DISUSUN OLEH
i
LEMBAR PERSETUJUAN
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang
Hubungan Siklus Menstruasi Dengan Recurrent Aphthous Stomatitis ini.
Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah turut
memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya makalah ini tidak akan bisa
maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari
penyusunan hingga tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami dengan
rendah hati menerima saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Kami berharap semoga makalah yang kami susun ini dapat memberikan manfaat dan juga
inspirasi untuk pembaca.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.....................................................................................................................
LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................................................ii
KATA PENGANTAR..................................................................................................................iii
DAFTAR ISI..............................................................................................................................iv
BAB I ABSTRAK
1.1 Abstrak........................................................................................................................................1
BAB II PENDAHULUAN
2.1 Pendahuluan...............................................................................................................................2
2.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................................3
2.3 Tujuan Penulisan.........................................................................................................................4
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Tinjauan Tentang Mesntruasi......................................................................................................5
3.2 Tinjauan Tentang Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS)............................................................10
3.3 Differential Diagnosis Dari Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS).............................................21
3.4 Hubungan Siklus Menstruasi Dengan Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS).............................22
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan..............................................................................................................................23
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan................................................................................................................................28
5.2 Saran.........................................................................................................................................28
5.3 Penutup.....................................................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB I
ABSTRAK
1.1 ABSTRAK
Siklus menstruasi merupakan bagian dari proses reguler untuk
mempersiapkan tubuh perempuan setiap bulan menuju kehamilan. Siklus menstruasi
dikendalikan oleh interaksi beberapa hormon dan terdiri dari beberapa fase yaitu fase
menstruasi, fase proliferasi/folikuler dan fase sekresi/luteal. Perubahan kadar hormon
yang terjadi selama siklus menstruasi akan berdampak pada rongga mulut, karena
jaringan lunak mulut sensitif terhadap perubahan kadar hormon seks steroid dalam
darah perempuan. Salah satu dampak yang ditemukan adalah Recurrent Aphthous
Stomatitis (RAS). RAS adalah sariawan yang muncul secara periodik dan merupakan
kasus terbanyak dari stomatitis. Etiologinya belum jelas, sehingga pengobatannya
masih bersifat simptomatis. Salah satu faktor predisposisinya adalah gangguan
hormonal. Beberapa penelitian melaporkan adanya hubungan antara RAS dengan
siklus menstruasi dan jumlah penderita perempuan dua kali lebih banyak dari
penderita laki-laki.
Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah untuk memberikan informasi
bagi tenaga kesehatan bahwa mengetahui stresor yang dialami amatlah penting supaya
dapat diketahui dengan pasti faktor apakah yang menyebabkan timbulnya RAS.
Dengan demikian, dapat memperkecil risiko terjadinya RAS dan dapat menentukan
perawatan yang tepat dan adekuat bagi penderita RAS.
v
BAB II
PENDAHULUAN
2.1 PENDAHULUAN
Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS) yang dikenal dengan istilah apthae
atau cancer sores, merupakan suatu lesi ulserasi yang terjadi secara kambuhan pada
mukosa mulut tanpa adanya tanda-tanda suatu penyakit lainnya. Gejala awal RAS bisa
dirasakan penderita sebagai rasa sakit dan ditandai dengan adanya ulser tunggal atau
multiple yang terjadi secara kambuhan pada mukosa mulut, berbentuk bulat atau oval,
batas jelas, dengan pusat nekrotik berwarna kuning-keabuan dan tepi berwarna
kemerahan.
vi
RAS mayor merupakan salah satu tipe RAS yang terjadi berkisar 10-15%,
ditandai dengan adanya ulser berbentuk bulat atau oval dengan batas yang tidak jelas,
diameternya ≥ 1 cm dan disertai rasa sakit hebat. RAS mayor bisa muncul pada setiap
bagian mukosa mulut, tetapi cenderung muncul pada mukosa berkeratin seperti
palatum keras dan tenggorokan. RAS mayor kambuh lebih sering dan berlangsung lebih
lama dibandingkan tipe minor, yaitu dalam waktu beberapa minggu sampai beberapa
bulan. Ulser biasanya sembuh dengan membentuk jaringan parut dan distorsi jaringan.
Hal ini disebabkan karena ulser sudah mengerosi jaringan ikat.
