PENGUKURAN
(Gambar 1. Penggaris)
2. Jangka sorong
Jangka sorong merupakan alat ukur panjang yang mempuyai batas ukur
sampai 10 cm dengan ketelitiannya 0.1 mm atau (Agustiana dan Tika, 2013).
Jangka sorong memiliki berbagai ukuran dengan rentang pengu dar 100
mm hingga 3000 mm (4 inci sampai 120 inci). Jangka sorong tidak hanya
digunakan untuk mengukur panjang tetapi jangka sorong juga dapat digunakan
unuk memgukur diameter sebuah cincin, diameter bagian dalam pipa dan juga
dapat digunakan untuk mengukur kedalam sebuah benda serta dapar akan untuk
mengukur luas benda. Jangka sorong yang dapat digunakan untuk mengukur
bagian dalam dan luas suatu benda terdiri dari bilah utama atau bilah yang dibagi
dalam mm dan suatu bilah pembantu yang dibagi 100 Seratus garis pada bilah
pembantu sama dengan 49 milincter pada bilah utama sehingga setiap garis mm.
Bila suatu garis bilah pembantu berimpit dengan suatu tanda pada skala utama,
maka harga ukurnya adalah jumlah skala dihitung dari angka 0x002 mm (Flack,
2014; Poerwanto dkk, 2012)
Jangka sorong adalah alat yang dapat mengukur diameter sebuah pipa,
baik diameter bagian dalam ataupun bagian Iuar. Serta Jangka sorong adalah alat
yang lebih baik digunakan untuk mengukur pada kawasan nilai ukur 1 cm.
(Mujadi, 2010, Tri Kuntoro P, 2009)
(
(Gambar 2.1. Jangka sorong manual) (Gambar 2.2. jangka sorong arloji)
A. Tabel Pengamatan
P = P ± ΔP l = l̅ ± ∆l t = t̄ ± ∆t
P = 7,8 ± 0,05 l = 2,56 ± 0,05 t = 15,63 ±0,05
= 7,85cm = 2,16 cm = 15,68 cm
P = P ± ΔP l = l̅ ̅ ± ∆l t = t̅ ± ∆t
P = P ± ΔP L = l̅ ± ∆l t = t̅ ± ∆t
P = 20,79 ± 0,005 l = 20,79 ± 0,005 t̅ = 20,79 ± 0,005
= 20,795 = 20,795 = 20,795
B. Pembahasan
Pengukuran adalah suatu kegiatan yang dilakukan terhadap suatu objek
tertentu dengan menggunakan alat ukur yang bersesuaian dengan objek yang
diukur. Jadi, mengukur adalah membandingkan suatu objek yang akan diukur
dengan suatu alat yang dianggap sebagai ukuran standar. Alat ukur yang
digunakan haruslah memperhatikan nilai objek yang akan diukur agar sesuai
dengan peruntukannya (Mujadi. 2010)
Tujuan percobaan ini dilakukan yaitu Untuk mengetahui perbandingan
hasil ukur dari penggaris, jangka sorong dan mikrometer sekrup dan untuk
mengetahui cara penggunaan alat penggaris, jangka sorong, dan mikrometer
sekrup
Pada percobaan kali ini menggunakan 3 alat ukur yaitu penggaris, jangka
sorong, dan mikrometer sekrup. Adapun cara kerja menggunakan alat ukur yaitu
Pada pengukuran menggunakan penggaris dilakukan cara yaitu siapakan
alat dan bahan yang akan digunakan, kemudiam ukurlah panjang kubus sebanyak
3 kali agar bisa dibandingkan hasil pengukuran pertama dan kedua, lalu catat hasil
pengukuran yang diperoleh agar memudahkan dalam perhitungan nantinya setelah
itu ukurlah volume dari kubus menggunakan penggaris dan catat hasil pengukuran
yang diperoleh untuk mencari berapa volume dari kubus lalu hitunglah panjang
kubus, panjang rata-rata, nilai ralat dan volume pada kubus tersebut menggunakan
rumus yang telah ditentukan. Adapun hasil yang diperoleh dari percobaan ini Pada
pengukuran menggunakan penggaris sisi-sisi kubus kami ukur menggunakan
penggaris, dengan pengukuran pertama kami memperoleh panjang kubus yaitu 7,8
cm ,pengkuran kedua kami peroleh 7,8 cm, dan pengukuran ketiga kami yaitu 7,8
cm ,mengapa pada pengukuran pertama, kedua dan ketiga hasil pengukurannya itu
sama itu karena pada sisi-sisi kubus rata atau bagian-bagian dari kubus lebih
menonjol keluar sehingga hasil pengkurannya sama. Hasil yang diperoleh untuk
panjang rata-rata adalah 7,8 cm dan untuk nilai ralatnya adalah 0.05 cm, sehingga
dari nilai yang diperoleh dapat dihitung panjang benda, hasil yang diperoleh dari
panjang benda adalah 7,8 cm± 0,05 cm.
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Hasil pengukuran penggaris, jangka sorong, dan mikrometer sekrup
memiliki pengukuran yang beda dimana penggaris memiliki hasil
pengukuran P = 7,8 cm ± 0,05 cm, dan nilai volemenya ada
V 1 = 330,642cm 3 , V2 = 323,7 cm 3, V3 = 323,7 cm3 jangka sorong P =
1,75 cm ± 0,005 cm , dan miktometer sekrup P = 20,79 mm ± 0,005 mm .
2. Cara penggunaan dari ketiga alat ukur tersebut penggarislah yang
merupakan alat ukur yang paling sederhana. Pengukuran menggunakan
penggaris yaitu pertama yaitu tempatkan skala nol yang ada di penggaris
sejajar dengan ujung benda yang akan di ukur, kemudian perhatikan bagian
ujung lain dari benda yang anda ukur. Baca skala yang tertera dibagian
mistar yang sejajar dengan bagian ujung lain. Pengukuran menggunakan
jangka sorong, yaitu letakkan kubus yang akan diukur antara kedua rahang,
pastikan juga posisinya sudah sesuai. Tarik rahang geser ke kiri sampai
mengapit kubus yang akan diukur, lalu putar baut pengunci sampai kubus
tidak bergerak. Pengukuran menggunakan mikrometer sekrup, yaitu
letakkan kubus yang akan diukur antara kedua rahang, pastikan juga
posisinya sudah sesuai. Putar pemutar yang ada pada mikrometer sekrup
sampai mengapit kubus yang akan diukur, pastikan kubus tidak bergerak.
B. Saran
Mungkin pendamping praktikum bisa ditambah agar ketika periksa
laporan sementara tidak antri dan juga bisa lebih teratur.
DAFTAR PUSTAKA
Alsono & Matcello. 1994. Dasar – Dasar Fisika Universitas. Erlangga : Jakarta
Arkundato, Artoto, Dkk. 2007. Alat Ukur Dan Metode Pengukuran. Universitas
Terbuka: Jakarta
Claude, Jean., dan Archambault ariane. 2011. The Visual Dictionary With
Definitions. PT Bhuana Ilmu Populer : Jakarta
Soejoto & Sustini, E. (1993). Petunjuk Praktikum Fisika Dasar. Dirjen Dikti
Depdiknas.
Tippler, Paul A. 1998. Fisika untuk Sains dan Teknologi edisi 3 jilid 1. Erlangga :
Jakarta.
Wagiran. 2009. Penggunaan Alat-alat ukur Metrologi Industri. Deepublish :
Jakarta.
