Anda di halaman 1dari 12

Afiasi: Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. , No.

ISSN Print: 2442-5885


Journal homepage: http://afiasi.unwir.ac.idISSN Online: 2622-3392

Hubungan karakterisitik individu, Riwayat Alergi dan Personal HygieneDengan Kejadian


Dermatitis Di Wilayah Kerja Puskesmas Passi Barat

The Realitionship Between Individual Characteristics, History Of Allergies, and Personal


Hygiene With The Incidence Of Dermatitis In The Work Area Of The Passi Barat Public
Health Center

1
Dewi 2
Meysi 3
Anggita 4
Ilvalino 5
Olivia 6
Widavika 7
Syahdan

1
Program Studi Keperawatan, IKTGM, Kotamobagu
e-mail:

Abstrak
Dermatitis saat ini masih menjadi masalah kesehatan bagi masyarakat di dunia, tak terkecuali di Indonesia. Prevalensi
dari semua bentuk dermatitis adalah 4,66%, termasuk dermatitis atopik 0,69%, ekzema numular 0,17%, dan dermatitis
seboroik 2,32% yang menyerang 2% hingga 5% dari penduduk. Tujuan penelitian yaitu menganalisis hubungan
karaksteristik individu, riwayat alergi dan personal hygiene dengan kejadian dermatitis di wilayah kerja puskesmas passi
barat.Jenis penelitian kualitatif dengan desain studi case control study. Populasi target pada penelitian ini adalah 50
responden yang berada di wilayah kerja puskesmas passi barat. Tehnik pengambilan sampel dilakukan dengan case
control study dengan jumlah sampel sebanyak 50 sampel responden dengan tehnik pengambilan sampel total sampling
menggunakan kuesioner.Ujianalisis data menggunakan uji statistik chi-square. Hasil penelitian diperoleh karakteristik
individu (p=0,082), riwayat alergi (p=0,00), dan personal hygieane(p=0,00) dengan kejadian dermatitis.Kesimpulan ,
adanya hubungan antara karakteristik individu, riwayat alergi dan personal hygiene dengan kejadian dermatitis di
wilayah kerja Puskesmas Passi Barat. Perlu adanya penyuluhan atau sosialisasi mengenai pentingnya menjaga PHBS
dan penyebab dermatitis sehingga masyarakat dapat terhindar dari kejadian dermatitis.

Kata kunci: karakterisitik individu, riwayat alergi, personal hygiene , dermatitis,

Abstract
Dermatitis is currently still a health problem for people in the world, including in Indonesia. The prevalence of all forms of
dermatitis is 4.66%, including atopic dermatitis 0.69%, nummular eczema 0.17%, and seborrheic dermatitis 2.32%
affecting 2% to 5% of the population. The purpose of the study was to analyze the relationship between individual
characteristics, history of allergies and personal hygiene with the incidence of dermatitis in the work area of the
Puskesmas Passi Barat. This type of research was qualitative with a case control study design. The target population in
this study were 50 respondents who were in the working area of the West Passi Public Health Center. The sampling
technique was carried out by a case control study with a sample of 50 respondents with a total sampling technique using
a questionnaire. The data analysis used the chi-square statistical test. The results of the study obtained individual
characteristics (p = 0.00), history of allergies (p = 0.00), and personal hygiene (p = 0.00) with the incidence of dermatitis.
In conclusion, there is a relationship between individual characteristics, history of allergies and personal hygiene with the
incidence of dermatitis in the work area of the West Passi Health Center. There needs to be counseling or socialization
about the importance of maintaining PHBS and the causes of dermatitis so that people can avoid the incidence of
dermatitis.

Keywords: individual characteristics, history of allergies, personal hygiene, dermatitis,

1
Afiasi: Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. , No. ISSN Print: 2442-5885
Journal homepage: http://afiasi.unwir.ac.idISSN Online: 2622-3392

