Anda di halaman 1dari 14

KEPERAWATAN JIWA

“ASKEP TEORITIS HALUSINASI”

DOSEN PEMBIMBING : Ns. Nehru Nugroho, S.Kep., M.Kep

Di susun oleh:
KELOMPOK 3 : 2A

1. INDA ANDREANI
2. JULIAN PITER
3. MAHPIDA MASKADETA DAMAYANA
4. MUTIA ARDILA FITRI
5. NADILA DWI HERLINA
6. NALA MIRATUL SOLEHA
7. NUR AISYAH
8. PAWAN PRANATA

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU


KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
DIPLOMA III KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah yang telah memberikan rahmat, taufik, serta, hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan makalah dengan judul “
Halusinasi” sesuai dengan waktu yang sudah disediakan.Makalah ini untuk memenuhi
tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa.
Saya menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi semua pihak.

Bengkulu, 26 Januari 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………..

DAFTAR ISI…………………………………………………………………….

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang……………………………………………………………....

B. Rumusan Masalah…………………………………………………………...

C. Tujuan……………………………………………………………………….

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian…………………………………………………………………..

B. Jenis – jenis Halusinasi……………………………………………………..

C. Tingkat Halusinasi………………………………………………………….

D. Rentang Respon…………………………………………………………….

E. Proses terjadinya masalah…………………………………………………..

F. Mekanisme koping………………………………………………………….

G. Sumber Koping…………………………………………………………….

H. Penilaian Stresor……………………………………………………………

I. Pohon Masalah………………………………………………………………

J. Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji…………………………..

K. Diagnosa Keperawatan………………………………………………………

L. Rencana Keperawatan………………………………………………………..

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ……………………………………………………………......

B. Saran………………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh pasien
gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan, atau penghidupan tanpa stimulus yang nyata Keliat, (2011) dalam Zelika (2015).
Sedangkan menurut WHO, kesehatan jiwa bukan hanya ada gangguan jiwa, melainkan
mengandung berbagai karakteristik yang positif yang menggambarkan keselarasan dan
keseimbangan kejiwaaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya.
Data dari Departemen Kesehatan tahun 2009, jumlah penderita gangguan jiwa di
Indonesia saat ini mencapai lebih dari 28 juta orang, dengan kategori gangguan jiwa ringan
11,6% dan 0,46% menderita gangguan jiwa berat. Hasil penelitian WHO di Jawa Tengah
tahun 2009 menyebutkan dari setiap 1.000 warga Jawa Tengah terdapat 3 orang yang
mengalami gangguan jiwa. Sementara 19 orang dari setiap 1.000 warga Jawa Tengah
mengalami stress Depkes RI, (2009) dalam Zelika, (2015). Data kunjungan rawat inap
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta pada bulan Januari-April 2013 didapat 785 orang.
Orang dengan halusinasi menempati urutan pertama dengan angka kejadian 44% atau
berjumlah 345 orang, pasien isolasi sosial menempati urutan kedua dengan angka kejadian
22% atau berjumlah pasien 173 orang, pasien dengan resiko pelaku kekerasan menempati
urutan ketiga dengan angka kejadian 18% atau berjumlah pasien 141 orang pasien, pasien
dengan harga diri rendah menempati urutan keempat dengan angka kejadian 12% atau
berjumlah 94 orang, sedangkan pasien dengan waham, deficit perawatan diri 4% atau 32
orang Zelika, 2015.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana Laporan Pendahuluan, Asuhan Keperawatan dan Strategi Pelaksanaan 1 pada
kasus Halusinasi?

C. Tujuan
Mengetahui dan memahami Laporan Pendahuluan, dan Strategi Pelaksanaan 1 pada kasus
Halusinasi.

D. Manfaat
1. Bagi Penulis
Dengan adanya makalah ini penulis dapat mengerti dan menulis makalah dengan baik dan
benar.
2. Bagi pembaca
Makalah ini diharapkan bagi pembaca dapat memahami dan lebih mengerti tentang
halusinasi dan masalah keperawatannya.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Halusinasi merupakan pengindraan tanpa sumber rangsangan eksternal. Hal ini
dibedakan dari distorsi atau illusi yang merupakan tanggapan salah dari rangsangan yang
nyata ada. Klien merasakan halusinasi sebagai sesuatu yang amat nyata,paling tidak untuk
suatu saat tertentu. (Kaplan Sadock ; 1998).
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang
sebenarnya tidak terjadi, suatu penerapan panca indera tanpa ada rangsangan dari luar.
(Maramis ;1998)
Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan dalam jumlah
dan pola dari stimulus yang mendekat yang diprakarsai secara internal atau eksternal atau
adanya kelainan berespon terhadap setiap stimulus. (Towsend M,C ;2005)
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien mengalami perubahan
sensori persepsi , merasakan sensori palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan, atau penghiduan, pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada.
Gangguan sensori persepsi adalah perubahan jumlah atau pola dari rangsangan yang
masuk dari pengurangan, memberinya, mengubah, atau kerusakan respon dari beberapa
rangsangan ( nanda, 2002 )
Halusinasi merupakan ketidakmampuan untuk mengidentifikasi dan menginterpretasi
awal dari suatu stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra ( stuart
ndan sundeen, 2005 )
Halusinasi adalah pengalaman atau pesan sensori yang salah terhadap sensori ( rasmun,
2001 )
Perubahan sensori persepsi adalah keadaan dimana individu / kelompok mengalami atau
berisiko mengalami suatu perubahan pada suatu stimulus yang datang.(Carpenito,”Saku
Diagnosa Keperawatan,ed 6”,jkt,EGC,:370:1998).

Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya rangsang dari luar.
( Iyus Yosep,SKp,Msi; Keperawatan Jiwa”,EGC,79:2007).

Gangguan sensori persepsi adalah keadaan dimana individu menglami perubahan dalam
jumlah atau pola rangsang yang datang dan dikaitkan dengan kerusakan respon terhadap
rangsangan.( Anna B.Kelliat, Skp;“Standar Asuhan Keperawatan Kesehatan
Jiwa”;jakarta,EGC ; 12 : 2006 ).

Halusinasi adalah persepsi sensori yang keliru dan melibatkan panca indera ; dalam
skizofrenia , halusinasi pendengaran merupakan halusinasi yang paling banyak terjadi.
(Issacs Ann;”Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatrik ed “; 3 : EGC,151:2005 ).
B. Jenis – jenis Halusinasi
Menurut Stuart dan laraia ( 2005 ), jenis - jenis halusinasi antara lain :
a. Halusinasi Pendengaran (Oditory)
Adalah klien mendengar suara – suara atau kebisingan, suara berbentuk
kebisingan yang kurang jelas sampai kata – kata yang jelas.
b. Halusinasi Penglihatan (Visual)
Pasien melihat stimulus dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik,
gambaran kartoon, penglihatan dapat berupa sesuatu yang menyenangkan atau
menakutkan, tanpa stimulus yang nyata dan orang lain tidak melihat.
c. Halusinasi Penghidu (Olfaktory)
Dimana pasien mencium bau busuk, amis, bau yang menjijikkan seperti darah,
urine, feses, dari sumber tertentu tanpa stimulus yang nyata dan orang lain tidak
melihat.
d. Halusinasi Pengecapan (Gustatory)
Pasien merasakan sesuatu yang busuk, amis, urine, feses, yang tidak nyata.
e. Halusinasi Perabaan (Taktil)
Dimana Klien mengalami rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat
merasakan sensasi listrik datang dari tanah tanpa stimulus yang nyata.
f. Halusinasi Senestetik
Merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau arteri atau
pembentukan urine
g. Halusinasi cinesthetis
Adalah klien merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

C. Tingkat Halusinasi
Tingkatan / proses terjadinya halusinasi menurut Stuart dan Laraia ( 2005 ) ada 4 fase
halusinasi berdasarkan tingkat ansietas dan kemampuan klien mengendalikan
dirinyan.
Fase – fase tersebut adalah :
 Fase pertama
Secara umum halusinasi bersifat menyenangkan, ansietas tingkat sedang secara
umum halusinasi menyenagkan.
Karakteristik : orang menderita halusinasi mengalami peningkatan emosi, seperti
ansietas, kesepian, merasa bersalah, dan perasaan takut serta mencoba untuk
berfokus kepada kenyamanan untuk mengurangi kecemasanya.
Orang tersebut merasakan atau mengetahui bahwa pikiran dan pengalaman
sensorinya dalam kontrol standar ( jiwa kecemasan teratasi tidak psikotik )
 Fase kedua
Secara umum halusinasi menjijikan, ansietas tingkat berat
Karakteristik : pengalaman sensori bersifat menjijikan dan menakutkan. Orang
yang menderita halusinasi mulai merasakan hilang kontrol dan mulai menjauhi
diri dari sumber yang ada, orang tersebut merasakan kebingungan oleh
pengalaman sensori dan menarik diri dari orang lain ( psikotik ancam )
Prilaku klien juga dapat diobservasi :
 Tersenyum dan tertawa tidak pada tempatnya / tidak sesuai
 Pergerakan bibir tanpa menimbulkan suara
 Pergerakan mata dengan cepat
 Respon verbal lambat
 Diam membisu dan linglung ( asyik sendiri )
 Fase ketiga
Secara umum pengalaman sensori menjadi penguasa ansietas tingkat berat,.
Karakteristik : orang yang berhalusinasi menyerah untuk melawan pengalamanya
dan membiarkan halusinasinya menguasai dirinya
Orang tersebut dapat mengakui hidupnya sendiri / kesepian jika pengalaman
sosialisasinya berakhir ( psikotik )
Prilaku yang dapat diobservasi :
 Meningkatkan sistem syaraf otomatis, tanda – tanda kecemasan seperti
meningkatnya tekanan darah, respirasi dan ritme jantung
 Bentuk perhatian mulai terbatas dan menyempit
 Asyik sendiri dengan pengalaman sensori dan hilangnya kemampuan untuk
membesarkan halusinasi dan realistis.
 Fase keempat
Secara umum halusinasi menjadi lebih rumit dan sering terkait dengan delusi,
( ansietas tingkat panik )
Karakteristik pengalaman sensori dapat menjadi ancaman ketika orang tersebut
tidak mengikut perintah halusinasi, halusinasi dapat berakhir dalam beberapa jam
atau hari jika tidak ada intervensi terapeutik
Prilaku yang dapat diobservasi
 Petunjuk yang berasal dan halusinasinya akan diikuti
 Kesulitan bersosialisasinya dengan orang lain
 Perhatianya hanya beberapa detik atau menit
 Gejala fisik dan kecemasan berat seperti tremor, ketidakmampuan mengikuti
petunjuk

D. Rentang Respon

Respon adaptif Respon mal adaptif

Pikiran logis Pikiran kadang menyimpang Menarik diri


Persepsi akurat Ilusi Delusi atau
kelainan pikiran
Emosi konsisten Reaksi emosional Halusinasi
dengan pengalaman terlebih atau kurang
Prilaku sesuai hub. Prilaku ganjil atau ketidakmampuan
sosial yg harmonis tak lazim untuk mengalami
emosi , ketidak
teraturan isolasi
sosial.
E. Proses terjadinya masalah
Menurut Stuart dan laraia (2005) Halusinasi disebabkan oleh beberapa faktor antara
lain :
1. Faktor Predisposisi
a) Biologis
Abnormalitas otak yang menyebabkan respon neurologi yang maladaptif yang
baru mulai dipahami :
 Hambatan perkembangan otak khususnya korteks frontal temporal dan
limbik gejala yang mungkin timbul adalah : hambatan dalam belajar,
berbicara, daya ingat dan mungkin muncul perilaku menarik diri atau
kekerasan.
 Pertumbuhan dan perkembangan individu pada prontal, perinatal neunatus
dan kanak-kanak.
b) Psikologis
Keluarga pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
psikologis dan klien, sikap atau keadaan yang paling mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah penolakan dan kekerasan dalam kehidupan klien
penolakan dapat dirasakan dari ibu, pengasuh, teman yang bersikap dingin,
cemas tidak sensitif atau bahkan terlalu melindungi. Pola asuh pada usia
kanak-kanak yang tidak adekuat misalnya tidak ada kasih sayang, diwarnai
kekerasan, ada kekosongan emosi, konflik dan kekerasaan dalam keluarga
(pertengkaran orang tua, aniaya dan kekerasan rumah tangga) merupakan
lingkungan resiko gangguan orientasi realita.
c) Sosial Budaya
Kehidupan sosial budaya dapat pula mempengaruhi gangguan orientasi
realitas seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (kerusuhan, peperangan)
kehidupan yang disertai stress yang menumpuk.

2. Faktor Prespitasi
1) Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologik yang
maladaptip termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang
mengatur proses informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk
dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi rangsangan.
2) Stress lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang
berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya
gangguan prilaku.
3) Pemicu gejala
Pemicu merupakan prekursor dan stimulus yang sering menimbulkan episode baru
suatu penyakit. Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurologik yang
maladaptif berhubungan dengan kesehatan lingkungan sikap, dan perilaku individu.

F. Mekanisme koping
Mekanisme koping yang sering digunakan untuk klien dengan halusinasi menurut
Stuart and laraia ( 2005 ) yaitu perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri
sendiri dari pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon neurologik,
meliputi :
 Regresi, berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk
mengulangi ansietas, hanya mempunyai sedikit energi yang tertinggal untuk
aktivitas hidup sehari-hari (klien melakukan kegiatan kembali seperti masa kanak-
kanak)
 Proyeksi, sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi.
 Menarik diri sulit untuk mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal.

G. Sumber Koping
Sumber koping individual harus dikaji dengan pemahaman terhadap pengaruh
gangguan otak pada prilaku, kekuatan dapat meliputi seperti modal intelegensi atau
kreativitas yang tinggi. Orang tua harus secara aktif mendidik anak-anak dan dewasa
agar mengetahui tentang keterampilan koping karena mereka biasanya tidak hanya
belajar dari pengalaman sumber keluarga, tapi dapat berupa pengetahuan tentang
penyakit Finansial yang cukup ketersediaan waktu dan tenaga serta kemampuan untuk
memberikan dukungan secara berkesinambungan (Stuart dan laraia; 2005).

H. Penilaian Stresor
Suatu evaluasi tentang makna stres bagi kesejahteraan seseorang dimana stress itu
mempunyai arti intensitas dan kepentingan.

I. Pohon Masalah
POHON MASALAH
.

Kekerasan Resiko Tinggi Akibat


Masalah Utama
Keluhan : Dengar suara
Tanpa stimulus
gangguan sensori persepsi : Halusinasi Pendengaran

Isolasi sosial : Menarik diri

Berduka disfungsional Gangguan harga diri kronik Penyebab


J. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
 Masalah keperawatan
1. Cemas
2. Gangguan body image
3. Kerusakan komunikasi verbal
4. Kebingungan akut
5. Tidak efektifnya koping keluarga
6. Tidak efektifnya koping
7. Konflik dalam memutuskan
8. Keputusasaan
9. Kerusakan memori
10. Ketidakpatuhan
11. Kerusakan identivikasi diri
12. Tidak efektif penampilan diri
13. Defisit perawatan diri
14. Kerusakan persepsi sensori
15. Kerusakan interaksi sosial
16. Isolasi sosial
17. Resti bunuh diri
18. Menejemen terapeutik tidak efektif
19. Gangguan proses pikir
 Data yang perlu dikaji ( MPKP )
1. Halusinasi dengar suara
DS :
 Mendengar suara – suara atau kegaduhan
 Mendengar suara – suara yang mengajak bercakap – cakap
 Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya
DO :
 Bicara atau tertawa sendiri
 Marah – marah tanpa sebab
 Menyedengkan telinga kearah tertentu
 Menutup telinga
2. Halusinasi penglihatan
DS :
 Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk karton, melihat hantu
DO :
 Menunjuk – nunjuk kearah tertentu
 Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas
3. Halusinasi penghidu
DS :
 Membaui bau – bauan seperti bau darah, urine, veses, kadang – kadang bau
itu mengenangkan
DO :
 Menghidu seperti kadang membau – bauan tertentu
 Menutup hidung
4. Halusinasi pengecapan
DS :
 Merasakan rasa seperti darah, urine atau veses
DO :
 Sering meludah
 muntah
5. Halusinasi peraba
DS :
 Mengatakan ada serangga di permukaan kulit
 Merasa seperti tersengat listrik
DO :
 Menggaruk – garuk permukaan kulit

K. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan persepsi sensori : Halusinasi
2. Resiko menciderai diri sendiri, orang lain, lingkungan
3. Isolasi sosial : menarik diri

L. Rencana Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan terdiri dari 3 aspek yaitu tujuan umum, tujuan khusus,
tindakan keperawatan. (Keliat; 1999).
Tujuan Umum :
 Klien tidak menciderai diri sendiri dan lingkungan
 Bina hubungan saling percaya Intervensi:
a) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal
b) Perkenalkan diri dengan sopan
c) Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan klien
d) Jelaskan tujuan pertemuan
e) Jujur dan menepati janji
f) Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g) Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar.

Tujuan khusus I yaitu klien mengenal halusinasi.


Intervensi :
a) Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
b) Observasi tingkah laku klien tentang halusinasi
c) Tanyakan isi, frekuensi, waktu, situasi saat klien berhalusinasi
d) Tanyakan perasaan klien bila halusinasi muncul

Tujuan khusus II yaitu klien dapat mengontrol halusinasi.


Intervensi :
a) Diskusikan dengan klien apa yang dilakukan bila halusinasi muncul
b) Beri reinforcement positif bila cara yang digunakan adaptif dan bila
maladaptif jelaskan kerugiannya.
c) Diskusikan cara baru untuk mengontrol halusinasi : cara menghardik,
berbincang-bincang dengan orang lain, buat jadwal kegiatan sehari –hari
d) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang dipilih
e) Pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih, jika berhasil beri pujian

Tujuan khusus III yaitu Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol
halusinasi.
Intervensi:
a) Buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan
b) Diskusikan dengan keluarga tentang pengertian, tanda, gejala, dan proses terjadinya
halusinasi
c) Beri informasi tentang kontrol ke RS dan bantuan bila halusinasi tidak dapat diatasi
dirumah.

Tujuan khusus IV yaitu Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.


Intervensi :
a) Diskusikan dengan klien manfaat minum obat dan kerugian tidak minum obat
dengan prinsip benar obat
b) Pantau klien saat penggunaan obat
c) Diskusikan akibat minum obat
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas mengenai halusinasi dan pelaksanaan asuhan keperawatan
terhadap pasien halusinasi, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. saat memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi ditemukan adanya
perilaku menarik diri sehingga perlu dilakukan pendekatan secara terus menerus, membina
hubungan saling percaya yang dapat menciptakan suasana terapeutik dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan yang diberikan.
2. dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien khususnya dengan halusinasi,
pasien sangat membutuhkan kehadiran keluarga sebagai system pendukung yang mengerti
keadaan dan permasalahan dirinya.

B. Saran
sebagai seorang perawat, ita harus benar-benar kritis dalam menghadapi kasus halusinasi
yang terjadi dan kita harus mampu membedakan resiko halusinasi tersebut dan bagaimana
cara penanganannya.
DAFTAR PUSTAKA

Antonim. 2008. Askep Halusinasi. Dimuat


dalam http://augusfarly.wordpress.com/2008/08/21/askep-halusinasi/. (Diakses : 8 Agustus
2012)
Anonim. 2009. Askep dengan Halusinasi. Dimuat
dalam http://aggregator.perawat.web.id [Diakses : 15 Oktober 2011]
Anonim. 2008. Halusinasi . Dimuat dalam. http://harnawatiaj.wordpress.com/ [Diakses :
15 Oktober 2011] 
Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba
Medika
Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .
Keliat Budi Ana. 1999. Proses  Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta : EGC
Nita Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat.
Jakarta: Salemba Medika.
Rasmun, (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan
Keluarga. Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses Interaksi (API).
Jakarta : fajar Interpratama.

Anda mungkin juga menyukai