P3 = 7,8 cm L₃ = T₃ = 15,6 cm
P 1 + P2 + P 3 d ¿ . v = P̅.L̅.T̅
a). P =
3
1
b). ΔP=¿ x NST
2
1
¿ . 0.01
2
¿ 0.05 cm
1
ΔL=¿ x NST
2
1
¿ . 0,01
2
¿ 0.05 cm
1
ΔT=¿ x NST
2
1
¿ . 0,01
2
¿ 0.05 cm
c). P = P ± ΔP
= 7,8 + 0, 05
=7,85 cm
L = L ± ΔP
= 2,56 ± 0,05
=2,16
T = T ± ΔP
= 15,63 ± 0,05
=15,68
P2 = 1,7 5 cm L2 = 1,75 cm
P3 = 1,6 5 cm L3 =1, 65 cm
T 1 = 1,85 cm
T 2 = 1,75 cm
T3 = 1,65 cm
ΔP :…? V :………?
Penyelesaian :
P1 =¿ S U1 +(S N1 x N S T1 ) P2 = ¿ )
= 1,8 cm + ( 5 cm x 0,01 cm )
= 1,7 cm + ( 5 cm x 0,01 cm )
= 1,8 cm + 0,05 cm
= 1,85 cm = 1,7 cm + 0,05cm
P3 = S U3 +(S N 3 x N S T3 ) ) = 1,75 cm
= 1,6 cm + ( 5 cm x 0,01 cm )
= 1,6 cm + 0,05cm
= 1,65 cm
P1 + P2 +P3 1
a . ¿ P̅ = b.) ΔP = x NST
3 2
1,85 + 1, 75 +1,65 1
= = × 0,01 cm
3 2
= 1,75
= 0,005 cm
L1 + L2 +L3
L̅ =
3 1
ΔP = x NST
2
1,85 + 1 ,75 +1,65
=
3 1
= × 0,01 cm
= 1,75 2
T 1 + T2 + T3 = 0,005 cm
T̅ =
3
1
1,85 + 1, 75 +1,65 ΔP = x NST
= 2
3
= 1,75 1
= × 0,01 cm
2
c .¿ P = P ± ΔP = 0,005 cm
= 1,75 cm ± 0,005 c m
=1,755 cm
L= L ± ΔL
= 1,75 cm ± 0,005 c m
=`1,755 cm
T = T ± ΔT
= 1,75 cm ± 0,005 c m
=1,755 cm
3. Percobaan menggunakan mikrometer sekrup
Dik.: S U1 = 21 mm S U2 = 20 mm
S N 1 = 3 mm S N2 = 8 mm
NS T 1=0,01mm N S T2 = 0,01 mm
S U 3 = 21 mm
S N3 = 20 mm
N S T3 = 0,01 mm P :.……?
ΔP:…?
Penyelesaian :
P1 =¿ S U1 + (S N1 x NS T1 )
P2=¿ S U 2 + ( S N2 x NS T 2)
= 21 mm + (3 mm x 0,01 mm)
= 20 + ( 8 mm x 0,01 mm )
= 21 mm + 3,01 mm
= 20 mm + 8,01 mm
= 24,01 mm
= 28,01 mm
P3=¿ S U3 + (S N3 x N S T3)
= 21 + ( 26 mm x 0,01 mm )
= 21 mm + 26,01 mm
= 47,01 mm
P1 + P2 + P3 1
a.) P = b . ¿ ΔP = x N ST
3 2
21,03 + 20 ,08 + 47,01
= 1
3 = × 0,01 mm
2
= 29,3 mm
= 0,005 mm
L 1 + L 2 + L3
L =
3
= 21,2 mm
T 1 + T 2 + T3
T =
3
= 21,2 mm
c.) P = P ± ΔP
¿ 29,3 mm ± 0,005 mm
=29,305 mm
L = L ± ΔL
¿ 21,2 mm ± 0,005 mm
=21,205 mm
T = T ± ΔT
¿ 21,2 mm ± 0,005 mm
= 21, 205 mm
B. Gambar
1. Pengukuran menggunakan penggaris
A. Latar Belakang
Ada banyak sekali ilmu fisika yang dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Bahkan hampir semua kegiatan sehari-hari memiliki keterkaitan
dengan ilmu fisika, baik itu kegiatan yang dilakukan dari dalam diri hingga
kegiatan yang dari luar diri kita sendiri.
Salah satu ilmu fisika yang juga sering muncul dalam kehidupan harian
adalah soal pegas. Pegas merupakan sebuah alat yang berbentuk spiral dan
bersifat elastisitas. Elastis adalah kemampuan benda untuk kembali kebentuk
semula. Benda elastis lain adalah karet. Dalam kehidupan sehari-hari banyak
contoh peneraan pegas. Penggunaan pegas pada sepeda motor atau shock breaker.
Shock breaker ini mampu mengurangi guncangan yang terjadi ketika mengendarai
sepeda motor.
Pegas juga sering ditemukan di tempat tidur atau yang biasa disebut spring
bed, berfungsi untuk membuat nyaman ketika tidur atau duduk. Penggunaan pegas
dalam kehidupan sangat banyak, diantaranya melunakkan tumbukkan dengan
memanfaatkan elastisitas bahannya menyerap dan menyimpan energi dalam
waktu yang singkat. Setiap pegas memiliki nilai konstanta yang berbeda-beda,
tergantung dari gaya dan pertambahan panjang yang terjadi. Oleh karena itu,
praktikum tetapan pegas ini dilakukan agar dapat memanfaatkan suatu pegas
dengan tepat.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diambil suatu rumusan
sebagai berikut :
C. Tujuan Percobaan
1. Untuk menghiutng gaya gesek statis dan kinetis dari suatu objek
2. Untuk memahami penerapan simpangan baku pada suatu pengukuran
D. Prinsip percobaan
TINJAUAN TEORI
A. Teori Umum
Bila suatu benda dikenai sebuah gaya dan kemudian gaya tersebut
dihilangkan, maka benda tersebut kembali ke bentuk semula, berarti benda
tersebut adalah benda elastis. Namun pada umunya benda bila dikenai gaya tidak
dapat kembali ke bentuk semula walaupun gaya yang bekerja sudah hilang.
Contoh benda elastis adalah pegas ataupun karet. Secara umum pegas merupakan
salah satu dari sekian banyak benda bersifat elastis. Karena sifat elastisnya ini,
pegas yang memiliki gaya tekan dan regang pun dapat kembali pada bentuk awal
setelah gaya yang diberikan padanya dihilangkan. Pegas merupakan gulungan
lingkaran kawat yang digulung sedemikian rupa agar memiliki kelenturan. Pegas
ini biasanya terbuat dari besi, tembaga dan lainnya. Kelenturannya juga disebut
dengan elastisitas pegas (Tippler, 1998).
F = K . ∆x
Keterangan :
F = Gaya
K = Ketetapan
∆x = pertambahan panjang
Dalam hal ini, harus selalu diingat bahwa hukum hooke hanya
diberlakukan pada benda dengan sifat elastis dan tidak berlaku untuk benda-benda
plastik. Menurut Hooke sendiri, nilai regangan akan sebanding dengan tegangan
yang mengikutinya (Giancoli, 2001).
Regangan yang dimaksud di sini adalah persentase perubahan dimensi.
Sedangkan tegangan yang dimaksud adalah gaya menegangkan per satuan luas
penampang yang dikenai (Giancoli, 2001).
Ada banyak sekali faktor yang dapat mempengaruhi tetapan pegas. Faktor
pertama bisa dilihat dari luas permukaan pegas. Jika luas permukaan pegas
semakin besar nilainya, maka nilai tetapannya juga akan semakin besar. Berlaku
juga untuk kondisi sebaliknya (Crowell, 2006).