Pendahuluan

Dermatitis adalah peradangan non-inflamasi pada kulit yang bersifat akut, sub-akut, atau
kronis dan dipengaruhi banyak faktor. Peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon
terhadap pengaruh faktor eksogen dan endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi
polimorfik dan keluhan gatal. Terdapat berbagai macam dermatitis, di diantaranya adalah dermatitis
kontak dan dermatitis atopik.
Dermatitis merupakan masalah kesehatan masyarakat dunia dengan prevelensi pada anak
10-20% dan pada dewasa sekitar 1-3%. Sekitar 50% dari kasus dermatitis muncul pada tahun
pertama kehidupan (Gofur & Syam,2018).Secara global dermatitis mempengaruhi sekitar 230 juta
orang pada 2010 atau 3,5% dari populasi dunia. Prevalensi dermatitis didominasi kelompok
perempuan khususnya dalam periode reproduksi yaitu umur 15-49 tahun. Di Inggris dan Amerika
Serikat, didominasi kelompok anak-anak yaitu sekitar sekitar 20% dan 10,7% dari jumlah penduduk
sedangkan kelompok dewasa di Amerika Serikat sekitar 17, 8 juta (10%) orang.
Data epidemiologi di indonesia memperlihatkan bahwa 97% dari 389 kasus penyakit kulit
adalah dermatitits kontak, sebanyak 66,3% dari kasus tersebut adalah dermatitis kontk iritan dan
33,7% adalah dermatitis kontak alergi (Kemenkes RI, 2017). Berdasarakan risetkesehatan dasar
oleh departemen kesehatan 2017 prevalensi nasional dermatitis adalah 6,8% (berdasarkn keluhan
responden). Sebanyak 13 provinsi mempunyai prevalensi dermaatitis di atas prevalensi nasional
yaitu, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Nusa
Tenggara Timur, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jakarta, Bangka Belitung, Nanggro
Aceh Darussalam, dan termasuk Sumatra Barat.
Kejadian dermatitis di dunia sangat banyak di jumpai di mana hampir seluruh jenis
dermatitis. Dan dermatitis ini dapat menyerang siapa saja dan dapat menyerang pada bagian tubuh
manapun. Dan dermatitis termasuk salah satu penyakit yang sering dijumpai pada Negara beriklim
tropis seperti Indonesia. Dan kejadian dermatitis di Indonesia masih tergolong tinggi dan menjadi
permasalahan yang cukup berarti. Hal tersebut karena kurangnya kesadaran dan ketidakpedulian
masyarakat terhadap lingkungan sekitar yang menyebabkan penularan penyakit kulit (Dermatitis)
sangat cepat. Beberapa penyakit dermatitis dapat disebabkan oleh beberapa faktor-faktor seperti
lingkungan dan kebiasaan sehari-hari yang buruk, perubahan iklim, virus,bakteri, alergi, daya tahan
tubuh dan lain-lain (Pardiansyah, 2015).
Hasil data yang didapatkan di Puskesmas Passi Barat, penyakit dermtitis merupakan
penyakit dengan jumlah penderita tertinggi di urutan ke-5 pada tahun 2022 yaitu sebanyak 162
orang. Berdasarkan kondisi tersebut peneliti tertarik untuk melihat apakah ada hubungan
karakteristik individu, riwayat alergi dan personal hygiene dengan kejadian drmatitis di wilayah
kerja Puskesmas Passi Barat.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan karakteristik individu, riwayat
alergi dan personal hygiene dengan kejadian dermatitis di wilayah kerja Puskesmas Passi Barat.
Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan yaitu jenis penelitian kualitatif dengan desain studi case
control study.Case control study adalah penelitian epidemiologi analitik yang bersifat observasional
dimana dilakukan perbandingan antara kelompok orang yang menderita penyakit (kasus) dengan
kelompok lainnya yang tidak menderita penyakit tersebut (kontrol) kemudian di cari faktor-faktor
penyebab timbulnya penyakit tersebut. Studi case control study digunakan untuk mempelajari

2
Afiasi: Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. , No. ISSN Print: 2442-5885
Journal homepage: http://afiasi.unwir.ac.idISSN Online: 2622-3392

