PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Definisi kematian maternal menurut WHO (World Health Organization), ialah kematian seorang
wanita waktu hamil atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun, terlepas dari
tuanya kehamilan dan tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan. Kemajuan yang telah
dicapai dalam kira-kira setengah abad terakhir telah diumumkan oleh banyak penulis. Di Inggris angka
kematian menurun dari 44,2 per 10.000 kelahiran dalam tahun 1928 menjadi 2,5 per 10.000 dalam
tahun 1970 (Chamberlain dan
Jeffcoate, 1966, Stallworthy,1971).
Perkembangan ini terlihat pula pada semua negara-negara maju; umumnya angka kematian
maternal kini di Negara-negara itu berkisar antara 1,5 dan 3,0 per 10.000 kelahiran hidup. Angka
kematian yang tinggi setengah abad yang lalu umumnya mempunyai dua sebab pokok: (1) masih
kurangnya pengetahuan mengenai sebab-musabab dan penanggulangan komplikasi-komplikasi penting
dalam kehamilan, persalinan serta nifas; (2) kurangnya pengertian dan pengetahuan mengenai kesehatan
reproduksi; dan (3) kurang meratanya pelayanan kebidanan yang baik bagi semua yang hamil
(Prawirohardjo, 2005).
Di Indonesia, berdasarkan perhitungan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) diperoleh AKI tahun
2007 sebesar 228 per 100.000 KH. Jika dibandingkan dengan AKI tahun 2007 sebesar 248 per 100.000
KH, AKI tersebut sudah jauh menurun, namun masih jauh dari target MDG 2015 (102 per 100.000 KH).
Sedangkan untuk angka kematian bayi (AKB) tahun 2008 sebesar 34/1000 KH, adapun target AKB pada
MDG’s 2015 sebesar 17 per 1000 KH. Sehingga masih memerlukan kerja keras dari semua komponen
untuk mencapai target tersebut (MDGs dan Badan Pusat Statistik: 2007).
Peningkatan kesehatan ibu di Indonesia, yang merupakan Tujuan PembangunanMilenium
(MDG) kelima, berjalan lambat dalam beberapa tahun terakhir. Rasio kematian ibu, yang diperkirakan
sekitar 228 per 100.000 kelahiran hidup, tetap tinggi di atas 200 selama dekade terakhir, meskipun telah
dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan ibu. Hal ini bertentangan dengan
negara-negara miskin di sekitar Indonesia yang menunjukkan peningkatan lebih besar pada MDG kelima
(Unicef, 2012).
Masa persalinan merupakan salah satu periode yang mengandung resiko bagi ibu hamil.
Kematian ibu, kematian bayi dan juga berbagai komplikasi lainnya pada umumnya terjadi pada masa
persalinan, setelah melahirkan dan 1 minggu setelah melahirkan. Salah satu faktor penting dalam upaya
menurunkan angka kematian yaitu penyediaan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang
berkualitas. Pelayanan kebidanan dalam hal ini memiliki peran yang sangat penting. Pelayanan kebidanan
yang berkesinambungan dan paripurna, berfokus kepada aspek pencegahan, promosi kesehatan dan
berlandaskan kemitraan adalah halpenting yang dapat membantu menurunkan angka kematian ibu dan
angka kesakitan serta kematian bayi.
Pelayanan kebidanan yang bermutu ditentukan oleh faktor input dan proses dari pelayanan
itu sendiri. Faktor input dari pelayanan diantaranya meliputikebijakan, tenaga yang melayani, sarana
dan prasarana,standar asuhan kebidanan dan standar lain atau metode yang di sepakati. Sedangkan
faktor proses adalah suatu kinerja dalam mendayagunakan input yang ada dalam interaksi antara bidan
dengan pasien yang meliputi penampilan kerja sesuai dengan standar dan etika kebidanan.Untuk
mewujudkan pelayanan kebidanan yang bermutu di RS Graha Husada Bandar Lampung, maka
disusunlah Pedoman Pelayanan Ruang Kebidanan ini dengan harapan dapat menjadi acuan dalam
melaksanakan pelayanan kebidanan.
B. Tujuan Pedoman
1. Tujuan Umum
Meningkatkan pelayanan asuhan kebidanan di RS Graha Husada Bandar Lampung dalam
menentukan sikap menghadapi perkembangan pelayanan kesehatan global, nasional maupun
regional.