Faktor kedua adalah mengenai suhu pegas. Jika suatu pegas memiliki suhu
yang semakin tinggi, maka nilai ketetapannya akan semakin kecil. Hal ini berlaku
juga untuk kondisi sebaliknya. Faktor ketiga adalah diameter pegas. Besar
diameter pegas yang semakin besar, akan mempengaruhi nilai ketetapan menjadi
semakin kecil. Begitupun sebaliknya. Terakhir ada faktor lilitan pegas. Jika
jumlah lilitan yang ada pada pegas semakin banyak, maka nilai ketetapannya juga
akan semakin besar. Begitupun sebaliknya (Crowell, 2006).
Elastisitas suatu benda itu hanya dialami oleh benda yang tidak terbuat
dari palstik. Sifar elastisitas bagi suatu benda sangat penting. Suatu benda masih
dapat dikatakan elastis jika saat gaya yang bekerja pada benda tersebut ditiadakan
dan benda kembali pada keadaan semula. Sifat elastisitas suatu benda memiliki
batas. Jika suatu pegas ditekan atau ditarik maka pegas itu akan memberikan gaya
yang berlawanan dengan arah gaya tekan (Paramarta. 2013).
Setelah menyelidiki sifat elastisitas bahan, maka akan diukur pertambahan
panjang pegas dan besarnya gaya yang diberikan. Dalam hal ini, gaya yang
diberikan sama dengan berat benda dikali percepatan gravitasi bumi. Sementara
nilai k untuk tiap bahan berbeda-beda dan merupakan ciri khusus dari tiap bahan
tersebut. Apabila suatu pegas ditarik oleh gaya sebesar F, maka pegas tersebut
akan bertambah besar sepanjang X. Namun pada keadaan tertentu dimana gaya
yang diberikan melebihi batas kemampuan dari pegas, maka pegas tidak dapat
bertambah panjang lagi. Artinya hukum Hooke tidak berlaku lagi dalam keadaan
seperti ini (Paramarta. 2013). Secara matematis, hubungan antara besar gaya yang
bekerja dengan pertambahan panjang pegas dapat dituliskan sebagai berikut:
Rumus gaya pegas
F = k.x
Keterangan :
F = gaya yang bekerja (N)
k = konstanta pegas (N/m)
x = perubahan panjang pegas
Konstanta pegas
F = m.g
Keterangan :
F = gaya yang bekerja (N)
m = Massa benda (kg)
g = Gravitasi bumi (10 m/s 2)
∆ x=x 2−¿ x ¿
1
Keterangan :
∆ x = Pertambahan panjang (m)
x 1 = Panjang pegas (m)
x 2 = Panjang pegas setelah diberi beban (m)
m. g
k= ∆ x
Keterangan :
m = Massa benda (kg)
g = Gravitasi bumi (10 m/s 2)
∆ x = Pertambahan panjang (m)
BAB Ill
METODOLOGI PERCOBAAN
A. Alat
Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu Penggaris, Statif,
B. Cara Kerja
- Rangkailah alat dengan benar
- Ukur panjang pegas sebelum diberi beban ( x 1),
- Letakkan beban dibawah pegas dan ukur panjangnya ¿ ¿),
- Hitunglah konstanta pegasnya (k),
- Lakukan percobaan dengan beban yang lain sampai 5 kali percobaan
( 50g, 20g, 50g, 50g, dan 50g). Anggap gravitasi bumi 10 m/s 2.
BAB IV
A. Tabel Pengamatan
F & ∆x
2
1.8
1.6
1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16
B. Pembahasan
Percobaan ini bertujuan agar mahasiswa mampu memahami hukum hooke,
serta dapat menghitung nilai tetapan pegas (K) dengan metode persamaan linear.
Prinsip pada percobaan ini menggunakan prinsip hukum Hooke yaitu dengan cara
menggantungkan sebuah pegas (rapat atau renggang) dengan variasi beban.
Dari hasil tersebut terlihat jelas bahwa semakin berat beban yang
ditambahkan pada pegas maka regangan pegas akan semakin besar pula, hal ini
sesuai dengan bunyi hukum hooke yang menyatakan bahwa gaya yang diberikan
pada pegas akan sebanding dengan penambahan panjang pegas itu sendiri (Surya,
2009).
Hasil yang diperoleh, dapat ditentukan nilai konstanta pegas (K) dengan
rumus persamaan linear. Untuk penambahan beban 0,05 kg diperoleh nilai
konstanta pegas sebesar 22,72 N/m. Untuk penambahan beban 0,07 kg diperoleh
nilai konstanta pegas sebesar 17,5 N/m. Untuk penambahan beban 0,08 kg
diperoleh nilai konstanta pegas sebesar 16,32 N/m. Sedangkan untuk
penambahan beban 0,13 kg diperoleh nilai konstanta pegas sebesar 19,69 N/m.
Dan untuk penambahan beban 0,18 kg diperoleh nilai konstanta pegas sebesar
12,94 N/m Dari data tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar beban yang
diberikan pada pegas, maka tetapan pegas akan semakin kecil nilainya.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun hal-hal yang dapat disimpulkan pada percobaan ini yaitu:
1. Bunyi hukum Hooke yaiutu gaya yang diberikan pada pegas akan
sebanding dengan penambahan panjang pegas itu sendiri.
2. Penentuaan nilai konstanta pegas (K) dengan rumus persamaan linear yang
diperoleh yaitu Untuk penambahan beban secara berurutan 0,05 kg, 0,07
kg, 0,08 kg, 0,13 kg, 0,18 kg, diperoleh nilai konstanta pegas sebesar 22,72
N/m, 17,5 N/m, 16,32 N/m, 19,69 N/m, 12,94 N/m.
3. Menentukan konstanta pegas dapat digunakan pengukuran analisa grafik
antara pertambahan panjang terhadap massa beban dan hasil yang
didapatkan dari percobaan ini benar terdapat persamaan linear hubungan
antara (F) dan (∆x) maka setiap kali pegas diberikan beban maka pegas
akan bertambah panjang
B. Saran
Saran untuk praktikum fisika dasar kedepannya mungkin ada baiknya
dapat lebih terfasilitasi dari segi kelengkapan alat dan ruangan yang memadai
untuk melaksanakan praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar.2008. karakteristik fisika kimia. Bogor : Institut pertanian Bogor
Tippler, A Paul. 1998. Fisika untuk Sains dan Teknik Jilid I . Jakarta : Erlangga
LAMPIRAN
A. Perhitungan
Nilai F. Rumus F = m.g
1. F1 = m.g
= 0.05 kg. 10 m/s2
= 0.5 kg m/s2
= 0.5 N
2. F2 = m.g
= 0.07 kg. 10 m/s2
= 0,7kg m/s2
= 0,7 N
3. F3 = m.g
= 0.08 kg. 10 m/s2
= 0,08 kg m/s2
= 0,8 N
4. F4 = m.g
= 0.13 kg. 10 m/s2
= 0,013 kg m/s2
= 0,13 N
5. F5= m.g
= 0.18 kg. 10 m/s2
= 0,018 kg m/s2
= 0,18 N
Nilai ΔX Rumus ΔX = X2-X1
1. ΔX1 = X2 - X1
= 0.122 m – 0.1 m
= 0.022m
2. ΔX2 = X2 - X1
= 0.14m – 0.1 m
= 0.04 m
3. ΔX3 = X2 - X1
= 0.149 m – 0.1 m
= 0,049 m
4. ΔX4 = X2 - X1
= 0.166 m – 0.1 m
= 0,66m
5. ΔX4 = X2 - X1
= 0.239m – 0,1 m
= 0.139m
m.g F
Nilai K Rumus K= K= =K =
ΔX ΔX
m .g
1. K1 =
ΔX 1
0,05.10 m/ s2
=
0. 022 m
= 22,72 N/m
m.g
2. K2=
ΔX 2
2
0,07 .10 m/s
=
0. 004 m
= 175 N/m
m.g
3. K3 =
ΔX 3
0,08 .10 m/ s2
=
0. 049 m
= 16,32 N/m
m. g
4. K4 =
ΔX 4
2
0,13.10 m/ s
=
0. 166 m
= 19,69 N/m
m.g
5. K5 =
ΔX 5
2
0,18 .10 m/ s
=
0. 139 m
= 12,94 N/m
B. Gambar
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan gaya gesek dan macam-macam gaya gesek?