hubungan antara paparan dan penyakit, dengan cara membandingkan kelompok kasus dan
kelompok kontrol berdasarkan status paparan. Populasi target pada penelitian ini adalah 50
responden wilayah kerja puskesmas Passi Barat. Sampel pada penelitian ini adalah 50 responden
yang berada di wilayah kerja puskesmas passi barat.Tehnik pengambilan sampel dilakukan dengan
teknik total sampling karena jumlah populasi yang kurang dari 100, maka seluruh populasi
dijadikan sampel penelitian.
Variabel dependent adalah dermatitis , sedangkan variabel independent adalah karakteristik
individu, riwayat alergi dan personal hygiene. Instrumen dalam penelitian ini menggunakan
kuesioner yang dilakukan dan diambil secara langsung dengan wawancara terhadap responden
berupa data karakteristik responden, riwayat alergi, dan personal hygiene responden.
Data primer diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner penelitian sebagai
pedoman. Data primer yakni data hasil penelitian yang diperoleh secara langsung dari narasumber
atau responden melalui teknik pengisian kuesioner atau pertanyaan yang telah disusun.Data
sekunder di peroleh dari data Puskesmas Passi barat.

Hasil
1. Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk memperoleh gambaran distribusi atau besarnya proporsi
variabel-variabel yang diteliti dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi.
Distribusi Frekuensi Faktor karakteristik individu, riwayat alergi, dan personal hygiene

jenis kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid laki-laki 16 32.0 32.0 32.0
perempuan 34 68.0 68.0 100.0
Total 50 100.0 100.0

riwayat alergi

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent

Valid ya 8 16,0 16,0 16,0

tidak 42 84,0 84,0 100,0

Total 50 100,0 100,0

3
Afiasi: Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. , No. ISSN Print: 2442-5885
Journal homepage: http://afiasi.unwir.ac.idISSN Online: 2622-3392

personal haygien

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent

Valid baik 28 56,0 56,0 56,0

kurang baik 22 44,0 44,0 100,0

Total 50 100,0 100,0

Sumber : Data Primer Tahun 2022

Berdasarkan pada Tabel diatas menunjukkan distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin
pada perempuan yaitu sebanyak 34 responden (68%) dan pada laki-laki 16 responden (32%).
Distribusi frekuensi berdasarkan yang mengalami riwayat alergi 8 responden (16%) dan yang
tidak mengalami riwayat alergi 42 responden (84%). Distribusi frekuensi berdasarkan personal
hygiene yang baik 28 responden (56%) dan personal hygiene yang kurang baik 22 responden
(44%).

2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan
variabel dependen.
a. Hubungan Karakteristik Individu dengan Kejadian Dermatitis di wilayah kerja Puskesmas
Passi Barat.
Untuk mengetahui hubungan Karakteristik individu dengan kejadian Dermatitis di
wilayah kerja Puskesmas Passi Barat. Dapat dilihat pada Tabel:

Tabel Hubungan Karakteristik Individu dengan kejadian Dermatitis di wilayah kerja Puskesmas
Passi Barat.
keluhan dermatitis
tidak ada ρ
keluhan ada keluhan Total
jenis laki-laki Count 9 7 16
kelamin Expected Count 11.8 4.2 16.0
% of Total 18.0% 14.0% 32.0%
0,082
perempuan Count 28 6 34
Expected Count 25.2 8.8 34.0
% of Total 56.0% 12.0% 68.0%
Total Count 37 13 50
Expected Count 37.0 13.0 50.0
% of Total 74.0% 26.0% 100.0%

Sumber : Data Primer Tahun 2022

4
Afiasi: Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. , No. ISSN Print: 2442-5885
Journal homepage: http://afiasi.unwir.ac.idISSN Online: 2622-3392

Berdasarkan Tabel diatas menunjukkan bahwa responden yang jenis kelamin laki-laki
dan tidak menderita dermatitis yaitu sebanyak 9 responden (18,0%) dan yang menderita
dermatitis yaitu sebanyak 7 responden (14,0%),sedangkan responden yang perempuan yang
tidak menderita dermatitis yaitu sebanyak 28 responden (56,0%) dan yang menderita
dermatitis yaitu sebanyak 6 responden (12,0%).Berdasarkan dari hasil uji Chi-square
dengan value = 0,082 ( value > 0,05), sehingga H0 di terima, dapat disimpulkan bahwa
tidak ada hubungan Karakteristik individu dengan kejadian Dermatitis di wilayah kerja
Puskesmas Passi Barat.

b. Hubungan Riwayat Alergi dengan Kejadian Dermatitis di wilayah kerja Puskesmas Passi
Barat.
Untuk mengetahui hubungan Riwayat Alergi dengan Kejadian Dermatitis di wilayah
kerja Puskesmas Passi Barat dapat dilihat pada Tabel 6:

Tabel Hubungan Riwayat Alergi dengan Kejadian Dermatitis di wilayah kerja Puskesmas
Passi Barat

keluhan dermatitis

tidak ada ρ
keluhan ada keluhan Total

riwayat alergi ya Count 4 4 8

Expected Count 5.9 2.1 8.0

% of Total 8.0% 8.0% 16.0%

tidak Count 33 9 42 0,181

Expected Count 31.1 10.9 42.0

% of Total 66.0% 18.0% 84.0%

Total Count 37 13 50

Expected Count 37.0 13.0 50.0

% of Total 74.0% 26.0% 100.0%

Sumber : Data Primer Tahun 2022

5
Afiasi: Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. , No. ISSN Print: 2442-5885
Journal homepage: http://afiasi.unwir.ac.idISSN Online: 2622-3392

Berdasarkan Tabel diatas menunjukkan bahwa responden yang memiliki alergi dan
tidak menderita dermatitis yaitu sebanyak 4 responden (8,0%) dan memiliki alergi dan
menderita dermatitis yaitu 4 responden (8,0%) sedangkan responden yang tidak memiliki
alergi dan menderita dermatitis yaitu 9 responden (18,0) dan yang tidak memiliki alergi dan
menderita dermatitis yaitu 33 responden (66,0%). Berdasarkan dari hasil uji Chi-square
dengan value = 0,181 ( value >0,05), sehingga H0 diterima dapat disimpulkan bahwa tidak
ada hubungan Riwayat Alergi dengan Kejadian Dermatitis di wilayah kerja Puskesmas Passi
Barat.

c. Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Dermatitis di wilayah kerja Puskesmas Passi
Barat.
Untuk mengetahui hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Dermatitis di
wilayah kerja Puskesmas Passi Barat dapat dilihat pada Tabel :

Tabel Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Dermatitis di wilayah kerja


Puskesmas Passi Barat.

keluhan dermatitis
tidak ada ρ
keluhan ada keluhan Total
personal haygien baik Count 27 1 28
Expected Count 20.7 7.3 28.0
% of Total 54.0% 2.0% 56.0%
kurang baik Count 10 12 22
0,00
Expected Count 16.3 5.7 22.0
% of Total 20.0% 24.0% 44.0%
Total Count 37 13 50
Expected Count 37.0 13.0 50.0
% of Total 74.0% 26.0% 100.0%

Sumber : Data Primer Tahun 2022

Berdasarkan Tabel diatas menunjukkan bahwa responden yang personal hygiene baik
dan tidak menderita dermatitis yaitu 27 responden (54,0%) dan personal hygiene baik dan
menderita dermatitis yaitu 1 responden (2,0%). Sedangkan responden yang personal hygiene
kurang baik dan menderita dermatitis yaitu 12 responden (24,0%) dan personal hygiene
yang kurang baik dan tidak menderita dermatitis yaitu 10 responden (20,0%). Berdasarkan
dari hasil uji Chi-square dengan value = 0,000( value < 0,05), sehingga dapat di terima
H1 dapat disimpulkan bahwa ada hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Dermatitis
di wilayah kerja Puskesmas Passi Barat.

6
Afiasi: Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. , No. ISSN Print: 2442-5885
Journal homepage: http://afiasi.unwir.ac.idISSN Online: 2622-3392

Pembahasan
A. Hubungan Karakteristik Individu dengan Kejadian Dermatitis di wilayah kerja
Puskesmas Passi Barat.

Berdasarkan dari hasil uji Chi-square dengan value = 0,082 ( value > 0,05), sehingga
H0 di terima, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan Karakteristik individu dengan
kejadian Dermatitis di wilayah kerja Puskesmas Passi Barat.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada responden yang berada di wilayah kerja
Puskesmas Passi Barat hal ini disebabkan proporsi jenis kelamin pada perempuan pada
penelitian ini lebih banyak dibandingkan pada jenis kelamin laki-laki sehingga data yang
dihasilkan antara proporsi laki-laki dan perempuan tidak seimbang sehingga jenis kelamin tidak
berhubungan dengan dengan kejadian Dermatitis di wilayah kerja Puskesmas Passi Barat.
Menurut Eka Silvia et all Dermatitis seboroik lebih sering terjadi pada laki-laki
dibanding perempuan pada semua rentang usia yang menunjukkan adanya kemungkinan
hubungan dermatitis seboroik dengan hormon seks seperti androgen Sehingga didapatkan
hasil bahwa jenis kelamin laki-laki berisiko dua kali lebih besar untuk menderita
dermatitis seboroik dibandingkan dengan perempuan.

