Anda di halaman 1dari 11

BARU

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL II

TOPIK : Bahan Tanam Gypsum Bonded

KELOMPOK : B-7

TANGGAL UM : 3 September 2014

PEMBIMBING :Devi Rianti, drg, MKes

NAMA :

1. Antony Wijaya NIM : 021311133091

2. Sa’ad Kumayangan NIM : 021311133092

3. Dwi Maulidiniyah NIM : 021311133093

4. Aisyah Marwah NIM : 021311133094

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2014
BARU

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL II

TOPIK : Bahan Tanam Gypsum Bonded

KELOMPOK : B-8

TANGGAL UM : 3 September 2014

PEMBIMBING : Soebagio, drg, MKes

NAMA :

1. Amelia.P. Rizkita NIM : 021311133095

2. Nur Latifah.Z NIM : 021311133096

3. Tiara Eva. D NIM : 021311133097

4. Wienny Setyadewi NIM : 021311133098

5. B.Vindi Januarisca NIM : 021311133099

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2014
BAHAN TANAM GYPSUM BONDED

I. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu melakukan manipulasi bahan tanam dengan cara yang
tepat
2. Mahasiswa mampu melakukan penanaman model tanam menggunakan
bahan tanam jenis gypsum
3. Mahasiswa mampu melakukan penuangan logam dengan benar

II. BAHAN
1. Bahan tanam gypsum bonded
2. Malam inlay
3. Sabun
4. Paraffin
III. ALAT
1. Alat cetak model malam bentuk mahkota
2. Pisau model
3. Brander spirtus
4. Hand press
5. Spatula
6. Gelas ukur
7. Timbangan
8. Bowl
9. Crucible former
10. Bumbung tuang
11. Vibrator
12. Kuas
IV. CARA KERJA
A. Pembuatan model malam

1. Semua alat yang digunakan untuk membuat model malam mahkota harus
dalam keadaan bersih
2. Sebelum memuai pekerjaan, alat cetak model malam mahkota diperiksa dan
dipastikan dalam keadaan bersih dan tidak ada sisa malam yang tertinggal
3. Ujung alat cetak diulasi dengan paraffin secukupnya jangan berlebih
4. Malam inlay dipotong secukupnya kemudian dilelehkan, setelah malam cair
lalu malam dituangkan ke dalam cetakan
5. Setelah cetakan diisi penuh dengan malam cair, keudian segera ditutup
dengan cetakan model malam
6. Cetakan dibiarkan 30 detik, kemudian cetakan diletakkan di atas hydrolic
press, ditekan sampai batas alat cetak menempel, malam yang keluar dari lubang
cetakan dibersihkan
7. Cetakan dibuka tutupnya model malam diambil dan diletakkan dalam
wadah
B. Penanaman model malam

1. Malam sprue dipotong secukupnya, kemudian sprue tersebut diletakkan


pada model malam dengan cara mencairkan ujung malam sprue dan dilekatkan
dengan model malam dala posisi tegak, malam sprue tersebut dihaluskan
2. Ujung lain malam sprue diletakkan pada crucible former dengan posisi
tegak
3. Ketinggian model malam diukur dengan jalan memasukkan bumbung tuang
pada crucible former, jarak antara tepi bumbung tuang dengan tepi atas model
malam diukur. Jarak tidak boleh kurang dari 7 mm. Jika jarak lebih dari 7 mm maka
sprue harus ditambah untuk memanjangkan, jika jarak kurang dari 7 mm maka
sprue dipotong atau dipendekkan, lalu sprue dihaluskan kembali
4. Ulasi seluruh permukaan model malam dan sprue dengan air sabun
memakai kuas
5. Bubuk bahan tanam ditimbang seberat 55 gr dan air diukur sebanyak 20 ml
6. Air dituangkan terlebih dahulu ke dalam bowl, lalu dimasukkan bubuk
bahan tanam kedalam bowl yang telah terisi air
7. Adonan diaduk sebanyak 45 putaran selama 30 detik di atas vibrator,
kemudian adonan dituangkan ke dalam bumbung tuang yang telah lengkap dengan
crucible former dan malam terpasang di atas vibrator
8. Setelah bumbung tuang penuh, bumbung tuang dipindahkan dari vibrator
dan diberi tanda .
9. Melakukan percobaan bahan tanam model malam ini kembali dengan
perbandingan bubuk 58 gr dan air 25 ml
10. Melakukan percobaan bahan tanam model malam ini kembali dengan
perbandingan bubuk 63 gr dan air 20 ml
V. HASIL PRAKTIKUM

