Anda di halaman 1dari 13

SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN

“TATA KELOLA PERUSAHAAN DAN DEWAN DIREKSI”

Disusun Oleh :

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS RIAU
T.A
DAFTAR ISI

Daftar Isi..................................................................................................................... 1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................... 2
BAB II KAJIAN TEORI
A. Tata Kelola Perusahaan ................................................................................. 3
B. Hukum dan Peraturan .................................................................................... 5
C. Undang-Undang Sarbanes-Oxley Tahun 2002 .............................................. 7
D. Dewan Direksi ............................................................................................... 7
E. Komite Audit ................................................................................................. 9
F. Komite Kompensasi ....................................................................................... 12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................14

BAB I
PENDAHULUAN

1
A. LATAR BELAKANG

BAB II
KAJIAN TEORI

A. TATA KELOLA PERUSAHAAN


Tata kelola perusahaan merujuk pada seperangkat mekanisme dan proses
yang membantu memastikan bahwa perusahaan diarahkan dan dikelola untuk
menciptakan nilai bagi pemiliknya sementara secara bersamaan memenuhi
tanggung jawab kepada pemegang saham lain (misalnya, karyawan, pemasok, dan
masyarakat pada umumnya). Banyak sistem dan lembaga dapat memiliki
pengaruh tata kelola perusahaan, dan pengaruh tersebut bisa bervariasi di
beberapa negara. 
Apa pun sumber kekuatan tata kelola perusahaan, sistem tata kelola
perusahaan dan sistem pengendalian manajemen (SPM) merupakan sebuah hal
yang terkait erat. Fokus tata kelola perusahaan sedikit lebih luas daripada fokus
SPM. Fokus SPM mengambil perspektif top management dan bertanya apa yang

2
dapat dilakukan untuk memastikan perilaku yang tepat dari karyawan dalam
organisasi.
Fokus perusahaan adalah pada pengendalian perilaku top management (para
eksekutif) dan juga walaupun secara tidak langsung, semua karyawan yang
lainnya yang ada di perusahaan. Dengan demikian tata kelola perusahaan
menambah kontrol manajemen baik perhatian untuk mengendalikan perilaku top
management dan khususnya, peran untuk memonitor dewan direksi perusahaan.
Namun, hubungan yang ada menjadi lebih jelas. Perubahan dalam tata kelola
perusahaan dan praktik biasanya akan memiliki efek langsung dan segera pada
praktik SPM dan efektivitas mereka.
B. HUKUM DAN PERATURAN
Perusahaan adalah sebuah badan hukum. Dengan demikian, mereka tunduk
pada hukum dan peraturan yurisdiksi pemerintah ketika menjalankan usaha dan
orang-orang dari pasar saham ketika sahamnya diperdagangkan. Pendekatan dan
mekanisme tata kelola perusahaan bervariasi diseluruh negara. Secara umum,
orientasi tata kelola perusahaan di dunia dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1. Sistem Anglo Amerika
Sistem ini berfokus pada keunggulan pemegang saham sebagai penerima
manfaat dari kewajiban fidusia.
2. Sistem Eropa Kontinental/Jepang
Sistem ini memiliki kepedulian yang lebih besar kepada para pemegang
saham lainnya.
Kedua jenis pendekatan memiliki variasi dalam mekanisme tata kelola yang
digunakan (misalnya, komposisi dan struktur dewan) dan konteks ketika
mekanisme harus bekerja (misalnya hukum, tingkat aktivitas merger dan akuisisi).
Sistem hukum di Amerika Serikat menciptakan kewajiban fidusia bagi
manajer dan direksi untuk bertindak demi kepentingan terbaik bagi pemegang
saham. Para direktur sebagai para wakil terpilih dari para pemegang saham,
bertugas mengawasi tindakan manajemen. Oleh karena pemegang saham
dipandang sebagai investor, tujuan utama yang harus dicapai adalah untuk