RAS herpetiformis adalah tipe ulserasi fokal dan kambuhan pada mukosa
mulut yang jarang terjadi, hanya memiliki prevalensi berkisar 5-10% dari seluruh kasus
RAS. Gambaran mencolok dari RAS tipe ini adalah adanya ulser bersifat multiple, yaitu
20 hingga 200 ulser, diameter 1-3 mm, bentuk bulat, mukosa di sekitar ulkus
eritematosus dan diperkirakan akan ada rasa sakit. Setiap bagian mukosa mulut dapat
terkena RAS herpetiformis, tetapi khususnya terjadi pada ujung anterior lidah, tepi-tepi
lidah dan mukosa bibir. Ulser berlangsung selama 7-30 hari dengan peyembuhan
meninggalkan jaringan parut.
Diagnosis RAS didasarkan pada anamnesa dan gambaran klinis dari ulser.
Perhatian khusus harus ditujukan pada riwayat keluarga, frekuensi ulser, durasi ulser,
jumlah ulser, lokasi terjadinya ulser (non-keratinisasi atau keratinisasi), ukuran dan
bentuk ulser, kondisi medis, ulser genital, masalah kulit, gangguan pencernaan, riwayat
obat, tepi ulser, dasar ulser, dan jaringan disekitarnya. Hal ini disebabkan karena
banyaknya lesi di dalam rongga mulut yang secara klinis mirip dengan RAS, antara lain
ulkus traumatikus, sindrom behcet, herpes simplek, dan karsinoma sel skuamosa.(3)
Berdasarkan pernyataan di atas, kami ingin mengulas lebih banyak lagi
tentang hubungan siklus menstruasi dengan Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS)
dalam rongga mulut.
vii
2.3 TUJUAN PENULISAN
Penulisan makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan bagi
petugas mengenai siklus menstruasi sebagai salah satu faktor predisposisi RAS,
sehingga mampu mengidentifikasi RAS dan melakukan penatalaksanaan pengobatan
RAS dengan tepat serta dapat memberikan edukasi, instruksi, dan perawatannya pada
pasien RAS bagi tenaga kesehatan gigi di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat
pertama.
viii
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
dengan tanda berupa adanya perdarahan dari uterus (Gambar 1). Setiap bulan,
secara periodik wanita yang sedang dalam siklus menstruasi akan mengeluarkan
darah dan sel-sel tubuh yang berasal dari dinding uterus wanita melalui vagina.
Menstruasi pertama kali terjadi pada saat wanita mengalami pubertas yang
merupakan tahap transisi dari masa kanak-kanak menuju kematangan seksual.
3.1.2 FISIOLOGI
Dimulainya siklus menstruasi pada wanita tergantung berbagai faktor,
diantaranya adalah kesehatan wanita dan status nutrisi. Sebelum wanita memasuki
siklus menstruasi, kadar estrogen menurun berfungsi untuk tumbuh-kembang alat
reproduksi sekunder (pembesaran mamae, depositas lemak sesuai bentuk tubuh
ix
wanita, dan pertumbuhan bulu) dan mempersiapkan uterus (endometrium) agar lebih
matang. Kemudian terjadi perdarahan dari endometrium yang diistilahkan sebagai
menarke. Siklus menstruasi dimulai pada saat wanita menarke. Menarke adalah
menstruasi yang pertama kali dialami oleh seorang wanita. Menarke pada umumnya
berlangsung sekitar umur 8-16 tahun (rata-rata 12 tahun). Perdarahan tersebut
tanpa disertai ovulasi (menstruasi anovulatoir). Setelah terjadinya menarke, di dalam
ovarium terjadi tumbuh-kembang folikel primordial, sehingga hormon estrogen
mengalami peningkatan. Peningkatan hormon estrogen tersebut menstimulasi
peningkatan Luteinizing Hormone (LH), sehingga terjadi ovulasi. Siklus menstruasi
yang normal ditandai dengan terjadinya ovulasi (menstruasi ovulatoris). Rata-rata
lamanya perdarahan dari uterus terjadi adalah 3-5 hari dengan jumlah darah yang
dihasilkan dalam sehari sebanyak 30-50 ml.
Siklus menstruasi terdiri dari beberapa fase yaitu fase menstruasi, fase
folikuler/proliferasi, dan fase sekresi/luteal yang seluruhnya dikendalikan oleh
interaksi hormon yang disekresikan oleh hipotalamus, hipofisis, dan ovarium
(Gambar 2). Hipotalamus akan mensekresikan Gonadotropin Releasing Hormone
(GnRH) yang menstimulasi hipofisis untuk mensekresikan Follicle Stimulating
Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH). Meningkatnya kadar FSH dan LH
mengakibatkan perubahan di ovarium dan pertumbuhan folikel antral. Pada folikel
terdapat dua macam sel yaitu sel teka dan sel granulosa. Pada sel teka terdapat
reseptor LH yang akan menstimulasi sel teka mensintesis hormon androgen dan
memasuki sel granulosa. Pada sel granulosa terdapat reseptor FSH yang akan
mengubah hormon androgen tersebut menjadi estrogen.
