Anda di halaman 1dari 5

Si Pejuang Subuh

“Aku sadar, sejak kamu menolakku untuk pertama


kalinya. Itu berarti bahwa aku dan kamu memang tak
akan pernah menjadi kita.”

…………

“saya suka sama kakak.”

Air mataku mengalir deras, tubuhku meluruh lemah.


Begini rasanya patah hati? Apa perempuan sepertiku tak
pantas untuk dicintai? Kenapa saat aku benar-benar
menyukai seseorang aku langsung merasakan patah hati
yang memilukan?

Sudah tiga tahun berlalu dan perasaanku sudah jauh


lebih baik. Namun tiba-tiba handphone ku bergetar tak
henti. Hatiku berdesir merasakan sesuatu,

“Kita akan mengadakan acara penyambutan adik-adik


kita. Yang bersedia menjadi panitia silahkan list
namanya.” Mataku mengerjap, memproses kalimat yang
lumayan panjang itu. Dan seketika ingatanku berputar
akan memori tiga tahun silam,
“sebelumnya maaf kak, saya putri adik kelas kakak.
Saya hanya ingin bilang kalau saya suka sama kakak.”

Aku menggigit jari-jariku, ceklis satu tiba-tiba berubah


menjadi ceklis dua, lalu berubah menjadi centang biru.
Handphone yang sedari tadi ku gengam langsung
melayang dan terbaring tak sadarkan diri di lantai.
Nafasku memburu cepat, rasanya ingin menagis saat itu
juga. Padahal melihat balasannya pun belum kulakukan.

Sebenarnya aku heran kenapa aku bisa suka padanya,


sejak awal masuk sekolah aku tak pernah meliriknya
sedikitpun. Dia tak begitu tampan tapi harus kuakui
senyumnya amat manis dimataku. Namun itu hal yang
biasa bagiku. Tapi, kenapa saat akhir-akhir mereka
sekolah haluan ku berputar 360 derajat. Melihatnya
selalu berjalan didepan ku setelah pulang shalat subuh
membuat jantungku mulai berdetak tak nyaman. Otakku
mulai memproses sinyal itu dan membuatku tak karuan
menahan perasaan ini. Dan pada akhirnya, aku berani
menyatakan perasaan ku duluan, memalukan bukan?
Setelah cukup tenang, aku pun memberanikan diri
membuka aplikasi wa. Saat itulah air mataku langsung
mengalir deras untuk pertama kalinya, rasa sesak pun
berlomba-lomba menyelimuti hatiku.

“anak gadis gak boleh melamun!”

Aku memalingkan wajahku, menatap sekeliling yang


ramai. Wajar saja, ini sudah jam pulang.

“ayo pulang!”

Aku mengangguk, masa lalu itu pun hilang dari


ingatanku lagi.

Tapi, dua minggu kemudian masa lalu itu berdiri tepat di


hadapanku. Membuat semua rasa yang kuanggap tak ada
lagi kembali berlomba memasuki hatiku. Begitu sesak
dan sarat akan kerinduan yang tak bisa kujelaskan.
Sebisa mungkin aku bersikap seolah tak ingat akan
apapun, toh pasti dia juga sudah lupa kan?

Semua berjalan lancar, sampai aku melihat dia mencuri


pandang kearahku. Hatiku berontak menyuarakan
kalimat, kenapa dia menatapku?
Tiba-tiba jawaban nya tiga tahun silam masuk kedalam
ingatanku,

“maaf dek, kakak gak pacaran. Adek belajar bagus-


bagus yah.”

Senyumku lantas mengembang, jawabannya begitu


sopan, sampai membuatku tak bisa moveon darinya.

Namun, dua hari berada di lokasi yang sama tanpa


berbicara sekali pun, membuatku sadar bahwa kami
memang tak punya arah yang sama.

Teruntuk kamu, yang sampai sekarang masih aku ingat.


Aku hanya ingin mengatakan bahwa aku mengagumimu.
Aku berharap suatau saat kita bisa bertemu kembali
karena aku ingin mencoba untuk terakhir kalinya.
Apakah jawabanmu akan tetap sama? Atau mungkin
harapanku akan berlabuh pada akhirnya?

………

Eka, itu namaku. Dan kisah ini, adalah kisahku! Semoga


kamu yang membaca cerita ini mau mendoakanku. Entah
itu dia atau tidak, aku hanya berharap akhir yang bahagia

Anda mungkin juga menyukai