isopren yang terdapat dalam molekulnya yaitu:
terpen dalam minyak atsiri merupakan rantai terbuka (terpen alifatis) dan rantai
sekitar 9-12 macam atau jenis minyak atsiri di suplai dari Indonesia.Oleh sebab
itu, Indonesia termasuk negara produsen besar yang cukup diandalkan dan
tersebut disebabkan faktor dan kondisi iklim serta jenis dan tingkat kesuburan
tanah yang dimiliki Indonesia, yang sesuai dengan syarat tumbuh dari tanaman
nilam (patchouli), akar wangi (vetyver), kenanga (cananga), kayu putih (cajeput),
serta melati (yasmin). Dari berbagai jenis tanaman penghasil minyak atsiri
tersebut, didapat hasil berupa minyak nilam (patcauli oil), minyak sereh wangi
(citronella), akar wangi (vetyver), kenanga (cananga), kayu putih (cajeput), serta
Menurut Winkle (1967), distilasi adalah suatu proses pemisahan dua atau
lebih komponen dalam suatu campuran berdasarkan perbedaan titik didih dengan
a. Komposisi uap harus berbeda dengan komposisi cairan yang berada dalam
keseimbangan.
b. Kedua komponen dalam titik didih ini mempunyai titik didih yang berbeda
permukaan bidang atau antarfase uap dengan fase cairan yang saling mengadakan
kontak. Oleh karena itu, kesempatan kontak antara kedua fase tersebut harus
terjadi, sehingga distribusi komposisi kedua fase sempurna dan akan mendapatkan
Prinsip kerja dari distilasi secara garis besar adalah dengan cara
yang dihasilkan reboiler. Setelah tercapai titik didihnya, maka akan terbentuk uap
yang naik ke atas kolom distilasi, dan keluar melalui lubang keluaran uap. Uap
yang dihasilkan lalu didinnginkan pada kondensor. Bahan yang berada di bawah
kolom distilasi dipanaskan ulang oleh reboiler sehingga bisa terbentuk fase uap.
Bahan yang tidak teruapkan dikeluarkan melalui lubang hasil bawah kolom
diperlukan suatu suatu bidang kontak yang luas sehingga distribusi perpindahan
massa kedua fase lebih sempurna dan lebih efisien sehingga didapatkan hasil yang
maksimum. Dalam industri minyak atsiri dikenal tiga macam metode distilasi,
yaitu:
Pada metode ini, bahan yang akan disuling kontak langsung dengan air
mendidih. Bahan tersebut mengapung di atas air atau terendam secara sempurna
tergantung dari bobot jenis dan jumlah bahan yang disuling. Air dipanaskan
dengan metode pemanasan yang biasa dilakukan, yaitu dengan panas langsung,
mantel uap, pipa uap melingkar tertutup, atau dengan memakai pipa uap
melingkar terbuka atau berlubang. Ciri khas dari metode ini ialah kontak langsung
antara bahan dengan air mendidih. Beberapa jenis bahan (misalnya bubuk buah
badam, bunga mawar, dan orange blossoms) harus disuling dengan metode ini,
karena bahan harus tercelup dan bergerak bebas dalam air mendidih. Jika disuling
dengan metode uap langsung, bahan ini akan merekat dan membentuk gumpalan
besar yang kompak, sehingga uap tidak dapat berpenetrasi ke dalam bahan
(Guenther, 1987).
Pada metode penyulingan ini, bahan olah diletakkan di atas rak-rak atau
saringan berlubang. Ketel suling diisi dengan air sampai permukaan air berada
tidak jauh dari bawah saringan. Air dapat dipanaskan dengan berbagai cara yaitu
dengan uap jenuh yang basah dan bertekanan rendah. Ciri khas dari metode ini
adalah: 1. Uap selalu dalam keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu panas. 2.
Bahan yang disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas
(Guenther, 1987).
