Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENDAHULUAN

Mind Mapping

Interaksi Antara Agent dan Lingkungan

Rantai Penularan
Penyakit

Pengetahuan
Tentang Peran dan
Distribusi dan Istilah-Istilah
Perlu Epidemologi
Determinan Dalam
penyakit menular
Penyakit Menular Fokus Epidemologi
Penyakit Menular

Tujuan

Memperjelas Proses Infeksi Dengan Tujuan


Mengembangkan, Melaksanakan, Mengevaluasi
Langkah2 Pengendalian Penyakit HIV/AIDS
tersebut.

1.1 Latar Belakang Penelitian

Epidemi HIV/AIDS merupakan krisis global dan tantangan yang berat bagi pembangunan dan

kemajuan sosial (ILO, 2005). Jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia terus meningkat, salah satu

1
kasusnya pada tempat prostitusi di Kabupaten Kendal.

AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndromeatau Acquired Immune Deficiency Syndrome)

adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem

kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus. Virusnya bernama Human Immunodeficiency Virus

(atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang

terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena

penyakit. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus,

namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.

Tempat prostitusi salah satu faktor penyebaran HIV/AIDS terbanyak, dan kasus di

Kabupaten Kendal menutup suatu tempat prostitusi tersebut dengan tujuan meminimalisir

penyebaran virus HIV/AIDS. Hal tersebut membuat penduduknya kembali ke tempat asalnya,

namun masih saja kasus HIV/AIDS di Kabupaten Kendal meningkat.

Infeksi HIV tidak menimbulkan gejala yang spesifik, sehingga resiko penularannya juga

sangat mudah. Adanya penyakit HIV menimbulkan stigma buruk masyarakat terhadap

penderitanya, bahkan menganggap bahwa penyakit tersebut sebagai kutukan. Beberapa orang

menghindari bahkan menghina pengidap penyakit tersebut.

Edukasi pencegahan dan edukasi perubahan pola pikir masyarakat terhadap virus tersebut

adalah satu-satunya cara menangani epidemi HIV dan melindungi pengidapnya. Pengidap HIV

berhak mempunyai kehidupan normal walaupun hingga saat ini obat dari penyakit tersebut belum

ditemukan. Epidemiologi Penyakit Menular sangatlah penting dipelajari terutama pada penyakit

HIV/AIDS sehingga aplikasi pencegahan penularan penyakit menular dapat mengurangi risiko terhadap

generasi penerus bangsa Indonesia. Berdasarkan kasus diatas maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dalam rangka penulisan skripsi “EPIDEMOLOGI PENYAKIT MENULAR HIV/AIDS

DI KABUPATEN KENDAL”.
2
1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan adanya kasus tentang epdiemi penyakit HIV/AIDS telah terjadi

Epidemiologi Penyakit Menular sangatlah penting dipelajari terutama pada penyakit HIV/AIDS

sehingga aplikasi pencegahan penularan penyakit menular dapat mengurangi risiko terhadap

generasi penerus bangsa Indonesia.. Dengan demikian, dalam penelitian diajukan pertanyaan

sebagai sebagai berikut:

1. Apakah faktor penyebab AIDS?

2. Bagaimana penyebaran virus HIV dan cara mencegah penyebaran tersebut?

3. Bagaimana sikap masyarakat terhadap pengidap penyakit tersebut?

4. Bagaimana evaluasi pelayanan kesehatan dan program pencegahan HIV/AIDS di

Indonesia?

3
1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang akan dicapai dengan adanya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi penyebab penyakit dan faktor risiko terkait

2. Menentukan seberapa luas atau banyak penyakit ditemukan di populasi. Hal ini bertujuan

untuk mengoptimalkan perencanaan pelayanan dan fasilitas kesehatan.

3. Mempelajari riwayat penyakit alamiah dan prognosis penyakit

4. Mengevaluasi pelayanan dan pencegahan kesehatan yang sudah ada dan yang terbarukan

5. Menyediakan dasar dalam mengembangkan kebijakan kesehatan terkait dengan masalah

lingkungan, isu genetik dan pertimbangan lain menyangkut pencegahan penyakit dan

promosi kesehatan.

Manfaat Penelitian

1. Bagi Mayarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh manfaat berbagai informasi terhadap

faktor dan resiko untuk mengurangi masalah penyakit HIV/AIDS.

2. Bagi FasKes

Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi program pencegahan

serta penanganan kasus HIV/AIDS di Kabupaten Kendal.

3. Bagi Penulis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi jawaban atas permasalahan yang diteliti dan

mendapatkan manfaat untuk kepentingan bekerja.


4
4. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan bacaan dan referensi, sehingga

mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan mengenai bidang terkait.

5
1.4 Ruang Lingkup Epidemologi

1. Ruang Lingkup Keilmuan

Penelitian ini adalah salah satu bagian dari ilmu kesehatan masyarakat yang terdiri dari

pengamatan, pengujian hipotesis, penyebab penyakit menular HIV/AIDS pada populasi.

2. Ruang Lingkup Masalah

Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah epidemologi penyakit menular

HIV/AIDS. Dalam penelitian ini penulis membatasi masalah pada penyebab penyebaran

virus HIV/AIDS karena ditutupnya tempat prostitusi di Kabupaten Kendal.

3. Ruang Lingkup Sasaran

Sasaran dari penelitian ini adalah penduduk yang didiagnosis mengidap HIV/AIDS dan

perkembangan bertambahnya jumlah yang terjangkit virus tersebut periode tahun 2018 –

2020.

4. Ruang Lingkup Lokasi

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Laboratorium Dinas Kesehatan Kabupaten Kendal

5. Ruang Lingkup Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2020.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum

2.1.1 Definisi Epidemologi Penyakit Menular

Epidemiologi penyakit menular merupakan studi epidemiologi yang berfokus pada distribusi

dan determinan penyakit menular. Penyakit menular adalah penyakit yang disebabkan oleh agen

infeksius (virus, bakteri, atau parasit) tertentu yang timbul melalui transmisi agen dari orang yang

terinfeksi, hewan, atau reservoir lainnya ke pejamu (host) yang rentan baik secara langsung

maupun tidak langsung melalui perantara seperti media air, udara, vektor, tanaman, dan

sebagainya[8]. Nelson (2014), Epidemiologi penyakit menular mencakup evaluasi faktor yang

menyebabkan infeksi oleh agen, faktor yang mempengaruhi transmisi agen, dan faktor-faktor yang

berhubungan dengan penyakit klinis pada pejamu (host) yang terinfeksi[13].