A. Hubungan Jarak Penglihatan dengan Kejadian Computer Vision Syndrome (CVS) pada
Pegawai di Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kabupaten
Indramayu
Berdasarkan dari hasil uji Chi-square denganvalue = 0,024 ( value > 0,05), sehingga
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan jarak penglihatan dengan kejadian Computer Vision
Syndrome (CVS) pada pegawai di Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan
Kabupaten Indramayu.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada pegawai di Dinas Perumahan, Kawasan
Permukiman dan Pertanahan Kabupaten Indramayu hal ini disebabkan karena responden banyak
yang jarak pandang pada saat mengetik didepan komputer sangat dekat dimana jarak mata
didepan laptop < 50 cm sehingga akan memudahkan terjadinya CVS. Jarak mata terhadap
monitor merupakan hal yang perlu mendapat perhatian karena turut menentukan kenyamanan
pandang mata pekerja, terutama untu melihat jarak dekat dalam waktu yang cukup lama sesuai
tipikal kerja perkantoran. Hal inisesuai dengan alasan atau penyebab utama terjadinya kelelahan
mata yaitu jarak mata yang terlalu dekat dengan monitor, sehingga mata dipaksa bekerja untuk
melihat dari jarak yang cukup dekat dalam jangka waktu yang cukup lama, sedangkan fungsi
mata sendiri sebenarnya tidak dikhususkan untuk melihat dari jarak dekat.
Menurut OSHA menyebutkan bahwa Jarak mata terhadap layar monitor saat pekerja
bekerja menggunakan komputer sekurang-kurangnya adalah 20-40 inch atau 50-100 cm. Ada
pula sebagian ahli yang menyimpulkannya dalam rumus yang didapat dengan mengkalikan
lebar diagonal layar dengan bilangan dua. Jarak mata terhadap monitor merupakan hal yang
perlu mendapat perhatian karena turut menentukan kenyamanan pandang mata pekerja,
terutama untu melihat jarak dekat dalam waktu yang cukup lama sesuai tipikal kerja
perkantoran. Hal ini sesuai dengan alasan atau penyebab utama terjadinya kelelahan mata yaitu
jarak mata yang terlalu dekat dengan monitor, sehingga mata dipaksa bekerja untuk melihat dari
jarak yang cukup dekat dalam jangka waktu yang cukup lama, sedangkan fungsi mata sendiri
sebenarnya tidak dikhususkan untuk melihat dari jarak dekat.

7
Afiasi: Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. , No. ISSN Print: 2442-5885
Journal homepage: http://afiasi.unwir.ac.idISSN Online: 2622-3392

Studi oleh Taptagaporn et al melaporkan bahwa jarak penglihatan yang direkomendasikan


adalah 50-70 cm. Studi lain menyatakan bahwa semakin jauh monitor diletakkan (90-100 cm)
maka dapat meminimalisasi timbulnya keluhan penglihatan. Sehingga hasil penelitiannya
menyatakan bahwa jarak penglihatan berhubungan dengan kejadian CVS.11
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Monaliza dkk
menyatakan hasil uji statistik Chi-square menunjukkan bahwa nilai p value = 0,034 < α = (0,05)
maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara jarak pandang mata ke laptop dengan
keluhan computer vision syndrome pada mahasiswa keperawatan UR.12
Hasil penelitian ini juga tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Arum dkk
menyatakan jarak mata (p value = 1,000) tidak berhubungan dengan kejadian CVS pada
pegawai pengguna komputer di PT. Media Kita Sejahtera Kendari.13

