Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I

Topik : Manipulasi Resin Akrilik Aktivasi Panas dan Aktivasi Kimia


Kelompok : B – 11
Tgl. Praktikum : Selasa, 26 Februari 2019
Pembimbing : Endanus Harijanto, drg., M.Kes

Penyusun:
No. Nama NIM
1. Mohammad Ali Maksum 021811133107
2. Devy Putri Kusumawardhani 021811133108
3. Jihan 021811133109
4. Vindy Juliska Masirri 021811133110

DEPARTEMEN MATERIAL KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2019
1. TUJUAN PRAKTIKUM
1) Pada akhir praktikum, mahasiswa mampu memanipulasi resin akrilik aktivasi kimia
dengan cara dan alat yang tepat dalam menggunakan bahan untuk membuat denture base.
2) Mahasiswa dapat mengamati tahap yang terjadi pada pencampuran polimer dan monomer
saat pembuatan denture base.
3) Mahasiswa dapat menganalisa hasil dari polimerisasi pada resin akrilik aktivasi kimia.
2. CARA KERJA
2.1 RESIK AKRILIK AKTIVASI PANAS
A. Pengisian cetakan (mould) dengan adonan resin akrilik (packing)
a. Bahan resin akrilik dan peralatan untuk packing disiapkan di atas meja
praktikum.
b. Permukaan mould dan sekitarnya diolesi dengan CMS memakai kuas dan
ditunggu sampai kering.
c. Cairan monomer diukur menggunakan gelas ukur sebanyak 3 ml, kemudian
dituangkan ke dalam pot porselin.
d. Bubuk polimer ditimbang sebanyak 6 gr, kemudian dimasukkan ke dalam pot
porselin secara perlahan-lahan sampai polimer terbasahi oleh monomer.
e. Awal waktu pengadukan dihitung/dicatat dengan stop watch, campuran polimer
dan monomer diaduk dengan pisau malam bagian yang tumpul sampai homogen
kemudian pot porselin ditutup.
f. Mengamati tahapan sandy, stringy, dough, rubbery, dan stiff dengan membuka
tutup pot porselin.
g. Mencatat waktu masing-masing tahap.
h. Pada percobaan pertama, adonan resin akrilik dimasukkan ke dalam cetakan
yang ada pada kuvet bawah setelah stringy stage tercapai. Pada percobaan
kedua, adonan resin akrilik dimasukkan ke dalam cetakan yang ada pada kuvet
bawah setelah dough stage tercapai. Dan pada percobaan ketiga, adonan resin
akrilik dimasukkan ke dalam cetakan yang ada pada kuvet bawah setelah
rubbery stage tercapai.
i. Permukaan adonan resin akrilik ditutup dengan plastik, kemudian kuvet atas
dipasang dan dilakukan pengepresan pada proses hidrolik. Setelah pengepresan,
kuvet dibuka, plastik diangkat dan kelebihan resin akrilik dipotong dengan
menggunakan pisau model tepat pada tepi cetakan.
j. Pengepresan kedua dilakukan, masih menggunakan plastik dan kelebihan resin
akan dipotong lagi.
k. Pada pengepresan terakhir tidak menggunakan plastic, kuvet atas dan bawah
harus rapat kemudian dipindahkan pada handpress.
B. PROSES KURING
Proses kuring resin akrilik dilakukan sesuai dengan aturan pabrik, untuk merk QC20:
a. Memasak air pada dandang di atas kompor sampai mendidih (suhu 100°C).
b. Kuvet yang telah diisi akrilik dan dalam keadaan dipres langsung dimasukkan
pada air mendidih 100°C selama 20 menit.
c. Kemudian api kompor dimatikan.
C. DEFLASKING
Setelah proses kuring, kuvet diberi air dingin secara perlahan sampai dingin (suhu
kamar). Kemudian kuvet dibuka, sampel diambil secara hati-hati dengan
menggunakan pisau malam.

