KELOMPOK
: A4
WAKTU PRAKTIKUM
PEMBIMBING
: Soebagio, drg.,Mkes.
Penyusun:
No. Nama
NIM
1.
021511133016
2.
021511133017
3.
Dini Parasila
021511133018
4.
Fauzan
021511133019
5.
021511133020
1. TUJUAN
-
Gambar 1. A. Brander Spiritus, B. Bumbung Tuang, C. Pisau Model, D. Alat cetak model
malam bentuk mahkota beserta hand press, E. Kuas dan Pisau malam, F. Bowl dan
Spatula, G. Vibrator
2.2 Bahan
1. Bahan tanam gypsum bonded
2. Malam inlay, Malam Spure (Wax Wire)
3. Sabun
4. Parafin
Gambar 2. A. Malam Inlay, B. Wax Wire, C. Bahan tanam gypsum bonded, D. Air dan gelas
takar, E. Parafin
3. CARA KERJA
3.1 Pembuatan Model Malam
1. Alat dan bahan disiapkan dalam keadaan bersih.
2. Bagian alat cetak model malam bentuk mahkota yang akan terkena malam diulasi
dengan parafin secukupnya.
3. Malam inlay dilelehkan dengan brander, setelah malam cair, malam dituangkan ke
dalam cetakan.
4. Setelah cetakan diisi penuh dengan malam cair, kemudian segera ditutup dengan tutup
cetakan model malam.
5. Tutup cetakan model malam diputar dan ditekan sampai batas alat cetak menempel,
cetakan dibiarkan 30 detik, lalu malam yang keluar dari lubang cetakan dibersihkan.
6. Cetakan dibuka tutupnya, model malam diambil kemudian dihaluskan permukaannya
menggunakan pisau model dan diulasi air sabun
2
4. HASIL PRAKTIKUM
Tabel 1. Konsistensi Bahan Tanam Gypsum Bonded
W/P
20 ml / 58 gram
25 ml / 58 gram
20 ml / 63 gram
Konsistensi
Adonan
normal
encer
kental
Pada suhu 1200C reaksi yang terjadi antara kalsium sulfat hemihidrat dan silica:
CaSO4 + SiO3 CaSiO4 + SO4
6.3 Sifat Fisik Bahan Tanam Tuang (McCabe, 2008, hal. 49-50):
1. Thermal stability, bahan tanam tuang harus memiliki retensi yang baik terhadap suhu
saat casting memiliki kekuatan yang cukup untuk menahan stress saat setting ketika
alloy cair memasuki mould bahan tanam tuang.
2. Porositas: gypsum bonded dan fosfat bonded merupakan material yang cukup porus,
sehingga dapat melepaskan air dan gas lainnya dari dalam mould selama proses
casting. Partikel gypsum bonded adalah partikel yang paling besar sehingga memiliki
pori yang besar.
3. Kompensasi ekspansi: keakuratan agar bahan tanam tuang fit dengan casting
bergantung pada kemampuan bahan tanam tuang untuk mengkompensasi penyusutan
dari alloy selama proses setting. Besarnya penyusutan bervariasi, pada gold alloy
sebesar 1.4%, pada Ni/Cr alloy 2%, dan pada Co/Cr sebesar 2.3%
4. Bahan tanam tuang berisi partikel silika dan kalsium sulfat hemihidrat yang memberi
permukaan halus pada akhir penuangan logam.
5. Setting time gypsum bonded mudah dimanipulasi seperti dental stone
7. PEMBAHASAN
Pada percobaan ini, mula-mula dilakukan pembuatan model malam terlebih dahulu
pada cetakan yang sudah ada. Separator yang digunakan adalah jenis parafin. Penggunaan
parafin tidak boleh terlalu berlebihan karena dapat mengurangi keakuratan perlekatan model
malam dengan die, menghalangi kemampuan adaptasinya, serta mengakibatkan sulit
lepasnya cetakan dari kuningan. Selain itu, pemberian parafin berlebihan juga akan
mengakibatkan kerapuhan model malam karena reaksi antara parafin yang dioleskan dengan
parafin yang terkandung dalam model malam itu sendiri.
