Anda di halaman 1dari 38

KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN SIKLUS MENSTRUASI DENGAN


RECURRENT APHTHOUS STOMATITIS

DISUSUN OLEH

drg. BUDI LESMONO


NIP. 19840223 201903 1 002

DOKTER GIGI AHLI PERTAMA


PUSKESMAS AMPENAN
TAHUN 2022

i
LEMBAR PERSETUJUAN

KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN SIKLUS MENSTRUASI DENGAN RECURRENT APHTHOUS


STOMATITIS

Karya Tulis Ilmiah ini telah disetujui dan diperiksa oleh

Kepala Puskemas Ampenan Ketua Penilai Jafunkes Dokter Gigi


Kota Mataram

Irwansyah, SKM, MM. drg. Septia Indriasari


NIP. 19640529 198703 1 007 NIP. 19720909 200212 2 005

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang
Hubungan Siklus Menstruasi Dengan Recurrent Aphthous Stomatitis ini.
Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah turut
memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya makalah ini tidak akan bisa
maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari
penyusunan hingga tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami dengan
rendah hati menerima saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Kami berharap semoga makalah yang kami susun ini dapat memberikan manfaat dan juga
inspirasi untuk pembaca.

Mataram, 13 juli 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.....................................................................................................................
LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................................................ii
KATA PENGANTAR..................................................................................................................iii
DAFTAR ISI..............................................................................................................................iv
BAB I ABSTRAK
1.1 Abstrak........................................................................................................................................1
BAB II PENDAHULUAN
2.1 Pendahuluan...............................................................................................................................2
2.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................................3
2.3 Tujuan Penulisan.........................................................................................................................4
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Tinjauan Tentang Mesntruasi......................................................................................................5
3.2 Tinjauan Tentang Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS)............................................................10
3.3 Differential Diagnosis Dari Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS).............................................21
3.4 Hubungan Siklus Menstruasi Dengan Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS).............................22
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan..............................................................................................................................23
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan................................................................................................................................28
5.2 Saran.........................................................................................................................................28
5.3 Penutup.....................................................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I
ABSTRAK

1.1 ABSTRAK
Siklus menstruasi merupakan bagian dari proses reguler untuk
mempersiapkan tubuh perempuan setiap bulan menuju kehamilan. Siklus menstruasi
dikendalikan oleh interaksi beberapa hormon dan terdiri dari beberapa fase yaitu fase
menstruasi, fase proliferasi/folikuler dan fase sekresi/luteal. Perubahan kadar hormon
yang terjadi selama siklus menstruasi akan berdampak pada rongga mulut, karena
jaringan lunak mulut sensitif terhadap perubahan kadar hormon seks steroid dalam
darah perempuan. Salah satu dampak yang ditemukan adalah Recurrent Aphthous
Stomatitis (RAS). RAS adalah sariawan yang muncul secara periodik dan merupakan
kasus terbanyak dari stomatitis. Etiologinya belum jelas, sehingga pengobatannya
masih bersifat simptomatis. Salah satu faktor predisposisinya adalah gangguan
hormonal. Beberapa penelitian melaporkan adanya hubungan antara RAS dengan
siklus menstruasi dan jumlah penderita perempuan dua kali lebih banyak dari
penderita laki-laki.
Manfaat dari penyusunan makalah ini adalah untuk memberikan informasi
bagi tenaga kesehatan bahwa mengetahui stresor yang dialami amatlah penting supaya
dapat diketahui dengan pasti faktor apakah yang menyebabkan timbulnya RAS.
Dengan demikian, dapat memperkecil risiko terjadinya RAS dan dapat menentukan
perawatan yang tepat dan adekuat bagi penderita RAS.

v
BAB II
PENDAHULUAN

2.1 PENDAHULUAN
Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS) yang dikenal dengan istilah apthae
atau cancer sores, merupakan suatu lesi ulserasi yang terjadi secara kambuhan pada
mukosa mulut tanpa adanya tanda-tanda suatu penyakit lainnya. Gejala awal RAS bisa
dirasakan penderita sebagai rasa sakit dan ditandai dengan adanya ulser tunggal atau
multiple yang terjadi secara kambuhan pada mukosa mulut, berbentuk bulat atau oval,
batas jelas, dengan pusat nekrotik berwarna kuning-keabuan dan tepi berwarna
kemerahan.

Prevalensi RAS pada populasi dunia bervariasi antara 5% sampai 66%.


RAS paling sering terjadi pada dekade kedua dan ketiga kehidupan seseorang. Hal ini
terbukti pada penelitian Abdullah yang menyebutkan bahwa terjadi prevalensi RAS
paling tinggi pada usia 20-29 tahun, yaitu sebesar 36,28%. Berdasarkan jenis kelamin
RAS lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki. Pernyataan ini dukung
oleh penelitian Abdullah yang didapatkan banyaknya penderita RAS berjenis kelamin
wanita yaitu sebesar 55,4%, sedangkan pada pria hanya sebesar 44,6%.
Etiologi RAS sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun ada
beberapa faktor predisposisi yang dianggap berhubungan dengan terjadinya RAS.
Beberapa faktor tersebut meliputi defisiensi nutrisi, trauma, genetik, stress, hormonal
dan alergi.
RAS diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu: RAS minor, RAS mayor dan
RAS herpetiformis. RAS minor merupakan penyakit yang paling sering ditemui, yaitu
sekitar 75-85% dari kasus RAS lainnya. RAS minor terlihat dengan bentuk ulser yang
dangkal, oval, diameter < 1 cm, berwarna kuning kelabu dengan tepi eritematosus
yang mencolok mengelilingi pseudomembran fibrinosa. RAS minor lebih sering
mengenai mukosa rongga mulut yang tidak berkeratin seperti mukosa labial dan bukal,
dasar mulut, dan pada lateral dan ventral lidah. Ulser biasanya sembuh spontan tanpa
pembentukan jaringan parut dalam waktu 10-14 hari.

vi
RAS mayor merupakan salah satu tipe RAS yang terjadi berkisar 10-15%,
ditandai dengan adanya ulser berbentuk bulat atau oval dengan batas yang tidak jelas,
diameternya ≥ 1 cm dan disertai rasa sakit hebat. RAS mayor bisa muncul pada setiap
bagian mukosa mulut, tetapi cenderung muncul pada mukosa berkeratin seperti
palatum keras dan tenggorokan. RAS mayor kambuh lebih sering dan berlangsung lebih
lama dibandingkan tipe minor, yaitu dalam waktu beberapa minggu sampai beberapa
bulan. Ulser biasanya sembuh dengan membentuk jaringan parut dan distorsi jaringan.
Hal ini disebabkan karena ulser sudah mengerosi jaringan ikat.
RAS herpetiformis adalah tipe ulserasi fokal dan kambuhan pada mukosa
mulut yang jarang terjadi, hanya memiliki prevalensi berkisar 5-10% dari seluruh kasus
RAS. Gambaran mencolok dari RAS tipe ini adalah adanya ulser bersifat multiple, yaitu
20 hingga 200 ulser, diameter 1-3 mm, bentuk bulat, mukosa di sekitar ulkus
eritematosus dan diperkirakan akan ada rasa sakit. Setiap bagian mukosa mulut dapat
terkena RAS herpetiformis, tetapi khususnya terjadi pada ujung anterior lidah, tepi-tepi
lidah dan mukosa bibir. Ulser berlangsung selama 7-30 hari dengan peyembuhan
meninggalkan jaringan parut.
Diagnosis RAS didasarkan pada anamnesa dan gambaran klinis dari ulser.
Perhatian khusus harus ditujukan pada riwayat keluarga, frekuensi ulser, durasi ulser,
jumlah ulser, lokasi terjadinya ulser (non-keratinisasi atau keratinisasi), ukuran dan
bentuk ulser, kondisi medis, ulser genital, masalah kulit, gangguan pencernaan, riwayat
obat, tepi ulser, dasar ulser, dan jaringan disekitarnya. Hal ini disebabkan karena
banyaknya lesi di dalam rongga mulut yang secara klinis mirip dengan RAS, antara lain
ulkus traumatikus, sindrom behcet, herpes simplek, dan karsinoma sel skuamosa.(3)
Berdasarkan pernyataan di atas, kami ingin mengulas lebih banyak lagi
tentang hubungan siklus menstruasi dengan Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS)
dalam rongga mulut.