2. Bagaimana cara menentukan gaya gesek statis dan kinetis antara benda
danpermukaan bidang miring?
C. Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini yaitu untuk menentukan koefisien gesekan
statis dan kinetis, percepatan dan kecepatan benda yang bergerak meluncur pada
bidang miring.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Umum
Gaya gesek adalah gaya yang berarah melawan gerak benda atau arah
kecenderunganbenda kan bergerak. Benda-benda yang dimaksud disini tidak
harus berbentuk padat, melainkan dapat pula berbentuk cair ataupun gas. Gaya
gesek antara dua benda padat misalnya adalah gaya gesek statisdan gaya gesek
kinetis. Sedangkan antara benda padat dan cair ataupun gas disebut gaya stokes.
Gaya gesek dapat merugian ataupun menguntungkan. Panas pada proses yang
berputar , engsel pintu yang berderit dan sepatu aus adala contoh kerugian yang
disebabkan gaya gesek. Akan tetapi tanpa gaya gesek manusia tidak dapat
berpindah tempat karena gesekan kakinya hanya menggelincir diatas lantai. Tanpa
adanya gaya gesek tidak akan tercipta parasut (Giancolli, 1998).
Gaya gesek selalu bekerja pada permukaan benda padat yang saling
bersentuhan, sekalipun benda tersebut sangat licin dan permukaan benda juga
sangat licin tetap sangat kasar pada skala mikroskopis. Ketika benda
bergerak,tonjolan-tonjolan mikroskopis ini mengganggu gerak tersebut. Pada
tingkat ataom tonjolan pada permukaan lainnya, sehingga gaya-gaya listrik
diantara atom dapat membentuk ikatan kimia, sebagai penyatu benda bergerak
misalnya ketika mendorong sebuah buku pada permukaan meja, gerakan buku
tersebut mengalami hambatan dan akhirnya akan berhenti. Hal ini disebabkan oleh
pembentukan dan pelepasan ikatan tersebut (Giancolli, 2001).
Pada gaya gesek terdapat gaya normal yaitu gaya yag dilakukan benda
terhadap benda lain dengan arah tegak lurus bidang antara permukaan
benda.Secara matematika hubungan antara gaya gesek dengan gaya normal adalah
sebagai berikut :
N=W
Keterangan :
N = gaya normal
W = besar berat
Gaya normal adalah gaya yang ditmbulkan oleh alas bidang dimana
bendaditempatkan dan tegak lurus terhadap bidang itu :
N = m.g.cos
Fk = µk. N
keterangan :
Dalam percobaan kali ini akan berlaku hukum Newton I dan II. Hukum
Newton I menyatakan “setiap benda akan berada dalam keadaan diam atau
bergerak lurus beraturan kecuali jika dipaksa untuk mengubah keadaan ini oleh
gaya-gaya yang berpengaruh padanya”. Sesungguhnya hukum Newton ini
memberikan pernyataan tentang kerangka acuan. Pada umumnya percepatan
suatubenda bergantung kerangka acuan mana ia diukur. Hukum ini menyatakan
bahwa jika tidak ada benda lain didekatnya (artinya tidak ada gaya yang bekerja,
karena setiap gaya harus dikaitkan dengan benda dan dengan lingkungannya)
maka dapat dicari suatu keluarga kerangka acuan sehingga suatu partikel tidak
mengalami percepatan (Silaban, S. 1985). Hukum Newton II menyatakan
“percepatan yang dialami oleh suatu benda sebanding dengan besarnya gaya yang
bekerja dan berbanding terbalik dengan massa benda danadalah vector
percepatannya (Wijaya, 2007).
Sebagai contoh adalah saat kita mendorong buku yang berada diatas meja
kemudian dilepaskan. Buku itu akan bergeser dan kemudian bergerak. Menurut
hukum Newton II, perubahan gerak ini disebabkan oleh adanya gaya yang
arahnya berlawanan dengan arah gerak buku itu. Kalau gaya itu tidak ada tentulah
buku tidak bergerak beraturan. Menurut hukum Newton I gaya gesekan.
Pernyataan itu dapat ditulis sebagai berikut:
Fgesekan = µN
Jika gaya yang kita berikan kecil, gaya gesek statis pun kecil. Makin
besar gaya gesekan statis itu maka makin besar gaya gesekan yang kita berikan.
Benda bergerak kearah gaya yang kita berkan. Benda bergerak kearah gaya yang
kita berikan. Ini berarti gaya gesek tidak dapat bertambah besar lagi. Gaya
gesekan statis mencapai maksimum. Nilai maksimum ini dsebut juga gaya
gesekan (statis maksimum) untuk dua permukaan yang bergesekan. Pada saat
gaya gesekan maksmum benda kan tetap bergerak (Tim Fisika Dasar, 2015).
1. Gaya gesek serta hukum newton dalam sediaan farmasi terutama dalam
menunjukkan tegangan permukaan dan kekentalan suatu sediaan serta prinsip
gaya yang dipakai pada perlatan sentifrugasi. Sentrifugasi adalah proses yang
memanfaatkan gaya sentrifugal untuk sedimentasi campuran.
2. Dalam penggunaan tipe aliran
a. Sistem Newton
Newton adalah orang pertama yang mempelajari sifat-sifat aliran dari
cairan secara kuantitatif. Dia menemukan bahwa makin besar viskositas
suatu cairan, akan makin besar pula gaya persatuan luas (shearing stress)
yang diperlukan untuk menghasilkan suatu rate of shear tertentu. Oleh
karena itu, rate of shear harus berbanding langsung dengan shearing stress.
b. Sistem non-Newton
Non-Newtonian bodies adalah zat-zat yang tidak mengikuti persamaan
aliran Newton; dispersi heterogen cairan dan padatan seperti larutan
koloid, emulsi, suspensi cair, salep dan produk-produk serupa masuk
dalam kelas ini. Dalam farmasi, lebih besar kemungkinan menjumpai
cairan non-Newton dibanding dengan cairan biasa. Jika bahan-bahan non-
Newton dianalisis dalam suatu viskometer putar dan hasilnya diplot,
diperoleh berbagai kurva konsistensi yang menggambarkan adanya 3 kelas
aliran, yaitu : plastis, pseudoplastis, dan dilatan.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
A. Alat
Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu balok kayu, busur
derajat,kalkulator, papan luncur, penggaris, stopwatch.
B. Cara kerja
A. Tabel Pengamatan
1. Gaya Gesekan Statis
Gaya gesek adalah gaya yang berarah melawan gerak benda atau
arahkecenderungan benda kan bergerak. Benda-benda yang dimaksud disini
tidakharus berbentuk padat, melainkan dapat pula berbentuk cair ataupun gas.
Gayagesek antara dua benda padat misalnya adalah gaya gesek statisdan gaya
gesekkinetis. Sedangkan antara benda padat dan cair ataupun gas disebut gaya
stokes (Giancolli,1998).