2.2 RESIN AKRILIK AKTIVASI KIMIA

A. ALAT

1. Mixing Jar
2. Kuvet dengan cetakan (mould)
3. Timbangan digital
4. Gelas ukur
5. Kuas kecil
6. Press kuvet (Handpress)
7. Plastik / kertas cellophane
8. Pisau malam
9. Stopwatch

B. BAHAN
1. Bubuk Polimer dan Cairan Monomer (Pro Base)
2. Bubuk Polimer dan Cairan Monomer (Hillon)
3. Cairan Cold Mould Seal
C. CARA KERJA
1. Mula mula mengisi cetakan (mould) dengan adonan resin akrilik (packing).
2. Menyiapkan bahan resin akrilik dan peralatan untuk packing.
3. Mengolesi permukaan mould dan sekitarnya dengan CMS memakai kuas
ditunggu sampai kering.
4. Mengukur cairan monomer (Pro Base) menggunakan gelas ukur sebanyak 10
ml (sesuai aturan pabrik).
5. Menimbang bubuk polimer (Pro Base) sebanyak 20.5 gr.
6. Mencampur cairan monomer dan polimer di dalam mixing jar.
7. Menghitung awal waktu penuangan dengan stopwatch lalu diaduk hingga
adonan tercampur rata. Setelah tahap dough tercapai, adonan resin akrilik
dimasukkan kedalam cetakan (mould).
8. Melapisi permukaan resin akrilik dengan plastik, kemudian memasang kuvet
atas dan dilakukan pengepressan.
9. Setelah pengepresan, membuka kuvet, dan memotong kelebihan resin akrilik
dengan menggunakan pisau malam tepat pada tepi cetakan. Pengepresan harus
dilakukan secepat mungkin karena working time resin akrilik cold cured sangat
pendek.
10. Dilakukan pengepressan kedua, masih menggunakan kertas selopan, dan
kelebihan resin akrilik dipotong lagi.
11. Plastik / kertas cellophane dilepas, lalu melakukan pengepresan terakhir. Kuvet
atas dan bawah harus rapat kemudian dipindah pada handpress masing-masing.
12. Setelah di press selama sekitar 30 menit, akrilik diambil dari cetakan.

3. TINJAUAN PUSTAKA
3.1 RESIN AKRILIK HEAT-CURED
Resin Akrilik merupakan salah satu bahan kedokteran gigi yang telah banyak
diaplikasikan untuk pembuatan anasir dan basis gigi tiruan, platortodonsi, sendok cetak
khusus, serta restorasi mahkota dan jembatan dengan hasil memuaskan, baik dalam hal
estetik maupun dalam hal fungsinya. Resin akrilik adalah turunan etilen yang
mengandung gugus vinil dalam rumus strukturnya. Resin akrilik adalah rantai polimer
yang terdiri dari unit-unit metilmetakrilat yang berulang. Resin akrilik digunakan untuk
membuat basis gigitiruan dalam proses rehabilitatif, untuk pelat ortodonsi, maupun
restorasi crown and bridge.

Resin akrilik terdiri dari poli (metil metakrilat) yang berbentuk bubuk


disebut polimer, dan metil metakrilat yang berbentuk cairan disesbutmonomer. Resin
akrilik terbentuk saat dicampur dengan monomer metilmetakrilat dan bubuk polimer poli
(metil metakrilat), dan campuran mengalami polimerisasi.

Resin akrilik heat-cured adalah resin akrilik yang polimerisasinya dilakukan


dengan pemanasan, bahan ini merupakan bahan basis gigi tiruan yang paling sering
dipakai hingga saat ini.

Bahan-bahan yang teraktivasi dengan panas digunakan dalam pembuatan hampir


semua basis protesa. Energi termal yang diperlukan untuk polimerisasi bahan-bahan
tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan perendaman air atau oven gelombang
mikro (microwave). Karena pravalensi dari resin-resin ini, sistem teraktivasi dengan
panas lebih ditekankan.

Kebanyakan sistem resin poli (metil metakrilat) terdiri atas komponen bubuk dan
cairan. Bubuk tersebut terdiri atas butir-butir poli (metil metakrilat) pra-polimerisasi dan
sejumlah benzoil peroksida (pemulai/inisiator). Cairan didominasi oleh metil metakrilat
tidak terpolimerisasi dengan sejumlah hidroquinon. Hidroquinon ditambahakan sebagai
penghambat. Bahkan hal tersebut juga dapat mencegah polimerisasi yang tidak
diharapkan, atau ‘pengerasan’ cairan selama penyimpanan.