dan prinsipnya sama dengan yang telah dibicarakan diatas, kecuali air tidak
diisikan dalam ketel. Uap yang digunakan adalah uap jenuh atau uap kelewat
panas pada tekanan lebih dari 1 atmosfer. Uap dialirkan melalui pipa uap
melingkar yang berpori yang terletak dibawah bahan, dan uap bergerak keatas
Pada dasarnya tidak ada perbedaan yang mendasar dari ketiga proses
Teknik GC pertama kali diperkenalkan oleh James dan Martin pada tahun
1952 (Sparkman et al., 2011). GC merupakan salah satu teknik kromatografi yang
Kriteria menguap adalah dapat menguap pada kondisi vakum tinggi dan tekanan
kromatografi gas adalah penyebaran cuplikan pada fase diam sedangkan gas
sebagai fase gerak mengelusi fase diam. Cara kerja dari GC adalah suatu fase
gerak yang berbentuk gas mengalir di bawah tekanan melewati pipa yang
dipanaskan dan disalut dengan fase diam cair atau dikemas dengan fase diam cair
yang disalut pada suatu penyangga padat. Analit tersebut dimuatkan ke bagian
atas kolom melalui suatu portal injeksi yang dipanaskan. Suhu oven dijaga atau
diprogram agar meningkat secara bertahap. Ketika sudah berada dalam kolom,
terjadi proses pemisahan antar komponen. Pemisahan ini akan bergantung pada
Mass-Spectrometer (MS).
Spektrometer massa diperlukan untuk identifikasi senyawa sebagai penentu
bobot molekul dan penentuan rumus molekul. Prinsip dari MS adalah pengionan
molekul dan mengukur rasio massa/muatan. Molekul yang telah terionisasi akibat
muatan positif, kemudian ion tersebut diarahkan menuju medan magnet dengan
kecepatan tinggi. Medan magnet atau medan listrik akan membelokkan ion
tersebut agar dapat menentukan bobot molekulnya dan bobot molekul semua
muatan yang terinduksi atau arus yang dihasilkan ketika ion dilewatkan atau
charge ratio (m/z). Terdapat 4 (empat) proses dalam spektrometri massa yakni
2.5 Kanker
jaringan tubuh yang tidak normal, berkembang dengan cepat tidak terkendali dan
terus membelah diri (Indah, 2010), sedangkan menurut lubis (2009), kanker
adalah penyakit yang dapat menyerang dan muncul akibat pertumbuhan tidak
normal tubuh yang berubah menjadi sel kanker dalam perkembangannya, kanker
merupakan suatu kondisi pertumbuhan yang tidak normal dari sel-sel jaringan
tubuh yang berubah menjadi ganas. Sel-sel tersebut dapat tumbuh lebih lanjut
sebagai berikut.
1. Karsinoma
Karsinoma adalah kanker yang muncul dari sel sel epitel (lapisan sel yang
organ di sekitarnya dan metastasis ke kelenjar getah bening dan area lain dari
tubu, secara umum bentuk kanker pada kelompok ini adalah kanker payudara,
2. Sarkoma
Jenis tumor sarcoma ini adalah tumor ganas tulang atau jaringan lunak
(lemak, otot, darah pembuluh darah, saraf dan jaringan ikat lainya dan
3. Limfoma
Jenis tumor limfoma termasuk jenis kanker yang berasal dari jaringan
yang membentuk darah, misaknya jaringan limfe, lacteal, limfa, berbagai kelenjar
Kanker susunan saraf, misalnya sel sel glia (jaringan panjang) di susun
5. Leukemia
tumor, tetapi memenuhi pembuluh darah dan mengganggu fungsi sel darah
normal.
6. Karsinoma in situ
terbanyak yang terjadi pada wanita diseluruh dunia dan kanker yang paling sering
epitel serviks yang tidak terkontrol (Mirayashi, 2013). Menurut Setiawati (2014)
kanker serviks 99,7% disebabkan oleh Human Papiloma Virus (HPV) onkogenik
yang menyerang rahim. Kanker serviks merupakan tumor ganas yang tumbuh di
dalam leher rahim (serviks), yaitu bagian terendah dari rahim yang menempel
pada puncak vagina (Hartati et al., 2014). Berdasarkan pemaparan tersebut kanker
serviks atau yang dikenal juga dengan sebutan kanker leher rahim merupakan
kanker ganas yang tumbuh dileher rahim yang disebabkan oleh Human Papiloma
Virus.
Sel HeLa merupakan sel epitel manusia yang berasal dari kanker serviks
atau kanker leher rahim yang diberi nama sesuai dengan nama pasien penyakit
kanker serviks yang sel kankernya diambil, yaitu Henrietta Lacks (Hadisaputri &
Abdullah, 2018). Sel HeLa adalah sel kanker leher rahim akibat infeksi Human
Papilloma Virus (HPV 18) sehingga mempunyai sifat yang berbeda dengan sel
Sel HeLa dapat tumbuh dengan cepat dalam media kultur. Media yang
asam amino, vitamin, gara-garam anorganik dan glukosa yang cukup untuk
pertumbuhan sel. Sel HeLa telah mengalami transformasi yang disebabkan oleh
infeksi human papilloma virus 18 dan berbeda dengan sel leher rahim yang
diambil kemudian diperbanyak dengan kultur sel dan banyak digunakan dalam
penelitian. Teknik kultur sel dengan menggunakan galur sel ini terus berkembang
sehingga telah banyak jenis galur sel lainnya yang diambil dan digunakan untuk
Sel HeLa adalah sel kanker leher rahim akibat infeksi Human
Papillomavirus (HPV 18) sehingga mempunyai sifat yang berbeda dengan sel
leher rahim normal. Sel kanker leher rahim yang diinfeksi HPV diketahui
menyebabkan sifat imortal pada kultur primer keratinosit manusia, namun sel
yang imortal ini tidak bersifat tumorigenik hingga suatu proses genetik terjadi.