2.2 RUMUSAN MASALAH


Bagaimana cara mengidentifikasi lesi Recurrent Aphthous Stomatitis
(RAS) yang faktor predisposisinya dikarenakan siklus menstruasi dan bagaimana
penatalaksanaan pengobatannya yang tepat?

vii
2.3 TUJUAN PENULISAN
Penulisan makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan bagi
petugas mengenai siklus menstruasi sebagai salah satu faktor predisposisi RAS,
sehingga mampu mengidentifikasi RAS dan melakukan penatalaksanaan pengobatan
RAS dengan tepat serta dapat memberikan edukasi, instruksi, dan perawatannya pada
pasien RAS bagi tenaga kesehatan gigi di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat
pertama.

viii
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 TINJAUAN TENTANG MENSTRUASI


3.1.1 DEFINISI
Menstruasi atau haid merupakan proses reguler yang dialami oleh wanita,

dengan tanda berupa adanya perdarahan dari uterus (Gambar 1). Setiap bulan,
secara periodik wanita yang sedang dalam siklus menstruasi akan mengeluarkan
darah dan sel-sel tubuh yang berasal dari dinding uterus wanita melalui vagina.
Menstruasi pertama kali terjadi pada saat wanita mengalami pubertas yang
merupakan tahap transisi dari masa kanak-kanak menuju kematangan seksual.

Gambar 1. Anatomi Uterus (Rahim)

3.1.2 FISIOLOGI
Dimulainya siklus menstruasi pada wanita tergantung berbagai faktor,
diantaranya adalah kesehatan wanita dan status nutrisi. Sebelum wanita memasuki
siklus menstruasi, kadar estrogen menurun berfungsi untuk tumbuh-kembang alat
reproduksi sekunder (pembesaran mamae, depositas lemak sesuai bentuk tubuh

ix
wanita, dan pertumbuhan bulu) dan mempersiapkan uterus (endometrium) agar lebih
matang. Kemudian terjadi perdarahan dari endometrium yang diistilahkan sebagai
menarke. Siklus menstruasi dimulai pada saat wanita menarke. Menarke adalah
menstruasi yang pertama kali dialami oleh seorang wanita. Menarke pada umumnya
berlangsung sekitar umur 8-16 tahun (rata-rata 12 tahun). Perdarahan tersebut
tanpa disertai ovulasi (menstruasi anovulatoir). Setelah terjadinya menarke, di dalam
ovarium terjadi tumbuh-kembang folikel primordial, sehingga hormon estrogen
mengalami peningkatan. Peningkatan hormon estrogen tersebut menstimulasi
peningkatan Luteinizing Hormone (LH), sehingga terjadi ovulasi. Siklus menstruasi
yang normal ditandai dengan terjadinya ovulasi (menstruasi ovulatoris). Rata-rata
lamanya perdarahan dari uterus terjadi adalah 3-5 hari dengan jumlah darah yang
dihasilkan dalam sehari sebanyak 30-50 ml.
Siklus menstruasi terdiri dari beberapa fase yaitu fase menstruasi, fase
folikuler/proliferasi, dan fase sekresi/luteal yang seluruhnya dikendalikan oleh
interaksi hormon yang disekresikan oleh hipotalamus, hipofisis, dan ovarium
(Gambar 2). Hipotalamus akan mensekresikan Gonadotropin Releasing Hormone
(GnRH) yang menstimulasi hipofisis untuk mensekresikan Follicle Stimulating
Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH). Meningkatnya kadar FSH dan LH
mengakibatkan perubahan di ovarium dan pertumbuhan folikel antral. Pada folikel
terdapat dua macam sel yaitu sel teka dan sel granulosa. Pada sel teka terdapat
reseptor LH yang akan menstimulasi sel teka mensintesis hormon androgen dan
memasuki sel granulosa. Pada sel granulosa terdapat reseptor FSH yang akan
mengubah hormon androgen tersebut menjadi estrogen.
Peningkatan estrogen akan menekan sekresi FSH yang menyebabkan
hanya ada satu folikel yang dominan. Folikel tersebut akan membesar dan
meningkatkan hormon estrogen kembali. Hal tersebut akan menstimulasi sekresi LH
dan menyebabkan terdapat reseptor LH di sel granulosa. Folikel yang membesar
akan pecah dan membentuk korpus luteum. Pembentukan korpus luteum akan
mensintesis progesteron.

x
Gambar 2. Perubahan Kadar Hormon Pada Wanita Selama Siklus Menstruasi

Peningkatan kadar progesteron menyebabkan hambatan sekresi GnRH


(FSH dan LH). Estrogen juga akan menurun tetapi akan meningkat kembali.
Perubahan kadar hormon akan memberi sinyal pada sel telur di dalam indung telur
untuk mulai berkembang. Sel telur yang telah matang akan dilepaskan dari indung
telur menuju tuba falopi dan bergerak ke uterus. Proses tersebut disebut dengan
ovulasi. Setelah tujuh hari pasca ovulasi, progesteron dan estrogen akan meningkat.
Jika terjadi pembuahan sel telur oleh sperma maka embrio akan mempertahankan
korpus luteum untuk mencegah terjadinya menstruasi. Jika sel telur tidak dibuahi oleh
sperma maka korpus luteum akan mengalami degenerasi. Selanjutnya, estrogen dan
progesteron akan turun perlahan secara bermakna ketika korpus luteum mengalami
degenerasi. Menurunnya kadar progesteron dan estrogen akan menstimulasi sekresi

xi
GnRH dan menandakan masuknya siklus menstruasi berikutnya yaitu dengan
menginduksi lapisan uterus berpisah dari endometrium dan mulai meluruh serta akan
dikeluarkan melalui vagina.