Keterangan :
I = Percobaan dengan bubuk bahan tanam 55 gr dan air 20gr
II= Percobaan dengan bubuk bahan tanam 58 gr dan air 25gr
III= Percobaan dengan bubuk bahan tanam 63 gr dan air 20gr
Pada praktikum ini, tidak didapatkan hasil praktikum karena bahan tanam
tuang yang kami manipulasi belum sepenuhnya setting. Kami tidak bisa melakukan
analisa hasil praktikum, hanya berdasarkan teori yang ada.
VI. PEMBAHASAN
Bahan dasar utama dari bahan tanam untuk inlay gigi yang digunakan
dengan logam cor dari emas konvensional adalah α-hemihidrat dari gypsum dan
bentuk silika. (Anusavice, 2003, hal 396). Gypsum adalah mineral yang dihasilkan
secara alami dengan rumus kimia CaSO4.2H2O (kalsium sulfat dihidrat). Bentuk α-
hemihidrat dari gypsum secara umum merupakan pengikat untuk bahan tanam yang
digunakan pada pengecoran logam campur yang mengandung emas dengan kisaran
titik cair dibawah 1000oC (1800oF). (Anusavice, 2003, hal 397)

Silika juga ditambahkan untuk memberikan sifat refraktori selama pemanasan


dari bahan tanam dan untuk mengatur ekspansi termal. Selama pemanasan, bahan
tanam diharapkan memuai secara termal untuk mengkompensasi sebagian atau
seluruh penyusutan pengecoran dari logam campur emas. (Anusavice, 2003, hal
397)

Tahap setting reaksi dari dental gypsum dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Hemihidrat dicampur dengan air, terbentuk suatu suspensi cair dan dapat
dimanipulasi.
2. Hemihidrat larut terus hingga terbentuk larutan yang jenuh
3. Larutan jenuh dari hemihidrat ini akan membentuk gumpalan dihidrat yang
diendapkan.
4. Terbentuk kristal baru, reaksi terus berlanjut sampai selesai.
Reaksi yang terjadi di atas termasuk reaksi reversible dan eksoterm dan dapat
digambarkan sebagai berikut (Anusavice, 2003, hal 158).

(CaSO4)2.H2O + 3H2O  2CaSO4.2H2O + panas

Ekspansi bahan tanam tuang gypsum dapat dideteksi selama perubahan dari
partikel hemihidrat menjadi partikel dihidrat. Setting expansion dapat dijelaskan
berdasarkan mekanisme kristalisasi. Proses kristalisasi digambarkan sebagai suatu
pertumbuhan kristal – kristal dihidrat dari nukleus, yang saling berikatan satu
dengan yang lainnya. Bila proses ini terjadi pada ribuan kristal – kristal selama
pertumbuhan, suatu tekanan atau dorongan keluar dapat terjadi dan menghasilkan
ekspansi massa keseluruhan. Tumbukan atau gerakan dari kristal – kristal ini
menyebabkan terbentuknya mikroporus. Struktur gypsum yang telah mengeras
terdiri dari kristal – kristal yang saling terkait, di antaranya adalah mikroporus dan
porus yang mengandung air berlebih. Air tersebut diperlukan ketika pengadukan.
Namun, ketika mengering, kelebihan air tersebut menghilang dan ruangan kosong
meningkat. (Anusavice, 2003, hal.163).

Suhu malam
Malam yang dimasukkan cetakan dalam pembuatan model malam tidak
boleh terlalu panas karena hal tersebut dapat menyebabkan hasil akhir cetakan tidak
sempurna. Malam juga akan teroksidasi ketika dipanaskan dan pada pemanasan
yang lama beberapa molekul malam akan menguap. Selain itu malam terlalu panas
memiliki sifat flow yang terlau besar sehingga ketika dilakukan pengepresan
mengakibatkan permukaan model malam tidak tercetak sempurna. (Anusavice
2004, p.296)

Kegunaan paraffin
Penggunaan paraffin perlu diperhatikan dalam pembuatan model malam
bentuk mahkota selubung. Bila paraffin yang digunakan terlalu sedikit maka dapat
mengakibatkan sulit lepasnya cetakan dari kuningan. Akan tetapi jika terlalu
berlebihan dalam pemberian paraffin, dapat menghalangi adaptasi terhadap die.

Panjang dan diameter sprue


Panjang dan diameter sprue harus disesuaikan dengan model
malam. Diameter sprue kira-kira sama dengan bagian model malam yang
paling tebal. Jika model malam kecil atau tipis, maka diameter sprue juga
akan tipis karena disesuaikan dengan ketebalan model malam, begitu pula
sebaliknya. Tetapi diameter sprue yang terlalu kecil akan menyebabkan
daerah tersebut memadat terlebih dahulu sebelum mengisi mould dengan
baik. Untuk mengatasi hal ini, perlu ditambahkan reservoir pada sprue
(Anusavice 2013, p214).
Letak sprue
Sprue direkatkan pada penampang yang paling luas, karena aliran
logam cair akan lebih baik mengalir dari bagian yang tebal ke bagian yang
lebih tipis. Panjang sprue juga disesuaikan dengan tinggi tabung serta
model malam. Jarak antara model malam dengan bagian atas tabung
kurang lebih 6mm. sprue juga tidak terlalu panjang untuk mengalirkan
logam cair kedalam mould (Anusavice 201
3, p214)

Kegunaan air sabun


Setelah sprue ditempelkan, malam diolesi dengan wetting agent kemudian
dibiarkan bebeapa saat lalu dibilas dengan air dan dikeringkan. Wetting agent yang
digunakan adalah air sabun yang tujuannya adalah untuk membersihkan malam dari
kotoran, debu dan minyak, selain itu berfungsi untuk mengurangi tegangan
permukaan pada model malam sehingga mempermudah pembahasan bahan tanam
tuang dan juga berfungsi sebagai perlekatan pada bagian model yang kecil dan tipis.

Jarak sprue dan bumbung tuang


Jarak antara sprue dam bumbung tuang maksimal 7 mm. Jika jarak lebih
dari 7 mm, maka pasak akan lebih pendek sehingga ketika logam masuk maka akan
pecah. Tetapi jika jarak kurang dari 7 mm udara tidak akan bisa keluar dan tekanan
logam tidak bisa sempurna sehingga mengakibatkan udara terjebak yang akan
menyebabkan gaseous porosity (Annusavice, 2003)

Efek kekentalan bahan tanam tuang gypsum bonded


Semakin tinggi W/P ratio dari campuran bahan tanam tuang yang normal,
maka akan semakin encer campuran. Dampaknya, akan semakin sedikit setting
expansion higroskopisnya. Nilai setting expansion higroskopis dibawah nilai
ekspansi maksimum tergantung hanya pada jumlah air yang ditambahkan dan
independen dari rasio air / bubuk, jumlah pencampuran, dan usia atau umur simpan
investasi. Temuan ini merupakan dasar untuk teknik ekspansi cetakan. Semakin
banyak air yang digunakan dalam pencampuran bahan tanam tuang juga membuat
kurangnya ekspansi termal yang dicapai selama proses pemanasan. Kekuatan bahan
tanam tuang juga dipengaruhi oleh W/P ratio, semakin banyak air yang digunakan
dalam pencampuran, semakin rendah kuat tekan. Pada akhirnya, kekentalan bahan
tanam tuang gypsum bonded berdampak pada setting expansion, thermal expansion,
dan kekuatan hasil bahan tanam tuang. (Annusavice, 2003)

Jarak crucible former


Sprue berfungsi seperti reservoir, memfasilitasi masuknya alloy cair ke pola
model malam. Sprue dipasangkan pada bagian model malam yang memiliki posisi
melintang paling besar. Lebih baik lelehan alloy mengalir dari bagian yang tebal ke
bagian yang lebih tipis untuk menghindari resiko. (Annusavice’s dkk, p.214)
Sprue harus cukup panjang untuk menempatkan model malam dengan tepat
di dalam cincin cor dengan jarak sekotar 6 mm dari ujung cincin dan cukup pendek
agar lelehan logam tidak mengeras sebelum mengisi pola model malam.
(Annusavice’s dkk, p.214)
Panjang sprue bergantung pada panjang dari cincin cor. Jika sprue terlalu
pendek, letak model malam akan terlalu jauh dari ujung cincin cor sehingga gas
tidak cukup terventilasi untuk melancarkan lelehan logam mengisi pola. Ketika gas
tersebut tidak hilang secara keseluruhan, porositas dapat terjadi. Oleh karena itu,
panjang sprue harus disesuaikan agar ujung atas dari model malam berjarak 6 mm
dari ujung terbuka cincin untuk bahan tanam tuang gypsum bonded. (Annusavice’s
dkk, p.214-215)

VII. KESIMPULAN
Proses manipulasi dari bahan tanam gypsum bonded sangat mempengaruhi
hasilnya. Faktor yang sangat mempengaruhi hasil bahan tanam tuang ini adalah
perbandingan W:P ratio dan cara memanipulasi yang sesuai aturan. Semakin besar
W:P ratio, maka semakin kecil setting expansionnya, sebaliknya, semakin kecil
W:P ratio, maka semakin besar setting expansionnya. Dengan perbandingan W:P
ratio yang normal sesuai aturan pabrik, akan didapatkan hasil yang memuaskan
karena akan didapatkan nilai setting expansion yang pas untuk mengkompensasi
penyusutan saat pendinginan logam.
DAFTAR PUSTAKA
Anusavice, KJ. 2003. Phillips' Science of Dental Materials. 11th ed. St.
Louis, Missouri: Elsevier Saunders. pp 302-308.
Annusavice KJ. 2004. Phillips Science of Dental Material. 10Th. W.B.
Sauders Company. Philadelphia. Pennysylvania. p. 296
Anusavice, Kenneth J. 2008. Phillips: Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran
Gigi. Jakarta: EGC. Hal 158,163,396-397.
Annusavice, KJ, C Shen, dan HR Rawls. 2013. Phillips’ Science of Dental
Materials 12th Edition. Elsevier. St.Louis, Missouri. P.214-215
Philips, 2013, Philips Science of Dental Materials 11th.p.302-308

Anda mungkin juga menyukai