Peningkatan estrogen akan menekan sekresi FSH yang menyebabkan
hanya ada satu folikel yang dominan. Folikel tersebut akan membesar dan
meningkatkan hormon estrogen kembali. Hal tersebut akan menstimulasi sekresi LH
dan menyebabkan terdapat reseptor LH di sel granulosa. Folikel yang membesar
akan pecah dan membentuk korpus luteum. Pembentukan korpus luteum akan
mensintesis progesteron.
x
Gambar 2. Perubahan Kadar Hormon Pada Wanita Selama Siklus Menstruasi
xi
GnRH dan menandakan masuknya siklus menstruasi berikutnya yaitu dengan
menginduksi lapisan uterus berpisah dari endometrium dan mulai meluruh serta akan
dikeluarkan melalui vagina.
b. Fase folikuler/proliferasi adalah fase yang dimulai pada akhir fase menstruasi dan
berakhir pada saat ovulasi. Pada fase ini akan terdapat beberapa folikel antral yang
berkembang namun hanya ada satu folikel dominan. Endometrium akan menebal
dan terjadi pematangan folikel ovarium yang dikontrol oleh estrogen. Fase ini
berlangsung kira-kira dari hari kelima sampai 15 siklus menstruasi (Gambar 2).
xii
c. Fase sekresi/luteal adalah fase yang dimulai pada saat ovulasi dan berlangsung
sampai hari ke 28 siklus menstruasi. Pada fase ini, kadar hormon yang sebelumnya
meningkat akan menurun secara bermakna jika tidak terjadi pembuahan. Hal
tersebut diiringi dengan meluruhnya lapisan endometrium yang dikontrol oleh
progesteron. Fase luteal terjadi ketika ovulasi selesai. Fase ini berlangsung kira-
kira dari hari ke 15 sampai 28 siklus menstruasi (Gambar 2).
xiii
2. Herpes labialis rekuren
Herpes labialis rekuren terjadi karena aktivasi kembali virus yang telah
laten pada ganglion trigerminal. Herpes labialis rekuren rentan terjadi saat siklus
menstruasi karena penurunan sistem imun yang kemudian dapat dipicu oleh trauma,
demam, dan paparan sinar matahari.
xiv
3.2.2 EPIDEMIOLOGI
Prevalensi terjadinya RAS bervariasi tergantung pada populasi yang
diteliti. Pada umumnya, RAS dapat mengenai sekitar 20% populasi dengan
peningkatan dapat mencapai lebih dari 60%. Insiden RAS pada populasi dunia sekitar
2-66%. RAS mengenai lebih dari 100 juta penduduk Amerika. Satu dari lima orang di
Amerika terkena RAS setiap tahunnya. Prevalensi RAS lebih tinggi pada tingkat
sosioekonomi tinggi daripada sosioekonomi rendah. Berdasarkan jenis kelamin,
insiden RAS lebih tinggi terjadi pada wanita.
Pada umumnya, RAS terjadi pada dekade pertama dan kedua kehidupan.
Insiden RAS akan meningkat seiring pertambahan usia dalam dekade ketiga dan
keempat kehidupan dengan tingkat rekurensi RAS akan berkurang memasuki dekade
ketiga kehidupan. Sekitar 80% pasien mengalami RAS di bawah usia 30 tahun. Pada
beberapa kasus, frekuensi dan keparahan RAS akan meningkat seiring bertambahnya
usia. RAS jarang terjadi pada usia lanjut.
xv
3.2.3.1 GENETIK
Pada umumnya, RAS yang dipicu oleh faktor predisposisi genetik muncul
pertama kali saat anak-anak dan adanya riwayat RAS dari orang tua. RAS yang
dialami oleh orang tua kemungkinan besar akan diturunkan kepada anaknya. RAS
yang berhubungan dengan faktor genetik terjadi sekitar 24-46%. Lebih dari 40%
pasien RAS mempunyai keturunan yang juga terkena RAS. Risiko anak menderita
RAS ketika kedua orang tua juga terkena dapat mencapai 90%. Riwayat keluarga
menderita RAS lebih sering terjadi pada kembar identik daripada nonidentik.
Hubungan terjadinya RAS dengan faktor genetik dari orangtua telah
dibuktikan dengan Human Leukocyte Antigen (HLA) namun sampai saat ini hal
tersebut baru terbukti pada beberapa grup etnik. Faktor predisposisi genetik juga
berhubungan dengan variasi Deoxyribonucleic Acid (DNA) yang tersebar pada gen
manusia. Hal ini khususnya yang berhubungan dengan metabolisme dari sitokin yaitu
interleukin (IL-1β, IL-2, IL-4, IL-5, IL-6, IL-10, IL-12), Interferon γ (IFN-γ), dan
Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF-α).
Terjadinya RAS diawali oleh destruksi mukosa yang diperantarai reaksi
imunopatologis dari limfosit T, interleukin, dan TNF-α. Antigen harus berkonjugasi
oleh presenting cell, sehingga respon imunologik dari sel menjadi terstimulasi.
Tingginya kadar HLA membuat respon imun meningkat dan mengakibatkan individu
terkena RAS. Variasi HLA yang telah diteliti berhubungan dengan pasien RAS adalah
HLA-A2, HLA-B5, HLA-B12, HLA-B44, HLA-B51, HLA-B52, HLA-DR7, dan
HLA-DQ.
3.2.3.2 TRAUMA
Trauma yang dapat mengakibatkan RAS biasanya karena menyikat gigi
dan trauma dari bulu sikat gigi. Setelah terjadi trauma akan diikuti dengan adanya
edema dan inflamasi. Gejala ini langsung disertai oleh munculnya ulser pada daerah
trauma. Tidak semua trauma dapat mengakibatkan terjadinya RAS. Trauma dapat
menyebabkan RAS hanya pada pasien yang sebelumnya telah mempunyai riwayat
RAS.
Suatu penelitian menyatakan bahwa pada 66 pasien RAS dan ditemukan
91,1% pasien diduga terkena RAS disebabkan oleh trauma. Penelitian yang lain juga
menyatakan bahwa pada 69 pasien yang didiagnosis RAS dan ditemukan 53,3%
xvi
mengaku bahwa lesi tersebut muncul setelah mengalami trauma pada rongga
mulutnya.
3.2.3.3 OBAT-OBATAN
Obat-obatan tertentu berhubungan dengan terjadinya RAS pada rongga
steroid dalam darah wanita. Saat siklus menstruasi, kadar hormon akan mengalami
perubahan. Kadar hormon akan meningkat lalu menurun secara bermakna pada fase
luteal dari siklus menstruasi. Penurunan kadar hormon progesteron akan
menghambat maturasi sel epitel yang akan memudahkan terjadinya invasi bakteri,
sehingga RAS terjadi.
3.2.3.5 ALERGI
Beberapa makanan yang diduga dapat menyebabkan RAS adalah
kacang, coklat, kentang goreng, keju, susu, terigu, gandum, kopi, sereal, almond,
stoberi, tomat, lemon, dan nanas. Selain itu, berdasarkan American Academy of Oral
Medicine (AAOM), makanan yang paling sering berhubungan dengan terjadinya RAS
adalah kayu manis dan asam benzoat (dapat ditemukan pada beberapa makanan dan
minuman ringan).
Terjadinya RAS juga diduga disebabkan oleh reaksi alergi Sodium
Lauryl Sulfate (SLS) yang biasanya ditemukan pada pasta gigi sebagai detergen
pembersih. Reaksi yang ditimbulkan karena penggunaan SLS adalah terkikisnya
xvii
lapisan terluar mukosa yang mengakibatkan jaringan epitel terpapar yang dapat
mengakibatkan terjadinya RAS. Alergi terhadap piranti nikel pesawat ortodonti
juga dapat menimbulkan RAS.
Alergi berhubungan dengan respon imunopatologis. Proses
imunopatologis akan melibatkan respon yang diperantarai oleh sel T dan TNF
terhadap antigen. Dalam hal ini antigen tersebut adalah alergen.
memicu RAS. Faktor nutrisi yang berpengaruh pada timbulnya RAS adalah asam
folat, zat besi, vitamin B1, B2, B6, B12, dan zink. Defisiensi kalsium dan vitamin C
juga dapat menimbulkan RAS, namun hal ini juga berhubungan dengan defisiensi
vitamin B1. Peranan nutrisi sebagai salah satu faktor terjadinya RAS sekitar
5-10%. Defisiensi vitamin B12, asam folat, dan zat besi terjadi pada 20% pasien
RAS. Defisiensi nutrisi diduga erat dapat menurunkan sistem imun dan
menghambat sintesis protein pada jaringan.
3.2.3.7 STRES
Stres merupakan suatu reaksi dari wujud hubungan antara kejadian
atau kondisi lingkungan dengan penilaian kognitif individu terhadap tingkat
tipe tantangan, kesulitan, kehilangan dan ancaman. Stres adalah respon nonspesifik
dari tubuh akibat perubahan sosial.