B. Hubungan Lama Penggunaan Komputer dengan Kejadian Computer Vision Syndrome


(CVS) pada Pegawai di Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan
Kabupaten Indramayu
Berdasarkan dari hasil uji Chi-square denganvalue = 0,020 ( value > 0,05), sehingga
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan lama penggunaan komputer dengan kejadian Computer
Vision Syndrome (CVS) pada pegawai di Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan
Pertanahan Kabupaten Indramayu.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada pegawai di Dinas Perumahan, Kawasan
Permukiman dan Pertanahan Kabupaten Indramayu hal tersebut disebabkan pekerjaan visual
dalam komputer menuntut pergerakan mata yang cepat (motilitas mata), akomodasi (fokus
terus-menerus), dan vergence (keselarasan), yang semuanya melibatkan aktivitas otot yang
terusmenerus. Proses tersebut mengakibatkan timbulnya stres yang berulang-ulang pada otot
mata, apalagi setelah lama menggunakan komputer frekuensi berkedip berkurang, mata menjadi
kering, dan perih akibatnya timbul keluhan CVS.
Menurut teori Rossignol et al seorang individu yang bekerja di depan komputer selama
lebih dari atau sama dengan 4 jam secara terus-menerus berisiko dua puluh enam kali lipat
menderita CVS dibandingkan dengan bekerja di depan komputer selama kurang dari 4 jam
secara terus-menerus. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitianpenelitian sebelumnya.
Peningkatan jam kerja di depan komputer tanpa diselingi oleh aktivitas lain dapat menurunkan
kemampuan akomodasi sehingga akan memperberat gejala CVS pada pekerja pengguna
komputer.14
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Andi dkk yang
menyatakan bahwa variabel durasi penggunaan komputer merupakan faktor risiko yang paling
besar atau paling dominan pengaruhnya terhadap kejadian CVS (odd ratio 27 kali), artinya
memiliki risiko 27 kali lebih besar besar untuk mengalami Computer vision syndrome
dibandingkan dengan variabel yang lainnya.15
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Azkadina bahwa pekerja di depan komputer
selama > 4 jam secara terus menerus mempunyai risiko 3.5 kali lipat menderita CVS
dibandingkan < 4 jam.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Blehm et almenyatakan ada hubungan lama
penggunaan komputer mempengaruhi terjadinya CVS. Peningkatan jam kerja di depan
komputer tanpa diselingi oleh kegiatan lain dapat menurunkan kemampuan akomodasi akibat
pekerjaan mata yang selalu berulang atau terus menerus membuat mata berupaya untuk

8
Afiasi: Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. , No. ISSN Print: 2442-5885
Journal homepage: http://afiasi.unwir.ac.idISSN Online: 2622-3392

memfokuskan pandangan pada layar Visual Display Terminal (VDT) sehingga menimbulkan
gejala CVS pada pekerja komputer.16
Hasil penelitian ini juga tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Amira yang
menyatakan bahwa jarak penglihatan tidak berhubungan secara signifikan dengan kejadian CVS
pada pekerja di RSI Sultan Agung, RSUP dr.Kariadi, dan Bank Jateng.17
C. Hubungan Lama Istirahat Setelah Penggunaan Komputer dengan Kejadian Computer
Vision Syndrome (CVS) pada Pegawai di Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan
Pertanahan Kabupaten Indramayu
Berdasarkan dari hasil uji Chi-square denganvalue = 0,011 ( value > 0,05), sehingga
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan lama istirahat setelah penggunaan komputer dengan
kejadian Computer Vision Syndrome (CVS) pada pegawai di Dinas Perumahan, Kawasan
Permukiman dan Pertanahan Kabupaten Indramayu.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada pegawai di Dinas Perumahan, Kawasan
Permukiman dan Pertanahan Kabupaten Indramayu hal ini disebabkan paling banyak terjadi
pada pegawai yang menyempatkan istirahat selama kurang dari 10 menit. CVS berkurang secara
bermakna pada pekerja yang mengambil 5 menit istirahat selama 4 kali sepanjang waktu bekerja
mereka tanpa menurunkan produktivitas kerja. Beristirahat sekitar 2-3 menit setiap 15-20 menit
bekerja di depan depan komputer, atau 5 menit istirahat setelah bekerja selama 30 menit, atau 10
menit istirahat untuk 1 jam bekerja dengan komputer dan seterunya.
Menurut Amira frekuensi istirahat setelah menggunakan komputer terbukti menambah
kenyamanan dan merelaksasikan daya akomodasi mata. Melakukan istirahat kecil dengan
frekuensi 5-10 menit lebih baik dari pada isirahat panjang setiap 2-3 jam dari penggunaan
komputer. Setidaknya sepuluh 10 menit selama kerja komputer satu jam terus menerusdikaitkan
dengan CVS dan ini merupakan prediktor yang signifikan untuk CVS bila faktor lain
dikendalikan. Aturan yang paling banyak digunakan sekarang adalah aturan 20/20/20 yaitu
setelah bekerja selama 20 menit, sebaiknya mengalihkan pandangan dari monitor dengan
melihat obyek yang jauh sekitar jarak 20 feet (6 meter) selama 20 detik.18
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Logaraj, et
almenunjukkan bahwa siswa yang istirahat setelah setiap 2 jam penggunaan komputer terus-
menerus memiliki risiko lebih tinggi terkena penglihatan kabur, mata kering, dan leher dan nyeri
bahu dibandingkan dengan mereka yang mengambil istirahat setiap jam dan itu signifikan
secara statistik. Meskipun mereka yang mengambil istirahat setelah 3 jam penggunaan komputer
terus menerus lebih berisiko dibandingkan dengan mereka yang mengambil istirahat setiap jam,
tapi itu tidak signifikan secara statistik. Korelasi yang signifikan ditemukan antara frekuensi
waktu istirahat yang sedikit saat bekerja pada komputer dengan gejala penglihatan kabur.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Alma dan Asniar
menyatakan lama istirahat setelah menggunakan komputer/laptop (p=0,273) tidak berhubungan
secara signifikan dengan kejadian CVS pada mahasiswa FKep Unsyiah.

