Oleh:
Abdul Muis Bahrul Alim
Demi mendukung perekonomian negara yang halal dan barakah, penggunaan jasa
perbakan berbasis syariah sangat dianjurkan. Dalam Islam, Menghimpun Dana selain
dilakukan oleh masyarakat secara ’urf, juga dapat ditemukan dasar-dasarnya secara
syari’ah sebagaimana ditemukan aktifitas Menghimpun Dana yang direkam dan
dijustifikasi oleh al-Qur’an, al-Hadis, dan juga telah menjadi ijma ulama’. Seiring
perkembangan zaman, Menghimpun Dana pun mengalami perkembangan dan modifikasi
sebagaimana terlihat dalam aktifitas ekonomi modern bersangkut paut dengan
penerapannya dalam masyarakat secara langsung maupun melalui dunia perbankan
dalam rangka memenuhi kebutuhan dengan tetap berada dalam bingkai syari’ah.
Masyarakat di negara maju dan berkembang sangat membutuhkan bank sebagai tempat
untuk melakukan transaksi keuangannya. Undang-undang Perbankan Indonesia, yakni
Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang No. 10 Tahun 1998, membedakan bank berdasarkan kegiatan usahanya
menjadi dua, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah
dan bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional.
Bank merupakan lembaga keuangan yang dibangun atas dasar kepercayaan. Bank pun
dalam pendanaan operasionalnya sebagian besar berasal dari masyarakat. Dana-dana yang
dihimpun dari masyarakat ternyata menjadi sumber dana terbesar yang dijadikan andalan
oleh bank tersebut. Pencapaiannya mencapai 80-90% dari seluruh dana yang dikelola
bank. Setiap lapisan masyarakat yang menyimpan uangnya harus benar- benar yakin akan
keamanan uang yang diamanahkannya kepada bank-bank tertentu dan dalam jangka waktu
tertentu pula.
Dalam bank syariah penghimpunan dana dari masyarakat dilakukan tidak membedakan
nama produk tetapi melihat pada prinsip yaitu prinsip wadiah dan prinsip mudharabah.
Apapun nama produk yang diperhatikan adalah prinsip yang digunakn atas produk
tersebut, hal ini sangat terkait dengan porsi pembagian hasil usaha yang akan dilakukan
antara pemilik dana/ deposan (shahibul maal) dengan bank syariah sebagai mudharib.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian penghimpunan dana adalah suatu kegiatan usaha yang dilakukan bank untuk
mencari dana kepada pihak deposan yang nantinya akan disalurkan kepada pihak kreditur
dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai intermediasi antara pihak deposn dengan
pihak kreditur. Penghimpunan dana masyarakat di perbankan syariah menggunakan
instrumen yang sama dengan instrumen penghimpunan dana pada perbankan
konvensional, yaitu:
1. Giro, adalah simpanan masyarakat pada bank yang penarikannya dapat dilakukan
setiap saat selama saldo simpanan masih ada dengan menggunakan cek, surat perintah
pembayaran lainnya dan bilyet giro atau surat perintah pemindahbukuan
2. Tabungan, adalah simpanan pihak ketiga kepada bank yang penarikannya dapat
dilakukan setiap saat sesuai dengan syarat-syarat tertentu
3. Deposito, adalah salah satu jenis tabungan yang dibuka oleh bank untuk para nasabah
atau masyarakat, yang jangka waktu penarikannya mempunyai periode tertentu (1 bulan,
3 bulan, 12 bulan dan seterusnya)
Ketiga instrumen ini biasa disebut dengan istilah Dana Pihak Ketiga (DPK). Meskipun
menggunakan instrumen yang sama, mekanisme kerja pada masing- masing instrumen
penghimpunan pada bank syariah berbeda dengan instrumen penghimpunan pada bank
konvensional. Perbedaan mendasar mekanisme kerja instrumen penghimpunan syariah
terletak pada tidak adanya bunga yang lazim digunakan di bank konvensional. Pada bank
syariah, klasifikasi penghimpunan dana tidak didasarkan pada nama instrumen, melainkan
berdasaran prinsip yang digunakan. Berdasarkan fatwa Dewa Syariah Nasional prinsip