Komposisi

Resin akrilik aktivasi panas (heat cured) terdiri dari:


A. Bubuk:
– Polimer (poli metil metakrilat)
– Initiator: diisobutylizonitrile/benzoil peroksida (0,2 – 0,5 %)
– Pigmen: garam cadmium / besi / zat warna organik. Zat warna anorganik biasa
digunakan karena bersifat lebih permanen dan tahan lama dibanding zat warna
organik. Zat warna anorganik yang sering digunakan adalah mercuric sulfide
(merah), cadmium sulfide (kuning) atau ferric oxide (coklat) ditambahkan
dengan kadar yang rendah. Zat warna tersebut diberikan untuk menyesuaikan
warna basis gigi tiruan dengan warna jaringan lunak.
– Plasticizer: dibutil phthalate
– Opacifiers: zinc / Titanium oksida
– Dyed synthetic fibers: nylon/acrylic
– Organic particles: glass fibers/zirconium silicate
B. Cairan:
– Monomer (metil metakrilat)
– Stabilizer: sekitar 0,006 % hidroquinon untuk mencegah berlangsungnya
polimerisasi selama penyimpanan.
– Bahan untuk memacu ikatan silang, seperti etilen glikol dimetakrilat (1-2 %)
– Plasticizer : dibutyl phtalate atau butyl/octyl methyl methacrylate

Sifat Resin Akrilik heat cured

Resin akrilik mempunyai sifat sebagai berikut (Wijayanti, 2012):


1. Berat molekul
a) Polimer bubuk memiliki berat molekul sebesar 500.000 sampai 1.000.000
b) Monomer memiliki berat molekul sebesar 100.
c) Polimer yang telah diproses memiliki berat molekul sebesar 1.200.000
2. Sisa monomer Sisa monomer berpengaruh pada berat molekul rata-rata, walaupun
telah dilakukan proses pembuatan akrilik dengan benar. Pembuatan akrilik yang
dilakukan pada suhu yang terlalu rendah dan dalam waktu yang singkat
menghasilkan sisa monomer yang lebih besar. Hal ini sebaiknya dicegah karena
dapat menyebabkan hal-hal sebagai berikut:
- Sisa monomer dapat lepas dari gigi tiruan dan dapat mengiritasi jaringan mulut
- Sisa monomer akan bertindak sebagai plasticiser dan membuat resin menjadi lunak
dan lebih lentur.
3. Porusitas dapat memberi pengaruh yang tidak menguntungkan pada kekuatan dan
sifat-sifat optis resin akrilik.
4. Absorbsi air absorbsi air selama pemakaian mencapai keseimbangan sekitar 2%.
Absorpsi air dapat menimbulkan kenaikan berat akrilik sebesar 1%, sehingga
menyebabkan ekspansi linear sebesar 0,23%. Sebaliknya, pengeringan bahan ini
dapat menimbulkan kontraksi. Oleh karena itu, bahan hendaknya selalu dijaga
kelembabannya.
5. Retak terjadi akibat adanya kekuatan tarik yang dapat menyebabkan terpisahnya
molekul-molekul primer.
6. Kestabilan dimensi berhubungan dengan absorbsi air dan hilangnya internal stress
selama pemakaian gigi tiruan.
7. Fraktur Terjadi karena adanya impact (gigi tiruan jatuh pada permukaan yang keras)
dan fatigue (gigi tiruan mengalami bending secara berulang-ulang selama
pemakaian). Kebutuhan-kebutuhan suatu material basis gigi tiruan dapat dinyatakan
dengan tepat dengan istilah sifat-sifat fisikal, mekanikal, kimiawi, biologikal, dan
lain-lainnya

Manipulasi

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat manipulasi resin akrilik polimerisasi
panas yaitu:

a. Perbandingan polimer dan monomer Perbandingan yang umum digunakan adalah


3,5:1 satuan volume atau 2,5:1 satuan berat. Bila monomer terlalu sedikit maka tidak
semua polimer dapat dibasahi oleh monomer sehingga akrilik yang telah selesai
berpolimerisasi akan bergranul. Sebaliknya, pemberian monomer yang terlalu banyak
dapat menyebabkan kontraksi yang terjadi pada adonan resin akrilik besar.
b. Pencampuran Polimer dan monomer dengan perbandingan yang benar dicampur
dalam tempat yang tertutup lalu dibiarkan beberapa menit hingga mencapai fase
dough.
c. Pengisian dan Pressing
Sebelum pengisian, dinding mould diberi bahan separator untuk mencegah
merembesnya cairan ke bahan mould dan berpolimerisasi sehingga menghasilkan
permukaan yang kasar, merekat dengan bahan tanam gips dan mencegah air dari gips
masuk ke dalam resin akrilik. Pengisian adonan ke dalam mould harus diperhatikan
agar terisi penuh dan saat dipres terdapat tekanan yang cukup pada mould. Setelah
pengisian adonan ke dalam mould penuh kemudian dilakukan pres pertama sebesar
1000 psi ditunggu selama 5 menit agar mould terisi padat dan kelebihan resin
dibuang kemudian dilakukan pres terakhir dengan tekanan 2200 psi ditunggu selama
5 menit. Selanjutnya kuvet dipasang mur dan dilakukan proses kuring.
d. Kuring
Kuvet dibiarkan pada temperatur kamar kemudian dipanaskan pada suhu 70°C
dibiarkan selama 30 menit, dan selanjutnya 100°C dibiarkan selama 90 menit
(American Dental Association).