Dalam mempelajari epidemiologi penyakit menular, kita perlu memahami rantai penularan

penyakit menular. Rantai penularan penyakit adalah semua rangkaian/cara bagaimana penyakit

menular dapat menyebar[14]. Penyakit menular terjadi karena adanya interaksi antara agen, pejamu

(host) dan lingkungan (environment) serta proses transmisi diantaranya. Penyakit ini memiliki

berbagai efek yang bervariasi, mulai dari infeksi, kemudian kondisi normal seperti biasa (tanpa

tanda-tanda atau gejala), kemudian penyakit bertambah parah dan berakhir pada kecacatan bahkan

kematian. Pengendalian penyakit menular dapat dilakukan dengan memutus salah satu rantai

penularan atau melakukan perubahan pada satu atau lebih dari komponen ini, yang semuanya

dipengaruhi oleh lingkungan.

7
Tujuan utama epidemiologi penyakit menular adalah untuk memperjelas rantai penularan

penyakit atau proses infeksi dengan tujuan mengembangkan, melaksanakan dan mengevaluasi

langkah-langkah pengendalian penyakit dengan tepat sehingga penyakit menular tersebut tidak

menjadi masalah kesehatan masyarakat yang begitu berarti. Sebelum dilakukan intervensi dalam

pengendalian penyakit menular, diperlukan pengetahuan mengenai masing-masing faktor yang

berperan dalam rantai penularan penyakit kecuali untuk penyakit yang memiliki rantai penularan

khusus/spesifik[9]. Misalnya, HIV dapat dicegah dengan penggunaan kondom pada kelompok

berisiko tinggi tertular dan menularkan HIV, tetapi pengetahuan tentang pentingnya kondom saja

tidak dapat mencegah penularan HIV tanpa kesadaran dan komitmen negara untuk memfasilitasi

akses terhadap kondom pada kegiatan seks berisiko sehingga epidemik HIV dapat ditekan

jumlahnya di Indonesia.

Epidemiologi mempelajari kelompok mana (person), di mana (place), dan kapan (time) dari

populasi yang terkena penyakit. Epidemiologi mendeskripsikan siapa yang merupakan kasus,

dimana mereka berada, berapa umur mereka, karakteristik umum apa yang dimiliki oleh kelompok

tersebut, serta dugaan awal mengapa kasus-kasus muncul demikian banyak di suatu area tertentu

tetapi tidak demikian di area lain. Epidemiologi mendeskripsikan pola kolektif penyakit yang

terbentuk oleh kumpulan kasus-kasus tersebut, mendeteksi kecenderungan (trends) insidensi

penyakit, merunut perubahan karakter penyakit, mengidentifikasi kelompok berisiko tinggi, dan

menaksir besarnya beban penyakit. Epidemiologi deskriptif memberikan dua kegunaan. Pertama,

pengetahuan tentang distribusi penyakit pada populasi berguna untuk membuat perencanaan

kesehatan dan evaluasi program kesehatan. Kedua, hasil studi epidemiologi deskriptif berguna

untuk merumuskan hipotesis tentang hubungan paparan-penyakit, yang akan diuji lebih lanjut

dengan studi epidemiologi analitik (Hennekens dan Buring, 1987).

8
2.1.2 Definisi, Penularan, dan Gejala Klinis

a. Definisi HIV/AIDS

Menurut family health internasional, Human Immunodeficiency Virus (HIV) berarti virus

yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Virus ini adalah retrovirus, yang berarti virus

yang menggunakan sel tubuhnya sendiri untuk memproduksi kembali dirinya. Infeksi virus ini

menurunkan sistem kekebalan tubuh yang menimbulkan gejala penyakit infeksi oportunistik atau

kanker tertentu dan bersifat sindroma yang disebut AIDS (Duarsa, 2005).

Pada umumnya AIDS disebabkan HIV-1 dan beberapa kasus di Afrika tengah disebabkan

HIV-2 yang merupakan homolog HIV-1. Keduanya merupakan virus lenti yang menginfeksi sel

CD4+ T yang memiliki reseptor dengan afinitas tinggi untuk HIV, makrofag, dan jenis sel lain

(Baratawidjaja and Rengganis, 2009). HIV-1 dan HIV-2 adalah satu-satunya Lentivirus yang

menginfeksi manusia (Fauci and Lane, 2008).

Struktur virus HIV-1 terdiri atas 2 untaian RNA identik yang merupakan genom virus yang

berhubungan dengan p17 dan p24 berupa inti polipeptida. Semua komponen tersebut diselubungi

envelop membran fosfolipid yang berasal dari sel pejamu. Protein gp120 dan gp41 yang disandi

virus ditemukan dalam envelop. Retrovirus HIV terdiri dari lapisan envelop luar glikoprotein yang

mengelilingi suatu lapisan ganda lipid. Kelompok antigen internal menjadi protein inti dan

penunjang (Baratawidjaja and Rengganis, 2009).

b. Penularan

HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yaitu virus yang melemahkan

system kekebalan tubuh. AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrom yang
9
berarti kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya kekebalan tubuh yang bersifat diperoleh

(bukan bawaan)( Kusmiran, 2011). Huda (2013) menjelaskan bahwa penyebab kelainan pada AIDS

adalah suatu agen viral yang disebut HIV (Human Immunodeficiency Virus) dari kelompok virus

yang dikenal retrovirus yang disebut Lympadenopathy Associated Virus (LAV) atau Human T-Cell

Leukemia Virus (HTL-III yang juga disebut Human T-Cell Lymphotropic Virus (retrovirus).

Penularan HIV yang diketahui dan diakui saat ini adalah melalui hubungan seksual (homo

maupun heteroseksual), darah (termasuk penggunaan jarum suntik), dan transplasental/perinatal

(dari ibu ke anak yang akan lahir). Ada lima unsur yang perlu diperhatikan pada penularan suatu

penyakit yaitu: sumber infeksi, vehikulum/media perantara, hospes yang rentan, tempat keluar dan

tempat masuk hospes baru (Irianto, 2013).

- Transmisi Seksual

Hubungan seksual (penetrative sexual intercourse) baik vaginal maupun oral merupakan cara

transmisi yang paling sering terutama pada pasangan seksual pasif yang menerima ejakulasi semen

pengidap HIV. Diperkiran tiga per empat pengidap HIV di dunia mendapatkan infeksi dengan cara

ini. HIV dapat ditularkan melalui hubungan seksual dari pria-wanita, wanita-pria, dan pria-pria.