Emosional yang ditimbulkan oleh stres dapat berdampak pada kesehatan
dan sistem imun secara menyeluruh. Saat stres terjadi maka kadar hormon kortisol di
dalam darah akan meningkat. Hal ini menyebabkan jumlah leukosit menjadi
meningkat. Sementara itu, peradangan akan mudah terjadi dan berlanjut
menyebabkan RAS.
pada rongga mulut dengan berbagai manifestasi. RAS merupakan salah satu
xviii
manifestasi adanya penyakit sistemik.
terjadi dengan insiden hampir 80%. Pada umumnya, RAS minor mengenai mukosa
tidak berkeratin. Gambaran klinis RAS minor berupa ulser oval atau bulat, tunggal
atau multipel, diameter kurang dari 10 mm, ditutupi oleh membran abu kekuningan,
dan dikelilingi oleh eritema halo (Gambar 3). Durasi RAS minor selama 7-14 hari
dan sembuh tanpa meninggalkan skar. Tingkat rekurensi RAS minor bervariasi pada
setiap individu. Satu sampai lima lesi dapat terjadi pada setiap episodenya.
xix
Gambar 3. RAS Minor
Necrotica Recurrens. Insiden kejadian RAS mayor lebih sedikit dari pada RAS
minor yaitu sekitar 10%. RAS mayor mempunyai diameter lebih dari 10 mm serta
lebih sakit dan mempunyai durasi yang lebih lama daripada RAS minor. Inflamasi
yang ditimbulkan RAS mayor juga lebih dalam dari pada RAS minor. Durasi
terjadinya RAS mayor sekitar 2-6 minggu dan sembuh dengan dapat meninggalkan
skar atau bekas di jaringan (Gambar 4). Pada umumnya RAS mayor dapat mengenai
mukosa tidak berkeratin dan berkeratin.
xx
Gambar 4. RAS Mayor
3.2.4.3 RAS HERPETIFORM
RAS herpetiform adalah tipe RAS yang paling jarang terjadi dengan
insiden 5-10%. RAS herpetiform mempunyai ulser berukuran kecil yaitu sekitar 1-2
mm. Ulser yang ditimbulkan RAS herpetiform multipel yaitu berkisar 5-100 dan
dapat muncul pada waktu yang sama. Ulser dapat bergabung dengan ulser yang
lainnya dan menjadi ulser yang lebih besar (Gambar 5). Durasi untuk RAS
herpetiform sembuh adalah lebih dari 1-2 minggu dan pada umumnya tidak
meninggalkan skar. RAS herpetiform dapat berlokasi di mukosa tidak berkeratin
maupun berkeratin.(2)
Gambar 6. Infiltrasi inflamasi padat di lantai ulser, dan dilatasi pembuluh darah lateral
Gambar 7. Vaskulitis dengan trombus kecil di venula post capillary di bawah ulser
xxii
29
Gambar 8. Recurrent Aphthous Stomatitis Mayor fase aktif (bibir bawah, laki-laki HIV
positif berusia 44 tahun)
(a)
(b)
Gambar 9. Arteritis segmen terletak jauh di bawah ulser. (a) Detil arteritis, dengan
trombosis oklusi lumen pembuluh darah. (b) Recurrent Aphthous Stomatitis Mayor,
20
29
Gambar 10. Herpetiform ulcers (bibir bawah mukosa, perempuan berusia 48 tahun). (a)
Erosi kecil dan fokus exocytosis inflamasi berat di epitel
21
29
Gambar 11. Herpetiform ulcers (bibir bawah mukosa, perempuan berusia 48 tahun). (b)
Polymorphous infiltrate dan pyknotic neutrophils di sekitar kapiler yang tersumbat.(5)
3.2.6 DIAGNOSA
RAS didiagnosa dengan anamnesa dan melihat gambaran ulser melalui
pemeriksaan klinis. Anamnesa dari pasien akan didapati keluhan berupa rasa sakit
pada mulutnya, kejadian ulser yang berulang, frekuensi, durasi dan faktor
predisposisi terjadinya ulser. Pemeriksaan klinis dilakukan dengan melihat jumlah
ulser, bentuk, ukuran, daerah tempat terjadi, dan jaringan di sekitar.
Tes spesifik untuk mendiagnosa RAS tidak ada karena RAS dapat
didagnosis dengan melihat gambaran klinis. Biopsi biasanya tidak diperlukan.
Biopsi dilakukan untuk menyingkirkan diagnosa banding dari RAS. Pemeriksaan
laboratorium diindikasikan jika pasien menderita RAS dengan tingkat rekurensi
3.2.7 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan RAS sedikit sulit karena etiologi terjadinya tidak
diketahui secara pasti. Salah satu cara untuk menghindari rekurensi RAS adalah
dengan menghindari faktor predisposisinya. Sampai sekarang perawatan RAS
hanya untuk mengurangi gejala, ukuran, dan mempercepat penyembuhan.
Penatalaksanaan dari RAS didahului dengan edukasi karena
kebanyakan pasien tidak mengetahui RAS, penyebab, dan bagaimana menangani
gejalanya. Edukasi pasien adalah kunci penting untuk mengontrol RAS.
Adapun perawatan yang dapat diberikan kepada penderita RAS yaitu:
1. Terapi lokal
Pada RAS ringan, perawatan yang dapat diberikan adalah obat kumur
campuran sodium biokarbonat dan air hangat untuk menjaga rongga mulut
tetap bersih. Obat kumur dengan kandungan antibiotik seperti Tertrasiklin
22
29
dapat mengurangi ukuran, durasi, dan rasa sakit. Klorheksidin glukonat juga
adalah obat kumur yang dapat mengurangi jumlah bakteri dan mempercepat
penyembuhan RAS.
Terapi lokal dapat juga berupa obat topikal dengan kandungan
2.Terapi sistemik
Terapi sistemik bukan merupakan pilihan perawatan utama yang
diberikan untuk pasien RAS. Terapi sistemik hanya diberikan jika RAS yang
dialami parah dan terapi topikal tidak efektif. Obat-obatan yang dapat
diberikan adalah NSAID, prednisolone, pentoxyphyline, dapsone dan lain
sebagainya.(2)
BEHCET’S SYNDROME
Persamaan ulser, terasa sakit, berbentuk oval, erithematous. Namun
perbedaannya ialah terdapat peninggian, dikarenakan adanya pustula. Kemudian
ditemukan MAGIC (Mouth And Genital Ulcer With Inflammation In Cartilago).
23
29
PEMPHIGUS VULGARIS
Perbedaan gambaran klinis RAS dengan Pemphigus vulgaris yaitu
pada lesi multiple disertai persistent erosion.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 PEMBAHASAN
Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS) merupakan manifestasi yang
timbul dalam rongga mulut yang dipicu oleh faktor predisposisi. Etiologi RAS
belum diketahui dengan jelas namun ada beberapa faktor predisposisi RAS yaitu
faktor genetik, kekurangan hematinik (zat besi, folat, dan vitamin B12),
menstruasi, stres, alergi, alergi makanan, trauma lokal, merokok, produk kimia dan
agen mikroba. RAS ditandai dengan munculnya ulkus nekrotik diawal dengan tepi
yang jelas dan dikelilingi area kemerahan. Lesi kebanyakan terjadi pada mukosa
tidak berkeratin dan dapat sembuh sendiri.
Terdapat beberapa faktor yang memicu terjadinya RAS, salah satunya
adalah faktor hormonal, yaitu pada saat sebelum terjadinya fase menstruasi. Hal
tersebut dapat berkaitan dengan hormon-hormon yang terkait dalam siklus
menstruasi. Siklus menstruasi terjadi dalam beberapa fase yaitu fase folikular,
fase ovulasi, fase luteal dan fase menstruasi.
RAS yang terjadi pada siklus menstruasi dimungkinkan dengan adanya
fase luteal pada siklus menstruasi, yaitu fase yang terjadi sebelum timbul
25
29
menstruasi (pre menstruasi). Fase luteal terjadi 8-9 hari setelah ovulasi, dimana
vaskularisasi mencapai puncaknya diikuti dengan peningkatan progesteron dan
estradiol dalam darah. Hormon estradiol merupakan komponen terbesar penyusun
estrogen. Estrogen diproduksi oleh ovarium dengan fungsi mengatur siklus haid,
meningkatkan pembelahan sel serta bertanggung jawab untuk perkembangan
tanda-tanda kelamin sekunder pada perempuan. Level progesteron secara normal
meningkat tajam setelah ovulasi, dimana akan mencapai puncaknya lebih kurang 8
hari setelah pelepasan Luteazing Hormone (LH). Onset pelepasan LH sangat
berkaitan sebagai indikator akan terjadinya ovulasi. Ovulasi biasanya terjadi lebih
kurang 10-12 jam setelah LH mencapai level puncaknya. LH akan dilepaskan 34-36
jam sebelum rupturnya folikel. Ambang konsentrasi LH harus tetap dipertahankan
selama lebih kurang 14-27 jam untuk maturasi sel oosit. LH biasanya dilepaskan
selama 48-50 jam. Waktu terjadinya pelepasan LH pada pertengahan siklusnya
hingga terjadinya menstruasi
26
29
rongga mulut atau terjadi infeksi, maka proses penyembuhan atau proses self
limiting yang terjadi akan lebih lama.