Gaya gesek statis adalah gesekan antara dua benda padat yang tidak
bergerakrelatif satu sama lainnya. Sebagai contoh, gesekan statis dapat mencegah
benda meluncur kebawah bidang miring. Gaya gesek kinetis (atau dinamis) terjadi
ketika dua benda bergerak relatif satu sama lainnya dan saling bergesekan.
Pada percobaan gaya gesek statis diperoleh rata-rata gaya gesek statis (fs)
sebesar 471,50 N, koefisien gaya gesek statis ( μs) untuk μs1 sebesar 2,59, μs2
sebesar 1,68 dan μs3 sebesar 3,50 sehingga diperoleh rata-rata koefisien gesek
statis ( μs) sebesar 1,023. Pada percobaan gaya gesek kinetik diperoleh nilai gaya
gesek kinetik (fk) sebesar 275,6 N dengan percepatan benda (a) sebesar 318 m/s 2.
Sedangkan koefisien gesek kinetik ( μk ) untuk μk 1 sebesar 0,87, μk 2 sebesar 0,86,
μk 3 sebesar 0,87 sehingga diperolehrata-rata koefisien gesek kinetik ( μk ) sebesar
0,866. Hal ini sesuai dengan literatur (Halliday & Resnick, 1991) yang
menyatakan bahwa koefisien gesek kinetik umumnya dinotasikan dengan (μk )
pada umumnya selalu lebih kecil dari gaya gesek statis untuk material yang sama.
Percepatan yang dialami oleh suatu benda sebanding dengan besarnya gaya yang
bekerja dan berbanding terbalik dengan massa benda dan adalah vektor
percepatannya (Wijaya, 2007).
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada percobaan ini dapat disimpulkan bahwa setiap gesekan yang terjadi
yang diakibatkan oleh gesekan antara dua permukaan benda itu dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi gaya gesekan tersebut adalah gaya
normal, gaya tarik, koefisien gesekan statik, koefisien gesekan kinetik dan
permukaan benda.Melalui praktikum atau hasil pengamatan dapat diketahui
bahwa konsep gaya gesek statis adalah gaya yang terjadi antara permukaan dua
benda yang saling berinteraksi tepat akan bergerak, sedangkan konsep gaya gesek
kinetik adalah gaya yang terjadi antara permukaan dua benda yang saling
berinteraksi ketika suatu benda sudah bergerak. Gaya yang dihasilkan oleh
gesekan statis lebih besar dari gesekan kinetik, hal itu dipengaruhi oleh jenis
permukaan, gaya tarik, dan gaya berat suatu benda.Koefisien gesekan statik dan
koefisien gesekan kinetik dapat di tentukan dengan menggunakan persamaan
μs=fs/N dan μk=fk/N serta μs = tan θ.
B. Saran
Praktikum selanjutnya agar diharapkan mempersiapkan bahan
sebelumnya mengenai percobaan yang akan dilakukan terutama langkah kerja dan
prosedur kerja yang akan dilakukan. Praktikan juga harus lebih memperhatikan
instruksi dari asisten. Praktikan juga harus mengecek kesiapan barang yang akan
digunakan agar tidak terjadi kesalahan data. Kebersihan juga harus diperhatikan,
agar setelah melakukan percobaan laboratorium tetap bersih dan cepat. Untuk lab
mungkin bisa ditambah kipas anginnya atau menghidupkan acnya.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Fisika Dasar. 2015 Panduan Praktikum Fisika Dasar 1. Universitas Jambi :
Jambi
LAMPIRAN
A. Perhitungan
1.Gaya gesek statis
Diketahui :
Massa balok = 33,1 kg
x1 = 62,4 cm = 0,062 m y1 = 24,1 cm = 0,241 m α1 = 10°
x2 = 62,4 cm = 0,062 m y2 = 37,2 cm = 0,372m α2 = 15°
x3 = 62,4 cm = 0,062 m y3 = 17,8 cm = 0,178 m α3 = 5°
g = 10m/s2
Ditanyakan :
a. Gaya berat benda (W)…..?
b. Koefisien gesek statis ( μs ¿….?
c. Gaya gesek statis (fs)…...?
d. Θ (sudut)……?
Penyelesaiaan :
a.Gaya berat benda ( W )
W1 = m.g
W2 = m.g
W3 = m.g
y 2 0,624 m
μs2= = = 1,68
x 2 0,372 m
3 = = = 3,50
= 2,59 x 331
= 857,29
fs2 = μs. N
= 1,68 x 331
= 556,08
fs3 = μs. N
= 3,50 x 331
= 1,1585
d. Θ (sudut)
W sin α =0
331 N . (0,17) =0
= 562,7 N
W sin α =0
331 N . (0,26) =0
= 86,06 N
W sin α =0
331N . sin 5° = 0
331 N . (0,08) =0
= 26,48 N
x1 = 0,623 m θ 2 = 30º
x2 = 0,623 m θ 3 = 33º
x3 = 0,623 m g = 10 m/s2
Ditanyakan :
= 31,8 × 10m/s2
W =m×g
= 31,8 × 10m/s2
W =m×g
= 31,8 × 10m/s2
N = W sin α
= 338 N . (0,42)
= 137,58 N
N = W sin α
= 338 N . sin 30 °
= 338 N . (0,5)
= 159 N
N = W sin α
= 338 N . (0,54)
= 171,72 N
= 0,87 x 318
= 276,66
Fk = μk . N
= 0,86 x 318
= 273,48
Fk = μk . N
= 0,87 x 318
= 276,66
y 0,54
μk2 =
x
= 0,623
= 0,86
y 0,546
μk3 =
x
= 0,623
= 0,87
d. Rata-rata koefisien gesek kinetik ( μk )
μk 1+ μk 2+ μk 3 0,87+0,86+ 0,87
μk =
3
= 3
= 0,866
A. Gambar
PERCEPATAN GRAVITASI
A. Tabel Pengamatan
No. Panjang (L) (m) Waktu/t (s) Jumlah (n) Periode /T (s) Percepatan
gravitasi (m/s)
B. Pembahasan
Percepatan gravitasi adalah percepatan yang dialami oleh benda yang jatuh bebas
dari keinggian tertentu menuju permukaan bumi sedangkan periode adalah waktu yang
diperlukan untuk melakukan satu getaran penuh dan getaran adalah suatu gerak bolak-
balik di sekitar kesetimbangan (Santi S, 2016).
Tujuan di lakukannya percobaan ini adalah untuk menghitung percepatan
gravitasi dengan metode bandul matematis dan dapat membandingkan hasil pengukuran
denan referensi (percepatan gravitasi).
Cara kerjanya yang pertama kita siapkan alatnya lalu atur bandul atau beban tepat
berada di tengah lalu berikan simpangan kecil pada bandul kemudian lepaskan usahakan
agar bandul tidak berputar lalau catat waktu yang di butuhkan untuk 10 kali isolasi dan
ulangi sebanyak tiga kali dengan panjang tali yang berbeda.
Pada percobaan penentuan percepatan gravitasi bumi dengan metode ayunan
bandul, dilakukan sebanyak tiga kali dengan percobaan yang sama. Dimana, panjang tali
(L) yang berbeda yaitu 0,2 m, 0,25 m dan 0,30 m, 0,35 m pemberian simpangan θ yang
sama tetapi massa benda yang digunakan pada percobaan ini sama. Pada percobaan ini
jumlah ayunan atau isolasi pada tiap-tiap percobaan yaitu 10 kali. Sehingga diperoleh
waktu benda berisolasi dalam waktu 10 kali ayunan dengan panjang tali 0,2 m yaitu 10,71
s, pada panjang tali 0,25 m diperoleh waktu benda untuk berisolasi yaitu 11,52 s, pada
panjang tali 0,3 m diperoleh waktu benda untuk berisolasi yaitu 12,42 s dan panjang tali
0,35 m diperoleh waktu benda untuk berisolasi yaitu 13,20 s.