2.7 Sitotoksik
Senyawa sitotoksik merupakan senyawa atau zat yang dapat merusak sel
normal dan sel kanker serta dimanfaatkan untuk menghambat perkembangan sel
tumor ganas (Purwanto, et al., 2015). Uji sitotoksik merupakan uji pendahuluan
dengan menggunakan sel kultur secara in vitro yang selanjutnya dapat digunakan
untuk menentukan kadar pada uji antiproliferatif (Putri & Haryoto, 2018). Uji
sitotoksik saat ini juga digunakan dalam penelitian di bidang onkologi untuk
selama pengembangan obat. Kelebihan dari uji sitotoksik in vitro ini yaitu cepat,
murah, dan dapat menguji sampel dalam jumlah besar (Fathani, 2020).
2.7.2 Metode Uji Sitotoksik
metode yang menguji bahan bahan yang bersifat sitotoksik. Metode BSLT dapat
di percaya untuk menguji aktivitas sitotoksik dari suatu bahan (Mayer &
Gustafson, 2008).
Brine Shrimp lethality Test (BSLT) merupakan salah satu metode yang
yang mengandung senyawa anti kanker. Ekstrak bersifat toksik bila LC 50 <1000
mg/ml, sedangkan untuk senyawa murni aktif bila nilai LC 50 <200 mg/ml (Mayer
Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) merupakan salah satu metode skrining
untuk mengetahui ketoksikan suatu ekstrak ataupun senyawa bahan alam, Uji
toksisitas ini dapat diketahui dari jumlah kematian larva Artemia salina Leach.
karena pengaruh ekstrak atau senyawa bahan alam pada konsentrasi yang
tidak memerlukan hewan percobaan serta menunjukan korelai yang sangat baik
blue) dan metode MTT. Uji MTT assay merupakan salah satu metode yang
dimana pereaksi MTT ini merupakan garam tetrazolium yang dapat dipecah
menjadi kristal formazan oleh sistem suksinat tetrazolium reduktase yang terdapat
dalam jalur respirasi sel pada mitokondria yang aktif pada sel yang masih hidup.
Kristal formazan ini memberi warna ungu yang dapat dibaca absorbansinya
sitotoksik dengan menggunakan sel limfoma tikus, metode ini merupakan metode
lanjutan setelah suatu senyawa dinketahui mempunyai aktifitas sitotoksik pada
penelitian yang menggunakan metode BSLT. Metode ini dapat digunakan untuk
skrinng awal senyawa senyawa yang di duga berkhasiat anti kanker (Mayer &
Gustafon, 2003).
Penelitian ini akan di lakukan pada bulan Desember 2022 sampai Februari
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat destilasi lengkap,
oven, blue tips, yellow tips, autoklaf, mixer plat micro, incubator CO2, senterifus,
filter 0,22 µm, flask culture 25 cm 3, 96 well plat, eppendrof tube 1,5 mL,
haemacytometer, syringe filter 5 mL, bio safety cabinet (BCS), reader plat micro,
seperangkat alat GC-MS Shimadzu QP 2010 Ultra, conical tube, beaker glass
3.2.2 Bahan
(Dulbecco's Modified Eagle Medium), Trypsin EDTA 0,25%, Tryphan Blue Stain
Streptomisin (PenStrep), stp solution SDS (Sodium Dodesil Sulfat 10% dalam 0,1
(Calbiochem, USA), aquades (H2O), dietil eter (C4H10O) p.a (Mallinckrodt), etanol
Barat.
keadaan segar kemudian dicuci bersih dengan air mengalir lalu ditiriskan.
