Anda di halaman 1dari 3

Retno Marsudi adalah salah satu sosok pemimpin yang berhasil membuktikan bahwa perempuan

mampu mengambil peran dalam dunia diplomasi dan politik. Dengan kesederhanaan serta
kesungguhannya dalam memimpin, beliau mampu mewujudkan mimpinya untuk menjadi
diplomat bahkan diamanahkan menjadi Menteri Luar Negeri RI.

Kesuksesannya turut membawa semangat kesetaraan gender dan partisipasi perempuan untuk
dapat berkarir dan berkarya memperjuangkan cita-cita.

Menjadi pemimpin perempuan di dunia patriarki tentunya bukan pekerjaan mudah. Perempuan
seringkali dihadapkan pada fenomena glass ceiling. Glass ceiling merupakan hambatan tidak
terlihat yang dapat menghalangi perempuan untuk mendapatkan promosi dan kompensasi setara
dengan laki-laki (Nozawa, 2010).

Akan tetapi, Retno Marsudi sebagai representasi Indonesia di mata dunia telah membuktikan
bahwa gender bukan penghalang untuk mencapai prestasi gemilang. Hal tersebut tentunya tidak
terlepas dari gaya kepemimpinan beliau yang cenderung ulet dan sederhana. Ia dikenal dengan
cara diplomasinya yang hangat, tetapi tetap tegas dalam menghadapi berbagai persoalan.

Kepemimpinan Demokratis dan Visioner ala Retno Marsudi

Gaya kepemimpinan merupakan pola perilaku atau strategi yang digunakan oleh seorang
pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya sehingga sasaran atau tujuan organisasi dapat
tercapai (Rivai, 2014).

Retno Marsudi ini memiliki gaya komunikasi yang luwes dan hangat, salah satunya ditunjukkan
ketika beliau duduk bersila untuk berdiskusi dengan wartawan tentang berbagai isu politik luar
negeri.

Berdasarkan gebrakan diplomasi yang dicanangkan Retno Marsudi, Menlu RI tersebut memiliki
gaya kepemimpinan yang demokratis. Salah satu agenda politik luar negeri di bawah
kepemimpinannya yaitu memerintahkan para diplomat untuk melakukan “blusukan” dengan
berbagai pihak berkepentingan dari negara lain untuk mewujudkan kepentingan nasional.

Blusukan ini menunjukkan bahwa Retno Marsudi terkenal dengan pendekatannya yang
cenderung tidak kaku dan membuka ruang untuk diskusi. Di luar kehangatannya dalam menjalin
relasi, beliau merupakan sosok yang tegas dalam memperjuangkan kepentingan nasional.

Ibu Menlu yang dikenal “galak” dalam pergaulan internasional ini juga menghidupkan kebiasaan
coffee morning untuk berdialog dengan berbagai tokoh nasional dan LSM. Ruang dialog tersebut
dibuka sebagai upaya untuk menyukseskan politik luar negeri di bawah kepemimpinannya.

Diplomasi tegas, bermartabat, dan pro-rakyat merupakan semangat yang beliau bawa untuk
mengatasi berbagai persoalan luar negeri yang dihadapi Perlindungan terhadap TKI atau
perantau WNI dan pemulihan pasca pandemi Covid-19 merupakan prioritas agenda politik luar
negeri yang dibawanya.
Retno Marsudi juga memiliki pandangan visioner terhadap tatanan dunia dengan mengusungkan
paradigma win-win berbasis kolaborasi antarnegara.

Paradigma tersebut diserukan sebagai upaya untuk membangun kepercayaan serta perdamaian
dunia, meningkatkan kesadaran atas pemulihan kondisi global akibat pandemi, dan memperkuat
kerja sama regional.

Menteri Menlu ini memandang bahwa tantangan dan resiko konflik antarnegara berpotensi
menimbulkan konflik dan perpecahan yang dapat memperlambat usaha pemulihan dunia
internasional.

Bukti nyata dari kinerjanya salah satunya dapat dilihat dari keberhasilan membawa Indonesia
untuk menjadi Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB periode 2019-2020 dan anggota
Dewan HAM PBB periode 2020-2022. Prestasi tersebut tentunya bukan pekerjaan instan,
diperlukan usaha selama 2-3 tahun untuk memperoleh dukungan negara lain.

Retno berusaha membangun relasi dan dukungan dengan melakukan pendekatan non formal
kepada petinggi negara. Selain itu, Retno juga erat dengan sebutan “perempuan pertama”.

Beliau merupakan perempuan pertama sebagai Dubes Indonesia untuk Kerajaan Belanda selama
dua tahun pada periode 2012-2014 dan perempuan pertama sebagai Menlu RI.

Beberapa prestasi lainnya yang diperoleh beliau, yaitu mendapatkan predikat “The Best
Ambassador” dari Diplomat Magazine dan penghargaan Ridder Grootkruis in de Orde van
Oranje-Nassau dari kerajaan Belanda.

Ia juga mendapatkan penghargaan dari UN Women (PBB) sebagai Agen Perubahan kesetaraan
Gender. Berbagai capaiannya menunjukkan bahwa perempuan dapat berkarya dalam berbagai
bidang.

Kecenderungan perempuan dalam memimpin yang mengedepankan sisi demokratis berhasil


dimanfaatkan oleh Retno untuk membangun kepercayaan dan dukungan, baik dari negara lain
maupun masyarakat.

Kemampuan negosiasi dan kapasitasnya dalam memahami politik luar negeri juga turut
mematahkan pernyataan bahwa seringkali perempuan tidak terwakilkan dalam pengambilan
keputusan.

Semangat Kesetaraan Gender dalam Lingkup Kemenlu RI

Terdapat empat faktor dari individu yang dapat mempengaruhi efektivitas negosiasi, yaitu
kepribadian seseorang, suasana hati, budaya, dan gender. Dalam proses diplomasi, gender turut
mempengaruhi keefektifan negosiasi untuk menghasilkan kesepakatan yang diharapkan.
Perempuan dianggap lebih luwes dan cenderung mengedepankan sisi kooperatif dibandingkan
kompetisi dalam bernegosiasi. Kepemimpinan Retno Marsudi sendiri telah membawa semangat
agar perempuan dapat turut serta berkontribusi pada dunia diplomasi dan politik luar negeri.

Beliau mengungkapan bahwa jumlah PNS perempuan pada tahun 2020 yang bekerja di
Kementerian Luar Negeri mencapai 64% dan 38% diantaranya merupakan seorang diplomat.
Angka ini tentunya jauh berbeda dengan kondisi awal saat Retno Marsudi masih meniti karir.

Saat Retno diamanahkan menjadi diplomat, komposisi diplomat perempuan hanya mencapai
10%. Kondisi tersebut menggambarkan adanya perkembangan partisipasi perempuan dalam
pemerintahan.

Selama masa jabatannya, Retno Marsudi kerap mendorong isu-isu yang berkenaan dengan
perempuan dengan harapan bahwa kesadaran mengenai kesetaraan gender semakin meningkat.

Bukti konkrit kinerja beliau untuk mendukung pemberdayaan dan kesetaraan gender dapat
dilihat dari pemberian capacity building untuk para pengungsi perempuan rohingya. Selain itu,
Retno Marsudi juga mengupayakan adanya peningkatan para peacekeeper perempuan dalam
menjalankan misi atau program dari PBB.

Anda mungkin juga menyukai