Berdasarkan hasil percobaan pada praktikum ini, untuk nilai percepatan gravitasi
yang didapatkan dengan panjang tali 0,2 m adalah 6,87 m/s untuk panjang tali 0,25 m
adalah 7,42 m/s, panjang tali 0,3 m adalah 7,67 m/s dan pada panjang tali 0,35 m adalah
7,92 sedangkan secara teori atau pada literatur diperoleh nilai g nya adalah 6,304 m/s,
6,70 m/s, 7,16m/s dan 7,66. mengapa nilai percepatan gravitasi berbeda-beda karena
salah satu faktor yang menyebabkan adanya perbedaan adalah ketepatan dalam mengukur
waktu saat beban dilepaskan dan juga panjang tali yang digunakan dapat berpengaruh.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa :
1. Percepatan gravitasi dengan metode banduk dapat dihitung dengan
t 2L
menggunakan rumus T= dan juga menggunakan rumus g= 4π .
n T
2. Nilai percepatan gravitasi dilaboratorium fisika dasar berbeda dengan yang
ada pada teori. Salah satu faktor yang menyebabkan adanya perbedaan
adalah ketepatan dalam mengukur waktu saat beban dilepaskan.
B. Saran
Adapun saran kami yaitu agar asisten lab saat kami sedang praktikum agar selalu
di dampingi dan mungkin untuk labnya semoga kedepannya tempatnya bisa lebih
memadai.
DAFTAR PUSTAKA
Alsono & Matcello. 1994. Dasar – Dasar Fisika Universitas. Jakarta: Erlangga.
D. Halliday & R. Resnick. (1979). Physics. New York: John Wiley & Sons
Hikam, Muhammad., dan B Pamulih. 2005 Eksperimen Fisika Dasar. Jakarta: Prenada
Media.
Halliday, D., dan Resnick, R., 1984, Fisika Jilid 1 (Edisi Ketiga), Erlangga: Jakarta
Sinala Santi, 2016, Farmasi Fisik, Pusdik 5DM Kesehatan : Jakarta Selatan
Idrus Ilham, 2021, Modul Praktikum Fisika Dasar, Universitas Islam Makassar:
Makassar
LAMPIRAN
1. Perhitungan
Replikasi 1
Dik: L = 20cm = 0,2cm
t = 10,71 s
n = 10
ditanyakan: T…..?
g…..?
penyelesaian:
n 10,71 s
T= = = 1,071
t 10
L 0,2
g = 4 π2 = 4.(3,14)2.
T2 1,071 2
= 6,87 m/ s2
Replikasi 2
Dik: L = 25 cm = 0,25cm
t = 11,52 s
n = 10
ditanyakan: T…..?
g…..?
penyelesaian:
11,52 s
T = = 1,152
10
2 L 0, 25
g = 4π = 4 (3,14)2.
T2 1,152 2
= 7,42 m/s 2
Replikasi 3
Dik: L = 30cm = 0,3 cm
t = 12,42 s
n = 10
ditanyakan: T…..?
g…..?
penyelesaian:
12, 42 s
T = = 1,242
10
2 L 0,3
g = 4π = 4 (3,14)2.
T2 1,242 2
= 7,67 m/ s2
Replikasi 4
Dik: L = 35cm = 0,55 cm
t = 13,20 s
n = 10
ditanyakan: T…..?
g…..?
penyelesaian:
13,20 s
T = = 1,32
10
2 L 0,3 5
g = 4π = 4 (3,14)2.
T2 1,32 2
= 7,92 m/ s2
2. Gambar
Bandul Matematis
OLEH :
NAMA : NIRMALA.A 19031014119
DZITI RAHMADANI 22031014005
ANISAH FAHNIATI 22031014009
HENILIA AGUSTI 22031014011
AULIA AINI PUTRI 22031014018
MUHAMMAD FAUZAN SIRIH 22031014031
NURUL FADILLAH SALSABILA 22031014052
RILI RAHAYU JAPARI 22031014059
RINA 22031014072
GELOMBNG : II (DUA)
DOSEN : Ir. ILHAM IDRUS, ST.,MTP
DOSEN : Ir. ILHAM IDRUS, ST.,MTP
ASISTEN DOSEN : MUHAMMAD IHSAN
2. Spiritus
NO Spiritus h1(cm) h2(cm) Massa Jenis (g/cm 3 ¿
1 1 mL 0,8 cm 0,4 cm 0,5 g/cm
3
B. Pembahasan
Massa jenis benda adalah perbandingan antara massa suatu benda dengan
volume benda tersebut. Massa jenis benda menunjukkan tingkat kerapatan
molekul benda tersebut.Satuan massa jenis dalam sistem cgs adalah g/cm3
(K. Sutiah., et al. 2008).
Massa jenis menggambarkan hubungan antara massa suatu zat terhadap
massa suatu zat baku. Dalam farmasi, massa jenis adalah faktor yang
memungkinkan pengubahan jumlah zat dalam formula farmasetik dari bobot
menjadi volume dan sebaliknya. Massa jenis juga digunakan untuk mengubah
pernyataan kekuatan dalam konsentrasi persen (zulfi, 2017).
Untuk menentukan massa jenis zat cair menggunakan prinsip hidrostatik
untuk membandingkan massa jenis dari zat cair minyak dan spiritus.
Pada percobaan ini dilakukan dengan cara dimasukkan aquadest kedalam
pipa U, dimasukkan 1 ml minyak ke dalam salah satu kaki pipa, kemudian
ditandai garis batas pada sisi air yang sejajar dengan batas antara air dan minyak,
lalu ukur kenaikkan tinggi minyak dari garis batas antara air dan minyak dan Ukur
kenaikkan tinggi air dari garis batas yang sudah ditandai, lalu dilakukan langkah
b-f dengan menambah minyak setiap kenaikan 1 ml sampai 6 kali.
Untuk Spiritus masukkan 1 mL spiritus kedalam salah satu kaki pipa U,
kemudian tandai garis batas pada sisi air yang sejajar dengan batas antara air dan
spiritus, lalu hitung tinggi n-heksana dari garis batas antara air dan spiritus dan
ukur kenaikkan tinggi air dari garis batas yang sudah ditandai, lalu dilakukan
langkah b-d dengan menambah minyak setiap kenaikan 1 ml sampai 4 kali.
Pada percobaan ini dengan melakukan pengukuran massa jenis zat cair
menggunakan minyak goreng diperoleh hasil massa jenis pada minyak goreng 1
ml adalah 0,89 g/cm 3, minyak goreng 2 ml didapatkan massa jenisnya 1,74 g/cm 3
, 3 ml minyak goreng didapatkan hasil massa jenisnya adalah 2,82 g/cm 3 untuk 4
ml minyak goreng didapatkan massa jenisnya adalah 3,68 g/cm3 krmudian untuk
5 ml minyak goreng didapatkan hasil massa jenisnya adalah 4,80 g/cm 3 dan pada
6 ml minyak goreng didapatkan hasil massa jenisnya adalah 4,91 g/cm3 jadi nilai
rata-rata pada pengukuran massa jenis menggunakan minyak adalah 3,075 g/cm 3
hal ini tidak sesuai dengan literatur (Teguh Gumilar, 2016) yang menyatakan
bahwa rata rata massa jenis minyak goreng 0,83 g /cm 3- 0,88 g/ cm 3 .
Pada ini dengan melakukan pengukuran massa jenis zat cair menggunakan
spiritus diperoleh hasil massa jenis pada spiritus 1 ml 0,5 g/cm 3, pada spiritus 2
ml diperoleh massa jenisnya adalah 1,375 g/cm3, pada spiritus 3 ml diperoleh
massa jenisnya adalah 2,37 g/cm 3, pada spiritus 4 ml diperoleh massa jenisnya
adalah 3,21 g/cm 3, jadi nilai rata-rata pengukuran massa jenis menggunakan
spiritus adalah 1,86 g/cm 3 . Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan yang dimana
massa jenis dari spiritus 0,0021 g /cm3 −0,7878 g/cm 3 (Arum dkk, 2016).
Ketidaksesuaian ini bisa saja terjadi karena pada saat praktikum kurangnya
ketelitian dalam pemipetan bahan dan juga karena kurangnya ketelitian pada saat
mengukur tinggi minyak ataupun spiritus.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari percobaan yang dilakukan oleh praktikan, dapat ditarik kesimpulan
yaitu:
1. Tekanan hidrostatik adalah gaya yang dihasilkan zat cair terhadap alas
bidang konsep tekanan ini berlaku pada zat cair yang diam.
2. Pada massa jenis minyak lebih besar dari jenis spiritus, dimana untuk
minyak diperoleh rata ratanya 3,075 g/cm3 sedangkan spiritus diperoleh
3
1,86 g/cm . Jadi disimpulkan bahwa massa jenis minyak lebih besar dari
pada spiritus
B. Saran
Saran Kami agar alat untuk laboratorium fisika alat untuk melalukan
pengukuran lebih dilengkapi dan pengadaan laboratorium untuk laboratorium
fisika dasar.
DAFTAR PUSTAKA
Santi Sinila. 2016. Farmasi Fisik. Kementrian Kesehatan RI: Jakarta Selatan
Vera, K. 2005. Efek Temperatur pada Proses Chemisorpsi Katalis NZA dan H5-
NZA dalam proses Peningkatan Kualitas Jelantah dengan Reaktor Fluida
Fixed Bed. Skripsi. FMIPA UNEJ. Universitas Jember: tidak diterbitkan.
Wahyuni, S., et al. 2015. “Pengaruh Suhu Proses dan Lama Pengendapan
Terhadap Kualitas Biodesel dari Minyak Jelantah”. Jurnal Pillar of
Physics. (6). 33-40.
A. Perhitungan
1. Minyak Goreng
ρ2 . h2
ρ1 =
h1
1 g /cm 3 . 0,8 cm
ρ1 =
1,0 cm
=0,89
3
2 g /cm . 2,0 cm
ρ2 =
2,3 cm
=1,74 g /cm 3
3 g/cm 3 . 4,2 cm
ρ 3=
5,0 cm
3
¿ 2,52 g /cm
3
4 g /cm . 6,9 cm
ρ4 =
7,5 cm
¿ 3,68 g /cm 3
3
5 g/cm .9,9 cm
ρ 5=
10,3 cm
3
¿ 4,80 g /cm
6 g /cm3 . 9,9 cm
ρ6 =
12,1 cm
3
¿ 4,91 g/cm
1 + 2+ 3 + 4 + 5 + 6
=
6
0 ,8+1,74+2,52+3,68+4,80+4,91
=
6
¿ 3,075 g / cm3
2. Spiritus
ρ 2 . h2
ρ 1=
h1
3
1 g /cm . 0,4 cm
ρ 1=
0,8 cm
3
¿ 0,5 g/ cm
3
2 g /cm . 1,1 cm
ρ 2=
1,6
3
¿ 1,375 g /cm
3 g/cm 3 .3,0 cm
ρ 3=
3,8 cm
3
¿ 2,37 g/cm
3
4 g /cm . 4,9 cm
ρ4 =
6,1 cm
3
¿ 3,21 g /cm
ρ=ρ1+¿ ρ ρ 3+¿ ρ ¿ ¿
2+ ¿ 4
¿
n
0,5+1,375+2,37+3,21
ρ=
4
3
¿ 1,86 g/cm
B. Gambar
1. Spirtus
Gambar 1.1 pengisian aquades ke pipa U
2.Minyak
Penambahan minyak pada aquadest
B. Rumusan Masalah
1. Rumus apakah yang digunakan pada percobaan tegangan permukaan
cairan?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tegangan permukaan cairan?
3. Apakah hasil yang diperoleh pada percobaan tegangan permukaan cairan?
C. Tujuan Percobaan
1. Untuk mengetahui rumus yang digunakan pada tegangan permukaan
cairan
2. Untuk mengetahui factor-faktor yang digunakan pada tegangan permukaan
cairan
3. Untuk mengetahui nilai pengukuran dari tegangan permukaan cairan dan
massa jenis cairan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Umum
Tegangan permukaan adalah gaya persatuan panjang yang harus
dikerjakan sejajar permukaan untuk mengimbangi gaya tarikan kedalam pada
cairan. Hal tersebut terjadi karena pada permukaan, gaya adhesi (antara cairan dan
udara) lebih kecil dari pada gaya kohesi antara molekul cairan sehingga
menyebabkan terjadinya gaya kedalam pada permukaan cairan (Giancoli, 2001).
Tegagan permukaan didefenisikan sebagai kerja yang dilakukan dalam
memperluas permukaan cairan dengan suatu satuan luas. Satuan untuk tegangan
permukaan (Y) adalah J.m-2 atau dyne cm-1. Metode yang paling umum
mengukur tegangan permukaan adalah kenaikan atau penurunan cairan dalam pipa
kapiler (Weston, F, 1994).
Pada umumnya zat cair memiliki permukaan mendatar, tetapi apabila zat
cair bersentuhan dengan zat padat atau dinding bejana, maka permukaan bagian
tepi yang bersentuhan dengan dinding akan melengkung. Gejala melengkungnya
permukaan zat cair di sebut miniskus (Esteen, 2005).
Cairan mempunyai sifat yang menyerupai gas dalam hal gerakannya
yang mengikuti gerakan bown dan gaya alirnya (fluiditasnya). Selain itu, cairan
juga dapat menunjukkan adanya tegangan permukaan yang merupakan salah satu
sifat yang penting dari cairan (Najib, 2006).
Tegangan permukaan dinyatakan sebagai gaya persatuan panjang yang
diperlukan untuk memperluas permukaan. Simbol yang digunakan untuk tegangan
permukaan adalah Y dan satuannya adalah dyne/cm (Sutrisno, 1992).
Pada permukaan temu antara cairan dangas atau dua cairan yag yang
tidak dapat bercampur, seolah-olah terbentuk suatu selaput atau lapisan khusus,
yang nampaknya disebabkan oleh tarikan molekul-molekul cairan di bawah
permukaan tersebut adalah suatu percobaan yang sederhana untuk meletakkan
sebuah jarum kecil pada permukaan air yang tenang dan mengamati bahan jarum
itu di dukung di sana oleh selaput (Wyle, 1988).
Pengukuran tegangan permukaan dapat di lakukan dengan beberapa
metode antara lain (Kosman, 2006) :
a. Metode cincin du-Nouy
Cara ini dapat digunakan untuk mengukur tegangan permukaan dan
tegangan antar permukaan zat cair. Prinsip kerja alat ini berdasarkan pada
kenyataan bahan gaya yang dibutuhkan untuk melepaskan cincin yang tercelup
pada zat cair yang sebanding dengan tegangan permukaan atau tegangan antar
permukaan. Gaya yang dibutuhkan untuk melepaskan cncin. Dalam hal ini
diberikan oleh kawat besi yang dinyatakan dalam dyne.
b. Metode kenaikan kapiler
Metode ini hanya dapat digunakan untuk menentukan tegangan suatu zat
cair, dan tidak dapat digunakan untuk menentukan tegangan antar permukaan dua
zat cair yang tidak bercampur. Bila pipa kapiler dimasukkan ke dalam suatu zat
cair, maka zat tersebut akan naik ke dalam pipa sampai gaya gesek ke atas
diseimbangkan oleh gaya gravitasi ke bahan akibat berat zat cair.
Suatu tetesan terbentuk jika gaya berat dari tetesan itu sama dengan
tegangan permukaannya, jadi :
W = 2 kπry
(4.1)
Dimana :
W = Berat tetesan
r = Jari-jari tetesan
y = Faktor koreksi, karena tetesan tidak berbentuk bulat sempurna dan adanya
gaya tahanan (hambatan) oleh udara sekeliling pada saat pembentukan.
Jika volume rata-rata dari sebuah tetesan adalah V, maka persamaan (4.1)
dapat diubah menjadi
y = Vρg
2 kπr
(4.2)
Dari persamaan (4.2) terlihat bahwa semua di ruas kanan dapat diukur
dengan mudah kecuali k dan n. Sebaiknya jika tegangan permukaan diketahui,
maka jari-jari r dapat ditentukan.
Jika volume dari kedua zat itu diambil sama dengan jumlah tetesan rata-
rata yang dibentuk dari volume tersebut oleh kedua zat cair diketahui, maka
tegangan permukaan zat cair kedua dapat dihitung dengan :
y2 = n1 ρ2y1
n1 ρ2
Dengan :
n = Jumlah tetesan rata-rata
ρ = Rapat massa zat cair
Untuk rapat massa zat cair dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan :
ρ1= m1
v1
Jika percobaan dilakukan tidak pada temperatur 25◦c, maka rapat massa
yang diperoleh yaitu:
ρ t = ρ1 (1+β1)
1 + 25 β
Dimana ρ menyatakan koefisien mulai volume zat cair dan t menyatakan
temperatur pada saat pengamatan dilakukan.
B. Uraian Bahan
1. Aquadest (Ditjen POM, 1979)
Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Nama lain : Air suling / Aquadest
RM/BM : H2O / 18,02 g/mol
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
berasa.
Kegunaan : Sebagai sampel
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
2. Minyak kelapa (FI edisi III 1979: 456)
Nama resmi : OLEUM COCOS
Nama lain : Minyak kelapa
Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna atau kuning pucat,bau
khas, tidak tengik kelarutan larut dalam 2 bagian etanol
95% pada suhu 60ºC sangat mudah larut dalam
kloroform dan dalam eter
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat dan ditempat sejuk
Kegunaan : Sebagai sampel
3. Amoniae annisi spiritus (FN Hal 325)
Nama resmi : Amoniae annisi spiritus
Nama lain : Spiritus ammonia adasmaniss
Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna, bau khas, menusuk kuat
kelarutan : Larut dalam etanol dalam 2 baian etanol 95% p
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terisi penuh, terlindung
dari cahaya
Kegunaan : Sebagai zat tambahan
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
A. Alat
Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu areometer dan
gelas ukur.
B. Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu Aquadest
(H2O), Minyak goreng dan Spiritus.
C. Prosedur Kerja
1. Penentuan massa jenis cairan
- Timbanglah massa gelas ukur, kemudian isilah dengan cairan
secukupnya
- Ukurlah volume cairan, kemudian timbang kembali untuk menghitung
massa cairan
- Ulangilah langkah diatas untuk beberapa jenis cairan lainnya.
2. Penentuan tegangan permukaan cairan pada pipa kapiler (Y) untuk
beberapa cairan
- Bersihkan kotoran pipa kapiler dan gelas ukur dari terutama yang
diakibatkan oleh cairan berupa minyak dengan menggunakan tissue
- Isilah gelas ukur dengan aquades dengan volume 50 mL
- Celupkan sebagian pipa kapiler ke dalam cairan (tunggu sampai air
tidak naik lagi).
- Catat tinggi permukaan air dalam pipa dari permukaan air dengan
menggunakan Loup
- Ulangi percobaan diatas dengan memindahkan pipa kapiler ke posisi
horizontal di dalam gelas ukur. (Pada lima posisi yang berbeda di gelas
ukur).
- Ulangi cara yang sama unutk jenis cairan yang lain.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
A. Tabel Pengamatan
1. Tabel zat cair minyak
Posisi Rata-rata
1 2 3
Tinggi
1,1 cm = 1,2 cm= 1,2 cm =
Permukaan h = 0,012 m
0,011 m 0,012 m 0,012 m
Cairan h (m)
1 2 3
Tinggi
1,2 cm = 1,0 cm= 1,0 cm =
Permukaan h = 0,011 m
0,012 m 0,01 m 0,01 m
Cairan h (m)
1 2 3
Tinggi
2,3 cm = 2,1 cm= 2,1 cm =
Permukaan h = 0,022 m
0,023 m 0,021 m 0,021 m
Cairan h (m)
B. Pembahasan
Tegangan permukaan adalah gaya persatuan panjang yang harus di
kerjakan sejajar permukaan untuk mengimbangi gaya tarikan ke dalam pada
cairan. Sedangkan tegangan antar muka adalah gaya persatuan panjang
yang terdapat pada antarmuka dua fase cair yang tidak saling bercampur
(Giancoli, 2001).
Adapun tujuan pada percobaan ini yaitu untuk mengetahui pengukuran
nilai dari tegangan permukaan cairan dan massa jenis cairan.
Dari hasil percobaan ini pada sampel Aquadest di peroleh nilai massa
jenis cairan 3000 kg/m3. Hal ini tidak sesuai literatur (Giancoli, 2001) yang
menyatakan bahwa massa jenis aquadest yang terukur dari penelitian adalah 1,01
g/cm3. Pada sampel Spiritus di peroleh nilai massa jenis cairan 3000 kg/cm 3. Hal
ini tidak sesuai dengan literatur (Giancoli, 2001) yang menyatakan bahwa massa
jenis yang diperoleh pada gliserol yaitu 1,26 g/cm3. Pada sampel Minyak goreng
di peroleh nilai massa jenis cairan 3000 kg/cm 3. Hal ini tidak sesuai dengan
literature (Giancoli, 2001) yang menyatakan bahwa massa jenis minyak goreng
sekitar 0,91 kg/cm3.
Dari hasil percobaan ini sampel spiritus di peroleh tegangan permukaan
air lebih kecil di banding tegangan permukaan aquadest dan minyak goreng. Pada
hasil praktikum ini di dapat permukaan air 198 N/m. Hal ini tidak sesuai dengan
literatur (Praweda, 2000) yang menyatakan bahwa tegangan permukaan dari suatu
cairan aquadest adalah 0,072 N/m. Pada sampel minyak goreng diperoleh
tegangannya yaitu 108 N/m. Hal ini tidak sesuai dengan literatur (Praweda, 2000)
yang menyatakan bahwa tegangan pada minyak goreng adalah 32,00 N/m. Pada
sampel spiritus diperoleh tegangannya yaitu 99 N/m. Hal ini tidak sesuai dengan
literatur (Praweda, 2000) yang menyatakan bahwa tegangan pada minyak goreng
adalah 22,30 N/m. Ketidaksesuaian tersebut di akibatkan kesalahan dan kekurang
telitian praktikan pada saat melakukan percobaan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari percobaan ini yaitu :
1. Rumus yang di gunakan dalam perhitungan :
dan
ρ=m y = r.ћ.ρ.g
v 2
Esteen Yazid, 2005. Kimia Fisika Untuk Paramedis. Penerbit Andi : Yogyakarta.