Selama hubungan seksual berlangsung, air mani, cairan vagina, dan darah dapat mengenai selaput

lendir vagina, penis, dubur atau mulut sehingga HIV yang terdapat dalam cairan tersebut masuk ke

aliran darah. Selama berhubungan juga bisa terjadi lesi mikro pada dinding vagina, dubur, dan

mulut yang bisa menjadi jalan HIV untuk masuk ke aliran darah pasangan seksual (Nursalam dan

Ninuk, 2011).

- Transmisi Nonseksual

Penularan virus HIV non seksual terjadi melalui jalur pemindahan darah atau produk darah

(transfusi darah, alat suntik, alat tusuk tato, tindik, alat bedah, dan melalui luka kecil di kulit), jalur

transplantasi alat tubuh, jalur transplasental yaitu penularan dari ibu hamil dengan infeksi HIV

10
kepada janinnya (Murtiastutik, 2008). Transmisi HIV non seksual dapat terjadi pula pada petugas

kesehatan yang merawat penderita HIV/AIDS dan petugas laboratorium yang menangani spesimen

cairan tubuh yang berasal dari penderita. Penularan terjadi karena tertusuk jarum suntik yang

sebelumnya digunakan penderita atau kulit mukosa yang terkena cairan tubuh penderita (Irianto,

2013).

Ditularkan melalui:

1. Hubungan seksual (anal, oral, vaginal) yang tidak terlindungi (tanpa kondom)

dengan orang yang telah terinfeksi HIV.

2. Jarum suntik/tindik/tato yang tidak steril dan dipakai bergantian.

3. Mendapatkan transfusi darah yang mengandung virus HIV.

4. Ibu penderita HIV positif kepada bayinya ketika dalam kandungan, saat melahirkan atau

melalui air susu ibu (ASI).

HIV dapat menular melalui cairan tubuh seperti darah, semen atau air mani, cairan vagina,

Air Susu Ibu (ASI) dan cairan lain yang mengandung darah (family health internasional).

Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu : kontak seksual, kontak dengan darah

atau secret yang infeksius, ibu ke anak selama masa kehamilan, persalinan dan pemberian ASI

(Zein, 2006).

Dilihat dari cara penularan, proporsi penularan HIV melalui hubungan seksual (baik

heteroseksual maupun homoseksual) sangat mendominasi yaitu mencapai 60%. Sedangkan

penularan melalui jarum suntik sebesar 30%, dan sebagian lainnya tertular melalui ibu dan anak

(kehamilan), transfusi darah serta melalui pajanan saat bekerja (HTA, 2010).

Perilaku yang mempunyai resiko tinggi dan sering kali ada hubungannya dengan infeksi HIV

antara lain hubungan seksual, baik heteroseksual maupun homoseksual (Anastasya, 2010),

11
penetrasi seks yang tidak aman dengan seseorang yang telah terinfeksi. penularan melalui

hubungan heteroseksual adalah yang paling dominan dari semua cara penularan (Zein, 2006).

Infeksi HIV dapat menular melalui Transfusi darah atau produk darah yang terkontaminasi

HIV (Mariam, 2010). Lima sampai sepuluh persen dari infeksi HIV di dunia ditularkan melalui

transfusi dari darah dan produk darah terkontaminasi HIV (HTA, 2009). Tetapi, Kejadian ini

semakin berkurang karena sekarang sudah dilakukan tes antibodi-HIV pada seorang donor

(Siahaan, 2011).

Penularan HIV melalui jarum suntik dan alat tusuk lainnya seperti alat tindik yang

terkontaminasi, biasanya terjadi akibat Penyalahgunaan obat-obat terlarang dengan menggunakan

pemakaian jarum suntik yang terkontaminasi secara bergantian. Paramedis dapat terinfeksi HIV

oleh goresan jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk ke dalam tubuh

yang terkontaminasi dengan virus HIV (Zein, 2006).

Menurut Jawetz (2001) dalam Mariam (2010), Penularan dari ibu ke bayi bisa terinfeksi di

dalam rahim, selama proses persalinan, atau melalui Air Susu Ibu (ASI). Sekitar 30% dari infeksi

terjadi di dalam rahim dan 70% saat kelahiran. Data menunjukkan bahwa sepertiga sampai separuh

infeksi HIV perinatal di Afrika disebabkan oleh ASI. Penularan selama menyusui biasanya terjadi

pada 6 bulan pertama setelah kelahiran.

c. Patogenesis HIV.AIDS

Virus masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui perantara darah, semen dan sekret

vagina. Sebagian besar penularan terjadi melalui hubungan seksual. Jika virus masuk ke dalam

tubuh penderita (sel hospes), maka RNA virus diubah menjadi DNA oleh enzim reverse

transcriptase yang dimiliki oleh HIV, DNA pro-virus tersebut kemudian diintegrasikan ke dalam

sel hospes dan selanjutnya diprogramkan untuk membentuk gen virus (Daili, 2009). HIV

menyerang jenis sel tertentu, yaitu sel-sel yang mempunyai antigen permukaan CD4, terutama

12
sekali limposit T4 yang memegang peranan penting dalam mengatur dan mempertahankan sistem

kekebalan tubuh. Selain limfosit T4, virus juga dapat menginfeksi sel monosit dan makrofag, sel

langerhas pada kulit, sel dendrit folikuler pada kelenjar limfe, makrofag pada alveoli paru, sel

retina, sel serviks uteri dan sel-sel mikroglia otak. Virus yang masuk ke dalam limfosit T4

selanjutnya mengadakan replikasi sehingga menjadi banyak dan akhirnya menghancurkan sel

limfosit itu sendiri (Daili, 2009).

Sistem kekebalan tubuh menjadi lumpuh akibat hancurnya limposit T4 secara besar-besaran

yang mengakibatkan timbulnya berbagai infeksi oportunistik dan keganasan yang merupakan

gejala-gejala klinis AIDS. Perjalanan penyakit lambat dan gejala-gejala AIDS rata-rata baru timbul

10 tahun sesudah infeksi (Daili, 2009).

d. Gejala Klinis HIV/AIDS

Menurut Soedarto (2009), gejala klinis HIV adalah sebagai berikut:

1. HIV Stadium I Bersifat asimptomatik, aktivitas normal dan dijumpai adanya limfadenopati

Generalisata Persisten (LGP): yakni pembesaran kelenjar getah bening di beberapa tempat

yang menetap.