Pada beberapa penelitian ditemukan distribusi faktor predisposisi
terjadinya RAS lebih banyak ditemukan jika siklus menstruasi disertai dengan
faktor predisposisi lain. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa
RAS terjadi dapat merupakan kombinasi dari faktor predisposisi lain. Faktor
predisposisi lain terjadinya RAS adalah genetik, trauma, obat-obatan, alergi,
penyakit sistemik, dan stres. Salah satu faktor predisposisi dapat mempengaruhi
adanya faktor predisposisi lain.
Siklus menstruasi menjadi salah satu faktor predisposisi terjadinya
RAS karena adanya perubahan kadar hormon seks steroid pada setiap fasenya.
Mukosa rongga mulut sensitif terhadap perubahan kadar hormon seks steroid
karena adanya reseptor hormon seks steroid pada rongga mulut. Salah satu
manifestasi perubahan hormon tersebut pada rongga mulut adalah RAS. Hal ini
sesuai dengan beberapa penelitian yang pernah dilakukan bahwa RAS adalah
kelainan mukosa mulut yang paling sering dijumpai pada setiap siklus menstruasi
dan siklus menstruasi merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya RAS.
Siklus menstruasi terdiri dari beberapa fase yaitu fase menstruasi, fase
folikuler/proliferasi dan fase sekresi/luteal. Hal ini sesuai dengan suatu penelitian
yang juga menemukan distribusi kejadian RAS paling rendah ditemukan pada fase
proliferasi. Hal ini juga sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa kadar
hormon seks steroid pada umumnya akan stabil saat wanita berada pada fase
proliferasi. Distribusi penyebaran RAS paling banyak berada pada fase luteal.
RAS pada wanita paling rentan terjadi pada fase luteal. RAS paling dominan
terjadi pada fase luteal karena kadar hormon seks steroid yang sebelumnya
meningkat akan menurun secara bermakna jika tidak terjadi pembuahan.
Siklus menstruasi mempunyai hubungan yang signifikan terhadap
terjadinya RAS. Hal ini juga sesuai dengan suatu penelitian yang menyatakan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara fase luteal dan kejadian RAS.
Lapisan endometrium akan meluruh pada fase luteal yang dikontrol oleh
27
29
penurunan secara bermakna yang menjadi penyebab rentannya RAS terjadi pada
fase ini. Hal ini juga sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa terjadinya
RAS diduga karena penurunan kadar progesteron di dalam darah. Penurunan kadar
progesteron akan mengakibatkan faktor self limiting disease menurun,
polymorphonuclear leukocytes menurun, proses maturasi sel epitel mulut terhambat
dan permeabilitas vaskuler terhambat. Perubahan permeabilitas vaskuler ini
menyebabkan penipisan mukosa, sehingga mudah terjadi invasi bakteri, iritasi,
atau radang yang menyebabkan RAS terjadi.(2)
RAS lebih sering dijumpai pada wanita karena terjadi peningkatan
kadar kortisol dalam saliva. Selain itu, wanita lebih rentan terhadap situasi
emosional dimana stres merupakan salah satu pemicu terjadinya RAS, sehingga
dapat mempengaruhi respon kekebalan tubuh.
Suatu studi menyebutkan bahwa 80% pasien mengalami RAS
sebelum berumur 30 tahun. RAS biasanya muncul pertama kali pada masa anak-
anak dan cenderung bertambah parah dan meningkat seiring dengan pertambahan
umur selama dekade ketiga kehidupan (21-30 tahun) dan prevalensi tertinggi RAS
terjadi pada kelompok umur 15-25 tahun. Hal ini dapat disebabkan karena usia
tersebut merupakan masa dimana seseorang sedang menjalani pendidikan baik
sebagai pelajar maupun mahasiswa.
Literatur menyebutkan bahwa tingkat pendidikan dan status pekerjaan
28
29
29
29
mengalami stres psikologis tidak selalu sama dikarenakan tingkat threshold stres
yang berbeda-beda pada setiap pasien.
Biasanya, lesi ini self limiting dan sembuh dalam waktu 10-14 hari.