2. Tujuan Khusus
a) Sebagai acuan dalam memberikan pelayan asuhan kebidanan secara professional.
b) Sebagai bahan dasar pengembangan pelayanan asuhan kebidanan dan organisasi profesi
bidan.
c) Sebagai pedoman menilai mutu pelayanan dan asuhan kebidanan
2 Kamar Bersalin
- Melayani ibu bersalin normal maupun patologis
- Melayani ibu post partum sebelum di pindah ke rawat gabung atau rawat inap khusus
- melakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD).
-
D. Batasan Operasional
- Administrasi dan pengelolaan pelayanan kebidanan
- Sumberdaya manusia, staf dan pimpinan
- Kebijakan dan prosedur
- Pengendalian mutu
E. Landasan Hukum
1. Undang-undang Nomor : 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
2. Undang-undang Nomor : 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.
3. Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1575/Menkes/XI/2005 Tentang
Organisasi dan Tata kerja departemen Kesehatan.
4. Keputusan mentri kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1457 Tahun 2003 tentang
standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan/Kota
5. Keputusan mentri kesehatan Republik IndonesiaNomor : 836/Menkes/SK/VI/ 2005
Tentang Pedoman Pengembangan Manajemen Kinerja Perawat dan Bidan
6. Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 369/Menkes/SK/VIII/2007
Tentang Standar Asuhan Kebidanan.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
c. Pengertian : Seorang bidan profesional yang diberi wewenang dan tanggung jawab
dalam mengkoordinasikan kegiatan pelayanan kebidanan di Kamar Bersalin dan turut
melaksanakan pelayanan keperawatan pada satu unit ruangan perawatan pada shift sore, malam
dan hari libur.
d. Tujuan :
1) Agar kegiatan pelayanan Asuhan Kebidanan dapat berjalan sesuai dengan standar kebidanan.
2) Agar mutu pelayanan asuhan kebidanan selalu terjaga, selalu diupayakan,
ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan/tuntutan masyarakat.
e. Pendidikan dan Kualifikasi :
3) Pendidikan Formal : D – III Kebidanan, berpengalaman 2 tahun.
4) Pendidikan Non Formal :
- Memiliki Sertifikat APN (Asuhan Persalinan Normal)
- Memiliki Sertifikat MU (Midwifery Update)
- Memiliki Sertifikat Resusitasi Neonatus
5) Pengalaman Kerja : Mempunyai pengalaman kerja di Kamar Bersalin minimal 2 tahun.
6) Ketrampilan : Memiliki kemampuan kepemimpinan, berwibawa, rajin, dan jujur.
7) Berbadan sehat jasmani dan rohani
f. Tanggung Jawab : Secara organisasi bertanggung jawab langsung kepada Kepala Ruang
Kebidanan
g. Tugas Pokok :
8) Sebagai koordinator shift dinas pagi, sore, malam dan hari libur sesuai jadwal yang telah
ditetapkan.
9) Mempertanggungjawabkan pelaksanaan Asuhan Kebidanan Kepada Kepala
Ruang.
10) Bersama-sama pelaksana perawatan melakukan kegiatan pelayanan Asuhan Kebidanan.
11) Bertanggung jawab dalam kebenaran isi laporan/penulisan asuhan kebidanan.
h. Uraian Tugas Penanggung Jawab Shift :
12) Mengatur dan mengkoordinasikan seluruh kegiatan pelayanan diruang rawat pada shift sore,
malam dan hari libur.
13) Memberi pengarahan dan motivasi kepada tenaga pelaksana perawatan untuk melaksankan
Asuhan Kebidanan sesuai ketentuan/standar yang berlaku pada shift sore, malam dan hari
libur.
14) Bertanggung jawab atas pelaksanaan inventarisasi peralatan pada shift sore, malam dan hari
libur.
15) Mengatur dan mengkoordinasikan pemeliharaan peralatan agar selalu dalam keadaan siap
pakai.
16) Membantu melaksanakan program orientasi kepada petugas baru meliputi penjelasan tentang
peraturan rumah sakit, tata tertib dan fasilitas yang ada.
17) Memelihara dan mengembangkan system pencatatan dan pelaporan Asuhan Kebidanan
secara tepat dan benar untuk tindakan kebidanan selanjutnya.
18) Memberi motivasi tenaga non perawatan dalam memelihara kebersihan ruangan dan
lingkungan pada shift sore, malam dan hari libur.
19) Meneliti pengisian formulir sensus harian pasien pada shift malam.
20) Memelihara buku register dan berkas catatan medik pada shift sore, malam dan hari libur.
21) Menyusun rencana asuhan kebidanan pada shift sore, malam dan hari libur dan melaksanakan
tindakan kebidanan.
22) Bersama-sama pelaksana perawat lainnya, melaksanakan Asuhan Kebidanan kepada
pasien pada shift sore, malam dan hari libur.