Fase-fase

Pada saat pencampuran ada empat tahap yang terjadi yaitu:

1. Sandy Stage
Merupakan tahap pertama saat polimer dan monomer dicampur dan apabila
diamati, maka adonan masih seperti pasir, sedikit kasar, dan berbutir.
2. Stringy Stage
Pada tahap stringy, monomer menyerang permukaan butiran polimer. Beberapa
rantai polimer terdispersi dalam monomer cair. Rantai polimer melepaskan jalinan
ikatan sehingga meningkatkan kekentalan adukan. Ciri tahap stringy yaitu adonan
akan melekat dan berserat ketika ditarik. Pada pengepresan dalam tahap stringy, hasil
akrilik mengalami porositas yaitu berluban-lubang. Porositas mempengaruhi sifat
fisik, kebersihan serta nilai estetik dari protesa tersebut. Shrinkage porosity kelihatan
sebagai gelembung yang tidak beraturan bentuk di seluruh permukaan gigi tiruan
sedangkan gaseous porosity terlihat berupa gelembung kecil halus yang uniform.

Hasil pengepresan tahap stringy juga lebih lentur. Kekuatannya dipengaruhi


oleh derajat polimerisasinya. Polimerisasi dalam waktu singkat menghasilkan
monomer sisa lebih tinggi. Monomer sisa yang tinggi berpotensi untuk menyebabkan
iritasi jaringan mulut, inflamasi dan alergi, selain itu juga dapat mempengaruhi sifat
fisik resin akrilik yang dihasilkan karena monomer sisa akan bertindak sebagai
plasticizer yang menyebabkan resin akrilik menjadi fleksibel dan kekuatannya
menurun.

Pada tahap stringy, proses polimerisasi belum berjalan sepenuhnya. Pembuatan


basis menggunakan akrilik seharusnya dilakukan pada saat tahapan dough. Karena
proses polimerisasi yang belum berjalan sempurna, warna hasil pengepresan juga lebih
pudar dan jika dipegang masih ada bubuk sisa polimernya. Tapi polimerisasi yang
belum sempurna itu menyebabkan campuran adonan bubuk polimer dengan larutan
monomer lebih cair. Sehingga flow campuran lebih bagus.

3. Dough Stage
Pada tahap ini jumlah rantai polimer yang memasuki larutan meningkat dan
terjadi larutan monomer dan polimer yang terlarut. Namun terdapat sejumlah polimer
yang belum larut. Proses hingga fase dough berakhir lebih kurang 3 menit. Bila fase
dough berakhir campuran sudah tidak bisa dimanipulsi. Ciri dough stage yaitu adonan
halus, homogen, mudah diangkat dan tidak melekat lagi, tahap ini merupakan waktu
yang tepat untuk memasukkan adonan ke dalam mould.

Waktu dough tergantung pada:

a. Ukuran partikel polimer, partikel yang lebih kecil lebih cepat larut dan lebih cepat
tercapai konsistensi dough.
b. Berat molekul polimer, lebih kecil berat molekul lebih cepat terbentuk konsistensi
dough.
c. Terdapatnya plastisizer yang akan mempercepat terbentuknya dough.
d. Suhu.
e. Perbandingan polimer dan monomer, bila tinggi, waktu dough lebih singkat.

4. Rubbery Stage
Karakteristik rubbery stage yaitu adonan bersifat seperti karet (terasa kenyal
dan memantul bila ditekan atau diregangkan) dan tidak dapat dibentuk dengan
kompresi konvensional.