3.1.3 SIKLUS MENSTRUASI


Siklus menstruasi adalah waktu hari pertama pada fase menstruasi sampai
dengan satu hari sebelum perdarahan menstruasi pada bulan berikutnya dimulai.
Siklus menstruasi ovulatoris biasanya berlangsung dengan panjang siklus selama 24
sampai 35 hari (rata-rata 28 hari) namun terdapat beberapa wanita memiliki siklus
yang tidak teratur. Panjang siklus menstruasi dapat bervariasi pada seorang wanita
selama hidupnya. Variasi panjang siklus tergantung pada berbagai hal, diantaranya
yaitu kesehatan fisik, emosi, dan nutrisi wanita tersebut. Pada usia 25 tahun, lebih dari
40% wanita mempunyai panjang siklus menstruasi berkisar antara 25-28 hari. Lebih
dari 60% wanita pada usia 25-35 tahun mempunyai panjang siklus menstruasi 28 hari
dengan variasi di antara siklus menstruasi sekitar 15%.
Siklus menstruasi dapat dibagi menjadi beberapa fase, yaitu:
a. Fase menstruasi adalah fase meluruhnya lapisan endometrium yang ditandai
dengan perdarahan dari uterus dikarenakan kehamilan tidak terjadi. Fase ini
berlangsung kira-kira dari hari pertama sampai kelima siklus menstruasi (Gambar
2).

b. Fase folikuler/proliferasi adalah fase yang dimulai pada akhir fase menstruasi dan
berakhir pada saat ovulasi. Pada fase ini akan terdapat beberapa folikel antral yang
berkembang namun hanya ada satu folikel dominan. Endometrium akan menebal
dan terjadi pematangan folikel ovarium yang dikontrol oleh estrogen. Fase ini
berlangsung kira-kira dari hari kelima sampai 15 siklus menstruasi (Gambar 2).

xii
c. Fase sekresi/luteal adalah fase yang dimulai pada saat ovulasi dan berlangsung
sampai hari ke 28 siklus menstruasi. Pada fase ini, kadar hormon yang sebelumnya
meningkat akan menurun secara bermakna jika tidak terjadi pembuahan. Hal
tersebut diiringi dengan meluruhnya lapisan endometrium yang dikontrol oleh
progesteron. Fase luteal terjadi ketika ovulasi selesai. Fase ini berlangsung kira-
kira dari hari ke 15 sampai 28 siklus menstruasi (Gambar 2).

3.1.4 PERUBAHAN MUKOSA RONGGA MULUT AKIBAT SIKLUS


MENSTRUASI
Mukosa rongga mulut sensitif terhadap perubahan kadar hormon seks
steroid (Gambar 2). Perubahan kadar hormon seks steroid dapat berpengaruh pada
perubahan mekanisme sistem imun yaitu antigen, produksi sitokinin, dan mekanisme
apoptosis dari sel. Hal tersebut juga termasuk pada mukosa rongga mulut.
Perubahan kadar hormon pada siklus menstruasi dapat bermanifestasi pada
mukosa rongga mulut. Penelitian yang diakukan oleh Balan et al, pada 40 wanita
dengan siklus menstruasi normal dan mengamati perubahan mukosa rongga mulut
yang terjadi. Perubahan mukosa rongga mulut yang ditemukan dalam penelitian
tersebut adalah RAS (30%), perdarahan gingiva (8%) dan herpes labialis rekuren
(5%).
Perubahan mukosa rongga mulut yang dapat terjadi pada saat siklus
menstruasi adalah:
1. Perdarahan gingiva
Hormon seks steroid mempunyai peran penting dalam memengaruhi
bagaimana respon jaringan periodontal pada plak dan mikroba yang dapat
mengakibatkan berbagai penyakit periodontal. Sementara itu, kadar hormon seks
steroid yang meningkat pada saat ovulasi dapat mengakibatkan eksudat gingiva dan
permeabilitas pembuluh darah meningkat sehingga rentan terjadi perdarahan pada
gingiva.

xiii
2. Herpes labialis rekuren
Herpes labialis rekuren terjadi karena aktivasi kembali virus yang telah
laten pada ganglion trigerminal. Herpes labialis rekuren rentan terjadi saat siklus
menstruasi karena penurunan sistem imun yang kemudian dapat dipicu oleh trauma,
demam, dan paparan sinar matahari.

3. Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS)


RAS merupakan ulser pada rongga mulut yang bersifat kambuhan. Siklus
menstruasi menyebabkan RAS karena adanya perubahan kadar progesteron. Wanita
yang mengalami RAS karena faktor predisposisi siklus menstruasi kemungkinan besar
akan mengalami RAS setiap bulannya.

3.2 TINJAUAN TENTANG RECURRENT APHTHOUS STOMATITIS (RAS)


3.2.1 DEFINISI
Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS) yang disebut juga cancer sore,
apthous ulcer atau recurrent aphthae, merupakan salah satu penyakit rongga mulut
yang paling sering terjadi. RAS ditandai dengan ulser oval atau bulat yang terjadi
secara rekuren. RAS merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri tetapi dapat
menyebabkan sensasi nyeri dan terbakar. Hal ini dapat mengganggu fungsi rongga
mulut penderitanya.

xiv
3.2.2 EPIDEMIOLOGI
Prevalensi terjadinya RAS bervariasi tergantung pada populasi yang
diteliti. Pada umumnya, RAS dapat mengenai sekitar 20% populasi dengan
peningkatan dapat mencapai lebih dari 60%. Insiden RAS pada populasi dunia sekitar
2-66%. RAS mengenai lebih dari 100 juta penduduk Amerika. Satu dari lima orang di
Amerika terkena RAS setiap tahunnya. Prevalensi RAS lebih tinggi pada tingkat
sosioekonomi tinggi daripada sosioekonomi rendah. Berdasarkan jenis kelamin,
insiden RAS lebih tinggi terjadi pada wanita.
Pada umumnya, RAS terjadi pada dekade pertama dan kedua kehidupan.
Insiden RAS akan meningkat seiring pertambahan usia dalam dekade ketiga dan
keempat kehidupan dengan tingkat rekurensi RAS akan berkurang memasuki dekade
ketiga kehidupan. Sekitar 80% pasien mengalami RAS di bawah usia 30 tahun. Pada
beberapa kasus, frekuensi dan keparahan RAS akan meningkat seiring bertambahnya
usia. RAS jarang terjadi pada usia lanjut.

3.2.3 FAKTOR PREDISPOSISI


Etiologi RAS terjadi belum diketahui secara pasti tetapi terjadinya RAS
memiliki beberapa faktor predisposisi. Faktor predisposisi terjadinya RAS dapat
merupakan kombinasi dari beberapa faktor predisposisi lain tersebut. Faktor-faktor
tersebut terdiri dari genetik, trauma, obat-obatan, siklus menstruasi, alergi, defiensi
nutrisi, stres, dan penyakit sistemik.

xv
3.2.3.1 GENETIK
Pada umumnya, RAS yang dipicu oleh faktor predisposisi genetik muncul
pertama kali saat anak-anak dan adanya riwayat RAS dari orang tua. RAS yang
dialami oleh orang tua kemungkinan besar akan diturunkan kepada anaknya. RAS
yang berhubungan dengan faktor genetik terjadi sekitar 24-46%. Lebih dari 40%
pasien RAS mempunyai keturunan yang juga terkena RAS. Risiko anak menderita
RAS ketika kedua orang tua juga terkena dapat mencapai 90%. Riwayat keluarga
menderita RAS lebih sering terjadi pada kembar identik daripada nonidentik.
Hubungan terjadinya RAS dengan faktor genetik dari orangtua telah
dibuktikan dengan Human Leukocyte Antigen (HLA) namun sampai saat ini hal
tersebut baru terbukti pada beberapa grup etnik. Faktor predisposisi genetik juga
berhubungan dengan variasi Deoxyribonucleic Acid (DNA) yang tersebar pada gen
manusia. Hal ini khususnya yang berhubungan dengan metabolisme dari sitokin yaitu
interleukin (IL-1β, IL-2, IL-4, IL-5, IL-6, IL-10, IL-12), Interferon γ (IFN-γ), dan
Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF-α).
Terjadinya RAS diawali oleh destruksi mukosa yang diperantarai reaksi
imunopatologis dari limfosit T, interleukin, dan TNF-α. Antigen harus berkonjugasi
oleh presenting cell, sehingga respon imunologik dari sel menjadi terstimulasi.
Tingginya kadar HLA membuat respon imun meningkat dan mengakibatkan individu
terkena RAS. Variasi HLA yang telah diteliti berhubungan dengan pasien RAS adalah
HLA-A2, HLA-B5, HLA-B12, HLA-B44, HLA-B51, HLA-B52, HLA-DR7, dan
HLA-DQ.