23) Membuat laporan harian pada shift sore, malam dan hari libur.
24) Melaksanakan serah terima tugas kepada penanggung jawab shift berikutnya secara lisan
maupun tertulis pada saat penggantian dinas.
25) Mengikuti pertemuan berkala yang diadakan oleh Kepala Ruang.
14) Memantau dan menilai kondisi pasien selanjutnya melakukan tindakan yang
tepat berdasarkan hasil pemantauan.
15) Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik antara pasien, keluarga,
dokter serta sesama tenaga medis.
h. Uraian Wewenang :
1) Meminta informasi dan petunjuk kepada atasan.
2) Memberikan asuhan kebidanan pada pasien sesuai kemampuan dan batas
kewenangannya.
B. Distribusi Ketenagaan
Kebutuhan tenaga bidan dihitung dengan menentukan :
Jumlah hari kerja efektif selama 1 tahun
Keterangan :
6 jam adalah konstanta : Waktu yang diperlukan untuk pertolongan persalinan normal
mencakup kala I s/d kala IV
Contoh soal :
• Waktu yang diperlukan untuk pertolongan persalinan mencakup kala I s/d kala IV =
6 jam / pasien
• Jam efektif kerja bidan = 7 jam / hari
• Rata – rata pasien per hari = 5 pasien
• Berapa jumlah bidan yang diperlukan :
5 pasien X 6 = 30 = 4,3 ( 5 0rang + loss day )
7
Loss Day : 78 X 5 = 1,4 ( 2 )
286
25 % x 7 = 2
• jadi jumlah bidan yang dibutuhkan = 9 orang
A. Denah Ruangan
pintu wc
Bed vip
pintu Wc nakes
Istirahat bidan
pintu
Cuci alat
BED 3
BED 2
Wc pasien
BED 1
Meja jaga
Resusitasi
Neo
Pintu masuk
B. Standar Fasilitas
Standar alat kebidanan di ruangan kebidanan/kamar bersalin dengan kapasitas persalinan 10
orang/hari
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
- Mencatat tindakan yang telah dilakukan dalam berkas rekam medis pasien yang
ditandatangani oleh bidan yang melakukan tindakan.
j. Melakukan pemeriksaan yang berhubungan dengan keadaan pasien sesuai dengan kondisi
pasien
k. Dokter memberikan informed consent tentang tindakan yanng akan dilakukan beserta
kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi baik selama tindakan maupun setelah selesai
tindakan
l. Melakukan tindakan di ruang tindakan
m. Membuat resep dan menjadwalkan kontrol
n. Mencatat tindakan yang telah dilakukan dalam berkas rekam medis pasien yang
ditandatangani oleh dokter penanggung jawab yang melakukan tindakan
a. Memastikan bahwa pasien telah mendapatkan penjelasan dari dokter penanggung jawab
dan anestesi mengenai tindakan operasi yang akan dilakukan
b. Meminta pasien atau keluarga mengisi formulir surat persetujuan tindakan section cesarea
dan surat ijin tindakan anestesi
c. Melakukan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya sesuai anjuran
dokter (hematologi, masa perdarahan, PT/APTT)
d. Siapkan pasien, puasa, cukur daerah operasi, persiapkan darah bila diperlukan, melepas
protese dan lain-lain
e. Lengkapi formulir check list pre operasi yang terdapat di dalam pendokumentasian
f. Menghubungi dokter spesialis anak untuk memberitahukan pasien sudah siap diantar ke
kamar operasi
g. Hubungi ruang operasi untuk memastikan bahwa pasien akan diantar
h. Antar pasien ke ruang operasi sesuai jadwal, minimal 30 menit sebelum jadwal operasi
i. Cek Denyut Jantung Janin (DJJ) dengan disaksikan perawat kamar operasi
j. Mencatat tindakan yang telah dilakukan dalam berkas rekam medis pasien yang
ditandatangani oleh bidan yang melakukan tindakan.
E. Asistensi Tindakan
Curretage Prosedur :
1. Memastikan pasien telah mendapatkan penjelasan tindakan yang akan dilakukan oleh
dokter operator
2. Mempersiapkan surat izin tindakan curettage dan surat izin tindakan anestesi yang telah
ditandatangani oleh pasien atau keluarga pasien
3. Persiapkan pasien seperti puasa, pasang infuse, pakaian pasien, kosongkan kandunng
kemih dan lain-lain
4. Masukan jaringan dalam bokal berisi formalin 10% dan diberi identitas pasien untuk
jaringan yang akan dilakukan pemeriksaan patologi anatomi, untuk jaringan yang tidak
akan dilakukan pemeriksaan patologi anatomi, jaringan dapat dimasukan dalam
bokal/plastik tanpa formalin dan diberikan pada keluarga (dicek apakah boleh jaringan
yanng sudah diambil tidak di PA)
5. Mengobservasi keadaan umum, tanda-tanda vital dan perdarahan sampai dengan 3-4 jam
pasca tindakan curretage
6. Jika keadaan umum pasien baik, tanda-tanda vital normal, tidak ada perdarahan dan
keluhan, pasien diperbolehkan pulang setelah menunjukkan surat ijin pulang.