Diagnosa yang tepat, pemilihan obat serta pemberian obat yang benar dari tenaga
kesehatan belum cukup untuk menjamin keberhasilan suatu terapi jika tidak diikuti
dengan kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obatnya. Selain itu, ada beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi durasi RAS, salah satunya adalah kurangnya
nutrisi dari vitamin B12 dan folat. Mengkonsumsi vitamin B12 dan folat yang
cukup dapat berguna dalam mengurangi jumlah dan durasi RAS.
Memberikan edukasi kepada pasien bahwa ada beberapa faktor
predisposisi yang dapat menyebabkan RAS, pasien harus memperhatikan faktor
predisposisi tersebut untuk mencegah timbulnya RAS kembali. Instruksi yang
diberikan seperti, meminta pasien untuk menjaga kebersihan mulut dengan
menyikat gigi dua kali sehari, beristirahat yang cukup, mengurangi stres dengan
mencari waktu senggang untuk bersantai, dan menggunakan obat yang diberikan
serta melakukan kontrol ke dokter gigi. Sedangkan untuk perawatan yang diberikan
beragam seperti kortikosteroid topikal, obat kumur antibakterial, multivitamin.
Tingkat efektivitas dalam penyembuhan lesi, dimana sesuai dengan penelitian
bahwa penggunaan obat kortikosteroid topikal lebih efektif dibandingkan obat
kumur, baik dalam mengurangi intensitas rasa sakit maupun dalam proses
penyembuhan ulkus.
Penggunaan kortikosteroid topikal dianjurkan untuk pengobatan
terhadap ulserasi pada mukosa mulut. Kortikosteroid topikal berfungsi sebagai
agen anti inflamasi. Kortikosteroid topikal dapat berupa pasta triamcinolone yang
merupakan suatu pasta kortikosteroid yang melekat pada mukosa yang lembab
yang perlekatannya dapat bertahan sampai satu atau beberapa jam. Pasta ini
umumnya digunakan untuk ulser yang berada di mukosa labial. Obat topikal ini
berfungsi protektif dan mereduksi inflamasi yang menimbulkan rasa perih,
sehingga penderita merasa nyaman ketika makan dan minum.(4)
Prognosis RAS umumnya baik, tergantung seberapa dominan faktor
predisposisi yang terjadi. Belum pernah ada laporan yang menyatakan adanya
komplikasi dari RAS. Namun, RAS dapat merupakan sebuah manifestasi klinis dari
30
29
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Reccurent Aphtous Stomatitis (RAS) adalah penyakit rongga mulut yang
paling sering dijumpai di masyarakat. RAS merupakan manifestasi yang timbul
dalam rongga mulut yang dipicu oleh faktor predisposisi. Etiologi utama RAS
belum diketahui dengan jelas, tetapi beberapa faktor disebut sebagai predisposisi
terjadinya RAS diantaranya adalah genetik, penyakit sistemik, alergi, trauma lokal,
perubahan endokrin, stres, dan defisiensi nutrisi.
Salah satu faktor yang memicu terjadinya RAS adalah faktor hormonal,
yaitu pada saat sebelum terjadinya fase menstruasi. Hal tersebut dapat berkaitan
dengan hormon-hormon yang terkait dalam siklus menstruasi. Siklus menstruasi
dapat menyebabkan RAS, hal ini dikarenakan terjadi penurunan kadar progesteron.
Penurunan kadar progesteron akan mengakibatkan faktor self limiting disease
menurun, polymorphonuclear leukocytes menurun, proses maturasi sel epitel mulut
terhambat dan permeabilitas vaskuler terhambat. Perubahan permeabilitas vaskuler
ini menyebabkan penipisan mukosa, sehingga mudah terjadi invasi bakteri, iritasi,
atau radang yang menyebabkan RAS terjadi. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa siklus menstruasi mempunyai hubungan yang signifikan terhadap terjadinya
RAS.
Diagnosa yang tepat, pemilihan obat serta pemberian obat yang benar
dari tenaga kesehatan belum cukup untuk menjamin keberhasilan suatu terapi jika
tidak diikuti dengan kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obatnya, sehingga
diperlukan kerjasama yang baik antara pasien dan dokter gigi yang menangani
kondisi RAS tersebut.
31
29
5.2 SARAN
Penentuan rencana perawatan yang sesuai dengan penyebab merupakan
pertimbangan pertama yang harus dilakukan, agar hasil perawatan dapat diperoleh
dengan seoptimal mungkin.
5.3 PENUTUP
Semoga makalah ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan bagi
petugas pelayanan kesehatan gigi dan mulut dalam memberikan pelayanan kepada
pasien yang berkunjung ke poli gigi dengan keluhan Recurrent Aphthous Stomatitis
(RAS)
32
29
DAFTAR PUSTAKA
33
34
34