3.2.3.2 TRAUMA
Trauma yang dapat mengakibatkan RAS biasanya karena menyikat gigi
dan trauma dari bulu sikat gigi. Setelah terjadi trauma akan diikuti dengan adanya
edema dan inflamasi. Gejala ini langsung disertai oleh munculnya ulser pada daerah
trauma. Tidak semua trauma dapat mengakibatkan terjadinya RAS. Trauma dapat
menyebabkan RAS hanya pada pasien yang sebelumnya telah mempunyai riwayat
RAS.
Suatu penelitian menyatakan bahwa pada 66 pasien RAS dan ditemukan
91,1% pasien diduga terkena RAS disebabkan oleh trauma. Penelitian yang lain juga
menyatakan bahwa pada 69 pasien yang didiagnosis RAS dan ditemukan 53,3%

xvi
mengaku bahwa lesi tersebut muncul setelah mengalami trauma pada rongga
mulutnya.

3.2.3.3 OBAT-OBATAN
Obat-obatan tertentu berhubungan dengan terjadinya RAS pada rongga

mulut. Penggunaan obat-obatan seperti Nonsteroidal Anti-Inflammantory Drugs


(NSAID), beta blocker, calsium channel blocker, alendronate, dan obat kemoterapi

dapat meningkatkan risiko terjadinya RAS pada seseorang. Mekanisme bagaimana


obat-obatan dapat menyebabkan RAS belum jelas, namun respon imunologi diduga
berkaitan erat dalam hal ini.
Suatu penelitian melaporkan bahwa pada 282 pasien RAS untuk melihat
distribusi faktor predisposisi RAS. Penelitian tersebut ditemukan bahwa 3,54%
pasien sedang mengkonsumsi antihipertensi, 4,6% sedang mengkonsumsi penghilang
rasa sakit dan 2,48% sedang mengkonsumsi antasida

3.2.3.4 SIKLUS MENSTRUASI

Jaringan lunak mulut sensitif terhadap perubahan kadar hormon seks

steroid dalam darah wanita. Saat siklus menstruasi, kadar hormon akan mengalami
perubahan. Kadar hormon akan meningkat lalu menurun secara bermakna pada fase
luteal dari siklus menstruasi. Penurunan kadar hormon progesteron akan
menghambat maturasi sel epitel yang akan memudahkan terjadinya invasi bakteri,
sehingga RAS terjadi.

3.2.3.5 ALERGI
Beberapa makanan yang diduga dapat menyebabkan RAS adalah
kacang, coklat, kentang goreng, keju, susu, terigu, gandum, kopi, sereal, almond,

stoberi, tomat, lemon, dan nanas. Selain itu, berdasarkan American Academy of Oral
Medicine (AAOM), makanan yang paling sering berhubungan dengan terjadinya RAS
adalah kayu manis dan asam benzoat (dapat ditemukan pada beberapa makanan dan
minuman ringan).
Terjadinya RAS juga diduga disebabkan oleh reaksi alergi Sodium
Lauryl Sulfate (SLS) yang biasanya ditemukan pada pasta gigi sebagai detergen
pembersih. Reaksi yang ditimbulkan karena penggunaan SLS adalah terkikisnya

xvii
lapisan terluar mukosa yang mengakibatkan jaringan epitel terpapar yang dapat
mengakibatkan terjadinya RAS. Alergi terhadap piranti nikel pesawat ortodonti
juga dapat menimbulkan RAS.
Alergi berhubungan dengan respon imunopatologis. Proses
imunopatologis akan melibatkan respon yang diperantarai oleh sel T dan TNF
terhadap antigen. Dalam hal ini antigen tersebut adalah alergen.

3.2.3.6 DEFIENSI NUTRISI


Defisiensi nutrisi dapat menyebabkan menipisnya mukosa dan

memicu RAS. Faktor nutrisi yang berpengaruh pada timbulnya RAS adalah asam

folat, zat besi, vitamin B1, B2, B6, B12, dan zink. Defisiensi kalsium dan vitamin C
juga dapat menimbulkan RAS, namun hal ini juga berhubungan dengan defisiensi
vitamin B1. Peranan nutrisi sebagai salah satu faktor terjadinya RAS sekitar
5-10%. Defisiensi vitamin B12, asam folat, dan zat besi terjadi pada 20% pasien
RAS. Defisiensi nutrisi diduga erat dapat menurunkan sistem imun dan
menghambat sintesis protein pada jaringan.

3.2.3.7 STRES
Stres merupakan suatu reaksi dari wujud hubungan antara kejadian
atau kondisi lingkungan dengan penilaian kognitif individu terhadap tingkat
tipe tantangan, kesulitan, kehilangan dan ancaman. Stres adalah respon nonspesifik
dari tubuh akibat perubahan sosial.
Emosional yang ditimbulkan oleh stres dapat berdampak pada kesehatan

dan sistem imun secara menyeluruh. Saat stres terjadi maka kadar hormon kortisol di
dalam darah akan meningkat. Hal ini menyebabkan jumlah leukosit menjadi
meningkat. Sementara itu, peradangan akan mudah terjadi dan berlanjut
menyebabkan RAS.

3.2.3.8 PENYAKIT SISTEMIK


Rongga mulut merupakan cermin yang baik untuk merefleksikan
keadaan sistemik seseorang. Keadaan sistemik yang tidak normal dapat tercermin

pada rongga mulut dengan berbagai manifestasi. RAS merupakan salah satu

xviii
manifestasi adanya penyakit sistemik.

Penyakit sistemik yang dapat memicu terjadinya RAS:


 Penyakit gastrointestinal yaitu gangguan gastrointestinal, crohn’s disease, dan
kolitis.
 Gangguan darah yaitu anemia, leukemia, neutropenia, dan diskrasia sel darah
putih.
 Penyakit infeksi yaitu HIV, tuberkolosis, dan sebagainya.
Penyakit reumatik yaitu sistemik lupus eritematus, sindroma Behcet’s, sindroma
MAGIC (The Mouth and Genital Ulcers with Inflamed Cartilage), sindroma Sweet,
arthitis, sindroma PFAPA (Periodic Fever, Aphthous Stomatitis, Pharyngitis, and
Cervical Adenitis).

3.2.4 GAMBARAN KLINIS


RAS ditandai dengan ulser oval atau bulat dengan dasar keabu-abuan/

kekuning-kuningan dan dikelilingi oleh eritema halo. Beberapa literatur menyatakan


bahwa RAS dapat terjadi pada daerah mukosa tidak berkeratin yaitu mukosa bukal,
labial, lidah, palatum lunak dan dasar mulut. Sebenarnya RAS dapat terjadi dimanapun
dalam rongga mulut. Namun, RAS jarang terjadi pada gingiva cekat dan palatum
keras.
RAS diklasifikasikan menjadi tiga tipe berdasarkan gambaran klinisnya,
yaitu RAS minor, mayor, dan herpetiform (Tabel 1). Setiap tipe mempunyai
karakteristik, efek, durasi dan tingkat keparahan yang berbeda.