3
memaksimalkan nilai perusahaan. Di Amerika Serikat, perusahaan yang
tergabung dalam negara bagian sendiri terikat oleh hukum dan putusan pengadilan
negara itu.
Sistem pemerintahan Eropa Kontinental/Jepang bertujuan untuk
memastikan bahwa perusahaan dikelola untuk kebaikan perusahaan, beberapa
stakeholder, dan masyarakat pada umumnya. Pemegang saham hanya salah satu
dari sekian banyak kelompok stakeholder yang terkena dampak. Salah satu efek
penting dari perbedaan hukum ini adalah komposisi dewan direksi. Perusahaan di
Jerman misalnya, wajib memiliki struktur dua tingkatan dewan, tingkat satu
menyediakan pengawasan strategis dan tingkat dua menyediakan ppengawasan
manajemen operasional.
Sebagai contoh, undang-undang khusus terkait dengan usaha memperkuat
tata kelola perusahaan pada umumnya, seperti yang dilakukan di Amerika Serikat,
adalah UU Sarbanes-Oxley tahun 2002.
C. UNDANG-UNDANG SARBANES-OXLEY TAHUN 2002
Pada Juli 2002, sebagai respons beberapa kegagalan perusahaan besar,
terutama Enron dan World Com, Kongres Amerika Serikat mengesahkan Undang-
Undang Sarbanes-Oxley. UU Sarbanes-Oxley memberlakukan persyaratan baru
pada perusahaan yang terdaftar di Amerika Serikat dan auditor mereka. Tujuan
eksplisit UU Sarbanes-Oxley adalah untuk meningkatkan transparansi, ketepatan
waktu dan kualitas pelaporan keuangan. Namun, sejak pengendalian yang
ditingkatkan atas pelaporan keuangan juga memiliki pengaruh menguntungkan
bagi pengendalian manajemen, pemahaman mengenai unsur-unsur dari UU
Sarbanes-Oxley dan juga peraturan pelaporan keuangan lainnya, menjadi penting
bagi mereka yang tertarik terhadap SPM.
UU Sarbanes-Oxley memiliki pengaruh diluar batas Amerika Serikat.
Semua perusahaan yang terdaftar di Securities and Exchange Commission AS
(SEC) harus mematuhi UU Sarbanes-Oxley terlepas dari apakah markas mereka
berbasis di Amerika Serikat atau di luar negeri. Selain itu, beberapa negara,

4
seperti Kanada dan Jepang, telah mengadopsi peraturan yang mirip dengan UU
Sarbanes-Oxley.
D. DEWAN DIREKSI
Dalam perusahaan publik, pemegang saham biasanya memvariasikan risiko
mereka dan memiliki portofolio saham diberbagai perusahaan. Secara individual,
mereka jarang memiliki insentif cukup besar untuk menyediakan sumber daya
supaya memastikan bahwa manjemen bertindak demi kepentingan terbaik para
pemegang saham.  Solusi umum bagi pemegang saham secara kolektif adalah
menyerahkan wewenang mereka dalam mengawasi tindakan manajemen kepada
dewan direksi. Dewan direksi (dan juga pejabat perusahaan) memiliki kewajiban
fidusia untuk mendorong keberhasilan jangka panjang perusahaan bagi
kepentingan pemegang saham dan juga kadang-kadang bagi pemegang utang.
Di Amerika Serikat, tugas dasar fidusia terdiri atas beberapa elemen :
a. Kewajiban pemeliharaan–kewajiban untuk membuat/mendelegasikan
keputusan dengan cara yang tepat.
b. Kewajiban loyalitas-kewajiban untuk memajukan perusahaan diatas
kepentingan pribadi.
c. Kewajiban itikad baik-kewajiban untuk memegang komitmen dan loyal kepada
kepentingan perusahaan dan pemegang sahamnya.
d. Kewajiban untuk tidak “melakukan pemborosan”–kewajiban untuk
menghindari kerusakan nilai yang disengaja bagi para pemegang saham.
Dewan direksi memiliki dua tanggung jawab pengendalian yang utama, yaitu :
1. Mereka menjaga kepentingan ekuitas investor, khususnya memastikan bahwa
manajemen berusaha untuk memaksimalkan nilai ekuitas saham investor
pemegang saham di perusahaan. 
2. Mereka melindungi kepentingan stakeholder perusahaan lainnya (seperti
karyawan, pemasok, pelanggan, kompetitor, atau masyarakat pada umumnya)
dengan memastikan bahwa karyawan perusahaan bertindak sesuai hukum dan
bertanggung jawab secara sosial. Tugas yang mereka lakukan antara lain
adalah membantu memastikan pelaporan keuangan, kompensasi dan

5
persaingan yang adil, serta perlindungan terhadap lingkungan, dan perilaku
bisnis oleh perusahaan secara keseluruhan.  
E. KOMITE AUDIT
Komite audit memberikan pengawasan independen atau proses pelaporan
keuangan perusahaan, pengendalian internal, dan auditor independen. Komite
audit meningkatkan kemampuan dewan untuk berfokus secara intensif dan tidak
menggunakan biaya relatif mahal (tanpa melibatkan dewan utama secara penuh)
pada fungsi pelaporan keuangan yang berkaitan dengan perusahaan. Meskipun
peraturan secara rinci bervariasi antar negara, di sebagian besar pasar modal
berkembang, komite audit diperlukan dari luar (non-eksekutif) atau direktur
independen dengan persyaratan lebih lanjut bahwa mereka harus mengerti hal-hal
yang berkaitan dengan keuangan.
Selanjutnya, unit komite audit biasanya mencakup lingkup tanggung jawab
komite dan bagaimana melaksanakan tanggung jawab tersebut, termasuk struktur,
proses, dan persyaratan keanggotaan. Komite audit juga menetapkan prosedur
untuk menangani keluhan mengenai akuntansi, proses audit, dan hal-hal terkait
pengendalian internal, termasuk prosedur rahasia, yakni penyerahan yang tidak
diketahui oleh karyawan mengenai praktik akuntansi yang dipertanyakan. Komite
audit juga biasanya bertanggung jawab atas penunjukan, kompensasi, retensi, dan
pengawasan pekerjaan auditor eksternal. Auditor eksternal, pada gilirannya,
membahas dan menunjuk pada kualitas, bukan hanya pada penerimaan prinsip
akuntansi perusahaan bersama komite audit.
Dengan demikian, komite audit diharapkan untuk bisa menginformasikan,
mewaspadai, dan menjadi pengawas yang efektif pada proses pelaporan keuangan
dan sistem pengendalian internal perusahaan mereka. Komite audit umumnya
menganggap tanggung  jawab dewan berkaitan dengan pelaporan keuangan
organisasi, tata kelola perusahaan, dan praktik kontrol. Di area pelaporan
keuangan, komite audit memberikan jaminan bahwa pengungkapan keuangan
perusahaan adalah sebuah hal yang wajar dan akurat. Di area tata kelola
perusahaan, komite audit memberikan jaminan bahwa perusahaan telah berjalan

6
sesuai dengan hukum dan peraturan yang bersangkutan, bertindak secara etis, dan
memperthankan pengendalian yang efektif terhadap kecurangan dan konflik
kepentingan para karyawan. Di area kendali perusahaan, komite audit memonitor
manajemen perusahaan dan sistem pengendalian internal yang drancang untuk
menjaga aset dan mempekerjakan mereka untuk mencapai tujuan dan sasaran
yang telah ditetapkan.
Dalam memenuhi tanggung jawab ini, komite audit mempekerjakan audit
eksternal dan perusahaan dan memantau kinerja mereka. Mereka mempertahankan
garis komunikasi antara dewan direksi, auditor eksternal perusahaan, auditor
internal, manajemen keuangan, dan konsultan di dalam dan di luar perusahaan.
Oleh karena mereka memiliki keterbatasan sumber daya secara langsung, komite
audit harus bergantung pada sumber daya dan dukungan dari kelompok-kelompok
lain dalam organisasi, dan khususnya pada fungsi audit internal.
Penelitian lebih lanjut tentang efektivitas komite audit diperlukan, dan jelas
bahwa komite audit dan prosesnya harus disesuaikan dengan kebutuhan dan
sumber daya perusahaan serta dewan. Beberapa praktik umum menunjukkan
bahwa komite audit disarankan untuk:
 Mendapat dukungan dan arahan dari seluruh jajaran direksi.
 Menggunakan agenda dan mengikuti program kerja formal, risalah rapat, dan
mendistribusikan jadwal pertemuan ke dewan direksi, jadwal pertemuan
disiapkan di awal, sehingga peserta memiliki waktu yang cukup untuk
mempersiapkan segala sesuatu.
 Memiliki setidaknya tiga anggota, namun tidak terlalu banyak, sehingga semua
anggota dapat menjadi peserta aktif.
 Memastikan bahwa komite terdiri atas individu-individu yang “tepat”.
Menetapkan tanggung jawab anggota dan berharap bahwa anggota yang tidak
lagi berkeinginan memberikan kontribusi yang bermanfaat untuk mundur dari
posisinya. Pastikan bahwa semua anggota mandiri terhadap manajemen,
mengerti masalah keuangan, dan terlibat secara aktif dalam semua kegiatan.

7
 Pertemuan setidaknya dirancang empat kali setiap tahun, termasuk pertemuan
praaudit dan pascaaudit. (Beberapa ahli mempertimbangkan frekuensi dan
durasi pertemu an menjadi indikator yang sangat andal untuk efektivitas komite
audit).
 Mengirimkan instruksi yang jelas kepada auditor independen dan dewan
direksi, sebagai wakil pemegang saham, klien auditor, dan manajemen yang
tidak terlibat. (Ini merupakan persyaratan UU Sarbanes-Oxley)
 Meninjau semua informasi keuangan, tijauan sementara, serta laporan
keuangan tahunan.
 Mendiskusikan dengan auditor independen mengenai penilaian kualitatif
mereka tentang kesesuaian, tidak hanya mengenai masalah penerimaan dari
prinsip akuntansi organisasi dan praktik pengungkapan keuangan.
 Melampaui orientasi “check-the-box” untuk kepatuhan pemenuhan persyaratan
hukum sehingga mengatasi masalah nyata pengembangan pengawasan yang
efektif dan praktik manajemen risiko.
 Menjadi proaktif. Berpartisipasi dalam menetapkan kebijakan. Memantau kode
perilaku perusahaan dan mematuhinya. Memastikan bahwa keterlibatan audit
internal di seluruh proses pelaporan keuangan merupakan hal yang tepat dan
secara benar terkoordinasi dengan auditor independen.
 Mengamankan akses ke sumber daya yang diperlukan, seperti untuk merespon
krisis atau melakukan investigasi khusus.
F. KOMITE KOMPENSASI
Aturan beberapa bursa saham mewajibkan perusahaan yang sudah
terdaftar untuk memiliki kompensasi bagi top executive yang disetujui oleh
mayoritas direksi independen. Sebagian besar perusahaan milik publik
menyerahkan masalah tersebut kepada dewan komite kompensasi yang hanya
terdiri dari para direksi independen. Bahkan, bursa saham New York
memerlukan pembentukan sebuah komite kompensasi tersebut.
Komite kompensasi menangani masalah yang berkaitan dengan
kompensasi dan manfaat yang diberikan kepada karyawan, dan khususnya

8
pihak top executive. Dalam beberapa perusahaan, komite kompensasi juga
menyediakan pengawasan mengenai desain dan operasi dari rencana pensiun,
meskipun dalam perusahaan lain fungsi ini diserahkan  kepada komite investasi
dewan.
Komite kompensasi memiliki tanggung  jawab fidusia untuk memastikan
bahwa program kompensasi eksekutif perusahaan berjalan adil dan tepat untuk
menarik, mempertahankan, dan memotivasi manajer, sehingga membuat
tindakan mereka sesuai dengan pandangan ekonomi perusahaan dan relevan
terhadap praktik perusahaan.
Komite kompensasi biasanya bergantung pada fungsi sumber daya
manusia di dalam perusahaan sebagai staf pendukung. Selain itu, karena desain
rencana kompensasi dapat menimbulkan masalah yang kompleks, seperti yang
berkaitan dengan ukuran kinerja, bentuk, (misalnya, uang tunai, opsi saham),
dan hal-hal yang berkaitan dengan struktur (misalnya, ambang batas kinerja,
membuat ketentuan) ekuitas kompensasi internal eksternal dan internal, hukum
dan pertimbangan pajak, komite kompensasi sering menggunakan konsultaan
luar untuk menyediakan data atau keahlian yang tidak dimiliki perusahaan.
Konsultan sering melakukan studi banding kompensasi industri atau
memberikan saran mengenai desain rencana kompensasi. Komite kompensasi
harus mempertahankan tanggung jawab penuh untuk mengawasi kerja dari
konsultan kompensasi yang disewa.

9
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dewan Direksi adalah bagian penting dari system tata kelola perusahaan dan
SPM. Hukum dan Peraturan membutuhkan beberapa praktik yang dianggap
diinginkan, sepeti kemandirian anggota dewan yang menjadi bagian komite
kompensasi dan audit. Akan tetapi, hukum dan peraturan tidak bisa menentukan
segalanya.
Menyalahkan Dewan Direksi ketika perusahaan mengalami kejanggalan dan
penyimpangan etis adalah sebuah hal yang biasa terjadi. Akan tetapi. Direksi yang
mandiri hanya melayani organisasi mereka paruh waktu. Mereka tidak dapat
bertanggung jawab setiap hari untuk manajemen perusahaan. Mereka hanya bisa
memberikan pengawasan.

10
Telah terbukti bahwa fungsi manajemen tidak cukup hanya memastikan
bahwa proses pengelolaan manajemen berjalan dengan efisien dan baik.
Diperlukan instrumen baru, good coorporate governance (GCG) untuk
memastikan bahwa manajemen berjalan dengan baik.
Tata Kelola Perusahaan yang baik harus bergantung pada bagaimana cara
manajer membangun budaya integritas yang melibatkan hubungan yang terbuka
dan jujur dengan Dewan Direksi yang terlibat dan mendukung, sekaligus
memberikan tantangan.
Suatu kegiatan perusahaan yang terencana baik dan terprogram tentu dapat
tercapai dengan sistem tata kelola yang baik pula. Karena itu perusahaan perlu
untuk menerapkan Good corporate governance (GCG) atau Tata Kelola
Perusahaan.  

DAFTAR PUSTAKA

Kenneth A. Merchant dan Win A. Van der Stede (2014). Sistem pengendalian
manajemen pengukuran kinerja evaluasi dan insentif. Edisi 3. Jakarta : Salemba
Empat.

11
12

Anda mungkin juga menyukai