7. Mempersiapkan pasien pulang
Logistik merupakan suatu ilmu pengetahuan atau seni serta proses mengenai perencanaan dn
penentuan kebutuhan pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pemeliharaan serta penghapusan
materi atau alat. Lebih lanjut, logistik diartikan bagian dari instansi yang bertugas menyediakan bahan
atau barang yang dibutuhkan untuk kegiatan operasional suatu instansi dalam jumlah, kualitas dan
pada waktu yang tepat (sesuai kebutuhan) dengan harga serendah mungkin (Adiatama, 2002).
Pelaksanaan manajemen yang baik, maka unsur manajemen di proses melalui fungsi
manajemen dan fungsi tersebut merupakan pegangan umum untuk dapat terselenggaranya fungsi
logistik.
Rumah sakit merupakan suatu usaha yang melakukan produksi jasa sehingga logistik dalam
rumah sakit bukan logistik pendistribusian barang, tetapi hanya menyangkut manajemen persediaan
bahan barang serta peralatan yang dibutuhkan untuk memproduksi jasa tersebut.
Logistik dalam rumah sakit bermula dari perolehan (procurement) dan berakhir dengan
dokumen penuh dari usaha pembedahan dan pengobatan. Sehingga dapat dikatakan bahwa
manajemen logistik dalam lingkungan rumah sakit adalah suatu proses pengolahan secara strtegis
terhadap pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, serta pemantauan persediaan barang (stock,
material, supplies, inventory, etc) yang diperlukan bagi produksi jasa rumah sakit.
Menurut bidang pemanfaatannya bahan dan barang yang harus disediakan di rumah sakit dapat
dikelompokkan menjadi :
a. Logistik Obat
Meliputi aktivitas logistik yang terkait dengan obat yang digunakan dalam proses
pelayanan kesehatan di rumah sakit. Obat merupakan salah satu komponen utama pendapatan
rumah sakit. Tantangan dalam melaksanakan logistik obat di rumah sakit secara baik tergolong
tinggi. Berbagai pihak terlibat dalam logistik obat di rumah sakit.
b. Logistik Alat Kesehatan
Adalah kegiatan logistik yang terkait dengan alat kesehatan yang digunakan dalam
pelayanan kesehatan di rumah sakit. Masalah utama yang sering terjadi adalah manajemen
inventaris yang kurang baik, sehingga mengakibatkan alat kesehatan yang disimpan berlebihan.
c. Logistik Food and Baverages
Adalah kegiatan logistik yang terkait dengan pelayanan gizi, baik untuk pasien atau
untuk karyawan rumah sakit. Masalah yang sering muncul adalah barang hilang atau berkurang
dan mutu proses yang bervariasi.
d. Logistik Barang Kuasi
Adalah kegiatan logistik yang terkait dengan barang kelengkapan administrasi rumah
sakit. Masalah yang sering terjadi adalah sediaan barang kuasi ynag terlalu banyak.
e. Logistik Peralatan Medis dan Non Medis
Adalah kegiatan logistik yang terkait dengan peralatan medis dan non medis yang
digunakan dalam memberikan pelayanan kesehatan. Masalah yang sering dihadapi adalah
penyimpanan alat dan persediaan suku cadang.
f. Logistik Sarana dan Prasarana Gedung
Adalah kegiatan logistik yang terkait dengan sarana dan prasarana gedung rumah sakit.
Nilai sarana dan prasarana gedung rumah sakit dapat mencapai sekitar 40% dari nilai aset total
rumah sakit. Masalah yang sering muncul :
1) Pembangunan sarana dan prasarana yang tidak efisien
2) Pemeliharaan saran dan prasarana yang tidak sesuai standar yang tidak ditentukan.
g. Logistik Linen
Adalah kegiatan logistik yang terkait dengan bahan kelompok linen. Masalah yang
dihadapi adalah sediaan yang berlebihan dan proses yang bervariasi.
h. Logistik Bahan Habis Pakai
Adalah kegiatan logistik yang terkait dengan bahan-bahan yang dikategorikan sebagai
bahan habis pakai. Masalah yang paling sering dihadapi adalah sediaan bahan habis pakai yang
berlebihan,
Bahan Habis Pakai (BHP) di Ruang Kebidanan di amprah ke bagian logistik RS Graha
Husada sebelum habis. Jika BHP yang digunakan sehari-hari cepat habis, maka amprah
dilakukan setiap 1 minggu sekali dan untuk BHP yang tidak cepat habis akan diamprah 1 bulan
sekali.
