Anda di halaman 1dari 3

The troublemaker

Empat hari menjadi siswi SMA Bina Indonesia,kai sadar bukan tanpa alasan sekolah itu dibilang SMA
terbaik di nusantara.

Kompleks sekolah ini saja sudah terdiri dari empat gedung lima lantai:gedung utama,gaedung
IPA,gedung IPS,dan gedung Bahasa. Ada toilet di setiap lantai ,gymnasium,kolam renang standar
olimpiade,lapangan sepak bola,trek lari,kafetaria,segala jenis laboratorium,sampai tentu saja,tempat favorit
mayoritas murid-murid,perpustakaan-yang kai juga agak kaget waktu tahu-yang mengambil alih seluruh lantai
lima di setiap bangunan.

Sudah cukup gila? Tunggu sampai kalian tahu kemana tujuan kai sekarang.supermarket. Ya, setiap
bangunan SMA Bina Indonesia punya supermarket-nya sendiri.

“Selamat datang,selamat berbelanja,” sapa Mbak kasir begitu kai masuk.

Biar gadis itu ulangi sekali lagi,gila

Hal yang sama sudah pernah kai katakanwaktu pertama kali mama memberi tahu mereka akan pindah
ke rumah lama papa di jakarta. Satu,,mama saja sudah menghabiskan enam bulan bolak-balik ke psikolog sejak
kepergian papa. Kai tidak yakin pindah ke rumah lama-yang justru punya banyak kenangan itu-adalah
keputusan bagus. Dua, kai sudah kelas 12 dan hanya tinggal beberapa bulan lagi menyelesaikan masa SMA-
nya. Pindah sekolah di periode ini juga bukan keputusan bagus. Tiga,mama mendaftarkan ke Bina Indonesia
tanpa basa-basi-kalau yang satu itu,sudah jelas bukan keputusan bagus.

Kai berhenti di depan mesin pendingin,memilih minuman yang akan dia beli.

Maksud gadis itu, masuk SMA Bna Indonesia adalah anugerah sekaligus kutukan. Anugerah karena
lulusannya punya kasta paling tinggi di dunia pendidikan, kutukan karena agar bisa lulus,siswa-siswinya harus
bertahan dengan sistem peringkat paralel yang kompetitif. No offens, tapi kai rasa itu sedikit konyol.
Menurutnya,angka peringkat tidak seharusnya mendefinisikan kecerdasan seseoprang kan? Dan lagi, dia benar-
benar tidak tahu bagaimana mama bisa menyanggupi biaya yang haru+us dikeluarkan demi masuk ke sekolah
elit ini.

“minggir.”

Gadis itu sedikit tersentak ketika nada dingin seseorang menembus membran timpaninya, kai mundur
satu langkah dan membiarkan orang tadi melangkah maju untuk meraih botol minuman isotonik dari dalam
mesin pendingin.

Dari posisinya, kai bisa melihat samar-samar cat ungu metalik di bagian belakang rambut pendek gadis
itu,dekat tengkuk. Kai cukup yakin tata tertib yang beberapa hari lalu dia baca, mencantumkan larangan
mewarnai rambut. Tatapan kai turun ke bawah, ke kabel earphone yang menggantung di kedua telinga sebelum
menancap di ponsel,kemudian ke lengan seragam yang dilipat ke atas dua kali, lanjut ke jaket ripped jeans
kebesaran yang tersampir di lengan kiri, di sebelah deretan gelang yang tidak bisa kai hitung jumlahnya, lalu
ransel hitam rinagn yang disangga di pundak kanan,sampai ke rok lipit yang nyaris lima senti di atas lutut.

Dalam sekali tebak, kai sudah bisa mengira bahwa gadis ini adalah tipe troublemaker.

Kai menyaksikan gadis itu mundur dari mesin pendingin kemudian beralih ke rak snack. Dia refleks
melotot saat si rambut ungu menyelundupkan beberapa kemasan snack serta botol minuman isotonik tadi ke
dalam ranselnya dengan santai. Kai menoleh ke sekitar. Tidak ada CCTV di area itu dan dia adalah satu-satunya
saksi. Jantungnya berdegup kencang ketika si rambut ungu sudah akan melangkah menuju pintu. Tanpa berpikir
lebih jauh, kai menyusul dan menahan tangan gadis itu.
Si rambut ungu sedikit terkejut. Dia menarik tangannya dan alisnya naik tajam. Dalam jaraj sedekat
ini,maskara dan eye-shadow tipis model smoky-eyes-nya terlihat lebih jelas.

“sorry,gue barusan lihat-“ tatapan galak si gadis tiba-tiba membuat nyali kai ciut.

“liat apa?”

Kai mundur satu langkah.

Si rambut ungu mendengkus . “lo murid baru,kan?” tanyanya retoris sembari melepas earphone dari
salat satu telinga. “siapa nama lo?”

Kai menjawab dengan masih merasakan nyalinya yang semakin ciut, “kai...?”

“oke,kai,” decih gadis itu, “gue kasih tips jadi muris Bina Indonesia.”

Kai seketika menahan keinginan untuk kabur waktu si rambut ungu maju satu langkah. “pertama, ikut
campur urusan orang lain itu bego.” Kemudian, satu langkah lagi. “kedua,kalau lo emang bego dan mau ikut
campur urusan orang lain,pastiin lo tahu orang itu siap.” Lagi. “ketiga, kalau lo nggak tahu orang itu siapa-“

Kai terkesiap ketika jarak diantara mereka hadis dan dua jari si rambut ungu menyentuh dagunya kasar,
sedikit memaksa kai menatap name tag di dada kiri seragamnya,

“baca.”

Kai menelan ludah dan membaca nama yang tertera. Adinda aletheia.
Kursi kosong

BENAR dugaan kai,karena hari ini ada try out, kelas 12 IPA 3 kosong. Sayangnya,gadis itu belum tau dimana
ruang pelaksanaan try out-nya. Dia masih menengok kanan-kiri untuk mencari murid yang bhisa ditanyai,ketika
akhirnya ketiga temannya muncul dari ujung koridor.

‘KAI!” panggil thalia. “ternyata lo disini. Labkom-nya di sebelah sana,sayang.”

“lo udah udah belajar ya?” selidik karin. “murid baru tuh biasanya masih rajin-rajinnya,kan?”

“emangnya kalian nggak belajar?” tanya kai balik.

“empat puluh besar udah syukur banget,tuh.”

Kai tersenyum polos. “pasrah banget ya, anaknya?”

“iya,makanya lo nggak usah tegang-tegang. Bawa santai aja, ya nggak?”

Kai tertawa dan mengangguk. Kemudia mereka berempat menuju laboratorium komputer.

Hanya ada satu sesi TO mandiri,di laboratorium komputer raksasa yang mambuat kai segera menelan ludah
begitu sampai disana.

“kai!”

Kai buru-buru mengerjap ketika sadar seseorang memanggilnay. Ditolehkannya kapala ke kanan. Berhubung
namanya diawali huruf K,kai menempati barisan komputer tengah,berjarak dua komputer dari tempat duduk
karin.

“kenapa,Rin?”

“lo ngelamunin

Anda mungkin juga menyukai