Akrilik yang dihasilkan dari tahap ini memiliki ciri :

- Porus pada akrilik sedikit karena rubbery paling padat daripada akrilik yang
dihasilkan oleh tahap stringy dan dough.
- Bahan sisa: Proses polimerisasi bahan resin akrilik tidak pernah terjadi dengan
sempurna, meskipun proses kuring bahan resin akrilik telah dilakukan dengan
mengikuti aturan-aturan yang telah ditentukan, namun masih juga terdapat
sejumlah monomer yang tidak pernah menjadi polimer dan pada resin akrilik
disebut monomer sisa yang mana jumlahnya bervariasi berkisar antara. 0,20,5%.
Resin akrilik dengan waktu kuring selama 20 menit, didapatkan kandungan
monomer sisa yang paling tinggi yaitu sebesar 1,9%).
- warna: rubbery lebih gelap dan tidak transparan.
- kekuatan: paling kuat karena rubbery yg dipakai pada percobaan adalah rubbery
awal yg lebih bagus daripada dough. Sedangkan apabila akrilik dihasilkan dari
tahap rubbery akhir, kekuatannya berkurang dan lebih lemah daripada yang
dihasilkan dari tahap dough.
5. Stiff Stage
Merupakan tahap dimana adonan akan tampak kering dan berubah menjadi
keras akibat adanya penguapan monomer bebas.

Polimerisasi Resin Akrilik


Polimerisasi adalah merupakan prosesterbentuknya polimer, yaitu suatu reaksi
kimiawi yang menyusun banyak monomer menjadi satu rantai yang mempunyai berat
molekul besar.

Tahap-tahap polimerisasi resin akrilik ada 4, yaitu sebagai berikut (Krisnawati, 2015):

- Induksi
Induksi merupakan masa permulaan berubahnya molekul dari inisiator menjadi
bergerak atau bertenaga, dan memulai memindahkan energi pada molekul monomer.
Proses polimerisasi induksi umumnya teraktivasi melalui salah satu dari tiga proses
yaitu panas, sinar dan kimia. Kebanyakan resin basis gigi tiruan terpolimerisasi dengan
aktivasi panas. Masa induksi dipengaruhi oleh tinggi rendahnya suhu.
- Propagasi
Propagasi merupakan tahap pembentukan rantai yang terjadi karena adanya
pengaktifan monomer. Kemudian terjadi reaksi antara monomer dengan radikal bebas.
Karena diperlukan sedikit energi begitu terjadi pertumbuhan, proses terus berlanjut
dengan kecepatan tertentu. Secara teoritis, reaksi rantai harus berlanjut dengan
terbentuknya panas, sampai semua monomer telah menjadi polimer.
- Transfer Rantai (transfer chain reaction)
Merupakan tahap pengikatan antar rantai polimer dan monomer. Rantai yang telah
diakhiri dapat diaktifkan kembali dengan pemindahan rantai dan rantai tersebut akan
terus berikatan.
- Terminasi
terjadi karena adanya reaksi antara radikal bebas 2 rantai yang sedang tumbuh
sehingga terbentuk molekul yang stabil. Reaksi rantai dapat diakhiri, baik dengan
penggabungan langsung atau pertukaran atom hidrogen dari satu rantai yang tumbuh
ke rantai yang lain.

3.2 RESIN AKRILIK COLD-CURED

Aktivasi polimerisasi resin akrilik bisa dengan cara heat, microwave, atau cold
cure. Pada Cold cure (aktivasi kimia), polimerisasi dapat dilakukan pada suhu kamar.
Aktivasi kimia berlangsung karena tambahan tertiary amine seperti dimethyl-para-
toluidine. Pada pencampuran polimer dan monomer, tertiary amine yang bereaksi dengan
benzoil peroksida sehingga terbentuk radikal bebas dan memulai proses polimerisasi.
Proses polimerisasi selanjutnya sama dengan heat cure (Anusavice et al. 2012, hal. 483)

Table: Composition of acrylic denture base materials.

Polymer Polymethyl methacrylate beads

A peroxide such as benzoyl peroxide


Powder Initiator
(approximately 0.5%)

Pigments Salts of cadmium or iron or organic dyes

Monomer Methyl methacrylate

Cross-linking Ethylene glycol dimethacrylate (approximately

Liquid agent 10%)

Inhibitor

Activator N N′-dimethyl-p-toluidine (approximately 1%)

* Only in self-curing materials.

Sumber: McCabe and Walls 2008, hal. 113

Cold cure resin akrilik memiliki working time yang cukup singkat serta memiliki
sifat mekanis yang rendah dan monomer sisa yang tinggi sehingga penggunaannya terbatas,
seperti repairing dan relining of denture. Beberapa cold cure resin akrilik yang dikenal
sebagai pourable resins kadang digunakan sebagai basis konstruksi denture (McCabe and
Walls 2008, hal. 116).

Pada cold cure resin akrilik, derajat polimerisasi tidak sesempurna heat cure
sehingga terdapat sejumlah besar monomer yang tidak bereaksi. Monomer ini dapat
berperan menjadi plasticizer yang mengurangi kekuatan denture resin dan membahayakan
biokompatibilitas denture resin dengan jaringan mulut. Selain itu, stabilitas warna cold cure
resin akrilik lebih rendah daripada heat cure dikarenakan adanya tertiary amine yang
teroksidasi sehingga terjadi perubahan warna. Perubahan warna ini dapat dikurangi dengan
penambahan stabilizing agent. Meskipun demikian, cold cure resin akrilik memberikan
shrinkage yang lebih kecil daripada heat cure sehingga memiliki akurasi dimensi yang
tinggi (Anusavice et al. 2012, hal. 483).

Pencampuran bubuk (polimer) dengan cairan (monomer) melalui 5 fase, sandy,


stringy, doughlike, rubbery dan stiff.

1. Sandy: Terjadi sedikit atau tidak ada sama sekali interaksi molekul.
2. Stringy: Polimer menyerap monomer. Beberapa ikatan polimer terpecah akibat absorbs
monomer sehingga viskositas meningkat.
3. Doughlike: Campuran berbentuk seperti adonan lunak dan tidak lengket pada mangkok
atau spatula. Pada fase ini sebaiknya adonan dimasukkan ke dalam mould (working
time). Fase ini tidak bertahan lama (1 menit - 2 menit), maka dari itu diperlukan cara
kerja yang cepat dan hati-hati. Karena working time yang singkat pada cold cure resin
akrilik, hal ini bisa diperpanjang dengan cara mendinginkan monomer / mixing vessel
dalam lemari es sebelum proses pencampuran. Ketika pencampuran, proses polimerisasi
melambat sehingga fase dough resin menjadi lebih lama dan working time menjadi lebih
panjang.
4. Rubbery: Monomer sisa menguap dan monomer semakin masuk dalam butir polimer.
Massa tidak lagi flowable untuk mengambil bentuk dari cetakan.
5. Stiff: Massa dibiarkan dalam waktu yang lama dan akan memasuki fase stiff (kaku).
Menandakan penguapan dari monomer yang tidak bereaksi. Massa terlihat sangat kering
dan tahan terhadap perubahan mekanis (Anusavice at al 2012, hal. 478).
5. PEMBAHASAN
5.1 RESIN AKRILIK HEAT-CURED

Resin akrilik dibuat dari reaksi polimerisasi radikal bebas menggunakan metil
metaklirat (MMA) sebagai monomer. Resin akrilik dapat dibentuk melalui formulasi
heat atau cold-cured. Akrilik terdiri dari powder dan liquid, powder merupakan MMA
sedang liquid merupakan cross-link agent berfungsi meningkatkan physical properties
dari set material, proses dasar mencampurkan powder dan liquid adalah merubah dari
metal metaklirat menjadi polimetilmetaklirat dengan proses polimerisasi. (McCabe,
2008) Kandungan lain yakni inhibitor sebagai pembuat shelf time dari resin akrilik
panjang, apabila tidak ada inhibitor maka polimerisasi monomer dengan liquid akan
lambat (McCabe, 2008) Kandungan lain adalah aktivator berfungsi sebagai pereaksi
oksida dengan powder agar terbentuk radikal bebas sebagai inisiasi polimerisasi
(McCabe, 2008). Reaksi dapat dituliskan: Polymer + Benzoil peroxide initiator +
monomer + Amine Activator → Polymer + Exothermic Heat. Proses kerja dilakukan pada
fase dough (tidak lengket, mudah rusak jika dibersihkan dengan sarung tangan saat
ditarik) harus diaplikasikan dengan cepat ke dalam mould lalu dipres. Jika tidak, maka
akan lanjut ke fase selanjutnya yakni rubbery yang akan kembali ke bentuk semula
apabila ditekan. Oleh karena itu waktu pengerjaan resin aklirik menurut ADA adalah 5
menit (Annusavice, 2013). Manipulasi dari resin akrilik melibatkan pencampuran powder
dan liquid, apabila rasio powder / liquid terlalu tinggi adonan menjadi kering dan menjadi
unmanageable sehingga adonan tidak flow saat diletakkan di gipsum di bawah tekanan.
Sebagai tambahan, ada monomer yang berikatan dengan terlalu banyak polimer sehingga
tidak rapi, ketidak sempurnaan pengikatan monomer

Resin akrilik heat cured merupakan resin akrilik yang digunakan dalam dunia
kedokteran gigi, yang aktivitas polimerisasinya membutuhkan pemanasan bisa
menggunakan waterbath atau perebusan manual. Dalam melakukan percobaan ini,
didapatkan hasil bahwa resin akrilik heat cured mencapai fase sandy pada 60 detik dari
penuangan pertama dan fase stringy tercapai pada menitke 2. Kemudian fase dough itu
tercapai pada waktu 8 menit 27 detik dan fase rubbery pada 20 menit 25 detik setelah
pencampuran pertama kali. Pada fase stiff tidak didapatkan data waktu pada fase tersebut
dikarenakan praktikan lupa mencatat waktu pada fase tersebut. Dalam menentukan waktu
setiap fase tersebut, dilakukan pengamatan terhadap perubahan karakteristik atau sifat
dari adonan resin akrilik. Pada fase sandy, ditandai dengan adonan masih terlihat berbutir
ketika adonan monomer dan polimer bertemu. Fase stringy ditandai dengan sifat adonan
yang masih lengket dan terbentuk serat-serat ketika adonan direntangkan. Fase dough,
fase yang sangat baik untuk memasukkan adonan ke dalam mould, memiliki karakteristik
adonan tidak lagi lengket dan dan mudah dikeluarkan dari mixing pot. Fase selanjutnya
adalah rubbery, yang ditandai dengan adonan yang bersifat elastis seperti karet. Fase
terakhir, stiff, dimana adonan telah mengeras dan tidak lagi bisa dibentuk. Fase dough
tercapai pada 8 menit 27 detik dan tidak melebihi dari 10 menit (Annusavice, 2013).

Selain itu, data praktikum ini juga diperoleh dari proses pengamatan hasil atau
produk akhir dari percobaan setelah dipanaskan. Pada tahap polimerisasi ini dibedakan
menjadi 3 adonan yang berbeda fase packing, yaitu stringy, dough, dan rubbery. Pada
adonan stringy, setelah dilakukan pemanasan diperoleh produk yang porus, bersayap,
berbintil dan memiliki warna yang paling cerah dibandingkan dua produk lainnya.
Sedangkan pada adonan dough, diperoleh produk akhir yang berbintil, mengalami distorsi
dimensi, bersayap dan memiliki warna yang lebih gelap dari adonan pertama dan lebih
cerah jika dibandingkan adonan ketiga. Pada adonan terkahir, rubbery, diperoleh hasil
lempeng yang porus, bersayap, mengalami distorsi dimensi dan memilik warna yang
paling gelap diantara yang lainnya.

Ada 2 jenis porositas yang dapat kita temukan pada basis gigi tiruan yaitu
shrinkage porosity dan gaseous porosity. Shrinkage porosity kelihatan sebagai
gelembung yang tidak beraturan bentuk di seluruh permukaan gigi tiruan sedangkan
gaseous porosity terlihat berupa gelembung kecil halus yang uniform. Porusitas pada
resin akrilik dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti campuran yang kelebihan
monomer dan porus gas bisa terjadi di daerah yang jauh dari sumber panas (McCabe,
2008). Selain itu adonan dalam polimerisasi yang tidak sempurna akan menyebabkan
kelebihan bila diaplikasikan pada mould atau aplikasi lain dan bila penekanan / press
dilakukan dengan tidak sempurna maka akan menimbulkan porositas yang sangat besar
karena sebagian besar massa basis gigi akan keluar sehingga ukuran packing tidak sesuai
dengan ukuran awal dan menimbulkan granula atau bintil dipermukaan denture base
(Annusavice, 2013). Porusitas pada resin akrilik juga dapat disebabkan karena proses
pemanasan yang lebih lama dari aturan yang telah ditentukan atau lebih dari 20 menit.
Proses pemanasan yang terlalu lama akan meningkatkan suhu melebihi 100º C dan jika
dibiarkan lama-lama dapat mengakibatkan porus gas di bagian yang lebih tipis dari
denture. (McCabe, 2008).

Sayap yang timbul pada denture base disebabkan karena pengepresan yang
kurang sempurna, ekspansi yang tinggi serta pemotongan adonan pada mould yang
kurang presisi. Distorsi dimensi pada resin akrilik heat cured, bisa disebabkan karena
proses perendaman denture base pada air setelah kuvet atas dibuka untuk menurunkan
suhu. Pada saat pengaliran air, permukaan resin krilik yang tidak tertutup gypsum
mengalami perubahan suhu yang cepat menjadi lebih rendah. Sedangkan permukaan
akrilik yang tertutup gipsum, penurunan suhu lebih lama atau bahkan tidak mengalami
perubahan. Akibatnya, permukaan yang mengalami penurunan suhu yang lebih besar,
akan mengalami shrinkage / penyusutan dan mengakibatkan lempeng denture base
melengkung.

Perbedaan warna pada ketiga lempeng akrilik, ini berhubungan dengan fase
packing adonan pada kuvet. Pada adonan stringy, lempeng akrilik berwarna paling cerah
jika diabandingkan dengan dua lempeng lainnya karena pada fase tersebut adonan
memiliki visikositas yang rendah atau memiliki sifat flow yang cukup tinggi. Sedangkan
pada adonan rubbery, lempeng akrilik memiliki warna paling gelap jika dibandingkan
dengan kedua lempeng lainnya, karena pada fase tersebut adonan memiliki visikositas
yang tinggi atau sifat flow yang rendah. Warna pada percobaan kedua lebih ideal daripada
warna pada fase lain, karena fase dough merupakan fase ideal untuk packing akrilik.

5.2 RESIN AKRILIK COLD-CURED

Pada percobaan resin akrilik aktivasi kimia (Cold Cured Acrylic) sebagai bahan
denture base, bahan yang digunakan adalah Pro Base Cold. Berdasarkan aturan pabrik
yang tertera, W/P ratio yang digunakan dalam membuat denture base satu rahang penuh
dengan packing technique adalah 10 ml cairan monomer dan 20,5 g bubuk polimer.

Mould yang ditanam pada kuvet sebelumnya dioleskan dengan CMS (Cold
Mould Seal) terlebih dahulu. CMS ini berfungsi sebagai bahan separator yang akan
memudahkan adonan untuk dapat dilepaskan dan juga sebagai isolasi adonan serta
pelapis mould sehingga adonan tidak akan masuk pada porus karena CMS akan menutupi
porositas yang ada pada permukaan mould tersebut.

Setelah itu dilanjutkan dengan tahap pencampuran cairan monomer dan bubuk
polimer, yang dilakukan dengan cara yaitu cairan monomer terlebih dahulu dituangkan
pada pot perselin, baru kemudian bubuk polimer dimasukkan ke pot porselin secara
perlahan sampai semua bubuk polimer terbasahi oleh cairan monomer. Dengan cara
tersebut akan didapatkan hasil pencampuran yang homogen.

Untuk denture base yang pertama, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai fase
dough adalah 4 menit 4 detik dari awal pencampuran. Sedangkan waktu yang dibutuhkan
untuk working time hanya sekitar 1 menit dikarenakan suhu ruangan yang mencapai 27,1̊
C. Hal ini menjadi sesuai dengan teori bahwa material cold cured mencapai fase dough
lebih cepat dan memiliki working time (waktu yang dibutuhkan ketika meletakkan
mould) lebih pendek (McCabe and Walls 2008, hal. 116). Adapun karakteristik yang
dapat diamati saat cold cured mencapai fase dough adalah adonan tidak berserat dan
tidak melekat pada permukaan pot perselin maupun spatula yang digunakan.

Adonan yang telah mencapai fase dough dilanjutkan dengan melakukan proses
packing yaitu melapisi permukaan adonan dengan plastik dan kemudian diletakkan pada
permukaan mould yang telah dioleskan CMS. Setelah itu, dilakukan tiga kali
pengepresan dengan waktu pengerjaan yang cepat. Pada pengepresan pertama, adonan
mengisi ruang mould hingga menimbulkan kelebihan pada tepi cetakan yang harus
dipotong dengan pisau malam agar mendapatkan hasil yang rapi. Dan pada pengepresan
kedua, masih terdapat juga sedikit kelebihan resin akrilik yang harus dipotong dan
dirapikan. Selanjutnya pada pengepresan terakhir, isi kuvet tidak lagi dilapisi dengan
plastik dan kuvet kemudian ditutup rapat serta dipindahkan pada handpress. Waktu yang
dibutuhkan untuk pengepresan terakhir adalah sekitar 30 menit. Setelah pengepresan
selama 30 menit, hasil denture base dapat diambil dari kuvet.

Hasil dari denture base yang pertama dan kedua didapatkan adanya kesalahan,
yaitu terdapat sayap pada sekeliling denture base. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan
pemotongan yang kurang rapi pada tepi-tepi adonan saat setelah dilakukan pengepresan
pertama dan kedua.

Anda mungkin juga menyukai