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
A. Pengertian
Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan
pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi :
1. Assesmen resiko
2. Identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien
3. Pelaporan dan analisis insiden
4. Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya resiko
Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.
B. Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akutanbilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian
tidak diharapkan
H. Kesalahan Medis
Medical errors :
Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis yang mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan cedera pada pasien termasuk gagal melaksanakan sepenuhnya suatu rencana atau
menggunakan rencana yang salah untuk mencapai tujuannya, dapat merupakan akibat dari
melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil (omission).
Suatu kejadian tidak diharapkan yang mengakibatkan kematian atau cedera serius. Biasanya
dipakai untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat diterima seperti operasi pada
bagian tubuh yang salah. Pemilihan kata sentinel terkait dengan keseriusan cedera yang terjadi
sehingga pencarian fakta terhadap kejadian ini mengungkapkan adanya masalah yang serius pada
kebijakan dan prosedur yang berlaku.
A. Pendahuluan
HIV/AIDS telah menjadi ancaman global. Ancaman tersebut menjadi lebih tinggi dan
berbahaya karena penderita HIV/AIDS tidak menampakan gejala dan yang lebih
mengkhawatirkan hal tersebut banyak terjadi di negara-negara berkembang yang belum mampu
menyelenggarakan berbagai kegiatan pencegahan dan penanggulangan secara memadai.
Penderita penyakit HIV/AIDS terus meningkat sejalan dengan semakin tingginya potensi
penularan dimasyarakat. Hal ini di tunjang dengan perilaku seks bebas tanpa pelindung,
pelayanan kesehatan yang belum aman karena belum ditetapkannya kewaspadaan umum dengan
baik dan penggunaan bersama peralatan yang menembus kulit, tato, tindik dan lain-lain.
Selain HIV/AIDS, juga wajib diwaspadai Penyakit Hepatitis B dan C yang keduanya
potensial menular melalui tindakan pada pelayanan kesehatan. Kedua penyakit ini sering tidak
dapat terkenali secara klinis karena tidak menampakan gejala.
Dengan munculnya penyebaran penyakit-penyakit tersebut di atas memperkuat keinginan
untuk mengembangkan dan menjalankan prosedur yang bisa melindungi semua pihak dari
penyebaran infeksi. Upaya pencegahan penyebaran infeksi dikenal melalui “Universal
Precaution”.
Tenaga kesehatan sebagai ujung tombak pelayanan yang melakukan kontak 24 jam dengan
pasien mempunyai resiko terpajan lebih besar, oleh sebab itu tenaga kesehatan wajib menjaga
kesehatan dan keselamatan dirinya dari resiko tertular penyakit agar dapat bekerja maksimal.
B. Tujuan
1. Petugas kesehatan dapat melindungi dirinya sendiri, pasien,dan masyarakat dari penularan
infeksi dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.
2. Petugas kesehatan harus menerapkan prinsip universal precaution dalam menjalankan
tugas dan kewajibannya sehingga dapat mengurangi resiko terpajan atau terinfeksi
penyakit menular.
Ada beberapa hal yang dapat membuat seseorang tenaga kesehatan dapat terpajan
dengan infeksi menular yaitu:
1. Cuci tangan yang tidak benar
2. Penggunaan sarung tangan yang kurang tepat
3. Penutupan kembali jarum suntik secara tidak aman
4. Pembuangan peralatan tajam secara tidak aman
5. Tehnik dekontaminasi dan sterilisasi peralatan yang kurang benar
6. Praktek kebersihan ruangan yang belum memadai
bersalin, apron/gaun pelindung, topi, masker, goggle/kaca mata dan sarung tangan.
3. Pengelolaan instrumen bekas pakai dan alat kesehatan lainnya
4. Pengelolaan jarum dan alat tajam lainnya untuk mencegah perlukaan
5. Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan
6. Pengelolaan alat tenun bekas pakai
7. Pemeriksaan kesehatan berkala bagi tenaga kesehatan dan pemberian imunisasi
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
c. Sepsis ≤ 0,2 %
2. Audit pendokumentasian
Logistik Farmasi
Logistik
Umum
Admission
Kamar Bersalin Operator
Umum/Tehnis Umum/Supir
i