Oleh
DESTA LUSPITA
4121040
KATA PENGANTAR......................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .........................................................................................
1.2 Tujuan .....................................................................................................
1.3 Manfaat ....................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ganguan Sensori Persepsi Halusinasi..........................................................
2.2 Gangguan Proses Pikir Waham................................................................
2.3 Perilaku Kekerasan...................................................................................
2.4 Harga Diri Rendah....................................................................................
2.5 Isolasi Sosial.............................................................................................
2.6 Menarik Diri..............................................................................................
2.7 Defisit Perawatan Diri...............................................................................
2.8 Resiko Tinggi Bunuh Diri.........................................................................
BAB III
3.1 Simpulan ......................................................................................................
3.2 Saran.............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................
DOKUMENTASI...............................................................................................
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan: “LAPORAN PENDAHULUAN STASE KEPERAWATAN
JIWA LAHAN PRAKTIK PRIMA HARAPAN” yang diajukan sebagai salah satu
tugas stase keperawatan Jiwa Prodi Profesi Ners di Institut Kesehatan Rajawali
Bandung.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan laporan ini banyak
mengalami kendala, namun berkat bimbingan dan berkat Allah SWT sehingga
kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi. Untuk itu pada kesempatan
ini perkenankan penulis mengucapkan terimakasih dengan tulus kepada
1. Tonika Tohri, S.Kp., M. Kes. Selaku Rektor Institut Kesehatan Rajawali
Bandung;
2. Budi Rustandi S. Kep., Ners., M. Kep selaku ketua bidang prodi Ners;
3. Rizky Gumilang Pahlawan, S.Kep., Ners, M.Kep. Selaku koordinator stase
Jiwa;
4. Ahmad Arifin S. Kep., Ners, M. Kep. Selaku pembimbing stase yang selalu
memberikan bimbingan dan motivasi.
5. Rekan-rekan Ners yang sedang sama-sama berjuang berjuang
menyelesaikan stase Jiwa ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Proposal ini pasti ada
kekurangan dan jauh dari kata. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya membangun untuk hasil yang lebih baik.
Bandung, Maret 2022
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil studi kasus ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan ilmu
terutama pada bagian keoerawatan jiwa, sehingga para tenaga kesehatan dapat
mengetahui proses perawatan jiwa dengan benar.
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Bagi Mahasiswa
Agar menambah pengetahuan mahasiswa sebelum melakukan praktek
dilapangan sehingga mahasiwa bisa dapat mengkaji dan memberi
intervensi sesuai dengan teori yang ada.
b. Bagi Pasien
Agar pasien
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
HALUSINASI
A. Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah penginderaan tanpa rangsangan eksternal yang
berhubungan dengan salah satu jenis indera tertentu yang khas (Kaplan dan
Saddock, 1997).
Halusinasi adalah gerakan penyerapan (persepsi) panca indera tanpa ada
rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem panca indera terjadi
pada saat kesadaran individu penuh/baik (Depkes, 2000).
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptive individu yang
berada dalam rentang neuro biologi (Stuart dan Laraia, 2005). Suatu
pencapaian panca indera tanpa ada rangsangan dari luar (Maramis, 1995).
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang salah dimana tidak terdapat
stimulus sensorik yang berkaitan dengannya. Halusinasi dapat berwujud
penginderaan kelima indera yang keliru (Arif, 2006: 18).
Halusinasi adalah gangguan penyerapan/persepsi panca indera tanpa
adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan
dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik (Wilson,
1998).
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa
adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2001).
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, yang dimaksud dengan
halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dimana klien mempersepsikan
sesuatu melalui panca indera tanpa ada stimulus eksternal. Halusinasi
berbeda dengan ilusi, dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap
stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus
eksternal yang terjadi, stimulus internal dipersepsikan sebagai sesuatu yang
nyata ada oleh klien.
B. Jenis jenis Halusinasi
Menurut stuart (2007) jenis halusinasi antara lain :
1. Halusinasi pendengaran (Aukustik, Auditif) 70%
Karakteristik ditandai dengan mendengarkan suara, terutama suara-
suara orang. Biasanya klien mendengarkan suara yang sedang
dipikirakannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan (Visual,Optik) 20%
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk panca
cahaya. Gambaran geometric, gambaran kartun atau panorama yang
luas dan kompleks. Penglihatan bias menyenangkan dan menakutkan.
3. Halusinasi penghidungan (Olfaktorik)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis atau bau yang
menjijikan seperti darah, utine atau feses. Kadang-kadang terhirup bau
harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang, dan
dementie.
4. Halusinasi peraba (Tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa
stimulus yang terlihat. Contoh, merasakan sensasi listrik yang datang
dari tanah, benda mati atau oaring lain.
5. Halusinasi pengecap (Gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikan, merasa mengecap rasa seperti darah, urin atau feses.
6. Halusinasi sinestetik
Karakteristik diatandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah
mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan
urine.
7. Halusinasi kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
C. Etiologi
Menurut rawlins & heacock, (1998) etiology halusinasi dilihat dari 5 dimensi,
yaitu :
1. Dimensi fisik
Halusinasi dapat meliputi kelima indra, tapi yang paling sering
ditemukan adalah halusinasi pendengar, halusinasi dapat ditimbulkan
dari beberapa kondisi seperti kelelahan yang luar biasa. Pengguna obat-
obatan demam tinggi hingga terjadi delirium intoksikasi, alcohol, dan
kesulitan-kesulitan untuk tidur dan dalam jangka waktu yang lama.
2. Dimensi emosional
Terjadinya halusinasi karena ada perasaan cemas yang berlebihan yang
tidak dapat diatasi. Isi halusianasi : perintah memaksa dan menakutkan,
tidak dapat dikontrol dan menentang. Sehingga menyebabkan klien
berbuat terhadap ketakutan tersebut.
3. Dimensi intelektual
Penunjukan penurunan fungsi ego. Awalnya halusinasi merupakan
usaha ego sendiri melawan impuls yang menekan menimbulkan
kewaspaadan mengkontrol prilaku dan mengontrol seluruh perhatian
klien.
4. Dimensi social
Halusinasi dapat disebabkan oleh hubungan interpersonal yang tidak
memuaskan sehingga koping yang digunakan untuk menurunkan
kecemasan akibat hilangnya kontrol terhadap diri, harga diri, maupun
interaksi sosial dalam dunia nyata sehingga klien cenderung menyendiri
dan hanya bertuju pada diri sendiri.
5. Dimensi spiritual
Klien yang mengalami halusinasi yang merupakan makhluk sosial,
mengalami ketidakharmonisan berinteraksi. Penurunan kemampuan
untuk menghadapi stress dan kecemasan serta menurunnya kualitas
untuk menilai keadaan sekitarnya. Akibat saat halusinasi menguasai
dirinya, klien akan kehilangan kontrol terhadap kehidupannya.
Menurut Stuart Sundden (1998) terjadi halusinasi dapat disebabkan
karena:
1. Teori Psikoanalisa
Teori halusinasi merupakan pertahan ego untuk melawan rangsangan
dari luar yang mengancam, ditekan untuk muncul akan sabar.
2. Teori Biokimia
Halusinasi terjadi karena respon metabolisme terhadap stres yang
mengakibatkan dan melepaskan zat halusinogenik neurokimia seperti
bufotamin dan dimetyltransferase.
PROSES INFORMASI DALAM OTAK
Masukan Informasi Proses di otak Proses Perilaku
Sensorik Internal Proses Kognitif 1. Perhatian pada
Biokimia Persepsi infortmasi di otak
Emosional Respon Emosi 2. Daya ingat
Sensori Eksternal Gerakan 3. Pembelajaran
Penglihatan Motorik 4. Diskriminasi
Pendengaran Respon Sosial informasi
Perabaan 5. Interpretasi
Pengecapan 6. Pengorganisasian
informasi menjadi
Penghirup
respon
f. Faktor presipitasi
1) Stressor sosial budaya
Stress dan kecemasan akan meningkatkan bila terjadi
penurunanstabilitas keluarga, perpisahan dengan orang yang
penting, atau diasingkan dengan kelompok dapat menimbulkan
halusinasi
2) Faktor geokimia
Berbagai penelitian tentang dopamin, norepinetrin, indolamin,
serta zat halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan
orientasi realitas termasuk halusinasi.
3) Faktor psikologis
Intensitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan mengatasi masalah kemungkinan
berkembangnya orientasi realitas, paisen mengembangkan
koping untuk menghindari kenyataan yang tidak
menyenangkan.
4) Perilaku
Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan
orientasi realitas berkaitan dengan perubahan proses pikir,
afektif persepsi, motorik, dan sosial.
g. Perilaku
Pengkajian pada klien dengan halusinasi perlu ditekankan pada
fungsi kognitif (proses fikir), fungsi presepsi, fungsi emosi, fungsi
motorik dan fungsi sosial.
1) Fungsi Kognitif
Pada fungsi kognitif terjadi perubahan daya ingat, klien
mengalami kesukaran dalam menilai dan menggunakan
memorinya atau klien mengalami gangguan daya ingat jangka
panjang / pendek. Klien menjadi pelupa dan tidak berminat
2) Cara Berpikir Magis dan Primitif : klien menganggap diri
dapat melakukan bahasa sesuatu yang mustahil bagi orang lain,
misalnya dapat berubah menjadi spiderman. Cara berpikir
klien seperti anak pada tingkat perkembangan anak pra
sekolah.
3) Perhatian : klien tidak mampu mempertahankan
perhatiannyaataumudah teralih, sertakonsentrasi buruk,
akibatnya mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas dan
berkonsentrasi terhadap tugas.
4) Isi Pikir klien tidak mampu memproses stimulus interna dan
eksterna dengan baik sehingga terjadi curiga, siar pikir, sisip
pikir, somatic.
5) Bentuk dan Pengorganisasian Bicara : Klien tidak mampu
mengorganisasian pemikiran dan menyusun pembicaraan yang
logis serta kohern. Gejala yang sering ditimbulkan adalah
kehilangan asosiasi, kongensial, inkoheren / neologisme,
sirkumfansial, tidak masuk akal. Hal ini dapat diidentifikasikan
dari pembicaraan klien yang tidak relevan, tidak logis bicara
yang berbelit.
h. Fungsi Emosi
Emosi digambarkan dengan istilah mood adalah suasana
emosi sedangkan efek adalah mengacu kepada ekspresi emosi yang
dapat diamati dalam ekspresi wajah. Gerakan tangan, tubuh dan
nada suara ketika individu menceritakan perasaannya.
Pada proses neurologis yang maladaptive terjadi gangguan
emosi yang dapat dikajt melalui perubahan afek
1) Afek Tumpul : kurangnya respon emosional terhadap pikiran,
orang lain atau pengalaman klien tampak apatis.
2) Atek Datar : tidak tampak ekspresi aktif, suara menahan dan
wajah datar, tidak ada keterlibatan perasaan.
3) Alek tidak sesuai : afek tidak sesuai dengan isi permbicaraan.
4) Reaksi Berlebihan : reaksi emosi yang berlebihan terhadap
suatu kejadian.
5) Ambivalen : timbulnya dua perasaan yang bertentangan pada
saat yang bersamaan.
i. Fungsi Motorik
Respon Neurologis Maladaptive menimbulkan perilaku yang aneh,
membingungkan dan kadang nampak tidak kenal dengan orang
lain. Perubahan tersebut adalah
1) Impulsif : cenderung melakukan gerakan yang tiba-tiba dan
spontan
2) Manerisme : dilihat melalui gerakan dan ucapan seperti
grimasentik.
3) Stereobipik : Gerakan yang diulang tidak bertujuan dan tidak
dipengaruhi oleh stimulus yang jelas.
4) Katatonia: kekacauan psikomotor pada skizofrenia tipe
katatonik (eq : catatonic excitement, stupor, catalepsy,
flexibilitascerea), imobilitas karena faktor psikologis,
kadangkala ditandai oleh periode agitasi atau gembira, klien
tampak tidak bergerak, seolah-olah dalam keadaan setengah
sadar.
j. Fungsi Sosial
Perilaku yang terkait dengan hubungan sosial sebagai akibat orang
lain respon neurobiologis yang maladaptive adalah sebagai berikut:
1) Kesepian
Perasaan terisolasi dan terasing, perasaan kosong dan merasa
putus asa sehingga klien terpisah dengan orang lain.
2) Isolasi Sosial
Terjadi ketika klien menarik diri secara fisik dan emosional
dari lingkungan. Isolasi diri klien tergantung pada tingkat
kesedihan dan kecemasan yang berkaitan dalam berhubungan
dengan orang lain. Rasa tidak percaya pada oranglain
merupakan inti masalah pada klien. Pengalaman hubungan
yang tidak menyenangkan menyebabkan klien ini berbahaya
menganggap hubungan saat ini berbahaya. Klien merasa
terancam setiap ditemani orang lain karena ia menganggap
orang tersebut akan mengontrolnya, mengancam,
menuntutnya oleh karena itu klien tetap mengisolasi diri dari
pada pengalaman yang menyedihkan terulang kembali.
3) Harga diri rendah.
Pada proses pengkajian, data penting yang perlu dapatkan
adalah:
a) Jenis halusinasi:
Tabel berikut ini memuat jenis halusinasi, data
objektif dan subjektif yang bisa didapatkan berdasarkan
pemeriksaan dan anamnesis.
Jenis Halusinasi Data obyektif Data subyektif
Halusinasi Bicara atau tertawa
Mendengar suara-
Dengar/suara sendiri, marah- suara atau
marah tanpa sebab, kegaduhan,
menyedengkan mendengar suara
telinga ke arah yang mengajak
tertentu, menutup bercakap-cakap,
telinga mendengar suara
menyuruh
melakukan
sesuatu yang
berbahaya
Halusinasi Menunjuk-nunjuk ke
Melihat bayangan,
penglihatan arah tertentu, sinar, berbentuk
ketakutan kepada geometris,
sesuatu yang tidak bentuk kartoon,
jelas melihat hantu
atau monster
Halusinasi penghidu Menghidu seperti
Membaui bau-bauan
sedang membau- seperti bau
baui bau-bauan darah, urin feses,
tertentu, menutup kadang-kadang
hidung bau itu
menyenangkan
Halusinasi Sering meludah
Merasakan rasa
pengecapan muntah seperti darah,
urin atau feses
Halusinasi perabaan Menggaruk-garuk Mengatakan ada
permukaan kulit serangga di
permukaan kulit,
merasa seperti
tersengat listrik
b) Isi halusinasi
Data tentang isi halusinasi dapat diketahui dari hasil
pengkajian tentang jenis halusinasi (lihat no. 1 diatas),
misalnya: melihat sapi yang sedang mengamuk, padahal
sesungguhnya adalah pamannya yang sedang bekerja di
ladang. Bisa juga mendengar suara yang menyuruh untuk
melakukan sesuatu, sedangkan sesungguhnya hal
tersebur tidak ada.
c) Waktu, frekuensi dan situasi yang menyebabkan
munculnya halusinasi
Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi dan situasi
munculnya halusinasi. yang dialami oleh pasien. Kapan
halusinasi terjadi? Frekuensi terjadinya apakah terus
menerus atau hanya sekali-kali saja?. Situasi terjadinya,
apakah kalau sendiri, atau setelah terjadi kejadian
tertentu. Hal ini dilakukan untuk menentukan intervensi
khusus pada waktu terjadinya halusinasi, sehingga pasien
tidak larut dengan halusinasinya. Dengan mengetahui
frekuensi terjadinya halusinasi dapat direncanakan
tindakan untuk mencegah terjadinya halusinasi.
d) Respons halusinasi
Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika
halusinasi itu muncul. Perawat dapat menanyakan pada
pasien hal yang dirasakan atau dilakukan saat halusinasi
timbul. Perawat dapat juga menanyakan kepada keluarga
atau orang terdekat denga pasien. Selain itu dapat juga
dengan mengobservasi perilaku pasien saat halusinasi
timbul. Kecermatan perawat akan meningkatkan kualitas
asuhan terhadap pasien dengan gangguan ini.
G. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan data subjektif dan objektif
yang ditemukan pada pasien adalah Gangguan Persepsi Sensori :
Halusinasi ........ (sesuai dengan Jenis halusinasinya)
WAHAM
PERILAKU KEKERASAN
HARGA DIRI RENDAH
1. Definisi
Harga diri rendah situasional adalah evaluasi diri negatif yang
berkembang sebagai respons terhadap hilangnya atau berubahnya perawatan
diri seseorang yang sebelumnya mempunyai evaluasi diri positif (NANDA,
2005). Harga diri seseorang di peroleh dari diri sendiri dan orang lain.
Gangguan harga diri rendah akan terjadi jika kehilangan kasih sayang,
perilaku orang lain yang mengancam dan hubungan interpersonal yang buruk.
Tingkat harga diri seseorang berada dalam rentang tinggi sampai rendah.
Individu yang memiliki harga diri tinggi menghadapi lingkungan secara aktif
dan mampu beradaptasi secara efektif untuk berubah serta cenderung merasa
aman. Individu yang memiliki harga diri rendah melihat lingkungan dengan
cara negatif dan menganggap sebagai ancaman. (Keliat, 2011).
Menurut (Herman, 2011), gangguan jiwa ialah terganggunya kondisi
mental atau psikologi seseorang yang dapat dipengaruhi dari faktor diri
sendiri dan lingkungan. Hal-hal yang dapat mempengangaruhi perilaku
manusia ialah keturunan dan konstitusi, umur, dan sex, keadaan badaniah,
keadaan psikologik, keluarga, adat-istiadat, kebudayaan dan kepercayaan,
pekerjaan, pernikahan dan kehamilan, kehilangan dan kematian orang yang di
cintai, rasa permusuhan, hubungan antara manusia.
4. RENTANGRESPON
Keterangan:
1. Aktualisasi diri adalah pernyataan diri positif tentang latar belakang
pengalaman nyata yang sukses diterima.
2. Konsep diri positif adalah individu mempunyai pengalaman yang
positif dalam beraktualisasi.
3. Harga diri rendah adalah transisi antara respon diri adaptif dengan
konsep diri maladaptif.
4. Kerancuan identitas adalah kegagalan individu dalam kemalangan
aspek psikososial dan kepribadian dewasa yang harmonis.
5. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistis terhadap diri
sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak
dapat membedakan dirinya dengan orang lain.
5. POHON MASALAH
Pohon masalah yang muncul menurut Fajariyah (2012) :
6. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Gangguan citra tubuh
2. Kesiapan meningkatkan konsep diri
3. Harga diri rendah (kronis, situasional dan resiko situasional)
4. Ketidakefektifan performa peran
5. Gangguan identitas pribadi
7. MEKANISME KOPING
Mekanisme koping menurut Deden (2013):
Jangka pendek:
1. Kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis: pemakaian
obat-obatan, kerja keras, nonoton tv terus menerus.
2. Kegiatan mengganti identitas sementara: ikut kelompok sosial,
keagamaan, politik.
3. Kegiatan yang memberi dukungan sementara: kompetisi olah raga
kontes popularitas.
4. Kegiatan mencoba menghilangkan anti identitas sementara:
penyalahgunaan obat-obatan.
Jangka Panjang:
1. Menutup identitas: terlalu cepat mengadopsi identitas yang disenangi
dari orang-orang yang berarti, tanpa mengindahkan hasrat, aspirasi atau
potensi diri sendiri.
2. Identitas negatif: asumsi yang pertentangan dengan nilai dan
harapanmasyarakat.
Mekanisme Pertahanan Ego:
Mekanisme pertahanan ego yang sering digunakan adalah: fantasi,
disasosiasi, isolasi, proyeksi, mengalihkan marah berbalik pada diri sendiri
dan orang lain.
a. Orientasi
“Selamat pagi, Ibu T masih ingat dengan saya? Iya benar sekali bu,
saya perawat Sinta yang akan merawat Ibu dari jam 8 sampai jam
3 sore nanti ya bu”
“Bagaimana perasaan Ibu T pagi ini? Wah, tampak cerah”
”Bagaimana Ibu T, sudah dicoba merapikan tempat tidur sore
kemarin/ Tadi pagi? Bagus (kalau sudah dilakukan, kalau belum
bantu lagi, sekarang kita akan latihan kemampuan kedua ya bu?.
Masih ingat apa kegiatan itu Ibu T?”