2. HIV Stadium II Berat badan menurun 10%, terjadi diare kronis yang berlangsung lebih dari

satu bulan, demam berkepanjangan lebih dari satu bulan.

3. HIV Stadium III Berat badan menurun >10%, terjadi diare kronis yang berlangsung lebih

dari satu bulan, demam berkepanjangan lebih dari satu bulan.

4. HIV Stadium IV Berat badan menurun >10%, gejala-gejala infeksi pneumosistosis, TBC,

kriptokokosis, herpes zoster dan infeksi lainnya sebagai komplikasi turunnya sistem imun.

Menurut Nursalam dan Ninuk (2011), gejala klinis pada stadium AIDS dibagi menjadi gejala

mayor dan minor. Gejala mayor terdiri dari: penurunan berat badan >10% dalam tiga bulan,

13
demam yang panjang atau lebih dari tiga bulan, diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun

terus menerus, dan TBC. Gejala minor terdiri dari: batuk kronis selama lebih dari satu bulan,

infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan jamur Candida Albicans. Pembengkakan kelenjar

getah bening yang menetap, munculnya herpes zoster, berulang dan bercak-bercak gatal diseluruh

tubuh.

e. Diagnosis

Tanda dan gejala pada infeksi HIV awal bisa sangat tidak spesifik dan menyerupai infeksi

virus lain yaitu: letargi, malaise, sakit tenggorokan, mialgia (nyeri otot), demam dan berkeringat.

Pasien mugkin mengalami beberapa gejala, tetapi tidak mengalami keseluruhan gejala tersebut di

atas. Pada stadium awal, pemeriksaan laboratorium merupakan cara terbaik untuk mengetahui

apakah pasien terinfeksi virus HIV atau tidak (Nursalam dan Ninuk, 2011).

Diagnosis laboratorium dapat dilakukan dengan dua metode:

a. Langsung: yaitu isolasi virus dari sampel, umumnya dilakukan dengan menggunakan

mikroskop elektron dan deteksi antigen virus. Salah satu cara deteksi antigen virus yang makin

popular belakangan ini adalah PCR (polymerase chain reaction) (Daili, 2009). PCR untuk DNA

dan RNA virus HIV sangat sensitif dan spesifik untuk infeksi HIV. Tes ini sering digunakan bila

hasil tes yang lain tidak jelas (Nursalam dan Ninuk, 2011).

b. Tidak Langsung: dengan melihat respon zat anti spesifik, misalnya dengan ELISA,

western blot, immunofluorescent assay (IFA), atau radioimmunoprecipitation assay (RIPA).

Untuk diagnosis HIV yang lazim dipakai:

- ELISA (enzyme-linked immunoabsorbent assay)

Tes skrining yang digunakan untuk mendiagnosis HIV adalah ELISA (enzyme-linked

immunoabsorbent assay). Untuk mengidentifikasi antibodi terhadap HIV, tes ELISA sangat

sensitif, tapi tidak selalu spesifik, karena penyakit lain bisa juga menunjukkan hasil positif.

14
Beberapa penyakit yang bisa menyebabkan false positif, antara lain adalah penyakit

autoimun, infeksi virus, atau keganasan hematologi. Kehamilan juga bisa menyebabkan false

positif (Nursalam dan Ninuk, 2011). Tes ini mempunyai sensitivitas tinggi yaitu sebesar

98,1%-100%. Biasanya tes ini memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi. Hasil

positif harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan western blot (Daili, 2009).

- Western Blot

Western Blot merupakan elektroforesis gel poliakrilamid yang digunakan untuk mendeteksi

rantai protein yang spesifik terhadap DNA. Jika tidak ada rantai protein yang ditemukan,

berarti hasil tes negatif. Sedangkan bila hampir atau semua rantai protein ditemukan, berarti

hasil tes positif. Tes Western Blot mungkin juga tidak bisa menyimpulkan seseorang

menderita HIV atau tidak. Oleh karena itu, tes harus diulang lagi setelah dua minggu dengan

sampel yang sama. Jika tes Western Blot tetap tidak bisa disimpulkan, maka tes Western Blot

harus diulang lagi setelah enam bulan. Jika tes tetap negatif maka pasien dianggap HIV

negatif (Nursalam dan Ninuk, 2011). Western Blot mempunyai spesifisitas tinggi yaitu

99,6%-100%. Pemerikasaannya cukup sulit, mahal, dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam

(Daili, 2009).

15
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Desain dalam penelitian ini menggunakan studi kasus berdasarkan analisa pengkajian, grafik

diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Data penelitian dikumpulakan berdasarkan data

dari Dinas Kesehatan Kendal. Analisis data yang dilakukan pada studi kasus epidemologi penyakit

menular HIV/AIDS di Kabupaten Kendal menganalisis wilayah penyebaran, bertambah atau

berkurangnya penularan penyakit tersebut, dan evaluasi nakes terhadap kasus tersebut.

Penalaran epidemiologis (epidemiologic reasoning) merupakan pola sistematis dan logis

untuk menarik kesimpulan kausal (causal inference) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi atau

menyebabkan penyakit pada populasi. Penalaran epidemiologis dimulai dengan menganalisis

distribusi penyakit pada populasi (epidemiologi deskriptif), yang menimbulkan suatu kecurigaan

(suspicion) bahwa paparan suatu faktor berpengaruh terhadap terjadinya penyakit. Kecurigaan

tentang penyebab penyakit kemudian dirumuskan dalam pernyataan prediktif yang disebut

hipotesis. Hipotesis itu kemudian diuji dengan data yang dikumpulkan secara sistematis melalui

pengamatan atau eksperimentasi (epidemiologi analitik). Data yang dikumpulkan dianalisis untuk

menentukan apakah terdapat hubungan (asosiasi) statistik antara paparan faktor tersebut dengan

penyakit yang diteliti.