Malam yang dimasukkan cetakan dalam pembuatan model malam tidak boleh
dipanaskan sampai mendidih karena hal tersebut dapat menyebabkan porous dan hasil akhir
cetakan tidak sempurna. Malam juga akan teroksidasi ketika dipanaskan dan pada
pemanasan yang lama beberapa molekul malam dapat menguap sehingga akan menyisakan
bagian lengket. Selain itu, malam yang terlalu panas juga memiliki sifat flow yang terlau
besar sehingga ketika dilakukan pengepresan mengakibatkan permukaan model malam
tidak tercetak sempurna (Anusavice, 2013, hal. 198).
Tahap selanjutnya, melakukan pelekatan sprue terlebih dahulu pada model malam.
Tujuan dari penanaman model malam dengan menggunakan sprue:
1. Untuk membentuk saluran logam cair selama proses pengecoran (Casting)
2. Untuk membentuk sebuah mount pada model malam dan memperbaiki pola sehingga
cetakan dapat terbentuk
3. Untuk menyediakan saluran keluarnya malam saat proses pembuangan malam
4. Untuk mengimbangi penyusutan logam selama proses pemadatan (Manappallil, 2010,
hal. 256)
Diameter sprue yang digunakan harus paling tidak hampir sama dengan ketebalan
dari model malam yang dibuat atau sama dengan bagian model malam yang paling tebal.
Hal ini bertujuan untuk memungkinkan aliran yang lancar dari logam cair dan menghindari
perubahan bentuk dari daerah malam yang tipis selama perlekatan sprue pada model. Sprue
harus diarahkan menjauh dari bagian-bagian model malam yang tipis atau kecil, karena
logam cair dapat mengabrasi atau mematahkan bahan tanam di daerah ini dan
mengakibatkan kegagalan pengecoran (McCabe and Walls, 2008, hal.80-1).
Diameter dan panjang sprue serta jarak mould cavity dari dasar mould juga
merupakan faktor penting sebelum melakukan penanaman, karena berpengaruh terhadap
kualitas hasil casting. Pemilihan sprue didasarkan pada besar diameternya yang harus sama
dengan daerah model malam yang tertebal. Diameter sprue tidak boleh terlalu tebal atau
terlalu tipis agar logam dapat mengalir ke segala arah dengan mudah dan tidak terjadi porus.
Panjang sprue tergantung pada panjangnya cincin cor. Jarak antara tepi bumbung tuang
dengan tepi atas model malam 7 mm. Jika tangkai sprue terlalu pendek, maka model
malam akan terlalu jauh dari ujung luar cincin sehingga gas-gas tidak dapat dialirkan secara
memadai untuk memungkinkan logam cair mengisi seluruh ruang cincin. Jika gas ini tidak
dapat dikeluarkan secara menyeluruh, akan menyebabkan terjadinya porositas. Selain itu
juga dapat terjadi back pressure sehingga logam yang telah mengalir dapat keluar kembali
akibat gaya sentrifugal yang ada. Namun jika tangkai sprue terlalu panjang, logam akan
mengeras terlebih dahulu dan tidak akan sampai ke tempat yang seharusnya. Atau gypsum
yang ada pada tepi atas model malam akan jebol akibat gaya sentrifugal yang terlalu besar
karena jarak yang terlalu sedikit (Anusavice, 2013, hal. 213-5).
Segala bentuk perlekatan yang ada, baik itu perlekatan antara sprue dan model
malam ataupun perlekatan antara sprue dan crucible former harus dihaluskan dan dirapikan
untuk menghilangkan ujung dan sudut yang tajam yang dapat menganggu. Untuk casting
yang lebih besar dapat menggunakan 2 atau lebih sprue agar alloy cair dapat menjangkau
semua bagian dari mould cavity sebelum penyolderan (McCabe and Walls, 2008, hal.81-2).
Setelah sprue ditempelkan, malam diolesi dengan wetting agent, lalu dibiarkan
beberapa saat setelah itu dibilas dengan air dan dikeringkan. Dalam praktikum ini, wetting
agent yang digunakan adalah air sabun. Pemberian wetting agent pada malam bertujuan
untuk mengurangi tegangan permukaan dan pengurangan perangkap gelembung udara pada
model malam, serta membersihkan malam dari kotoran, debu dan minyak, sehingga
mempermudah pembasahan bahan tanam tuang. Selain itu berfungsi juga sebagai perlekatan
sempurna pada bagian model yang kecil dan tipis (Manappallil, 2010, hal. 257).
Tahap terakhir yang dilakukan pada praktikum ini adalah penanaman model malam
yang telah dibuat. Bahan tanam tuang yang akan digunakan adalah gypsum bonded.
Menurut McCabe & Walls, tiga jenis gypsum bonded dapat dapat diidentifikasi sebagai
berikut:
1. Tipe 1 jenis ekspansi termal, untuk casting inlays dan mahkota.
2. Tipe 2 higroskopis jenis ekspansi, untuk pengecoran inlays dan mahkota.
3. Tipe 3 untuk casting lengkap dan parsial gigi palsu.
Bahan tanam tuang gypsum bonded dapat mengalami setting expansion oleh karena
pertumbuhan kristal gypsum. Campuran dari silica dan gipsum menghasilkan setting
expansion yang lebih besar dari setting expansion produk gipsum itu sendiri. Ukuran
partikel kalsium sulfat hemihidrat mempunyai efek yang kecil pada hygroscopic expansion,
sedangkan ukuran partikel silica mempunyai efek yang signifikan. Partikel silica yang
semakin baik menyebabkan setting dan hygroscopic expansion yang lebih tinggi. Partikelpartikel silica akan bercampur dengan kristal interlocking dan intermeshing ketika
mengalami pembentukan sehingga selama pembentukan terdapat tekanan pada Kristal
(Sakaguchi, 2012, hal. 313).
Setting expansion gypsum bonded salah satunya disebabkan karena perbedaan w/p
ratio. Banyaknya air dan hemihidrat harus diukur secara akurat dari beratnya. Semakin kecil
w/p ratio dan semakin lama waktu pengadukan dalam batasan praktis, semakin besar
ekspansi pengerasan. Semakin meningkat w/p ratio, semakin sedikit nukleus kristalisasi per
unit volume yang ada dibandingkan dengan adukan yang lebih kental, dan karena dapat
dianggap bahwa ruangan antar-nukleus lebih besar pada keadaan tersebut, maka
8
pertumbuhan interaksi kristal-kristal dihidrat akan semakin sedikit, demikian juga dorongan
keluar. Hal ini juga berpengaruh pada hasil tanam tuang. Jika, jika setting expansion gypsum
tinggi, maka ruangan tempat logam mengalir akan menjadi sempit akibatnya logam tidak
bisa mengisi ruangan secara keseluruhan. Sebaliknya, jika setting expansion gypsum
rendah, maka ruangan tempat logam mengalir akan lebih besar sehingga logam yang
terbentuk memiliki ukuran yang lebih besar dari aslinya sehingga menyebabkan fungsi
pengunyahan dan estetik yang di hasilkan jadi menurun (Anusavice, 2012, hal.264).
8. KESIMPULAN
Penanaman gypsum bonded dengan W/P rasio 20 ml air dengan 58 gram bubuk dan
W/P rasio 25 ml air dengan 58 gram bubuk memiliki konsistensi encer sehingga mudah
dimasukkan ke dalam bumbung tuang dan setting time lama. Sedangkan penanaman gypsum
bonded dengan W/P rasio 25 ml air dengan 63 gram bubuk memiliki konsistensi kental
sehingga sulit dimasukkan ke dalam bumbung tuang tetapi setting time lebih cepat dari
konsistensi encer.
9. DAFTAR PUSTAKA
Anusavice KJ. 2013. Phillips Science of Dental Material. 12th ed.W.B Saunders, st. Louis
Missouri
Powers, JM dan Sakaguchi RL. 2012. Craigs Restorative Dental Material 13th ed.
Mosby Elsevier St. Louis.
Manappalil, JJ. 2010. Basic Dental Materials 3rd ed. Jaypee Brothers Medical Pub. Ltd.,
India.
McCabe, J.F. 2008.Applied dental materials.9th edition. Oxford: Blackwell Publishing Ltd.
pp. 47-51