“RESIN AKRILIK”
BLOK 9
Dosen Pembimbing:
drg. Diana Wibowo, Sp. Ort
Oleh:
Kelompok A5
NITHYA AZZAHRA VIDIA HUTAGALUNG 2111111220029
RAHMADANI PENRE 2111111220031
DELFA RIZQI FAJRINA 2111111220033
ELNATIO MONICA MANIK 2111111220034
RIKA AMILEA WULANDARI 2111111220035
HELINA AGUSTINA 2111111220037
NAOMI SONDANG BR SIMANJUNTAK 2111111220038
MARSELA UMBAR WATY 2111111220040
MUHAMMAD THOHA 2111111310001
REZKY BERLIANOOR 2111111310012
LILIA DWI SANDRA 2111111320033
ARINI RUSYDA 2111111320034
MAHMUD MUHLISIN 2111111110003
KARIN IVANA 2111111220028
I WAYAN AGESFI WISNU WARDANA 2111111310031
M. RIZKY NUARI ASMIK ARA 2111111310032
2023
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM
RESIN AKRILIK
Oleh:
Kelompok A5
Mengetahui,
A. Tujuan
Tujuan dilaksanakannya praktikum ini adalah agar mahasiswa
dapat memanipulasi resin akrilik aktivasi kimia dengan cara yang tepat
sebagai bahan denture base dan mahasiswa dengan dilaksanakannya
praktikum ini diharapkan dapat mengetahui dan membedakan
manipulasi resin akrilik aktivasi kimia yang digunakan sebagai bahan
reparasi.
B. Dasar Teori
Praktikum akrilik biasanya berkaitan dengan pembuatan atau
pengolahan bahan akrilik, yang termasuk di dalamnya adalah polimer akrilik,
monomer akrilik, dan bahan-bahan tambahan lainnya. Beberapa dasar teori yang
mungkin terkait dengan praktikum akrilik antara lain:
1. Polimer akrilik: Polimer akrilik adalah polimer yang terbuat dari
monomer akrilik. Polimer akrilik biasanya terbentuk melalui proses
polimerisasi radikal bebas, yang melibatkan reaksi antara monomer
akrilik dengan zat pengaktif (misalnya, persulfat) dan zat penginisiasi
(misalnya, azobisisobutyronitrile). Polimer akrilik memiliki sifat yang
sangat bergantung pada jenis monomer dan kondisi polimerisasi
(Annusavice, 2013).
2. Monomer akrilik: Monomer akrilik adalah senyawa organik yang
memiliki gugus fungsional akrilat. Beberapa jenis monomer akrilik yang
umum digunakan antara lain metil metakrilat (MMA), etil akrilat (EA),
butil akrilat (BA), dan 2-hidroksi etil akrilat (HEA). Monomer akrilik
umumnya digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan polimer
akrilik dan juga dapat digunakan dalam berbagai aplikasi lainnya.
3. Polimerisasi: Polimerisasi adalah proses pembentukan polimer dari
monomer melalui reaksi kimia. Polimerisasi dapat terjadi melalui
beberapa mekanisme, termasuk polimerisasi radikal bebas, polimerisasi
ionik, dan polimerisasi koordinasi. Dalam praktikum akrilik,
polimerisasi radikal bebas adalah mekanisme yang paling umum
digunakan seperti yang digunakan pada praktikum ini yaitu
menggunakan mekanisme heat cure atau polimerisasi dengan energi
panas (Annusavice, 2013).
4. Pembentukan film akrilik: Bahan akrilik umumnya digunakan sebagai
bahan dasar dalam pembuatan cat, pelapis, dan sejenisnya. Pembentukan
film akrilik biasanya melibatkan penggunaan zat pengawet, zat pengisi,
dan pelarut, serta proses aplikasi dan pengeringan yang tepat.
5. Analisis karakteristik: Beberapa analisis yang umum dilakukan dalam
praktikum akrilik antara lain analisis viskositas, analisis kekuatan tarik,
analisis ketahanan gores, dan analisis transparansi. Analisis ini dapat
memberikan informasi tentang sifat fisik dan mekanik dari bahan akrilik
yang dihasilkan dan dapat digunakan untuk memperbaiki proses
produksi dan formulasi produk (Annusavice, 2013).
Bahan
1. Base plate wax
2. Bubuk (polimer) dan cairan (monomer) resin akrilik tipe Heat cured
3. Bahan separator (Could mould seal dan Vaselin)
4. Palstik cellophan
5. Gips tipe II dan Gips tipe III
D. Cara Kerja
1. Persiapan alat dan bahan.
2. Membuat pola dari malam dengan cara memotong malam merah sesuai
desain yang diinginkan.
3. Rapikan dan haluskan tepi permukaan malam.
4. Penamaan model dalam kuvet (flasking)
a. Memeriksa tepi kuvet dapat tertutup rapat dan ulasi seluruh
bagian dalam kuvet dengan vaselin.
E. Hasil
2. Fase Dough
Adonan kalis dan
sudah tidak menempel 59 detik
pada spatula
3. Fase Rubbery
Adonan mengeras dan
kenyal seperti karet, 1 menit 3 detik
susah dibentuk dalam
kuvet
F. Pembahasan
1. Fase Stringy dan Perbedaannya
Ketika monomer dan polimer dicampur dalam proporsi sesuai aturan, maka
terbentuk campuran yang akan bereaksi. Selanjutnya, campuran ini akan melalui
lima tahap yang berbeda. Tahapan ini dapat dideskripsikan menjadi fase sandy,
stringy, dough, rubbery, dan stiff.
Selama fase sandy, terjadi sedikit atau tidak ada interaksi yang terjadi pada
level molekul. Untaian polimer tetap tidak berubah dan konsistensi campuran
dapat dideskripsikan sebagai campuran kasar atau berbutir. Kemudian campuran
ini akan memasuki fase stringy. Dalam tahap ini, monomer akan menutupi
permukaan rantai polimer dan akan diserap ke dalam polimer. Beberapa rantai
polimer terdispersi dalam monomer cair. Rantai polimer ini akan membuka dan
kemudian meningkatkan viskositas dari campuran. Fase ini memiliki karakter
“stringiness” atau “stickiness” ketika material disentuh atau ditarik terpisah.
Campuran pada tahap ini memiliki viskositas yang rendah. Sehingga jika
dilakukan pengepresan, hasil dari press ini akan memiliki banyak porositas di
permukaannya dan tidak padat. Adanya porositas ini akan mempengaruhi sifat
fisik yang menjadi lebih rapuh dan estetika dari plat yang dibuat. Polimerisasi
dalam waktu singkat pada fase ini berpengaruh pada monomer sisa. Monomer
sisa memiliki potensi menyebabkan iritasi pada jaringan mulut, inflamasi, dan
alergi.
Setelah perebusan resin akrilik dalam kuvet dan didiamkan selama 24 jam,
maka kuvet dibuka dan terlihat perbedaan dari masing masing fase pengadukan
atau mixing. Resin akrilik yang diaduk hingga fase stringy menghasilkan 2
produk akhir yang berbeda warna, pada pola pertama menunjukan resin akrilik
yang berwarna merah muda dan transparan sedangkan pada pola yang kedua
menunjukan resin akrilik yang berwarna merah muda pucat dan tidak
transparan. Perbedaan hasil dari kedua pola ini berbeda dipengaruhi oleh waktu
saat pencetakan resin akrilik ke dalam kuvet dan monomer yang menguap
berlebihan sehingga adonan resin akrilik dipola kedua kekeringan dan tidak bisa
mencapai fase setting yang seharusnya. Dikarenakan pada cetakan kedua ini
resin akrilik sudah menguap lebih dulu jadi pada saat dimasukan ke dalam
cetakan yang kedua konsistensi adonannya sudah berbeda.
Resin akrilik yang diaduk hingga fase dough menghasilkan produk yang
berbeda beda. Diantara 4 pola yang terbentuk, ada 2 pola yang menunjukan
produk dengan warna merah muda dan transparan dan 2 pola lainnya
menunjukan produk dengan warna merah muda pucat dan tidak transparan.
Perbedaan hasil dari beberapa pola ini berbeda dipengaruhi oleh waktu saat
pencetakan resin akrilik ke dalam kuvet dan monomer yang menguap berlebihan
sehingga adonan resin akrilik pola 2 pola lain kekeringan dan tidak bisa
mencapai fase setting yang seharusnya. Alasan lainnya yaitu dikarenakan lambat
pada saat proses pemasukan adonan ke cetakan yang membuat adonan akrilik
berubah fase dan juga bisa karena cetakan yang digunakan terlalu tebal sehingga
membuat hasil menjadi kurang optimal.
Pada resin akrilik yang diaduk hingga fase rubbery menghasilkan produk
akhir yang berwarna merah muda dan tidak transparan. Hal ini dapat terjadi
karena saat pengadukan dan sebelum proses press larutan monomer menguap
berlebihan sehingga adonan resin akrilik kekeringan dan tidak bisa mencapai
konsistensi dan konsentrasi yang seharusnya. Permukaan resin akrilik fase
rubbery terlihat sangat tidak rapi dan banyak porositas. Porositas tersebut akibat
dari penguapan monomer yang tidak bereaksi, serta polimer berat molekul
rendah bila temperatur resin mencapai atau melebihi titik didih bahan tersebut.
Porositas juga dapat terjadi karena pengadukan yang tidak tepat antara
komponen monomer dan polimer. Timbulnya porositas dapat diminimalkan
dengan menjamin homogenitas resin yang sebesar mungkin, penggunaan rasio
polimer berbanding monomer yang tepat, pengadukan yang terkontrol dan
menunda memasukkan resin sampai di capai sampai konsistensi resin mencapai
tahap seperti adonan. (Anusavice, 2013)
G. Kesimpulan
Praktikum akrilik ialah praktikum yang berkaitan dengan pembuatan
atau pengolahan bahan akrilik, yang termasuk di dalamnya adalah polimer
akrilik, monomer akrilik, dan bahan-bahan tambahan lainnya. Beberapa dasar
teori yang mungkin terkait dengan praktikum akrilik antara lain polimer akrilik,
mobomer akrilik, polimerisasi, pembentukan film akrilik, dan analisis
karakteristik. Ada beberapa tahapan yang terjadi dalam dilakukannya praktikum
akrilik yaitu fase sandy, stringy, dough, rubbery, dan stiff. Pada fase sandy,
terjadi sedikit atau tidak ada interaksi yang terjadi pada level molekul, pada fase
stringy memiliki karakter “stringiness” atau “stickiness” ketika material
disentuh atau ditarik terpisah, fase dough yaitu fase saat konsistensi adonan
kalis, mudah diangkat dan tidak lengket lagi, sedangkan fase rubbery ditandai
dengan adonan elastis seperti karet. Pada saat fase stringy dan dough, produk
yang diberikan perlakuan memberikan hasil 2 warna yang berbeda, hal tersebut
dapat terjadi karena dipengaruhi oleh waktu saat pencetakan resin akrilik ke
dalam kuvet dan monomer yang menguap berlebihan.
DAFTAR PUSTAKA
Annusavice K, Shen C, Ralph RH. Phillips. Science of dental materials. Edisi 12. USA.
Missouri: Elsevier Saunders Company, 2013.
Ningsih, D. S., Rahmayani, L., & Bomazdicahyo, P. (2013). Pengaruh durasi
perendaman resin akrilik heat cured dalam larutan sodium hipoklorit 0, 5%
terhadap perubahan dimensi. Cakradonya Dental Journal, 5(2), 572-579.