3.1 Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini menggunakan Survey cross sectional ialah suatu penelitian untuk

mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan,

observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach). Artinya, tiap

subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter
16
atau variabel subjek pada saat pemeriksaan. Hal ini tidak berarti bahwa semua subjek penelitian

diamati pada waktu yang sama. Desain ini dapat mengetahui dengan jelas mana yang jadi pemajan

dan outcome, serta jelas kaitannya hubungan sebab akibatnya

Penelitian cross-sectional ini, peneliti hanya mengobservasi fenomena pada satu titik waktu

tertentu. Penelitian yang bersifat eksploratif, deskriptif, ataupun eksplanatif, penelitian cross-

sectional mampu menjelaskan hubungan satu variabel dengan variabel lain pada populasi yang

diteliti, menguji keberlakuan suatu model atau rumusan hipotesis serta tingkat perbedaan di antara

kelompok sampling pada satu titik waktu tertentu. Namun penelitian cross-sectional tidak memiliki

kemampuan untuk menjelaskan dinamika perubahan kondisi atau hubungan dari populasi yang

diamatinya dalam periode waktu yang berbeda, serta variabel dinamis yang mempengaruhinya.

Adapun jenis dan sumber yang akan dipergunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu:

1. Data Sekunder

Data sekunder adalah data penelitian yang diperoleh penulis secara tidak langsung

melalui media perantara yang diperoleh dan dicatat oleh pihak lain.

2. Bahan Sekunder

Data diperoleh dari pihak yang sudah mengumpulkan data itu sebelumnya dimana

pembaca data tinggal langsung membaca atau memperolehnya secara tertulis dari

pengumpul data pertama. Data diperoleh dari pengumpulan pihak Dinas Kesehatan

Kendal dari tahun 2018 – Februari 2021.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Adapun metode pengumpulan data yang dilakukan penulis adalah dengan:

1. Studi Pustaka

Penelitian Pustaka dilakukan untuk mengumpulkan sejumlah data meliputi bahan

pustaka yang bersumber dari buku-buku, artikel-artikel ilmiah yang dimuat di Jurnal
17
baik dalam bentuk media cetak maupun yang dimuat di internet.

2. Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan metode Cross section / insidentil yaitu data yang

dikumpulkan pada suatu waktu tertentu. 

3. Tehnik Pengumpulan Data

Tehnik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tehnik wawancara tidak terstruktur. Wawancara
tidak terstruktur adalah wawancara bebas, yaitu peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang
berisi pertanyaan yang akan diajukan secara spesifik, dan hanya memuat poin-poin penting masalah yang
ingin digali dari responden. Data yang dikumpulkan dapat bersifat fakta, pendapat, keinginan, dan
pengalaman sehingga dapat dijadikan evaluasi untuk mengurangi penyebaran HIV/AIDS.

3.3 Metode Penyajian Data

Data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian baik primer maupun sekunder

dianalisis secara kualitatif kemudian disajikan secara deskriptif, yaitu dengan menjelaskan,

menguraikan, dan menggambarkan permasalahan beserta penyelesaiannya yang berkaitan

erat dengan penulisan ini.

3.4 Metode Analisis Data

Analisis data yaitu proses pengumpulan data yang didasarkan atas segala data yang

sudah diolah. Analisis data yang dilakukan secara deskriptif analisis, yaitu setelah

terkumpul, diseleksi kemudian disusun secara teratur dan sistematis untuk mengadakan

analisa dengan menggunakan berbagai ketentuan atau peraturan maupun pendapat para ahli

mengenai penerapan hukum berkaitan dengan tindak pidana oleh anak dan perlindungan

anak.

Penggunaan teknik analisis kualitaif mencakup semua data penelitian yang telah

18
diperoleh dari data, agar membentuk deskripsi yang mendukung kualifikasi kajian ini

sehingga dapat memecahkan objek permasalahan yang diteliti.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Pertumbuhan Kasus

Hasil penelitian berdasarkan pertumbuhan kasus virus HIV/AIDS dikabupaten

kendal disebabkan faktor wilayah dan ditutupnya tempat prostitusi. Kabupaten Kendal

diapit dua lokalisasi besar di perbatasan pantura (Batang-Semarang). Pekerja Seks

Komersial (PSK) sebagian besar berpindah menjadi warga Kendal yang berpotensi

menjadi penyebab penyebaran. Selain itu, Kabupaten Kendal sebagai penyumbang Tenaga

Kerja Wanita (TKW) terbesar di Jawa Tengah, sebagian besar wanita pergi meninggalkan

kampung halaman selama 2 – 3 tahun untuk bekerja maupun sekolah di luar negri

meninggalkan suami, sehingga berpotensi HRM. Daerah SIBOLI mempunyai beragam

hotel dan karaoke. Serta mapping LSL di Kabupaten Kendal oleh LSM sudah ada 750

dampingan yang dibagi per kecamatan, ada juga LSL yang biseks mempunyai istri juga.

Berikut grafik kumulatif HIV/AIDS di Kabupaten Kendal tahun 2000-2021 (Februari):

19
1500
1400
1300
1200 1149
1133
1100 1026
1000 889
900
800 770
700 638
600 538
500 433
400 341
300 261
213
200
167
126
100 1 1 3 10 15 19 30 56 82
0

(Tabel 1.1) Grafik Kumulatif HIV/AIDS Di Kab. Kendal Th. 2000-2021 (Februari)

Berikut grafik kasus HIV/AIDS di Kabupaten Kendal tahun 2000-2021 (Februari):

20
(Tabel 1.2) grafik kasus HIV/AIDS di Kab. Kendal TH. 2000-2021 (Februari)

Hasil pemeriksaan menunjukkan kasus HIV/AIDS semakin meningkat. Adapula

pemeriksaan beberapa penyakit. Berikut grafik Infeksi Oportunistik Kasus AIDS TH. 2017.

80
70
70
60
52
50 46
40 34
30
20 17
12
10
0 0 0 0 0 0
0

21
(Tabel 1.3) Grafik kasus Oportunistik Kasus AIDS TH. 2017.