9
Afiasi: Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. , No. ISSN Print: 2442-5885
Journal homepage: http://afiasi.unwir.ac.idISSN Online: 2622-3392

Kesimpulan
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
1. Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin terbanyak pada perempuan yaitu sebanyak
32 responden (55,2%).
2. Distribusi frekuensi berdasarkan jarak penglihatan terbanyak pada yang jarak penglihatan
berisiko (> 50 cm) yaitu sebanyak 33 responden (56,9%).
3. Distribusi frekuensi berdasarkan lama penggunaan komputer terbanyak pada yang lama
penggunaan komputer berisiko (> 4 jam) yaitu sebanyak 31 responden (53,4%).
4. Distribusi frekuensi berdasarkan lama istirahat setelah penggunaan komputer terbanyak
pada yang lama istirahat setelah penggunaan komputer berisiko (> 10 menit) yaitu
sebanyak 32 responden (55,2%).
5. Jenis kelamin tidak berhubungandengan kejadian computer vision syndrome (CVS) pada
pegawai di Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kabupaten
Indramayu ( value = 0,520).
6. Jarak penglihatan berhubungan dengan kejadian computer vision syndrome (CVS) pada
pegawai di Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kabupaten
Indramayu ( value = 0,024).
7. Lama penggunaan komputer berhubungan dengan kejadian computer vision syndrome
(CVS) pada pegawai di Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan
Kabupaten Indramayu ( value = 0,020).
8. Lama istirahat setelah penggunaan komputer berhubungan dengan kejadian computer
vision syndrome (CVS) pada pegawai di Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan
Pertanahan Kabupaten Indramayu ( value = 0,011).

Saran
1. Bagi perusahan sebaiknya membuat poster/stiker bergambar yang perlu dilakukan sesuai
SOP dalam menggunakan komputer seperti posisi duduk yang baik, jarak pandang, dan
sebagainya.
2. Bagi pegawai pengguna komputer sebaiknya setiap 20 menit bekerja di depan komputer
untuk istirahat paling tidak 20 detik dengan melihat obyek atau benda yang jaraknya
sekitar 20 kaki untuk mencegah terjadinya Computer Vision Syndrome.
3. Sebaiknya semua komputer yang disediakan untuk bekerja di kantor harus menggunakan
anti radiasi sehingga meminimalisir kejadian Computer Vision Syndrome.

10
Afiasi: Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. , No. ISSN Print: 2442-5885
Journal homepage: http://afiasi.unwir.ac.idISSN Online: 2622-3392

Daftar Pustaka

1. Fitriani. S, A.D., Pratiri, Y. 2019. Faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Mata pada
Pekerja Las Listrik di Kecamatan Poasi Kota Kendari Tahun 2018. JIM Kesmas, Vol.4,
No.1, Hal.35-45.
2. Akinbinu, T.R., Mashalla, Y.J. 2014. Medical Practice and Review Impact of Computer
Technology on Health : Computer Vision Syndrome (CVS). Academic Journals. Vol.5, No.3,
Hal.20–30.
3. Kormen, B. 2019. Berjam-Jam di Depan Layar Komputer, Berisiko Terkena Computer
Vision Syndrome. Jakarta.
4. Depkes RI. 2014. Pedoman Kesehatan dan Kesehatan Kerja Instalasi Farmasi Rumah Sakit
(K3-IFRS). Jakarta: Depkes RI.
5. Ranasinghe, P., Wathurapatha, W.S., Perera, Y.S., Lamabadusuriya, D.A., Kulatunga S,
Jayawardana, N. 2016. Computer Vision Syndrome Among Computer Office Workers in a
Developing Country: an Evaluation of Prevalence and Risk Factors. BMC Research Notes,
9(1):1-9.
6. Shantakumari et al. 2014. Computer Use and Visionrelated Problems Among University
Students In Ajman, United Arab Emirate. Ann Medical Health Science Research, 4(2):
258–263.
7. Sen et all. 2017. A Study Of Computer-Related Upper Limb Discomfort And Computer
Vision Syndrome. Journal Human Ergonomic, 36: 45-50.
8. Reddy, S.C., Low, C.K., Lim, Y.P., Low, L.L., Mardina F., Nursaleha, M.P. 2013.
Computer Vision Syndrome: A Study of Knowledge and Practices In University Students.
journal of the Nepal Ophthalmic Society : NEPJOPH,5(10):161–8.
9. Nopriadi., Yuharika, P., Emy, L., Erna, Tresnanengsih. 2019. Faktor yang Berhubungan
dengan Kejadian Computer Vision Syndrome pada Karyawan Bank. Jurnal MKMI, Vol. 15
No.2, Hal.111-119.
10. Rosenfield, M. 2016. Computer Vision Syndrome : A Review of Ocular Causes and
Potential Treatments. Ophthalmic & Physiological Optics, 31:502–15.
11. Taptagaporn S, et al. 1995. Visual comfort in VDT workstation design. J Hum Ergol Tokyo.
12. Monaliza., Darwin, Karim., Siti, R.H.D. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan
Computer Vision Syndrome (CVS) pada Mahasiswa Keperawatan Universitas Riau. JOM
FKp, Vol. 5. No. 2, Hal.146-154.
13. Arum, D.P., Aulya, S., Junaid, L. 2020. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Computer Vision Syndrome (CVS) pada Pegawai PT. Media Kita Sejahtera Kendari. An-
Nadaa: Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol.7, No.1, Hal.41-47.
14. Rossignol, A. M., Morse, E. P., Summers, V. M., Pagnotto, L. D. 1987. Visual Display
Terminal Use and Reported Health Symptomps Among Massachusetts Clerical Worker.
Journal Occupation. Medical, 29:112-118.
15. Andi, A., Imam, P., Anissatul, F. 2017. Faktor Risiko Keluhan Computer Vision Syndrome
(CVS) pada Operator Warung Internet di Kecamatan Bojong Gede Kabupaten Bogor Tahun

11
Afiasi: Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. , No. ISSN Print: 2442-5885
Journal homepage: http://afiasi.unwir.ac.idISSN Online: 2622-3392

2017. HEARTY Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol.5, No.2.


16. Blehm, C., Vishnu, S., Khattak, A., Mitra, S., Yee, R.W. 2005. Computer Vision Syndrome:
A Review. Survey of Ophthalmology Internasional Review Journal, Vol.50, No.3, Hal.253-
262.
17. Amira, A. 2012. Hubungan Antara Faktor Risiko Individual dan Komputer Terhadap
Kejadian Computer Vision Syndrome. Skripsi. Program Pendidikan Sarjana Kedokteran
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang.
18. Logaraj, M., Madhupriya, V., dan Hegde, S. K. 2014. Computer Vision Syndrome and
Associated Factors Among Medical and Engineering Students In Chennai. Annals of
Medical and Health Sciences Research, 4 (2): 179-185.

12

Anda mungkin juga menyukai