Kemudian dilakukan pegeringan di tempat yang tidak terkena cahaya matahari
langsung untuk mengurangi kadar air. Biji ketumbar yang telah disiapkan
3.4.2 Isolasi Minyak Atsiri Dari Biji Ketumbar (Coriandrum Sativum Linn.)
Kemudian ditambahkan air pada ketel tempat air. Alat distilasi uap dipasang yang
telah dilengkapai kondensor dan dipanaskan ketel tempat air tersebut sampai
mendidih selama ± 6 jam. Distilasi dihentikan bila tidak ada lagi butir-butir
minyak yang menetes bersama air atau volume minyak tidak bertambah. Minyak
atsiri yang dihasilkan ditampung ke dalam corong pisah dan dipisahkan antara
minyak dengan air. Kemudian tentukan rendemen minyak atsiri biji ketumbar
dikeringkan dengan arus udara kering, bagian luar di lap dengan tisu atau dengan
kain kering dan kemudian tutup piknometer. Piknometer kosong ditimbang,
kemudian piknometer di isi dengan air suling hingga penuh lalu celupkan ke
dengan arus udara kering. Piknometer di isi dengan minyak atsiri hingga penuh
pada suhu 25 ºC ± 0,2 ºC dan dibiarkan selama 30 menit. Diambil dari penangas,
m2−m
Bj=
m1−m
Keterangan:
Air dialirkan melalui refraktometer agar alat ini berada pada suhu dimana
pembacaan akan dilakukan. Suhu tidak boleh lebih dari ± 25 ºC dari suhu
referensi dan harus dipertahankan dengan toleransi ± 0,2 ºC. Sebelum minyak
atsiri dialirkan di dalam alat minyak harus berada pada suhu yang sama dengan
suhu pengukuran yang akan dilakukan, pembacaan hanya boleh dilakukan bila
N t =N 20 +¿ºC – t) × 2 × 10−4
Keterangan:
golongan senyawa yang terkandung pada minyak atsiri biji ketumbar dilakukan
kolom DB-17MS, suhu oven kolom 70ºC dan suhu injeksi 250ºC.
3.7.1 Sterilisasi
yang tidak tahan terhadap panas seperti pipet tetes, media, blue tips, yellow tips
Sel dipanen apabila jumlah sel 80% konfluen. Pemanenan sel dilakukan
dengan membuang media dengan menggunakan pipet pasteur steril. Sel kemudian
10 mg sampel minyak atsiri dilarutkan dalam 100 µL DMSO (dimethylsulf
dengan LC50 3,88 µg/mL sehinga diperoleh konsentrasi 4; 8; 12; 16; 20 µg/mL
dan dipindahkan kedalam microplate 96 untuk diujikan pada sel (Musfiroh et al.,
2020).
plat mikro sel yang telah diinkubasi selama dua hari sebelumnya, kemudian
dikocok dengan mixer plat micro selama ± 2 menit, disimpan kembali dalam
inkubator CO2 selama 4 jam kemudian ditambahkan stp solution SDS (Sodium
Dodesil Sulfat 10% dalam 0,1 N HCl) dan dikocok dengan lembut. Kemudian
density dilakukan dengan Reader Plat Micro pada panjang gelombang 595 nm.
viabilitas sel hidup terhadap log konsentrasi minyak atsiri biji ketumbar
AT − AM
% viabilitas sel= × 100 %
AK − AM
Keterangan :
Iwasaki, K., Zheng, Y., Murata, S., Ito, H., Nakayama, K., Kurokawa, T., Sano,
N., Nowatari, T., Villareal, M. O., Nagano, Y. N., Isoda, H., Matsui, H.,
Kurokawa, T., & Sano, N. (2016). Anticancer effect of linalool via cancer-
specific hydroxyl radical generation in human colon cancer. World
Journal of Gastroenterology. 22(44), 9765–9774.
Ketaren, S. (1985). Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta: Balai Pustaka.
Kemenkes RI. (2019). Hari Kanker Sedunia 2019. Kemenkes RI: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Lubis, N. L. (2009). Dukungan Pada Pasien Kanker Perlukah. Medan: USU
Press.
Mandal, S., & Mandal, M. (2015). Coriander (Coriandrum sativum L.) essential
oil: Chemistry and biological activity. Asian Pacific Journal of Tropical
Biomedicine, 5(6), 421–428.
Mayer, A. M. S., & Gustafson, K. R., (2008). Antitumor and Cytotoxic
Compounds. Eur J Cancer. 40(18):2357–87.
McLaughlin, J. L. and Rogers, L. L. (1998). The Use of Biological Assays to
Evaluate Botanicals. Drug Information Journal, 32, 513-524.
Megawati, R. F., Da’i, M., & Munawaroh, R. (2010). Quality Analysis of Clove
Bud Essential Oils (Syzygium Aromaticum L.) (Meer. & Perry) From
Maluku, Sumatera, Sulawesi and Java with Metabolomic Based On GC-
MS Method. In PHARMACON (Vol. 11, Issue 2).
