Anda di halaman 1dari 2

Benarkah hidup itu indah ?

Tak banyak orang tahu apa itu arti kehidupan. Sebagian orang menganggap hidup itu
hanyalah panggung sandiwara yang penuh dengan tinta hitam dan dusta. Namun
sebaliknya tak sedikit pula orang memutar otaknya mengartikan hidup adalah sebuah
jembatan liku penuh peluh yang harus dilewati untuk mencapai ke kehidupan yang
sebenarnya.

Mengapa semua orang  berlebihan mengartikan apa itu kata hidup ? Terlalu mengambil
pusing dan bertele-tele menjelaskannya. Selalu berusaha berargumen dan merasa
paling benar tentang hal-hal yang membingungkan bila tengah bicara tentang kata
hidup. Namun, aku tak peduli. Aku bahkan juga tak tahu apa arti dari kata hidup yang
sesungguhnya seperti kata-kata orang kebanyakan itu. Aku hanya menggeleng kepala
saat guru religiku bertanya hal bodoh itu kepadaku.

Aku memandang luas taman bunga di samping rumahku yang di penuhi bunga
dandelion. Angin membelai lembut serbuk bunga itu dan membawanya terbang menuju
langit senja yang indah penuh coretan tinta berwarna jingga. Dandelion. Bunga
berkelopak cantik namun amat rapuh. Aku menghembuskan napas perlahan, sejenak
pandanganku mengikuti kemana angin akan membawa serpihan-serpihan bunga itu
pergi . Dengan lembut serpihan-serpihan itu menjauh, semakin memudar dari
pandangan mataku. Dan pada akhirnya menghilang.

Sejenak aku melirik ponsel yang tengah ku dekap saat ini. Tak ada satu pun pesan
ataupun panggilan. Rasa bosan menghampiriku, membisikiku dengan berbagai hal yang
kuanggap sama sekali tak penting. Dengan malas aku menyentuh layar touchsreen
benda kecil berwarna hitam metalic yang ku beli saat musim gugur tiba 5 bulan lalu itu.
Bersamanya tentu saja.

Seketika aku menatap dalam-dalam deretan angka yang mampu aku ingat di luar kepala
itu di layar ponselku. Sejenak aku ragu,aku hanya tak ingin mengganggu dirimu yang
pasti sangat sibuk sekali saat ini. Namun, angin yang diam sedari tadi telah
menggodaku hingga aku berani menekan tombol hijau pada layar ponselku.

Pada deringan ketiga, gendang telingaku menangkap suara serak dan paraumu yang
seperti biasa selalu mampu membuat hatiku berdesir. Aku terdiam sejenak, di seberang
sana kau tetap bersay hello untuk menyapaku. Aku pun tersadar dari lamunanku, dan
segera menyambut sapaanmu yang lembut.

“ Yeo…. yeobboseo ?? ,”

Aku terbata bata membalas panggilanmu. Aku hanya terlalu terkejut dan bahagia,
pastinya.

“ Hey, jangan seperti itu,kita sudah lama kenal ,”ucapmu.

“ Setelah semua ini kita masih berteman ,bukan ?? “ tambahmu.

“ Tentu saja,..,” aku menjawab sekenanya.

“Ada apa denganmu ?? Apa kau sedang bosan padaku ?? “ tanyamu berbasa basi.
” Tidak, aku hanya ingin …,”

“ Jeongmal bogoshippoyo, Sehun~a…,”ucapmu lirih.


Belum selesai aku berkata kau menyelaku. Dan lagi-lagi hatiku berdesir mendengar
ucapanmu, aku menggigit bibirku kuat-kuat menahan perasaan yang sama pada dirimu.
Aku terdiam sejenak, mengumpulkan kembali jiwaku yang masih melayang-layang saat
aku merasakan getaran suara lembutmu di telingaku. Namun, bersamaan dengan itu,
kau memutus hubungan telepon ini. Aku terkejut, segera bangun ke alam nyata dan
memulai kembali untuk menghubungi dirimu. Nihil. Kau tak segera mengangkat
panggilan itu. Membiarkanku dalam kecemasan pahit untuk berharap kau akan
menerima telepon dariku lagi. Aku tak menyerah, mencoba untuk terus menghubungimu
dan mengirimkan beberapa pesan untukmu. Beberapa waktu, aku mulai menyerah.
Kalah terhadap perasaan ini. Perasaan yang membuat kepalaku terasa berat dan sesak
tiap kali hal itu bergelayutan dalam otakku. Aku pun menyandarkan punggungku pada
dinding tembok. Sambil tetap memandangi ponsel yang tengah aku dekap saat ini.

Anda mungkin juga menyukai