penghimpunan dana yang digunakan dalam bank syariah ada dua, yaitu prinsip wadiah dan
prinsip mudharabah. Prinsip wadiah tidak menggunakan bagi hasil tapi menggunakan
sistem bonus dengan Produknya giro dan tabungan, sedangkan prinsip mudharabah
menggunakan sistem bagi hasil dengan produknya tabungandan deposito. Penghimpunan
dana pada perbankan syariah
Wadiah dapat diartikan sebagai titipan dari satu pihak ke pihak lain, baik individu
maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan sja spenyimpan
menghendakinya. Tujuan dari perjanjian tersebut adalah untukmenjaga keselamatan
barang itu dari kehilangan, kemusnahan, kecurian dan sebagainya. Yang dimaksud dengan
“barang” disini adalah suatu yang berharga seperti uang, dokumen, surat berharga dan
barang lain yangberhara disisi islam. Rukun yang harus dipenuhi dalam transaksi dengan
prinsip wadiah:
a. Barang yang dititipkan
b. Orang yang menitipkan/ penitip
c. Orang yang menrima titipan/ penerima titipan, dan
d. Ijab Qabul
2.2.1 Jenis Penghimpunan Dana Prinsip Wadiah
Wadiah terdiri dari dua jenis, yaitu:
1. Wadiah Yad Al Amanah, merupakan titipan murni, barang yang dititipkan
tidak boleh digunakan (diambil manfaatnya) oleh penitip, sewaktu titipan
dikembalikan harus dalam keadaan utuh baik nilai maupun fisik barangnya,
jika selama dalam penitipan terjadi kerusakan maka pihak yang menerima
titipan tidak dibebani tanggung jawab, sebagai kompensasi atas tanggung
jawab pemeliharaan dapat dikenakan biaya penitipan.
Karateristik wadiah yad al amanah, adalah;
· barang titipan murni
· tidak boleh digunakan oleh penerima titipan.
· titipan dikembalikan harus dalam keadaan utuh baik nilai maupun fisiknya.
· penerima titipan tidak bertanggung jawab atas kerusakan yang terjadi
· dikenakan biaya titipan
· dalam perbankan diaplikasikan sebagai safe deposit box
Tabungan wadiah adalah titipan pihak ketiga pada bank syariah yang
penarikannya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati dengan
kuitansi, kartu ATM, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara
pemindah bukuan. Simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut
syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau alat
yang dapat dipersamakan dengan itu. Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional
ditetapkan,
Nasabah menerima transer dari nasabah lain dari bank cabang kota A (bank
yang sama) sebesar Rp xx
RAK cabang kota A Rp xx
Tabungan wadiah Rp xx
Nasabah menerima transfer dari nasabah dari bank lain (bank yang berbeda)
sebesar Rp xx
Giro pada bank Indonesia Rp xx
Tabungan wadiah Rp xx
Nasabah menerima bilyet giro senilai Rp xx dari nasabah bank lain. Bilyet
tersebut kemudian dicairkan untuk dimasukkan ke rekening giro nasabah
Giro pada bank Indonesia Rp xx
Giro wadiah Rp xx
Nasabah menerima transer dari nasabah lain dari bank cabang kota A (bank yang
sama) sebesar Rp xx
RAK cabang kota A Rp xx
Tabungan mudharabah Rp xx
Nasabah menerima tramsfer dari bank lain (bank yang berbeda) sebesar Rp xx
Giro pada bank Indonesia Rp xx
Tabungan Mudharabah Rp xx
Nasabah mentransfer dari rekeningnya ke rekening nasabah dari bank lain (bank
yang berbeda) sebesar Rp xx
Tabungan mudharabah Rp xx
Giro pada bank Indonesia Rp xx
Dibayarkan bagi hasi deposito mudharabah kepada nasabah sebesar Rp xx dan atas
pembayaran tersebut dikenakan dipotong pajak sebesar Rpyy (20% dari bagi hasil
yang diterima nasabah) pebagian bagi hasil dilakukan ke rekenimg tabungan
mudharabah atas namam pemiik yang sama. Atau bagi hasi deposito mudharabah
dabat dibayaran keberbagai rekening sesuai permintaan pemilik deposito.
Bagi hasil belum dibagikan Rp
xx
tabungan mudharabah Rp xx –
Rp yy
Titipan kas negara Rp yy