Mirayashi, D. (2013). Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Tentang Kanker
Serviks dan Keikutsertaan Melakukan Pemeriksaan Inspeksi Visual Asetat
di Puskesmas Alianyang Pontianak. 214 (21). 1–18.
Musfiroh, I., Azura, A. R., & Rahayu, D. (2020). Prediction of Asiatic Acid
Derivatives Affinity Against SARS-CoV-2 Main Protease Using
Molecular Docking. Pharmaceutical Sciences and Research. 7(4), 57–64.
Mustafa, R. A. et al. (2016). Systematic Reviews and Meta-Analyses of The
Accuracy of HPV Tests, Visual Inspection with Acetic Acid, Cytology,
and Colposcopy. International Journal of Gynecology and Obstetrics.
132(3). 259 – 265.
Nussbaumer, S., Bonnabry, P., Veuthey, J. L., & Fleury-Souverain, S. (2011).
Analysis of Anticancer Drugs: A review. In Talanta (Vol. 85, Issue 5, pp.
2265–2289). Elsevier B.V.
Pamilih, Heru. (2009). Uji Sitotoksik Ekstrak Etil Asetat Herba Bandotan
(Ageratum conyzoides L.) terhadap Sel Kanker Payudara (T47D) dan
Profil Kromatografi Lapis Tipis. Skripsi Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Purwanto, N., Rismawati, E., dan Sadiyah, E. R. (2015). Uji Sitotoksik ekstrak
biji salak (Salacca zalacca (Gaert) Voss dengan menggunakan metode
Brine Shrimp lethality test (BSLT). Prosiding Penelitian Spesia Unisiba
Prodi Farmasi FMIPA. 616–622.
Putri, E. N. A., & Haryoto (2018). Aktivitas Antikanker Ekstrak Etanol Umbi
Bawang Dayak (Eleutherine americana Merr.) terhadap Sel Kanker
Payudara T47D. The 7th University Research Colloqium. 192-203.
Ribeiro, S. O., Fontaine, V., Mathieu, V., Zhiri, A., Baudoux, D., Stévigny, C., &
Souard, F. (2020). Antibacterial and cytotoxic activities of ten commercially
available essential oils. Antibiotics, 9(10), 1–17.
Ridayani, M. S. (2016). Analisis Implementasi Program Deteksi Dini Kanker
Servik dengan Metode Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) di Puskesmas
Kota Semarang Tahun 2015. Skripsi. Semarang.
Setiawati, D. (2014). Human Papilloma Virus dan Kanker Serviks. Al-Sihah :
Public Health Science. 1(2). 450–459.
Sparkman, O. D., Penton, Z., Fulton, G. (2011). Gas Chromatography and Mass
Spectrometry: a practical guide. Elsevier: Acedemic Press.
Swetha M, & Krithika N. (2018). In Vitro Cytotoxicity and Cell Viability Assay
of Coriandrum sativum L. Seed Powder Extracts. World Journal of
Pharmaceutical Research, 7, 317.
Tianandari, F., Studi D-III Farmasi, P., Farmasi Banda Aceh, J., & Banda Aceh,
K. (2017). Uji Sitotoksik Ekstrak Etanol Buah Ketumbar (Coriandrum
sativum Linn.) Terhadap Artemia Salina Leach dengan Metode Brine
Shrimp Lethality Test (BSLT). Jurnal Action (Vol. 2, Issue 2).
Winkle, M.V. (1967). Distillation. New York: Mc Graw Hill International
Editions.
Yasmin, H., Abushama, M. F., Abdalgadir, H., Khalid, A., Khalid, H., &
Professor, K. H. (2014). Essential Oils of Common Spices Traditionally
Used in Sudan as Potential Antioxidants Citation. In The Journal of
Ethnobiology and Traditional Medicine. Photon (Vol. 122).
Zarlaha A, Kourkoumelis N, Stanojkovic TP, Kovala-Demertzi D. (2014).
Cytotoxic Activity of Essential Oil and Extracts of Ocimum Basilicum
Against Human Carcinoma Cells. Molecular Docking Study of Isoeugenol
as a Potent COX and LOX inhibitor. Digest Journal of Nanomaterials and
Biostructures. 9(3): 907-917.
Biji ketumbar 5 kg
Ampas
Destilasi (fase air + fase minyak)
Fase minyak
Fase minyak
(Minyak atsiri)
Lampiran 1. (Lanjutan)
Minyak atsiri
Lampiran 1.