”Ya benar, kita akan latihan mencuci piring di dapur ruangan ini,
Waktunya sekitar 20 menit. Bagaimana menurut ibu T?”
b. Kerja
“Ibu T, sebelum kita mencuci piring kita perlu siapkan dulu
perlengkapannya, yaitu sabut/tapes untuk membersihkan piring,
sabun khusus untuk mencuci piring dan air untuk membilas. Ibu
T bisa menggunakan air yang mengalir dari kran ini ya? Oh ya
jangan lupa sediakan tempat sampah untuk membuang sisa-
makanan”
“Sekarang saya perlihatkan dulu ya caranya”
“Setelah semua perlengkapan tersedia, Ibu T ambil satu piring kotor
lalu buang dulu sisa kotoran yang ada di piring tersebut ke
tempat sampah. Kemudian Ibu T bersihkan piring tersebut
dengan menggunakan sabut/tapes yang sudah diberikan sabun
pencuci piring. Setelah selesai disabuni, bilas dengan air bersih
sampai tidak ada busa sabun sedikit pun di piring tersebut.
Setelah itu Ibu T bisa mengeringkan piring yang sudah bersih
tadi di rak yang sudah tersedia di dapur. Nah selesai ibu”
“Sekarang coba Ibu T praktekkan kembali seperti yang saya
contohkan tadi bu”
“Bagus sekali, Ibu T dapat mempraktekkan cuci pring dengan baik.
Sekarang dilap tangannya bu”
c. Terminasi
”Bagaimana perasaan Ibu T setelah latihan cuci piring?”
“Bagaimana jika kegiatan cuci piring ini dimasukkan menjadi
kegiatan sehari-hari Ibu T? Mau berapa kali Ibu T mencuci
piring? Bagus sekali Ibu T mencuci piring tiga kali setelah
makan. Coba Ibu T lakukan dan jangan lupa memberi tanda M
(mandiri) kalau Ibu T lakukan tanpa disuruh, tulis B (bantuan)
jika diingatkan untuk melakukan dan T (tidak) tidak melakukan”
”Besok kita akan latihan untuk kemampuan ketiga, setelah
merapihkan tempat tidur dan cuci piring. Masih ingat kegiatan
apakah itu? Ya benar kita akan latihan mengepel. Mau jam
berapa bu kita melakukan latihan mengepel nya? Oke baik besok
jam 9 pagi ya bu setelah ibu selesai merapikan tempat tidur dan
mencuci piring. Dimana kita akan melakukan latihannya bu? Oke
baik bu, kita muali dari ruangan ini saja ya bu. Kalau begitu saya
permisi dulu ya bu, Sampai jumpa”
3. SP-3 Keluarga: Harga Diri Rendah Pertemuan Ke-1
Mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat
pasien di rumah, menjelaskan tentang pengertian, tanda dan gejala
harga diri rendah, menjelaskan cara merawat pasien dengan harga diri
rendah, mendemonstrasikan cara merawat pasien dengan harga diri
rendah, dan memberi kesempatan kepada keluarga untuk
mempraktekkan cara merawat.
a. Orientasi
“Selamat pagi bapak/ibu, perkenalkan saya perawat sinta yang
merawat ibu T dari jam 8 pagi ini sampai nanti jam 3 sore”
“Bagaimana keadaan Bapak/Ibu pagi ini?”
“Bagaimana kalau pagi ini kita bercakap-cakap tentang cara merawat
Ibu T? Berapa lama waktu Bapak/Ibu butuhkan? 30 menit saja?
Baik pak/bu. Kita berbincang-bincangnya diruang wawancara
saja bagaimana pak/bu? Oke, mari kita keruangan wawancara”
b. Kerja
“Apa yang bapak/Ibu ketahui tentang masalah Ibu T”
“Ya memang benar sekali Pak/Bu, Ibu T itu memang terlihat tidak
percaya diri dan sering menyalahkan dirinya sendiri. Misalnya
pada Ibu T, sering menyalahkan dirinya dan mengatakan dirinya
adalah orang paling bodoh sedunia. Dengan kata lain, Ibu T
memiliki masalah harga diri rendah yang ditandai dengan
munculnya pikiran-pikiran yang selalu negatif terhadap diri
sendiri. Bila keadaan Ibu T ini terus-menerus seperti itu, Ibu T
bisa mengalami masalah yang lebih berat lagi, misalnya Ibu T
jadi malu bertemu dengan orang lain dan memilih mengurung
diri”
“Sampai disini, bapak/Ibu mengerti apa yang dimaksud harga diri
rendah?”
“Bagus sekali bapak/Ibu sudah mengerti”
“Setelah kita mengerti bahwa masalah Ibu T dapat menjadi masalah
serius, maka kita perlu memberikan perawatan yang baik untuk
Ibu T”
”Bpk/Ibu, apa saja kemampuan yang dimiliki Ibu T? Ya benar, dia
juga mengatakan hal yang sama (kalau sama dengan kemampuan
yang dikatakan Ibu T)”
”Ibu T itu telah berlatih dua kegiatan yaitu merapihkan tempat tidur
dan cuci piring. Serta telah dibuat jadual untuk melakukannya.
Untuk itu, Bapak/Ibu dapat mengingatkan Ibu T untuk
melakukan kegiatan tersebut sesuai jadwal. Tolong bantu
menyiapkan alat-alatnya ya Pak/Bu dan jangan lupa memberikan
pujian agar harga dirinya meningkat. Ajak pula memberi tanda
cek list pada jadwal kegiatannya”.
”Selain itu, bila Ibu T sudah tidak lagi dirawat di Rumah sakit,
bapak/Ibu tetap perlu memantau perkembangan Ibu T. Jika
masalah harga dirinya kembali muncul dan tidak tertangani lagi,
bapak/Ibu dapat membawa Ibu T ke puskesmas”
”Nah, bagaimana kalau sekarang kita praktekkan cara memberikan
pujian kepada Ibu T”
”Temui Ibu T dan tanyakan kegiatan yang sudah dia lakukan lalu
berikan pujian yang yang mengatakan: Bagus sekali Ibu T, kamu
sudah semakin terampil mencuci piring”
” Coba Bapak/Ibu praktekkan sekarang. Bagus”
c. Terminasi
” Bagaimana perasaan Bapak/bu setelah percakapan kita ini?”
“Dapatkah Bapak/Ibu jelaskan kembali maasalah yang dihadapi T
dan bagaimana cara merawatnya?”
“Bagus sekali bapak/Ibu dapat menjelaskan dengan baik. Nah setiap
kali Bapak/Ibu kemari lakukan seperti itu dan di rumah juga
demikian ya pak/bu.”
“Bagaimana kalau kita bertemu lagi dua hari mendatang untuk
latihan cara memberi pujian langsung kepada Ibu T. Jam berapa
Bapak/Ibu datang? Baik saya tunggu ya. Sampai jumpa”.
4. SP-4 Keluarga: Harga Diri Rendah Pertemuan Ke-2
Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien
dengan masalah harga diri rendah langsung kepada pasien
a. Orientasi
“Selamat pagi Bapak/Ibu?”
”Bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini?”
”Bapak/Ibu masih ingat latihan merawat Ibu Bapak/Ibu seperti yang
kita pelajari dua hari yang lalu?”
“Baik, hari ini kita akan mampraktekkannya langsung kepada Ibu T,
Waktunya 20 menit. Bagaimana menurut bapak/ibu? Oke kalau
begitu, sekarang mari kita temui Ibu T”
b. Kerja
”Selamat pagi Ibu T. Bagaimana perasaan Ibu T hari ini?”
”Hari ini saya datang bersama anak Ibu T. Seperti yang sudah saya
katakan sebelumnya, anak Ibu T juga ingin merawat Ibu T agar
cepat pulih.”
(kemudian saudara berbicara kepada keluarga sebagai berikut)
”Nah Pak/Bu, sekarang Bapak/Ibu bisa mempraktekkan apa yang
sudah kita latihkan beberapa hari lalu yaitu memberikan pujian
terhadap perkembangan orang tua Bapak/Ibu (Perawat
mengobservasi keluarga mempraktekkan cara merawat pasien
seperti yang telah dilatihkan pada pertemuan sebelumnya)”
”Bagaimana perasaan Ibu T setelah berbincang-bincang dengan anak
Ibu T?”
”Baiklah, sekarang saya dan anak Ibu T ke ruang perawat dulu
(Perawat dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan
terminasi dengan keluarga)”
c. Terminasi
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita latihan tadi?”
“Mulai sekarang Bapak/Ibu sudah bisa melakukan cara merawat
seperti yang tadi kepada Ibu T ya”.
A. ISOLASI SOSIAL
B. MENARIK DIRI
C. DEFISIT PERAWATAN DIRI
D. RESIKO TINGGI BUNUH DIRI
A. Definisi Resiko Bunuh Diri
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri
yang dapat mengancam kehidupan. Bunuh diri adalah tindakan yang
dilakukan dengan sengaja untuk membunuh diri sendiri (Sheila L,
2001). Beberapa alasan individu mengakhiri kehidupan adalah
kegagalan untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress,
perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan
interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti, perasaan
marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri
sendiri, cara untuk mengakhiri keputusasaan (Stuart,2006).
d. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor
penting yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan
bunuh diri.
e. Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi
peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak seperti
serotonim, adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat
dilihat melalui rekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph
(EEG)
2. Faktor presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stres yang berlebihan yang
dialami oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup
yang memalukan. Faktur lain yang dapat menjadi pencetus adalah
melihat atau membaca melalui media mengenai orang yang melakukan
bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya
labil, hal tersebut menjadi sangat rentan.
3. Perilaku koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan
dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara
sadar memilih untuk melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh
diri berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor sosial maupun
budaya. Seseorang yang aktif dalam kegiatan masyarakat lebih mampu
menoleransi stres dan menurunkan angka bunuh diri.
4. Mekanisme koping
Seorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang
berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial,
rasionalization, regression dan megical thinking. Mekanisme
pertahanan diri yang ada seharusnya tidak ditentang tanpa memberikan
koping alternatif.
D. Rentang Respon
Menurut Yosep (2009)
Respon Adaptif Respon Maladaptif
G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. IDENTITAS
1) Identitas Klien:
Nama, jenis kelamin, umur, tempat, tanggal lahir, status, agama,
alamat, pendidikan terakhir, suku, tanggal mrs, tanggal
pengakajian, no. Med. Rec, diagnosa medis,
2) Identitas Penanggung Jawab
Nama, jenis kelamin,agama, alamat,hubungan dengan klien
b. ALASAN MASUK
1) Sebelum masuk RS, keadaan klien saat di rumah tidak bisa tidur,
sering marah, mencoba bunuh diri, tidak mau bicara. Keluarga
belum pernah membawa klien untuk berobat
2) Saat dikaji klien tampak berdiam diri, menundukkan kepala, tidak
mau bicara, tidak mau makan, dan minum.
c. FAKTOR PREDISPOSISI
Sebelumnya, klien sudah mengalami gangguan jiwa dan belum pernah
dibawa untuk berobat. Aniaya fisik, aniaya seksual, penolakan, kekerasan
dalam keluarga, tindakan criminal baik klien sebagai pelaku, korban,
maupun
saksi, tidak terkaji.
1) Ds : -
Do : Klien sering marah - marah tidak jelas.
Masalah Keperawatan : Resiko bunuh diri
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan : pernah
menyaksikan
kejadian orang bunuh diri.
2) Ds : -
Do : Klien tidak mau bicara dan menundukkan kepala.
Masalah Keperawatan : Isolasi Social.
d. FISIK
1) Tanda Vital
TD : 80/60 mmHg
S : 36°C
N : 100 x/menit
P : 24 x/menit
3) Ukur
TB : -
BB : -
4) Keluhan Fisik
Ds : -
Do : tidak ada cacat di tubuh klien, klien diam mematung, tidak mau
berbicara.
e. PSIKOSOSIAL
1) Genogram
Ds : pernah menyaksikan adiknya bunuh diri
Do : Klien tidak mau bicara dan menundukkan kepala.
Masalah Keperawatan : resiko tinggi bunuh diri
2) Konsep Diri
Gambaran diri, identitas, peran, ideal diri, harga diri : tidak terkaji.
Ds : -
Do : Kien tidak mau bicara dan menundukkan kepala, lebih senang
menyendiri
3) Masalah Keperawatan : Harga Diri Rendah.
4) Hubungan Sosial
Orang yang berarti, peran serta dalam kegiatan kelompok/ masyarakat,
dan hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : tidak terkaji.
Ds : -
Do : Klien diam mematung, klien tidak mau bicara dan menundukkan
kepala.
Masalah Keperawatan : Resiko bunuh diri.
5) Spiritual
Nilai dan keyakinan, kegiatan ibadah : tidak terkaji.
Ds : -
Do : Klien diam mematung, klien tidak mau bicara dan menundukkan
kepala.
Masalah Keperawatan : Resiko bunuh diri.
f. STATUS MENTAL
1) Penampilan
Ds : klien mengatakan mandi 3 kali sehari, klien punya kebiasaan suka
cuci muka
Do : Klien tampak rapid an bersih
Masalah Keperawatan : -
2) Pembicaraan
Ds : -
Do : Klien tampak membisu, tidak mau bicara dan menundukkan
kepala.
Masalah Keperawatan : Resiko bunuh diri.
3) Aktivitas Motorik
Ds : -
Do : Klien tampak lesu, diam mematung, dan menundukkan kepala.
Masalah Keperawatan : Resiko bunuh diri.
4) Alam Perasaan
Ds : -
Do : Klien tidak mau bicara dan menundukkan kepala.
Masalah Keperawatan : Resiko bunuh diri.
5) Afek
Ds : -
Do : ekspresi wajah klien datar, tidak ada respon.
Masalah Keperawatan : Resiko bunuh diri.
6) Interaksi selama wawancara
Ds : -
Do : tidak ada kontak mata, tidak mau menatap lawan bicara, diam
mematung.
Masalah Keperawatan : Resiko bunuh diri.
7) Persepsi
Ds : -
Do : dalam mempersepsikan sesuatu cepat
Masalah Keperawatan : -
8) Proses Pikir
Ds :-
Do : Klien tergolong siswa berprestasi
Masalah Keperawatan: -
9) Isi Pikir / waham
Ds :-
Do : Klien gelisah akan nasibnya
Masalah Keperawatan: resiko bunuh diri
10) Tingkat Kesadaran
Ds :-
Do : Klien tidak mau bicara dan menundukkan kepala
Masalah Keperawatan: Resiko bunuh diri.
11) Memori
Ds :-
Do : ingatan klien bagus
Masalah keperawatan: -
12) Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Ds :-
Do : konsentrasi bagus tapi mudah terpecah
Masalah keperawatan: -
13) Kemampuan Penilaian
Ds :-
Do : Klien tidak mudah menilai orang lain
Masalah Keperawatan: -
14) Daya Tilik Diri
Ds :-
Do : Klien tidak mudah menunjukkan daya tarik dirinya
Masalah Keperawatan : Resiko bunuh diri.
g. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG
1) Makan
Ds : -
Do : Klien bisa makan sendiri.
Masalah keperawatan : -
2) BAB/ BAK
Ds : -
Do : Klien tidak memerlukan bantuan dalam BAB/ BAK, pergi,
menggunakan dan membersihkan WC, membersihkan dan
merapikan pakaian.
Masalah Keperawatan : -
3) Mandi
Ds : -
Do : Klien tidak memerlukan bantuan dalam hal mandi dan
membersihkan diri, kebersihan daban klien baik
Masalah Keperawatan : -
4) Berpakaian/ Berhias
Ds : -
Do : Klien tidak memerlukan bantuan dalam berpakaian/ berhias.
Masalah Keperawatan : -
5) Istirahat dan Tidur
Ds : -
Do : Lama dan waktu tidur tidak terkaji, tidak ada persiapan sebelum
tidur, dan tidak ada kegiatan sesudah tidur.
Masalah Keperawatan : -
6) Penggunaan Obat
Ds : -
Do : Klien memerlukan bantuan dalam penggunaan obat dalam
menangani masalh kejiwaan sebelumnya.
Masalah Keperawatan : -
7) Pemeliharaan Kesehatan
Ds : -
Do : Klien mampu memelihara kesehatan diri
Masalah keperawatan : -
8) Kegiatan Di Dalam Rumah
Ds : -
Do : Klien sering mengurung diri
Masalah keperawatan: Resiko bunuh diri.
9) Kegiatan Di Luar Rumah
Ds : -
Do : Klien tidak mau bicara dan menundukkan kepala.
Masalah keperawatan : Resiko bunuh diri.
h. MEKANISME KOPING
Ds : -
Do : Klien mudah stress dalam menanggapi masalah
MK : perubahan pola pikir
i. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN
Ds : -
Do : Klien diam, tidak mau bicara, dan menundukkan kepala.
MK : Resiko bunuh diri.
j. PENGETAHUAN
Tentang penyakit jiwa, faktor presipitasi, koping, sistem pendukung,
penyakit fisik, obat-obatan.
Ds : -
Do : Klien diam, tidak mau bicara, dan menundukkan kepala.
MK : kurang pengetahuan
k. ASPEK MEDIK
Diagnosa Medik sebenlunya : Schizophrenia paranoid.
Therapi medic :
Thrihexypheniadyl (THD) : 2 X 1
Chlorpromazine (CPZ) : 0 – 0 – ½
TFP : 2 X 5 mg
l. DATA LAIN
Data pengkajian :
1) Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
a) Data subjektif
Klien memberi kata-kata ancaman, mengatakan benci dan kesal
pada seseorang, klien suka membentak dan menyerang orang
yang mengusiknya jika sedang kesal, atau marah, melukai /
merusak barang-barang dan tidak mampu mengendalikan diri
b) Data objektif
Mata merah, wajah agak merah, nada suara tinggi dank eras, bicara
menguasai, ekspresi marah, pandangan tajam, merusak dan
melempar barang-barang.
J. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
3. Resiko tinggi bunuh diri
K. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan 1 : Resiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan
a. Tujuan Umum:
Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
b. Tujuan Khusus:
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik,
empati, sebut nama perawat dan jelaskan tujuan
interaksi.
Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak
menantang.
Beri perhatian dan penghargaan : teman klien walau
tidak menjawab.
2) Klien dapat mengidentifikasi penyebab bunuh diri.
Tindakan:
Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan
bermusuhan klien dengan sikap tenang.
3) Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda bunuh diri.
Tindakan :
Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan
dirasakan saat jengkel/kesal.
Observasi tanda bunuh diri.
Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel / kesal
yang dialami klien.
4) Klien dapat mengidentifikasi bunuh diri yang biasa
dilakukan.
Tindakan:
Anjurkan mengungkapkan upaya bunuh diri yang
biasa/ pernah dilakukan.
Bantu bermain peran sesuai dengan bunuh diri yang
biasa dilakukan.
Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan
masalahnya selesai?"
5) Klien dapat mengidentifikasi akibat bunuh diri.
Tindakan:
Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang
dilakukan.Bersama klien menyimpulkan akibat dari
cara yang digunakan.
Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang
sehat.
6) Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam
berespon terhadap kemarahan.
Tindakan :
Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik
nafas dalam jika sedang kesal, berolah raga, memukul
bantal / kasur.
Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau
kesal/tersinggung
Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon
kepada Tuhan untuk diberi kesabaran.
Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol bunuh diri.
Tindakan:
Bantu memilih cara yang paling tepat.
Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah
dipilih.
Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang
dicapai dalam simulasi.
Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat
jengkel / marah.
b. Data Subjektif :
Memiliki ide untuk melakukan tindakan bunuh diri/
mengakhiri kehidupan
Mengungkapkan keinginan untuk mati
Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan
Ada riwayat berulang percobaan bunuh diri sebelumnya dari
keluarga
Berbicara tentang kematian,menanyakan tentang dosis obat
yang mematikan
Mengungkapkan adanya konflik interpersonal
N. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko Bunuh Diri
O. Tujuan Keperawatan
1. Klien tetap aman dan selamat
2. Klien mendapat perlindungan dari lingkungannya
3. Klien dapat mengungkapkan perasaannya
4. Klien dapat meningkatkan harga diri
P. Tindakan Keperawatan
1. Melakukan kontrak pengkajian dengan klien
2. Menemani klien terus menerus
3. Menjauhkan semua benda yang membahayakan klien
4. Memastikan bahwa klien telah benar-benar meminum obatnyajika
klien mendapatkan obat
5. Menjelaskan dengan lembut kepada klien bahwa perawat akan
melindungi klien sampai klien tidak mempunyai keinginan bunuh
diri
6. Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri
7. Mengajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri
8. Melatih cara mengendalikan dorongan bunuh diri
DAFTAR PUSTAKA