3.2.4.1 RAS MINOR


RAS minor (Mikulicz’s Aphthae) merupakan tipe RAS yang paling sering

terjadi dengan insiden hampir 80%. Pada umumnya, RAS minor mengenai mukosa

tidak berkeratin. Gambaran klinis RAS minor berupa ulser oval atau bulat, tunggal
atau multipel, diameter kurang dari 10 mm, ditutupi oleh membran abu kekuningan,
dan dikelilingi oleh eritema halo (Gambar 3). Durasi RAS minor selama 7-14 hari
dan sembuh tanpa meninggalkan skar. Tingkat rekurensi RAS minor bervariasi pada
setiap individu. Satu sampai lima lesi dapat terjadi pada setiap episodenya.

xix
Gambar 3. RAS Minor

3.2.4.2 RAS MAYOR


RAS mayor disebut juga Sutton’s Disease atau Periadenitis Mucosa

Necrotica Recurrens. Insiden kejadian RAS mayor lebih sedikit dari pada RAS
minor yaitu sekitar 10%. RAS mayor mempunyai diameter lebih dari 10 mm serta

lebih sakit dan mempunyai durasi yang lebih lama daripada RAS minor. Inflamasi

yang ditimbulkan RAS mayor juga lebih dalam dari pada RAS minor. Durasi
terjadinya RAS mayor sekitar 2-6 minggu dan sembuh dengan dapat meninggalkan

skar atau bekas di jaringan (Gambar 4). Pada umumnya RAS mayor dapat mengenai
mukosa tidak berkeratin dan berkeratin.

xx
Gambar 4. RAS Mayor
3.2.4.3 RAS HERPETIFORM
RAS herpetiform adalah tipe RAS yang paling jarang terjadi dengan

insiden 5-10%. RAS herpetiform mempunyai ulser berukuran kecil yaitu sekitar 1-2
mm. Ulser yang ditimbulkan RAS herpetiform multipel yaitu berkisar 5-100 dan
dapat muncul pada waktu yang sama. Ulser dapat bergabung dengan ulser yang

lainnya dan menjadi ulser yang lebih besar (Gambar 5). Durasi untuk RAS
herpetiform sembuh adalah lebih dari 1-2 minggu dan pada umumnya tidak
meninggalkan skar. RAS herpetiform dapat berlokasi di mukosa tidak berkeratin
maupun berkeratin.(2)

Gambar 5. RAS Herpetiform

Tabel 1. Karakteristik setiap tipe RAS(2)


Tipe SAR
Karakteristik
Minor Mayor Herpetiform
Onset terjadi
Kedua Pertama dan kedua Ketiga
(dekade)
Jumlah ulser 1-5 1-3 5-20 (sampai 100)
Durasi 7-14 hari 2-6 minggu 7-14 hari
Skar Tidak Ya Tidak
Mukosa tidak
Mukosa berkeratin
berkeratin,
3.2.5 GAMBARAN HISTOPATOLOGI Mukosa tidak
Lokasi dan tidak
khususnya
Dalam RAS, mukosa
secara berkeratin
mikroskopis, sel mononuklear (limfositik) mulai
berkeratin
labial dan bukal
xxi
menyusup ke epitel dan edema berkembang. Tahap praulseratif ini diikuti oleh
peningkatan rasa sakit dan perkembangan pembengkakan papular lokal karena
vakuolisasi keratinosit dikelilingi oleh halo eritema yang reaktif yang mewakili
vaskulitis lokal dengan infiltrasi sel mononuklear padat.
Papula yang menyakitkan kemudian ulserat dan selaput fibrosa menutupi
ulkus yang disusupi terutama oleh neutrofil, limfosit dan sel plasma. Akhirnya ada
penyembuhan dengan regenerasi epitel dan lipatan ulkus.

Gambar 6. Infiltrasi inflamasi padat di lantai ulser, dan dilatasi pembuluh darah lateral

Gambar 7. Vaskulitis dengan trombus kecil di venula post capillary di bawah ulser

xxii
29

Gambar 8. Recurrent Aphthous Stomatitis Mayor fase aktif (bibir bawah, laki-laki HIV
positif berusia 44 tahun)

(a)

(b)

Gambar 9. Arteritis segmen terletak jauh di bawah ulser. (a) Detil arteritis, dengan
trombosis oklusi lumen pembuluh darah. (b) Recurrent Aphthous Stomatitis Mayor,

20
29

arteri fibrosa sikatrikial pada jaringan parut (perempuan berusia 58 tahun)

Gambar 10. Herpetiform ulcers (bibir bawah mukosa, perempuan berusia 48 tahun). (a)
Erosi kecil dan fokus exocytosis inflamasi berat di epitel

21
29

Gambar 11. Herpetiform ulcers (bibir bawah mukosa, perempuan berusia 48 tahun). (b)
Polymorphous infiltrate dan pyknotic neutrophils di sekitar kapiler yang tersumbat.(5)

3.2.6 DIAGNOSA
RAS didiagnosa dengan anamnesa dan melihat gambaran ulser melalui

pemeriksaan klinis. Anamnesa dari pasien akan didapati keluhan berupa rasa sakit
pada mulutnya, kejadian ulser yang berulang, frekuensi, durasi dan faktor
predisposisi terjadinya ulser. Pemeriksaan klinis dilakukan dengan melihat jumlah
ulser, bentuk, ukuran, daerah tempat terjadi, dan jaringan di sekitar.
Tes spesifik untuk mendiagnosa RAS tidak ada karena RAS dapat
didagnosis dengan melihat gambaran klinis. Biopsi biasanya tidak diperlukan.
Biopsi dilakukan untuk menyingkirkan diagnosa banding dari RAS. Pemeriksaan
laboratorium diindikasikan jika pasien menderita RAS dengan tingkat rekurensi

tinggi atau semakin memburuk. Pemeriksaan laboratorium tersebut dapat


mencakup pemeriksaan darah dan pemeriksaan antibodi antinuklear.

3.2.7 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan RAS sedikit sulit karena etiologi terjadinya tidak

diketahui secara pasti. Salah satu cara untuk menghindari rekurensi RAS adalah
dengan menghindari faktor predisposisinya. Sampai sekarang perawatan RAS
hanya untuk mengurangi gejala, ukuran, dan mempercepat penyembuhan.
Penatalaksanaan dari RAS didahului dengan edukasi karena
kebanyakan pasien tidak mengetahui RAS, penyebab, dan bagaimana menangani
gejalanya. Edukasi pasien adalah kunci penting untuk mengontrol RAS.
Adapun perawatan yang dapat diberikan kepada penderita RAS yaitu:
1. Terapi lokal
Pada RAS ringan, perawatan yang dapat diberikan adalah obat kumur
campuran sodium biokarbonat dan air hangat untuk menjaga rongga mulut
tetap bersih. Obat kumur dengan kandungan antibiotik seperti Tertrasiklin

22
29

dapat mengurangi ukuran, durasi, dan rasa sakit. Klorheksidin glukonat juga
adalah obat kumur yang dapat mengurangi jumlah bakteri dan mempercepat
penyembuhan RAS.
Terapi lokal dapat juga berupa obat topikal dengan kandungan

analgesik, antimikroba, dan anti-inflamasi (steroid dan nonsteroid). Steroid


topikal dapat mempercepat waktu penyembuhan dan mengurangi jumlah lesi.
Steroid topikal yang dapat digunakan adalah fluocinonide, betamethasone,
clobetasol, dan lain-lain. Steroid topikal diaplikasikan 2-3 kali dalam sehari
setelah makan dan sebelum tidur.

2.Terapi sistemik
Terapi sistemik bukan merupakan pilihan perawatan utama yang
diberikan untuk pasien RAS. Terapi sistemik hanya diberikan jika RAS yang
dialami parah dan terapi topikal tidak efektif. Obat-obatan yang dapat
diberikan adalah NSAID, prednisolone, pentoxyphyline, dapsone dan lain
sebagainya.(2)

3.3 DIFFERENTIAL DIAGNOSIS DARI RECURRENT APHTHOUS


STOMATITIS (RAS)
TRAUMATIC ULCER
Lesi RAS berbentuk bulat atau oval, sedangkan traumatic ulcer
irregular. RAS biasanya mengenai mukosa non keratin seperti mukosa bukal
dan labial, sedangkan traumatic ulcer bisa mengenai palatum, gingiva, dan lidah.
Persamaannya dengan RAS adalah etiologinya yaitu trauma pada mukosa.

BEHCET’S SYNDROME
Persamaan ulser, terasa sakit, berbentuk oval, erithematous. Namun
perbedaannya ialah terdapat peninggian, dikarenakan adanya pustula. Kemudian
ditemukan MAGIC (Mouth And Genital Ulcer With Inflammation In Cartilago).

RECURRENT ERYTHEMA MULTIFORME


Penyakit inflamasi akut pada kulit dan membran mukosa yang

23
29

menyebabkan berbagai macam lesi kulit karenanya dinamakan “multiforme”. Lesi


pada mulut pada umumnya adalah inflamasi yang disertai vesikel dan bulla yang
ruptur dengan cepat dan biasanya adalah komponen penting dari gambaran khas
dan seringkali adalah satu-satunya komponen. Erythema multiforme dapat terjadi
sekali atau kambuh dan harus dipertimbangkan dalam diagnosa multiple acute oral
ulcers, ada atau tidaknya riwayat dari lesi yang sama.

PEMPHIGUS VULGARIS
Perbedaan gambaran klinis RAS dengan Pemphigus vulgaris yaitu
pada lesi multiple disertai persistent erosion.

RECURRENT HERPES SIMPLEX VIRUS INFECTION


Infeksi herpes rekuren dalam rongga mulut (recurrent herpes
labialis; recurrent intraoral herpes simplex infection) muncul pada pasien yang
pernah terinfeksi herpes simpleks dan memiliki serum antibodi untuk melawan
infeksi eksogen primer. Herpes rekuren bukan merupakan infeksi berulang
melainkan re-aktivasi virus yang menjadi laten dalam jaringan saraf antara episode-
episode dan masa replikasi. Lesi berukuran kecil pada lidah, bibir, mukosa gingiva
dan palatum.(5)

3.4 HUBUNGAN SIKLUS MENSTRUASI DENGAN RECURRENT APHTHOUS


STOMATITIS (RAS)
Perubahan kadar hormon pada siklus menstruasi dapat menyebabkan
RAS. Di rongga mulut terdapat reseptor hormon seks steroid yang dipengaruhi oleh
kadar hormon seks steroid dalam darah sehingga perubahan kadar hormon yang
terjadi dapat menimbulkan efek pada sel atau jaringan yang lain termasuk pada
rongga mulut.
Siklus menstruasi dapat menyebabkan RAS, hal ini disebabkan karena
penurunan kadar progesteron. Progesteron yang meningkat lalu menurun secara
bermakna saat fase luteal pada siklus menstruasi akan mengaktivasi gejala RAS.
Kadar progesteron menurun tersebut dapat menyebabkan faktor self limiting
disease berkurang, polymorphonuclear leukocytes menurun, proses maturasi sel
24
29

epitel mulut terhambat, dan permeabilitas vaskuler meningkat. Perubahan


permeabilitas vaskuler ini menyebabkan penipisan mukosa, sehingga mudahnya
terjadi invasi bakteri yang menjadi penyebab iritasi dalam rongga mulut, dan
akhirnya menyebabkan RAS setiap siklus menstruasi. Pada beberapa wanita tanda
akan datang siklus bulanannya dapat diprediksi juga dengan munculnya RAS pada
rongga mulutnya. Oleh karena itu, RAS hampir tidak pernah diderita oleh wanita
hamil karena peningkatan kadar progesteron selama kehamilan.(2)

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 PEMBAHASAN
Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS) merupakan manifestasi yang
timbul dalam rongga mulut yang dipicu oleh faktor predisposisi. Etiologi RAS
belum diketahui dengan jelas namun ada beberapa faktor predisposisi RAS yaitu
faktor genetik, kekurangan hematinik (zat besi, folat, dan vitamin B12),
menstruasi, stres, alergi, alergi makanan, trauma lokal, merokok, produk kimia dan
agen mikroba. RAS ditandai dengan munculnya ulkus nekrotik diawal dengan tepi
yang jelas dan dikelilingi area kemerahan. Lesi kebanyakan terjadi pada mukosa
tidak berkeratin dan dapat sembuh sendiri.
Terdapat beberapa faktor yang memicu terjadinya RAS, salah satunya
adalah faktor hormonal, yaitu pada saat sebelum terjadinya fase menstruasi. Hal
tersebut dapat berkaitan dengan hormon-hormon yang terkait dalam siklus
menstruasi. Siklus menstruasi terjadi dalam beberapa fase yaitu fase folikular,
fase ovulasi, fase luteal dan fase menstruasi.
RAS yang terjadi pada siklus menstruasi dimungkinkan dengan adanya
fase luteal pada siklus menstruasi, yaitu fase yang terjadi sebelum timbul

25
29

menstruasi (pre menstruasi). Fase luteal terjadi 8-9 hari setelah ovulasi, dimana
vaskularisasi mencapai puncaknya diikuti dengan peningkatan progesteron dan
estradiol dalam darah. Hormon estradiol merupakan komponen terbesar penyusun
estrogen. Estrogen diproduksi oleh ovarium dengan fungsi mengatur siklus haid,
meningkatkan pembelahan sel serta bertanggung jawab untuk perkembangan
tanda-tanda kelamin sekunder pada perempuan. Level progesteron secara normal
meningkat tajam setelah ovulasi, dimana akan mencapai puncaknya lebih kurang 8
hari setelah pelepasan Luteazing Hormone (LH). Onset pelepasan LH sangat
berkaitan sebagai indikator akan terjadinya ovulasi. Ovulasi biasanya terjadi lebih
kurang 10-12 jam setelah LH mencapai level puncaknya. LH akan dilepaskan 34-36
jam sebelum rupturnya folikel. Ambang konsentrasi LH harus tetap dipertahankan
selama lebih kurang 14-27 jam untuk maturasi sel oosit. LH biasanya dilepaskan
selama 48-50 jam. Waktu terjadinya pelepasan LH pada pertengahan siklusnya
hingga terjadinya menstruasi

lebih kurang mendekati 14 hari.


Level progesteron mulai meningkat seiring dengan dilepaskannya LH
dapat mempengaruhi kondisi mukosa rongga mulut. Peningkatan level progesteron,
terutama saat progesteron dalam keadaan memuncak berhubungan dengan maturasi
dan keratinisasi mukosa rongga mulut. Pada level tertinggi progesteron, akan terjadi
keterlambatan maturasi sel-sel epitel di mukosa rongga mulut. Keterlambatan
maturasi sel-sel epitel terutama pada proses keratinisasi menyebabkan mukosa
rongga mulut mudah terkena invasi, hal tersebut dikarenakan barier pertahanan
mukosa belum terbentuk sempurna. Invasi pada mukosa rongga mulut dapat
menyebabkan ulserasi, salah satunya adalah RAS.
Hubungan siklus menstruasi dengan penderita RAS mungkin
disebabkan oleh fluktuasi level estrogen dan progesteron yang reseptornya dapat
dijumpai dalam rongga mulut. Peningkatan level progesteron berpengaruh pada
penekanan respon imun, hal ini berdampak apabila terjadi perlukaan pada mukosa

26
29

rongga mulut atau terjadi infeksi, maka proses penyembuhan atau proses self
limiting yang terjadi akan lebih lama.
Pada beberapa penelitian ditemukan distribusi faktor predisposisi
terjadinya RAS lebih banyak ditemukan jika siklus menstruasi disertai dengan
faktor predisposisi lain. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa

RAS terjadi dapat merupakan kombinasi dari faktor predisposisi lain. Faktor
predisposisi lain terjadinya RAS adalah genetik, trauma, obat-obatan, alergi,
penyakit sistemik, dan stres. Salah satu faktor predisposisi dapat mempengaruhi
adanya faktor predisposisi lain.
Siklus menstruasi menjadi salah satu faktor predisposisi terjadinya
RAS karena adanya perubahan kadar hormon seks steroid pada setiap fasenya.
Mukosa rongga mulut sensitif terhadap perubahan kadar hormon seks steroid

karena adanya reseptor hormon seks steroid pada rongga mulut. Salah satu
manifestasi perubahan hormon tersebut pada rongga mulut adalah RAS. Hal ini
sesuai dengan beberapa penelitian yang pernah dilakukan bahwa RAS adalah
kelainan mukosa mulut yang paling sering dijumpai pada setiap siklus menstruasi
dan siklus menstruasi merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya RAS.
Siklus menstruasi terdiri dari beberapa fase yaitu fase menstruasi, fase

folikuler/proliferasi dan fase sekresi/luteal. Hal ini sesuai dengan suatu penelitian
yang juga menemukan distribusi kejadian RAS paling rendah ditemukan pada fase
proliferasi. Hal ini juga sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa kadar
hormon seks steroid pada umumnya akan stabil saat wanita berada pada fase
proliferasi. Distribusi penyebaran RAS paling banyak berada pada fase luteal.
RAS pada wanita paling rentan terjadi pada fase luteal. RAS paling dominan
terjadi pada fase luteal karena kadar hormon seks steroid yang sebelumnya
meningkat akan menurun secara bermakna jika tidak terjadi pembuahan.
Siklus menstruasi mempunyai hubungan yang signifikan terhadap
terjadinya RAS. Hal ini juga sesuai dengan suatu penelitian yang menyatakan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara fase luteal dan kejadian RAS.
Lapisan endometrium akan meluruh pada fase luteal yang dikontrol oleh

progesteron. Pada fase luteal terjadi peningkatan hormon progesteron lalu

27
29

penurunan secara bermakna yang menjadi penyebab rentannya RAS terjadi pada
fase ini. Hal ini juga sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa terjadinya

RAS diduga karena penurunan kadar progesteron di dalam darah. Penurunan kadar
progesteron akan mengakibatkan faktor self limiting disease menurun,
polymorphonuclear leukocytes menurun, proses maturasi sel epitel mulut terhambat
dan permeabilitas vaskuler terhambat. Perubahan permeabilitas vaskuler ini
menyebabkan penipisan mukosa, sehingga mudah terjadi invasi bakteri, iritasi,
atau radang yang menyebabkan RAS terjadi.(2)
RAS lebih sering dijumpai pada wanita karena terjadi peningkatan
kadar kortisol dalam saliva. Selain itu, wanita lebih rentan terhadap situasi
emosional dimana stres merupakan salah satu pemicu terjadinya RAS, sehingga
dapat mempengaruhi respon kekebalan tubuh.
Suatu studi menyebutkan bahwa 80% pasien mengalami RAS

sebelum berumur 30 tahun. RAS biasanya muncul pertama kali pada masa anak-
anak dan cenderung bertambah parah dan meningkat seiring dengan pertambahan
umur selama dekade ketiga kehidupan (21-30 tahun) dan prevalensi tertinggi RAS
terjadi pada kelompok umur 15-25 tahun. Hal ini dapat disebabkan karena usia
tersebut merupakan masa dimana seseorang sedang menjalani pendidikan baik
sebagai pelajar maupun mahasiswa.
Literatur menyebutkan bahwa tingkat pendidikan dan status pekerjaan

seseorang memiliki pengaruh yang kuat terhadap prevalensi RAS. Prevalensi


RAS akan meningkat seiring dengan bertambahnya tingkat pendidikan. Hal ini
dikarenakan orang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi lebih banyak memiliki
tingkat stres yang tinggi dibandingkan dengan yang lainnya.

Berdasarkan tipenya, RAS yang paling banyak terjadi adalah RAS


tipe minor. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa RAS minor
merupakan RAS yang paling sering terjadi yakni mengenai hingga 85% dari
seluruh populasi. RAS minor ditandai dengan ulser dangkal, single/multiple,
oval/bulat, berukuran kecil (diameternya kurang dari 1 cm; biasanya sekitar 3-
5mm), berwarna kuning keabu-abuan, berbatas jelas, serta pada bagian tepinya

28
29

dikelilingi oleh halo eritema.


Faktor predisposisi dari RAS yang dialami oleh pasien bukan hanya
satu faktor saja melainkan dapat dipicu oleh beberapa faktor predisposisi. Hal ini
sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa RAS dapat terjadi karena
disebabkan oleh multifaktorial. Literatur menyebutkan bahwa stres psikologis
dapat memicu terjadinya RAS. Respon dari stres dapat mengeluarkan
glukokortikoid termasuk kortisol. Kortisol memiliki efek terhadap sistem imun,
yaitu imunosupresi dan efek anti inflamasi. Efek ini lebih banyak melibatkan
respon imun seluler, efek anti inflamasi yaitu menekan penimbunan sel-sel leukosit
pada daerah radang. Kortisol menekan IgA, IgG dan sel neutrofil yang akan
menyebabkan mudah terjadi infeksi. Banyaknya mediator IL-1 dan matrik
metalloproteinase menyebabkan terjadinya RAS.
Berdasarkan lokasi ulser, lokasi yang paling banyak ditemukan
adalah di mukosa labial. Suatu penelitian menyatakan bahwa lokasi RAS yang
paling banyak ditemukan adalah mukosa labial (46%) diikuti dengan lidah dan
mukosa bukal. Hal ini mendukung literatur yang menyebutkan bahwa RAS lebih
sering terkena pada mukosa yang tidak berkeratin seperti mukosa labial, mukosa
bukal, dan lidah dibanding dengan mukosa berkeratin seperti gusi. Hal ini
disebabkan karena mukosa tidak berkeratin memiliki lebih sedikit jumlah serat
kolagen, sehingga mukosa tersebut lebih tipis daripada mukosa berkeratin.
Tingginya frekuensi RAS pada mukosa labial dikarenakan mukosa labial lebih
tipis dibandingkan mukosa yang lainnya dan memiliki kemampuan barrier
mukosa yang lebih rendah, sehingga fungsi pertahanannya menjadi berkurang dan
rentan terhadap jejas. Mukosa labial merupakan lokasi pertama yang cenderung
mudah terkena trauma dari benda panas, menggigit, dan lain-lain yang merupakan
faktor pencetus terjadinya RAS.

Banyaknya jumlah ulser dapat dihubungkan dengan stres psikologis


yang dialami pasien. Suatu penelitian melaporkan bahwa stres psikologis sangat
berhubungan dengan terjadinya RAS dibanding dengan stres fisik, dan keadaan
stres psikologis ini lebih cenderung dihubungkan dengan munculnya lesi baru
RAS dibanding dengan durasi RAS. Munculnya lesi baru RAS pada pasien yang

29
29

mengalami stres psikologis tidak selalu sama dikarenakan tingkat threshold stres
yang berbeda-beda pada setiap pasien.
Biasanya, lesi ini self limiting dan sembuh dalam waktu 10-14 hari.
Diagnosa yang tepat, pemilihan obat serta pemberian obat yang benar dari tenaga
kesehatan belum cukup untuk menjamin keberhasilan suatu terapi jika tidak diikuti
dengan kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obatnya. Selain itu, ada beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi durasi RAS, salah satunya adalah kurangnya
nutrisi dari vitamin B12 dan folat. Mengkonsumsi vitamin B12 dan folat yang
cukup dapat berguna dalam mengurangi jumlah dan durasi RAS.
Memberikan edukasi kepada pasien bahwa ada beberapa faktor
predisposisi yang dapat menyebabkan RAS, pasien harus memperhatikan faktor
predisposisi tersebut untuk mencegah timbulnya RAS kembali. Instruksi yang
diberikan seperti, meminta pasien untuk menjaga kebersihan mulut dengan
menyikat gigi dua kali sehari, beristirahat yang cukup, mengurangi stres dengan
mencari waktu senggang untuk bersantai, dan menggunakan obat yang diberikan
serta melakukan kontrol ke dokter gigi. Sedangkan untuk perawatan yang diberikan
beragam seperti kortikosteroid topikal, obat kumur antibakterial, multivitamin.
Tingkat efektivitas dalam penyembuhan lesi, dimana sesuai dengan penelitian
bahwa penggunaan obat kortikosteroid topikal lebih efektif dibandingkan obat
kumur, baik dalam mengurangi intensitas rasa sakit maupun dalam proses
penyembuhan ulkus.
Penggunaan kortikosteroid topikal dianjurkan untuk pengobatan
terhadap ulserasi pada mukosa mulut. Kortikosteroid topikal berfungsi sebagai
agen anti inflamasi. Kortikosteroid topikal dapat berupa pasta triamcinolone yang
merupakan suatu pasta kortikosteroid yang melekat pada mukosa yang lembab
yang perlekatannya dapat bertahan sampai satu atau beberapa jam. Pasta ini
umumnya digunakan untuk ulser yang berada di mukosa labial. Obat topikal ini
berfungsi protektif dan mereduksi inflamasi yang menimbulkan rasa perih,
sehingga penderita merasa nyaman ketika makan dan minum.(4)
Prognosis RAS umumnya baik, tergantung seberapa dominan faktor
predisposisi yang terjadi. Belum pernah ada laporan yang menyatakan adanya
komplikasi dari RAS. Namun, RAS dapat merupakan sebuah manifestasi klinis dari

30
29

beberapa penyakit sistemik seperti Behcet’s Syndrome, Periodic Fever Aphthae,


Pharyngitis and Cervical Adenitis (PFAPA), Sweet’s Syndrome, Cyclic
Neutropenia, dan HIV.(6)

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN
Reccurent Aphtous Stomatitis (RAS) adalah penyakit rongga mulut yang
paling sering dijumpai di masyarakat. RAS merupakan manifestasi yang timbul
dalam rongga mulut yang dipicu oleh faktor predisposisi. Etiologi utama RAS
belum diketahui dengan jelas, tetapi beberapa faktor disebut sebagai predisposisi
terjadinya RAS diantaranya adalah genetik, penyakit sistemik, alergi, trauma lokal,
perubahan endokrin, stres, dan defisiensi nutrisi.
Salah satu faktor yang memicu terjadinya RAS adalah faktor hormonal,
yaitu pada saat sebelum terjadinya fase menstruasi. Hal tersebut dapat berkaitan
dengan hormon-hormon yang terkait dalam siklus menstruasi. Siklus menstruasi
dapat menyebabkan RAS, hal ini dikarenakan terjadi penurunan kadar progesteron.
Penurunan kadar progesteron akan mengakibatkan faktor self limiting disease
menurun, polymorphonuclear leukocytes menurun, proses maturasi sel epitel mulut
terhambat dan permeabilitas vaskuler terhambat. Perubahan permeabilitas vaskuler
ini menyebabkan penipisan mukosa, sehingga mudah terjadi invasi bakteri, iritasi,
atau radang yang menyebabkan RAS terjadi. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa siklus menstruasi mempunyai hubungan yang signifikan terhadap terjadinya
RAS.
Diagnosa yang tepat, pemilihan obat serta pemberian obat yang benar
dari tenaga kesehatan belum cukup untuk menjamin keberhasilan suatu terapi jika
tidak diikuti dengan kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obatnya, sehingga
diperlukan kerjasama yang baik antara pasien dan dokter gigi yang menangani
kondisi RAS tersebut.

31
29

5.2 SARAN
Penentuan rencana perawatan yang sesuai dengan penyebab merupakan
pertimbangan pertama yang harus dilakukan, agar hasil perawatan dapat diperoleh
dengan seoptimal mungkin.

5.3 PENUTUP
Semoga makalah ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan bagi
petugas pelayanan kesehatan gigi dan mulut dalam memberikan pelayanan kepada
pasien yang berkunjung ke poli gigi dengan keluhan Recurrent Aphthous Stomatitis
(RAS)

32
29

DAFTAR PUSTAKA

1. Swasti dan Kurniawati, A. 2016. Management of Recurrent Aphthous Stomatitis with


Reproductive Hormones Predisposing Factor (Case Report). Dalam Proccedings Book
FORKINAS VI FKG UNEJ 14th-15th. Jember: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Jember. Hal. 365-372
2. Kalit, E. R. M. S. 2017. Hubungan Siklus Menstruasi Dengan Stomatitis Aftosa Rekuren
Pada Pasien Rumah Sakit Gigi Dan Mulut Universitas Sumatera Utara. Skripsi. Medan:
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara
3. Mashartini, A, Hernawati, S dan Sulistiani, A. 2017. Prevalensi dan Distribusi Penderita
Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) di Klinik Penyakit Mulut RSGM FKG Universitas
Jember Pada Tahun 2014. Dalam e-Jurnal Pustaka Kesehatan. Vol. 5. No. 1. Jember:
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember. Hal. 169-176
4. Najla, I. 2017. Profil Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Di Departemen Ilmu Penyakit
Mulut FKG USU Tahun 2014. Skripsi. Medan: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Sumatera Utara
5. https://pdfcoffee.com. 2018. Skenario IV Recurrent Aphthous Stomatitis. Diakses tanggal
11 Juli 2022
6. https://www.alomedika.com. 2021. Recurrent Aphthous Stomatitis. Diakses tanggal 11 Juli
2022

33
34

34

Anda mungkin juga menyukai