4.1.2 Proporsi Berdasarkan Jenis Kelamin

Hasil penelitian berdasarkan perkembangan kasus HIV /AIDS menunjukkan

semakin meningkat. Penyebab meningkatnya dikarenakan penularan yang terjadi

melalui luka atau perlukaan kontak dengan cairan tubuh HIV, hubungan seksual, IDU,

transfusi darah atau transplantasi organ, dan Ibu ke bayi. Berikut proporsi kasus HIV /

AIDS

berdasarkan jenis kelamin, umur, dan jenis pekerjaan:

1) Grafik proporsi kasus HIV/AIDS menurut jenis kelamin menggambarkan

perbandingan yang mudah terkena virus HIV/AIDS:

22
P; 216;
43% L; 287;
L; 253; 57%
39%
P; 393;
61%

HIV AIDS
Total : 646 Total : 503

Tabel 1.4 Grafik proporsi kasus HIV/AIDS menurut jenis kelamin

di Kab. Kendal Th. 2000-2021 (Februari)

2) Grafik presentase faktor resiko HIV/AIDS menggambarkan perbandingan faktor

resiko penyebab HIV/AIDS:

100
80 77.6

60
40
19.6
20
2.6 0.2
0
Homosex Heterosex Perinatal Pengguna
Narkoba Suntik

Tabel

1.5 Presentase Faktor Resiko HIV/AIDS di KAB.KENDAL 2000 sd 2021 (Februari)

3) Berikut presentase sebaran kasus HIV & AIDS menurut jenis pekerjaan di
23
Kabupaten Kendal tahun 2000-2021 (Februari):

Total 1419

Gambar 4.1 Sebaran Kasus HIV & AIDS Menurut Jenis Pekerjaan

di Kab. Kendal Th. 2000-2021 (Februari)

4) Berikut presentase sebaran umur kasus HIV & AIDS di Kabupaten Kendal tahun

2000-2021 (Februari):

Gambar 4.2 Sebaran Kasus HIV & AIDS Menurut Umur

di Kab. Kendal Th. 2000-2021 (Februari)

5) Berikut presentase sebaran wilayah kasus HIV & AIDS dan fasilitas kesehatan di

24
wilayah tersebut:

Gambar 4.3 Sebaran Kasus HIV & AIDS Berdasarkan Wilayah

di Kab. Kendal Th. 2000-2021 (Februari)

4.1.3 Hasil Pemeriksaan

Hasil pemeriksaan berdasarkan umur, pekerjaan, dan jenis kelamin. Tenaga kesehatan

melakukan perawatan untuk kasus HIV yang dilakukan di Klinik CST Kabupaten

Kendal. Berikut data laporan perawatan HIV Klinik CST Kabupaten Kendal tahun

2018 hingga tahun 2021 dan sebaran kumulatif HIV/AIDS di Kabupaten Kendal:

1.) Laporan Perawatan HIV Klinik CST Kab. Kendal (S.d Desember 2018)

25
Gambar 4.4 Laporan Perawatan HIV Klinik CST Kab. Kendal (S.d Desember 2018)

2.) Laporan Perawatan HIV Klinik CST Kab. Kendal (S.d DESEMBER 2019)

Gambar 4.5 Laporan Perawatan HIV Klinik CST Kab. Kendal (S.d Desember 2019)

3.) Laporan Perawatan HIV Klinik CST Kab. Kendal (S.d Desember 2020)

26
Gambar 4.4 Laporan Perawatan HIV Klinik CST Kab. Kendal (S.d Desember 2020)

4.) Laporan Perawatan HIV Klinik CST Kab. Kendal (S.d Februari 2021)

Gambar 4.4 Laporan Perawatan HIV Klinik CST Kab. Kendal (S.d Februari 2021)

5.) Sebaran kumulatif kasus HIV/AIDS di Kab. Kendal


27
JUMLAH
N
KECAMATAN
PENDERITA
O
HIV AIDS
1 PLANTUNGAN 5 9
2 PAGERUYUNG 12 13
3 PATEAN 16 20
4 SUKOREJO 17 11
5 LIMBANGAN 4 7
6 BOJA 27 19
7 SINGOROJO 17 33
8 KALIWUNGU 119 40
KALIWUNGU

9 SELATAN 21 26
10 BRANGSONG 18 13
11 PEGANDON 19 20
12 NGAMPEL 16 20
13 WELERI 28 37
14 ROWOSARI 31 37
15 GEMUH 26 30
16 RINGINARUM 28 28
17 CEPIRING 30 29
18 KANGKUNG 17 15
19 PATEBON 17 20
20 KENDAL 19 19
LUAR

21 WILAYAH 159 57
  JUMLAH 646 503

28
4.2 Analisa

4.2.1 Hasil Analisa

Penanganan HIV/AIDS memerlukan perhatian yang serius dari berbagai pihak.. Hal ini

terutama karena penyakit ini mengakibatkan penurunan daya tahan tubuh yang akhirnya dapat

menurunkan kualitas hidup dan produktifitas bangsa hingga berujung kematian. Hasil analisa

memberikan SPM (Standar Pelayanan Minimal) untuk menangani kasus HIV/AIDS. Hasil Standar

29
pelayanan tersebut berdasarkan kasus yang terjadi pada WPS (Wanita Penjaja Seks), LSL (Lelaki

Seks Lelaki), Waria (Wanita Pria), TB (Tuberkolusis), Bumil (Ibu Hamil). Berikut capaian SPM

(Standar Pelayanan Minimal) HIV/AIDS tahun 2016 hingga tahun 2020:

1. CAPAIAN SPM HIV/AIDS KENDAL TAHUN 2016-2020

25000

20000

15000

10000

5000

0
WPS Waria LSL TB Bumil

30
4.1 Tabel Capaian SPM HIV/AIDS Kab. Kendal Tahun 2016-2020

Berikut Tabel Capaian SPM HIV/AIDS Kab. Kendal Tahun 2016-2020:

No Kelompok Proyeksi Pemetaan/ Diperiksa Kinerja SPM HIV Kinerja SPM


Beresiko Estimasi Penemuan HIV (%) VERSI HIV (%)
Terinfeksi TERLAPORKAN VERSI PMK
HIV

(1) (2) (3) (4) (5) (5)/(3) (5)/(4)


1 Ibu Hamil
16,700 17,665 17,665 106 100
2 Penderita
2,858 1,069 338 12 32
TB
3 Penjaja
195 412 412 211 100
Seks
4 LSL
300 119 119 40 100
5 Waria
36 33 33 92 100
  TOTAL
20,089 19,298 18,567 92.4 96.2

- Tabel 4.2 Tabel Capaian SPM HIV/AIDS Kab. Kendal Tahun 2016-2020

Berikut grafik kunjungan layanan tes HIV/AIDS untuk sasaran SPM (Standar Pelayanan

Minimum) Kabupaten Kendal:

3500
3000
2500
2000 Bumil
TB
1500 LSL
1000 Waria
WPS
500
31
0
Tabel 4.3 Grafik Kunjungan Layanan Tes HIV Sasaran SPM Kab. Kendal 2018

Berikut tabel capaian SPM program HIV/AIDS Kab. Kendal 2018:

No Faskes WPS Waria LSL TB Bumil

1 Boja 1 41     8 699

2 Boja 2       2 220

3 Brangsong 1     1 1 413

4 Brangsong 2         238

5 Cepiring       18 727

6 Gemuh 1         139

7 Gemuh 2       5 219

8 Kaliwungu 212 24 23 50 868

9 Kalsel   9   2 475

10 Kangkung 1       40 384

11 Kangkung 2         252

12 Kendal I       11 219

13 Kendal 2       8 296

14 Limbangan 7   6   465

15 Ngampel         450

16 Pageruyung         448

32
17 Patean 64     6 380

18 Patebon 1        
34
19 Patebon 2     15 30 563

20 Pegandon       2 587

21 Plantungan       2 436

22 Ringinarum       31 414

23 Rowosari 1       23 355

24 Rowosari 2     1   129

25 Singorojo 1     7   440

26 Singorojo 2 7     2 141

27 Sukorejo 1 81   1 19 361

28 Sukorejo 2       1 318

29 Weleri 1     43 8 466

30 Weleri 2       11 363

31 RSBH       11 1,361

32 RSI     4 15 3,076

33 RS DI     14 1 234

34 RSUD     4 31 1,495

  Total 412 33 119 338 17,665

2. Analisa SWOT Fasilitas Kesehatan Kab. Kendal

a. Strength / Kekuatan
33
Kekuatan faskes sangat berpengaruh terhadap penanggulangan kasus HIV/AIDS.

Kabupaten Kendal terdapat fasilitas kesehatan yaitu 30 puskesmas dan 4 rumah sakit. Selain itu

didukung dengan adanya beberapa tenaga penjangkau, beberapa tenaga pendamping, dan dukungan

dana APBD, DAK, dan BLN.

b. Weakness / Kelemahan

Kelemahan dari penanggulangan kasus HIV/AIDS adalah sasaran beberapa WPS yang

tidak terjangkau misalkan pada kost, kontrakan, dll. Dibubarkannya tempat prostitusi juga menjadi

kelemahan dalam memantau para WPS, dikarenakan para WPS berpindah tempat dan menjadi sulit

untuk dipantau. Kemudian kelemahan lainnya yaitu LSL relative tertutup dan mencari akses

layanan keluar, sehingga para tenaga kesehatan harus lebih pandai dalam memantau LSL.

C. Threat / Ancaman

Untuk ancaman bagi tenaga kesehatan adalah ditutupnya Resos (Rehabilitasi Sosial),

dimana tempat tersebut dapat membantu memberikan edukasi, motivasi, diagnosis psikososial,

perawatan, bimbingan fisik maupun mental kepada penderita kasus HIV/AIDS. Hal yang

ditakutkan apabila Resos ditutup, kasus HIV/AIDS semakin tinggi dikarenakan kurangnya edukasi

maupun bimbingan kepada penderitanya ataupun masyarakat yang belum terkena kasus tersebut

agar lebih berhati-hati dalam penyebaran kasus HIV/AIDS.

4.2.2 Evaluasi

1. HAMBATAN DAN KENDALA

Dalam mewujudkan tujuan mengurangi penyebaran kasus HIV/AIDS terdapat beberapa hambatan

dan kendala. Berikut hambatan dan kendalanya:

- Sasaran WPS di Resosialisasi Mlaten Atas

Sebagian besar WPS yang tidak tersentuh layanan pemeriksaan karena membayar uang dispensasi
34
(termasuk WPS yang kost, hanya datang pada malam hari tidak mengikuti kegiatan di siang hari).

- Sasaran LSL

Sebagian LSL relatif tertutup dan mencari akses layanan kesehatan yang jauh dari orang yang

dikenalnya.

- Masih banyak ditemukan kasus AIDS > HIV, terkait deteksi dini belum berjalan dengan baik

sehingga efeknya banyak kasus kematian karena penanganan terlambat.

- Belum ada layanan untuk pasien ODHA Anak di Kab. Kendal, sebagian besar pasien dirujuk ke

RSDK Semarang.

- Masih banyak pasien yang LFU (Lolos Follow Up) Therapy karena kesadaran minum obat

kurang.

- Pendampingan kasus kematian ODHA yang disucikan di rumah oleh Petugas Puskesmas belum

optimal

2. RENCANA TINDAK LANJUT

Dalam mengatasi hambatan dan kendala yang ada, fasilitas kesehatan mempunyai rencana

dan tindak lanjut sehingga dapat mengurangi penyebaran kasus tersebut. Berikut rencana

dan tindak lanjutnya antara lain:

- Akan bekerjasama dengan pihak Desa Sumberejo terkait penjaringan WPS yang kost dan

tidak mengikuti kegiatan.

- Pengoptimalan Petugas Penjangkau terkait promosi 34 layanan pemeriksaan kesehatan

yang ramah GWL tanpa stigma dan diskriminasi.

- Akan dilakukan refreshing dan capacity building untuk Petugas Puskesmas agar lebih

responsif terhadap suspect dalam deteksi dini.

- Akan dilaksanakan advokasi ke RSUD agar terus berkomitmen dalam penanganan kasus

ODHA Anak.

- Peningkatan Peran KDS dalam rangka menumbuhkembangkan semangat untuk rutin


35
terapi.

3. JUSTIFIKASI CAPAIAN SPM

Justifikasi merupakan pembuktian atau suatu proses untuk menyodorkan fakta yang

mendukung suatu hipotesis atau proposisi. (Sonny Keraf & Michael Dua : 2001). Berikut

justifikasi pencapain SPM (Standar Pelayanan Minimal) pada beberapa kasus yaitu:

a.) WPS

Berikut justifikasi capaian SPM pada WPS, antara lain:

- Target yang didapat hasil dari Pemetaan di Resos Mlaten Atas (GBL) Kaliwungu, Resos

Alaska Patean, beberapa karaoke di wilayah SIBOLI (Singorojo Boja Limbangan).

- Jumlahnya relatif fluktuatif karena mobilitas WPS tingggi.

- Pada kenyataannya lebih banyak WPS yang tidak tersentuh layanan kesehatan karena

banyak yang tinggal pada rumah sewa (kost, kontrakan, dll) dan hanya datang pada

malam hari tanpa pernah mengikuti kegiatan screening IMS maupun HIV (di

Resosialisasi).

- Sedangkan untuk Karaoke pelaksanaan screening harus dilaksanakan pada malam hari

(menyesuaikan jam kerja).

- Sebagian besar juga bukan warga asli Kendal

b.) WARIA

Berikut justifikasi capaian SPM pada waria, antara lain:

- Target 2018 didapat dari pendataan langsung ke PERWAKA (Persatuan Waria Kendal)

sejumlah 36 orang.

