Anda di halaman 1dari 3

Nama : Nabila Nur Khairunnisa

Npm : 224110347
Kelas :Agroteknologi 1.E
Dosen :Khairullah A.S.Sos.M.Si

Pancasila yang terdiri dari lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat.
Sistem kefilsafatan berarti ajaran-ajaran tentang kenyataan yang saling berhubungan.
Sehingga, sistem filsafat merupakan kesatuan bersifat organis dan komprehensif yang
dimaksudkan untuk mencapai tujuan tertentu.
Pada dasarnya, setiap sistem kefilsafatan mencerminkan pandangan suatu kelompok
atau suatu bangsa. Terbentuknya sistem kefilsafatan ini juga dipengaruhi oleh lingkungan
fisik, sosial, dan spiritual yang ada di tempat suatu kelompok atau suatu bangsa hidup.
Pancasila sebagai Sistem Filsafat Pancasila sebagai sistem filsafat dapat dimaknai sebagai
hasil pemikiran manusia Indonesia secara mendalam, sistematis, dan menyeluruh tentang
kenyataan.
Maka, sebagai sistem filsafat, Pancasila berarti refleksi kritis dan rasional sebagai
dasar negara dan kenyataan budaya bangsa dengan tujuan mendapatkan pokok-pokok
pengertiannya yang mendasar dan menyeluruh. Adapun pembahasan mengenai Pancasila
sebagai sistem filsafat ini dapat dilakukan dengan cara deduktif dan induktif, sebagaimana
dijelaskan oleh Dosen Unikom Sylvia Octa Putri dalam Pancasila sebagai Sistem Filsafat
(2017).
Cara deduktif berarti dengan mencari hakikat Pancasila serta menganalisis dan
menyusunnya secara sistematis menjadi keutuhan pandangan yang komprehensif. Cara
induktif berarti dengan mengamati gejala-gejala sosial budaya masyarakat, merefleksikannya,
dan menarik arti serta makna yang hakiki dari gejala-gejala itu. Melalui cara-cara tersebut,
filsafat Pancasila sebagai hasil perenungan memberi pengetahuan dan pengertian ilmiah,
yaitu tentang hakikat dari Pancasila.
Hal ini dijelaskan oleh Notonagoro dalam modul Pancasila sebagai Sistem Filsafat
susunan Rohdearny Tetty Yulietty Munthe. Dengan kata lain, Pancasila sebagai filsafat
mengandung pandangan, nilai, dan pemikiran yang dapat menjadi substansi dan isi
pembentukan ideologi Pancasila. Pada dasarnya, yang menjadi subjek atau pendukung dari isi
sila-sila Pancasila adalah manusia Indonesia sebagai manusia.
Ali Mudhofir dalam jurnal berjudul Pancasila sebagai Sistem Kefilsafatan (1996)
menjelaskan bahwa manusia di sini merujuk pada manusia yang terdiri dari sejumlah unsur
mutlak. Yang mana, semua unsur tersebut menduduki dan menjalankan fungsinya secara
mutlak. Artinya, fungsinya tidak dapat digantikan oleh unsur yang lain. Inti isi masing-
masing sila Pancasila sendiri merupakan penjelmaan atau realisasi yang sesuai dengan unsur-
unsur hakikat manusia, sehingga setiap sila menempati kedudukan dan menjalankan
fungsinya secara mutlak dalam susunan kesatuan Pancasila.
Lebih lanjut, filsafat Pancasila sebagai hasil pemikiran juga dapat dimaknai sebagai
pedoman hidup sehari-hari (way of life atau weltanschauung). Pancasila merupakan
pencerminan pandangan bangsa Indonesia dalam menghadapi realitas. Melalui kelima
silanya, yaitu:
1) Ketuhanan yang Maha Esa
Dalam sila pertama memiliki maknanya adalah setiap warga negara memiliki
keyakinan terhadap adanya Tuhan Yang Maha Esa serta negara berdasar pada
ketuhanan. Maka dari itu, segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara bahkan moral negara, moral penyelenggara negara, politik
negara, pemerintah negara, hukum, dan peraturan perundang-undangan negara,
kebebasan dan hak asasi warga negara harus dijiwai nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha
Esa.
2) Kemanusiaan yang adil dan beradab
Dalam sila kedua dalam Pancasila terkandung makna bahwa negara harus
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang berada.  Nilai
kemanusiaan yang adil mengandung suatu makna bahwa hakikat manusia sebagai
makhluk yang berbudaya dan beradab harus berkodrat adil.
3) Persatuan Indonesia
Sila yang ketiga berbunyi “Persatuan Indonesia”. Dalam sila ini terkandung
makna bahwa negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia monodualis,
yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
Nilai filosofis yang terkandung dalam sila ini adalah bahwa hakikat negara
adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan
makhluk sosial. Negara adalah dari, oleh, dan untuk rakyat. Oleh sebab itu, rakyat
merupakan asal mula kekuasaan negara sehingga dalam sila ini terkandung nilai
demokrasi yang secara mutlak harus dilaksanakan dalam hidup negara
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Dalam sila ini terkandung nilai-nilai yang merupakan tujuan negara sebagai
tujuan dalam hidup bersama. Oleh karena itu, dalam sila ini terkandung makna
keadilan yang harus terwujud dalam kehidupan sosial.
Pancasila sebagai sistem filsafat mencerminkan pandangan bangsa, dengan inti ajaran
pada masing-masing sila sebagai berikut:
 Tuhan, yaitu sebagai kausa prima
 Manusia, yaitu makhluk individu dan makhluk sosial
 Satu, yaitu kesatuan yang memiliki kepribadian sendiri
 Rakyat, yaitu unsur mutlak negara yang menjunjung nilai kerja sama dan gotong
royong
 Adil, yaitu memberi keadilan kepada diri sendiri dan orang lain sesuai haknya
Berdasarkan hal tersebut, ajaran dalam Pancasila mencakup wawasan filsafat yang
meliputi bidang atau aspek ontologi (keberadaan), epistemologi (pengetahuan), dan
aksiologi (nilai-nilai).

Anda mungkin juga menyukai