- Sebagian dari 36 orang tersebut sudah didiagnosis positif HIV sehingga tidak di screening

ulang.
36
- Capaian tes HIV 2018 : 33 orang

c.) LSL

Berikut justifikasi capaian SPM pada LSL, antara lain:

- Hasil pemetaan LSL pada tahun 2017 oleh LSM Graha Mitra didapat 750 LSL yang

tersebar di seluruh wilayah Kendal.

- Pemetaan LSL pada tahun 2018 tidak dilakukan sehingga indikator target menggunakan

estimasi sejumlah 300 orang.

- Capaian hanya 119 orang karena LSL relatif tertutup dan mencari akses layanan di luar

wilayah Kendal.

d.) PASIEN TB

Berikut justifikasi capaian SPM pada Pasien TB, antara lain:

- Estimasi rumus pasien TB = 292/100.000 x jumlah penduduk = 2.858.

- Capaian / Temuan Kasus TB = 1.069.

- Capaian Kasus TB yang diperiksa hanya 338 (versi SIHA).

- Angka ini berbeda dengan versi SITT.

- Kemungkinan besar terjadi kesalah pahaman dalam pencatatan dan pelaporan.

- Banyak pasien yang sebenarnya sudah dites tapi tidak terlaporkan.

e.) BUMIL

Berikut justifikasi capaian SPM pada Pasien TB, antara lain:

- Sasaran Bumil awal tahun : 16.700.

- Data Bumil akhir tahun 2018 (KIA) : 16.671.

- Bumil yang sudah di tes HIV berjumlah 17.665.

- Data ini kemungkinan besar termasuk Bumil luar wilayah dan kemungkinan di tes dua

37
kali (di Puskesmas dan RS)

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, maka kesimpulan yang dapat diberikan

sebagai berikut:

Penelitian ini telah menemukan ada hubungan antara persepsi faktor intrinsik meliputi

pengetahuan, sikap dan pencegahan dengan pencegahan HIV/AIDS melalui perilaku berisiko

tertular, serta ada hubungan antara persepsi faktor ekstrinsik meliputi informasi dari keluarga,

fasilitas yang tersedia, informasi dari orang lain dan pemahaman tentang stigma yang berkembang

di masyarakat dengan pencegahan HIV/AIDS.

Hasil temuan ini menunjukkan perlunya peningkatan bimbingan dan himbauan bagi

masyarakat maupun penderitanya. Selain itu, hambatan dan kendala dalam mewujudkan tujuan

utama menangani kasus HIV/AIDS sangat penting untuk diperhatikan. Rencana tindak lanjut

yang sudah terencana harus diwujudkan agar tujuan utama yaitu mengurangi penyebaran

HIV/AIDS terlaksana.

5.2 Saran

Berdasarkan data yang ada, kasus HIV/AIDS semakin meningkat. Susunan rencana dari fasilitas

kesehatan yang tersedia dapat dimanfaatkan dan dimaksimalkan program-program yang sudah

38
terencana. Berikut rencana dan tindak lanjutnya antara lain:

- Akan bekerjasama dengan pihak Desa Sumberejo terkait penjaringan WPS yang kost dan

tidak mengikuti kegiatan.

- Pengoptimalan Petugas Penjangkau terkait promosi 34 layanan pemeriksaan kesehatan

yang ramah GWL tanpa stigma dan diskriminasi.

- Akan dilakukan refreshing dan capacity building untuk Petugas Puskesmas agar lebih

responsif terhadap suspect dalam deteksi dini.

- Akan dilaksanakan advokasi ke RSUD agar terus berkomitmen dalam penanganan kasus

ODHA Anak.

- Peningkatan Peran KDS dalam rangka menumbuhkembangkan semangat untuk rutin

terapi.

39
DAFTAR PUSTAKA

Adami Chazawi, 2005, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

http://tesishukum.com/pengertian-perlindungan-hukum-menurut-para-ahli/ diakses pada 15


Oktober 2019, pukul 16.00.

8https://rusmilawati.wordpress.com/2010/01/25/perlindungan-anak-berdasark

undang-undangdi-indonesia-dan-beijing-rules-oleh-rusmilawati-windarish-mh/ diakses pada 15


Oktober 2019, pukul 15.20.

A.Syamsudin Meliala dan E.Sumaryono, 1985, Kejahatan Anak Suatu Tinjauan dari Psikologis
dan Hukum, Yogyakarta: Liberty.

Adi, Rianto, 2010, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta: Granit.

Bambang Waluyo, 2011, Viktimologi Perlindungan Korban dan Saksi, Jakarta: Sinar Grafika.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1992, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka.

Djamil, M. Nasir, 2013, Anak Bukan Untuk Dihukum, Jakarta: Sinar Grafika.

Gultom, Maidin, 2008, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana
Anak di Indonesia, Bandung: Refika Aditama.

Hakim, Abdul, 1986, Hukum dan Hak-Hak Anak, disunting oleh Mulyana W. Kusumah, Jakarta:
Rajawali.

Kamus Besar 1990, .Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,

Khumaidi Tohar, 2007, Artikel “Memahami perilaku Delinkuensi dan Rasionalisasinya” Jakarta.

Leden Marpaung, 2008, Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Masalah Prevensinya, Jakarta:
Sinar Grafika.

Lilik Mulyadi, 2005, Pengadilan Anak di Indonesia (Teori Praktek dan Permasalahannya),
Bandung: CV. Mandar Maju.
40
Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-komentarnya
Lengkap Pasal demi pasal, Jakarta: Bumi Aksara.

41
Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-komentarnya
Lengkap Pasal Demi Pasal, Jakarta: Bumi Aksara.

P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang, 2009, Delik-Delik Kejahatan Melanggar Norma
Kesusilaan dan Norma Kepatutan, Jakarta: Sinar Grafika.

Paulus Hadisuprapto, 2010, Delinkuensi Anak Pemahaman dan Penanggulangannya, Malang:


Selaras.

R.Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya


Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor.

Setyowati Irma, 1990, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Jakarta: Bumi Aksara.
Soekanto, S dan Mamudji, S, 2004, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.

Soemitro, Roni Hanitjo, 1982, Metodologi Penelitian Hukum Jurimetri, Jakarta: Ghalia
Indonesia.

Wagiati Soetodjo, 2006, Hukum Pidana Anak, Bandung: PT Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai