PENDAHULUAN
Mind Mapping
Rantai Penularan
Penyakit
Pengetahuan
Tentang Peran dan
Distribusi dan Istilah-Istilah
Perlu Epidemologi
Determinan Dalam
penyakit menular
Penyakit Menular Fokus Epidemologi
Penyakit Menular
Tujuan
Epidemi HIV/AIDS merupakan krisis global dan tantangan yang berat bagi pembangunan dan
kemajuan sosial (ILO, 2005). Jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia terus meningkat, salah satu
1
kasusnya pada tempat prostitusi di Kabupaten Kendal.
adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem
kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus. Virusnya bernama Human Immunodeficiency Virus
(atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang
terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena
penyakit. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus,
Tempat prostitusi salah satu faktor penyebaran HIV/AIDS terbanyak, dan kasus di
Kabupaten Kendal menutup suatu tempat prostitusi tersebut dengan tujuan meminimalisir
penyebaran virus HIV/AIDS. Hal tersebut membuat penduduknya kembali ke tempat asalnya,
Infeksi HIV tidak menimbulkan gejala yang spesifik, sehingga resiko penularannya juga
sangat mudah. Adanya penyakit HIV menimbulkan stigma buruk masyarakat terhadap
penderitanya, bahkan menganggap bahwa penyakit tersebut sebagai kutukan. Beberapa orang
Edukasi pencegahan dan edukasi perubahan pola pikir masyarakat terhadap virus tersebut
adalah satu-satunya cara menangani epidemi HIV dan melindungi pengidapnya. Pengidap HIV
berhak mempunyai kehidupan normal walaupun hingga saat ini obat dari penyakit tersebut belum
ditemukan. Epidemiologi Penyakit Menular sangatlah penting dipelajari terutama pada penyakit
HIV/AIDS sehingga aplikasi pencegahan penularan penyakit menular dapat mengurangi risiko terhadap
generasi penerus bangsa Indonesia. Berdasarkan kasus diatas maka penulis tertarik untuk melakukan
DI KABUPATEN KENDAL”.
2
1.2 Perumusan Masalah
Epidemiologi Penyakit Menular sangatlah penting dipelajari terutama pada penyakit HIV/AIDS
sehingga aplikasi pencegahan penularan penyakit menular dapat mengurangi risiko terhadap
generasi penerus bangsa Indonesia.. Dengan demikian, dalam penelitian diajukan pertanyaan
Indonesia?
3
1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang akan dicapai dengan adanya penelitian ini adalah sebagai berikut:
2. Menentukan seberapa luas atau banyak penyakit ditemukan di populasi. Hal ini bertujuan
4. Mengevaluasi pelayanan dan pencegahan kesehatan yang sudah ada dan yang terbarukan
lingkungan, isu genetik dan pertimbangan lain menyangkut pencegahan penyakit dan
promosi kesehatan.
Manfaat Penelitian
1. Bagi Mayarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh manfaat berbagai informasi terhadap
2. Bagi FasKes
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi program pencegahan
3. Bagi Penulis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi jawaban atas permasalahan yang diteliti dan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan bacaan dan referensi, sehingga
5
1.4 Ruang Lingkup Epidemologi
Penelitian ini adalah salah satu bagian dari ilmu kesehatan masyarakat yang terdiri dari
Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah epidemologi penyakit menular
HIV/AIDS. Dalam penelitian ini penulis membatasi masalah pada penyebab penyebaran
Sasaran dari penelitian ini adalah penduduk yang didiagnosis mengidap HIV/AIDS dan
perkembangan bertambahnya jumlah yang terjangkit virus tersebut periode tahun 2018 –
2020.
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Laboratorium Dinas Kesehatan Kabupaten Kendal
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Epidemiologi penyakit menular merupakan studi epidemiologi yang berfokus pada distribusi
dan determinan penyakit menular. Penyakit menular adalah penyakit yang disebabkan oleh agen
infeksius (virus, bakteri, atau parasit) tertentu yang timbul melalui transmisi agen dari orang yang
terinfeksi, hewan, atau reservoir lainnya ke pejamu (host) yang rentan baik secara langsung
maupun tidak langsung melalui perantara seperti media air, udara, vektor, tanaman, dan
sebagainya[8]. Nelson (2014), Epidemiologi penyakit menular mencakup evaluasi faktor yang
menyebabkan infeksi oleh agen, faktor yang mempengaruhi transmisi agen, dan faktor-faktor yang
Dalam mempelajari epidemiologi penyakit menular, kita perlu memahami rantai penularan
penyakit menular. Rantai penularan penyakit adalah semua rangkaian/cara bagaimana penyakit
menular dapat menyebar[14]. Penyakit menular terjadi karena adanya interaksi antara agen, pejamu
(host) dan lingkungan (environment) serta proses transmisi diantaranya. Penyakit ini memiliki
berbagai efek yang bervariasi, mulai dari infeksi, kemudian kondisi normal seperti biasa (tanpa
tanda-tanda atau gejala), kemudian penyakit bertambah parah dan berakhir pada kecacatan bahkan
kematian. Pengendalian penyakit menular dapat dilakukan dengan memutus salah satu rantai
penularan atau melakukan perubahan pada satu atau lebih dari komponen ini, yang semuanya
7
Tujuan utama epidemiologi penyakit menular adalah untuk memperjelas rantai penularan
penyakit atau proses infeksi dengan tujuan mengembangkan, melaksanakan dan mengevaluasi
langkah-langkah pengendalian penyakit dengan tepat sehingga penyakit menular tersebut tidak
menjadi masalah kesehatan masyarakat yang begitu berarti. Sebelum dilakukan intervensi dalam
berperan dalam rantai penularan penyakit kecuali untuk penyakit yang memiliki rantai penularan
khusus/spesifik[9]. Misalnya, HIV dapat dicegah dengan penggunaan kondom pada kelompok
berisiko tinggi tertular dan menularkan HIV, tetapi pengetahuan tentang pentingnya kondom saja
tidak dapat mencegah penularan HIV tanpa kesadaran dan komitmen negara untuk memfasilitasi
akses terhadap kondom pada kegiatan seks berisiko sehingga epidemik HIV dapat ditekan
jumlahnya di Indonesia.
Epidemiologi mempelajari kelompok mana (person), di mana (place), dan kapan (time) dari
populasi yang terkena penyakit. Epidemiologi mendeskripsikan siapa yang merupakan kasus,
dimana mereka berada, berapa umur mereka, karakteristik umum apa yang dimiliki oleh kelompok
tersebut, serta dugaan awal mengapa kasus-kasus muncul demikian banyak di suatu area tertentu
tetapi tidak demikian di area lain. Epidemiologi mendeskripsikan pola kolektif penyakit yang
penyakit, merunut perubahan karakter penyakit, mengidentifikasi kelompok berisiko tinggi, dan
menaksir besarnya beban penyakit. Epidemiologi deskriptif memberikan dua kegunaan. Pertama,
pengetahuan tentang distribusi penyakit pada populasi berguna untuk membuat perencanaan
kesehatan dan evaluasi program kesehatan. Kedua, hasil studi epidemiologi deskriptif berguna
untuk merumuskan hipotesis tentang hubungan paparan-penyakit, yang akan diuji lebih lanjut
8
2.1.2 Definisi, Penularan, dan Gejala Klinis
a. Definisi HIV/AIDS
Menurut family health internasional, Human Immunodeficiency Virus (HIV) berarti virus
yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Virus ini adalah retrovirus, yang berarti virus
yang menggunakan sel tubuhnya sendiri untuk memproduksi kembali dirinya. Infeksi virus ini
menurunkan sistem kekebalan tubuh yang menimbulkan gejala penyakit infeksi oportunistik atau
kanker tertentu dan bersifat sindroma yang disebut AIDS (Duarsa, 2005).
Pada umumnya AIDS disebabkan HIV-1 dan beberapa kasus di Afrika tengah disebabkan
HIV-2 yang merupakan homolog HIV-1. Keduanya merupakan virus lenti yang menginfeksi sel
CD4+ T yang memiliki reseptor dengan afinitas tinggi untuk HIV, makrofag, dan jenis sel lain
(Baratawidjaja and Rengganis, 2009). HIV-1 dan HIV-2 adalah satu-satunya Lentivirus yang
Struktur virus HIV-1 terdiri atas 2 untaian RNA identik yang merupakan genom virus yang
berhubungan dengan p17 dan p24 berupa inti polipeptida. Semua komponen tersebut diselubungi
envelop membran fosfolipid yang berasal dari sel pejamu. Protein gp120 dan gp41 yang disandi
virus ditemukan dalam envelop. Retrovirus HIV terdiri dari lapisan envelop luar glikoprotein yang
mengelilingi suatu lapisan ganda lipid. Kelompok antigen internal menjadi protein inti dan
b. Penularan
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yaitu virus yang melemahkan
system kekebalan tubuh. AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrom yang
9
berarti kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya kekebalan tubuh yang bersifat diperoleh
(bukan bawaan)( Kusmiran, 2011). Huda (2013) menjelaskan bahwa penyebab kelainan pada AIDS
adalah suatu agen viral yang disebut HIV (Human Immunodeficiency Virus) dari kelompok virus
yang dikenal retrovirus yang disebut Lympadenopathy Associated Virus (LAV) atau Human T-Cell
Leukemia Virus (HTL-III yang juga disebut Human T-Cell Lymphotropic Virus (retrovirus).
Penularan HIV yang diketahui dan diakui saat ini adalah melalui hubungan seksual (homo
(dari ibu ke anak yang akan lahir). Ada lima unsur yang perlu diperhatikan pada penularan suatu
penyakit yaitu: sumber infeksi, vehikulum/media perantara, hospes yang rentan, tempat keluar dan
- Transmisi Seksual
Hubungan seksual (penetrative sexual intercourse) baik vaginal maupun oral merupakan cara
transmisi yang paling sering terutama pada pasangan seksual pasif yang menerima ejakulasi semen
pengidap HIV. Diperkiran tiga per empat pengidap HIV di dunia mendapatkan infeksi dengan cara
ini. HIV dapat ditularkan melalui hubungan seksual dari pria-wanita, wanita-pria, dan pria-pria.
Selama hubungan seksual berlangsung, air mani, cairan vagina, dan darah dapat mengenai selaput
lendir vagina, penis, dubur atau mulut sehingga HIV yang terdapat dalam cairan tersebut masuk ke
aliran darah. Selama berhubungan juga bisa terjadi lesi mikro pada dinding vagina, dubur, dan
mulut yang bisa menjadi jalan HIV untuk masuk ke aliran darah pasangan seksual (Nursalam dan
Ninuk, 2011).
- Transmisi Nonseksual
Penularan virus HIV non seksual terjadi melalui jalur pemindahan darah atau produk darah
(transfusi darah, alat suntik, alat tusuk tato, tindik, alat bedah, dan melalui luka kecil di kulit), jalur
transplantasi alat tubuh, jalur transplasental yaitu penularan dari ibu hamil dengan infeksi HIV
10
kepada janinnya (Murtiastutik, 2008). Transmisi HIV non seksual dapat terjadi pula pada petugas
kesehatan yang merawat penderita HIV/AIDS dan petugas laboratorium yang menangani spesimen
cairan tubuh yang berasal dari penderita. Penularan terjadi karena tertusuk jarum suntik yang
sebelumnya digunakan penderita atau kulit mukosa yang terkena cairan tubuh penderita (Irianto,
2013).
Ditularkan melalui:
1. Hubungan seksual (anal, oral, vaginal) yang tidak terlindungi (tanpa kondom)
4. Ibu penderita HIV positif kepada bayinya ketika dalam kandungan, saat melahirkan atau
HIV dapat menular melalui cairan tubuh seperti darah, semen atau air mani, cairan vagina,
Air Susu Ibu (ASI) dan cairan lain yang mengandung darah (family health internasional).
Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu : kontak seksual, kontak dengan darah
atau secret yang infeksius, ibu ke anak selama masa kehamilan, persalinan dan pemberian ASI
(Zein, 2006).
Dilihat dari cara penularan, proporsi penularan HIV melalui hubungan seksual (baik
penularan melalui jarum suntik sebesar 30%, dan sebagian lainnya tertular melalui ibu dan anak
(kehamilan), transfusi darah serta melalui pajanan saat bekerja (HTA, 2010).
Perilaku yang mempunyai resiko tinggi dan sering kali ada hubungannya dengan infeksi HIV
antara lain hubungan seksual, baik heteroseksual maupun homoseksual (Anastasya, 2010),
11
penetrasi seks yang tidak aman dengan seseorang yang telah terinfeksi. penularan melalui
hubungan heteroseksual adalah yang paling dominan dari semua cara penularan (Zein, 2006).
Infeksi HIV dapat menular melalui Transfusi darah atau produk darah yang terkontaminasi
HIV (Mariam, 2010). Lima sampai sepuluh persen dari infeksi HIV di dunia ditularkan melalui
transfusi dari darah dan produk darah terkontaminasi HIV (HTA, 2009). Tetapi, Kejadian ini
semakin berkurang karena sekarang sudah dilakukan tes antibodi-HIV pada seorang donor
(Siahaan, 2011).
Penularan HIV melalui jarum suntik dan alat tusuk lainnya seperti alat tindik yang
pemakaian jarum suntik yang terkontaminasi secara bergantian. Paramedis dapat terinfeksi HIV
oleh goresan jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk ke dalam tubuh
Menurut Jawetz (2001) dalam Mariam (2010), Penularan dari ibu ke bayi bisa terinfeksi di
dalam rahim, selama proses persalinan, atau melalui Air Susu Ibu (ASI). Sekitar 30% dari infeksi
terjadi di dalam rahim dan 70% saat kelahiran. Data menunjukkan bahwa sepertiga sampai separuh
infeksi HIV perinatal di Afrika disebabkan oleh ASI. Penularan selama menyusui biasanya terjadi
c. Patogenesis HIV.AIDS
Virus masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui perantara darah, semen dan sekret
vagina. Sebagian besar penularan terjadi melalui hubungan seksual. Jika virus masuk ke dalam
tubuh penderita (sel hospes), maka RNA virus diubah menjadi DNA oleh enzim reverse
transcriptase yang dimiliki oleh HIV, DNA pro-virus tersebut kemudian diintegrasikan ke dalam
sel hospes dan selanjutnya diprogramkan untuk membentuk gen virus (Daili, 2009). HIV
menyerang jenis sel tertentu, yaitu sel-sel yang mempunyai antigen permukaan CD4, terutama
12
sekali limposit T4 yang memegang peranan penting dalam mengatur dan mempertahankan sistem
kekebalan tubuh. Selain limfosit T4, virus juga dapat menginfeksi sel monosit dan makrofag, sel
langerhas pada kulit, sel dendrit folikuler pada kelenjar limfe, makrofag pada alveoli paru, sel
retina, sel serviks uteri dan sel-sel mikroglia otak. Virus yang masuk ke dalam limfosit T4
selanjutnya mengadakan replikasi sehingga menjadi banyak dan akhirnya menghancurkan sel
Sistem kekebalan tubuh menjadi lumpuh akibat hancurnya limposit T4 secara besar-besaran
yang mengakibatkan timbulnya berbagai infeksi oportunistik dan keganasan yang merupakan
gejala-gejala klinis AIDS. Perjalanan penyakit lambat dan gejala-gejala AIDS rata-rata baru timbul
1. HIV Stadium I Bersifat asimptomatik, aktivitas normal dan dijumpai adanya limfadenopati
Generalisata Persisten (LGP): yakni pembesaran kelenjar getah bening di beberapa tempat
yang menetap.
2. HIV Stadium II Berat badan menurun 10%, terjadi diare kronis yang berlangsung lebih dari
3. HIV Stadium III Berat badan menurun >10%, terjadi diare kronis yang berlangsung lebih
4. HIV Stadium IV Berat badan menurun >10%, gejala-gejala infeksi pneumosistosis, TBC,
kriptokokosis, herpes zoster dan infeksi lainnya sebagai komplikasi turunnya sistem imun.
Menurut Nursalam dan Ninuk (2011), gejala klinis pada stadium AIDS dibagi menjadi gejala
mayor dan minor. Gejala mayor terdiri dari: penurunan berat badan >10% dalam tiga bulan,
13
demam yang panjang atau lebih dari tiga bulan, diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun
terus menerus, dan TBC. Gejala minor terdiri dari: batuk kronis selama lebih dari satu bulan,
infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan jamur Candida Albicans. Pembengkakan kelenjar
getah bening yang menetap, munculnya herpes zoster, berulang dan bercak-bercak gatal diseluruh
tubuh.
e. Diagnosis
Tanda dan gejala pada infeksi HIV awal bisa sangat tidak spesifik dan menyerupai infeksi
virus lain yaitu: letargi, malaise, sakit tenggorokan, mialgia (nyeri otot), demam dan berkeringat.
Pasien mugkin mengalami beberapa gejala, tetapi tidak mengalami keseluruhan gejala tersebut di
atas. Pada stadium awal, pemeriksaan laboratorium merupakan cara terbaik untuk mengetahui
apakah pasien terinfeksi virus HIV atau tidak (Nursalam dan Ninuk, 2011).
a. Langsung: yaitu isolasi virus dari sampel, umumnya dilakukan dengan menggunakan
mikroskop elektron dan deteksi antigen virus. Salah satu cara deteksi antigen virus yang makin
popular belakangan ini adalah PCR (polymerase chain reaction) (Daili, 2009). PCR untuk DNA
dan RNA virus HIV sangat sensitif dan spesifik untuk infeksi HIV. Tes ini sering digunakan bila
hasil tes yang lain tidak jelas (Nursalam dan Ninuk, 2011).
b. Tidak Langsung: dengan melihat respon zat anti spesifik, misalnya dengan ELISA,
Tes skrining yang digunakan untuk mendiagnosis HIV adalah ELISA (enzyme-linked
immunoabsorbent assay). Untuk mengidentifikasi antibodi terhadap HIV, tes ELISA sangat
sensitif, tapi tidak selalu spesifik, karena penyakit lain bisa juga menunjukkan hasil positif.
14
Beberapa penyakit yang bisa menyebabkan false positif, antara lain adalah penyakit
autoimun, infeksi virus, atau keganasan hematologi. Kehamilan juga bisa menyebabkan false
positif (Nursalam dan Ninuk, 2011). Tes ini mempunyai sensitivitas tinggi yaitu sebesar
98,1%-100%. Biasanya tes ini memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi. Hasil
- Western Blot
Western Blot merupakan elektroforesis gel poliakrilamid yang digunakan untuk mendeteksi
rantai protein yang spesifik terhadap DNA. Jika tidak ada rantai protein yang ditemukan,
berarti hasil tes negatif. Sedangkan bila hampir atau semua rantai protein ditemukan, berarti
hasil tes positif. Tes Western Blot mungkin juga tidak bisa menyimpulkan seseorang
menderita HIV atau tidak. Oleh karena itu, tes harus diulang lagi setelah dua minggu dengan
sampel yang sama. Jika tes Western Blot tetap tidak bisa disimpulkan, maka tes Western Blot
harus diulang lagi setelah enam bulan. Jika tes tetap negatif maka pasien dianggap HIV
negatif (Nursalam dan Ninuk, 2011). Western Blot mempunyai spesifisitas tinggi yaitu
99,6%-100%. Pemerikasaannya cukup sulit, mahal, dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam
(Daili, 2009).
15
BAB III
METODE PENELITIAN
Desain dalam penelitian ini menggunakan studi kasus berdasarkan analisa pengkajian, grafik
diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Data penelitian dikumpulakan berdasarkan data
dari Dinas Kesehatan Kendal. Analisis data yang dilakukan pada studi kasus epidemologi penyakit
berkurangnya penularan penyakit tersebut, dan evaluasi nakes terhadap kasus tersebut.
untuk menarik kesimpulan kausal (causal inference) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi atau
distribusi penyakit pada populasi (epidemiologi deskriptif), yang menimbulkan suatu kecurigaan
(suspicion) bahwa paparan suatu faktor berpengaruh terhadap terjadinya penyakit. Kecurigaan
tentang penyebab penyakit kemudian dirumuskan dalam pernyataan prediktif yang disebut
hipotesis. Hipotesis itu kemudian diuji dengan data yang dikumpulkan secara sistematis melalui
pengamatan atau eksperimentasi (epidemiologi analitik). Data yang dikumpulkan dianalisis untuk
menentukan apakah terdapat hubungan (asosiasi) statistik antara paparan faktor tersebut dengan
Penelitian ini menggunakan Survey cross sectional ialah suatu penelitian untuk
mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan,
observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach). Artinya, tiap
subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter
16
atau variabel subjek pada saat pemeriksaan. Hal ini tidak berarti bahwa semua subjek penelitian
diamati pada waktu yang sama. Desain ini dapat mengetahui dengan jelas mana yang jadi pemajan
Penelitian cross-sectional ini, peneliti hanya mengobservasi fenomena pada satu titik waktu
tertentu. Penelitian yang bersifat eksploratif, deskriptif, ataupun eksplanatif, penelitian cross-
sectional mampu menjelaskan hubungan satu variabel dengan variabel lain pada populasi yang
diteliti, menguji keberlakuan suatu model atau rumusan hipotesis serta tingkat perbedaan di antara
kelompok sampling pada satu titik waktu tertentu. Namun penelitian cross-sectional tidak memiliki
kemampuan untuk menjelaskan dinamika perubahan kondisi atau hubungan dari populasi yang
diamatinya dalam periode waktu yang berbeda, serta variabel dinamis yang mempengaruhinya.
Adapun jenis dan sumber yang akan dipergunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu:
1. Data Sekunder
Data sekunder adalah data penelitian yang diperoleh penulis secara tidak langsung
melalui media perantara yang diperoleh dan dicatat oleh pihak lain.
2. Bahan Sekunder
Data diperoleh dari pihak yang sudah mengumpulkan data itu sebelumnya dimana
pembaca data tinggal langsung membaca atau memperolehnya secara tertulis dari
pengumpul data pertama. Data diperoleh dari pengumpulan pihak Dinas Kesehatan
1. Studi Pustaka
pustaka yang bersumber dari buku-buku, artikel-artikel ilmiah yang dimuat di Jurnal
17
baik dalam bentuk media cetak maupun yang dimuat di internet.
2. Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan metode Cross section / insidentil yaitu data yang
Tehnik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tehnik wawancara tidak terstruktur. Wawancara
tidak terstruktur adalah wawancara bebas, yaitu peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang
berisi pertanyaan yang akan diajukan secara spesifik, dan hanya memuat poin-poin penting masalah yang
ingin digali dari responden. Data yang dikumpulkan dapat bersifat fakta, pendapat, keinginan, dan
pengalaman sehingga dapat dijadikan evaluasi untuk mengurangi penyebaran HIV/AIDS.
Data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian baik primer maupun sekunder
dianalisis secara kualitatif kemudian disajikan secara deskriptif, yaitu dengan menjelaskan,
Analisis data yaitu proses pengumpulan data yang didasarkan atas segala data yang
sudah diolah. Analisis data yang dilakukan secara deskriptif analisis, yaitu setelah
terkumpul, diseleksi kemudian disusun secara teratur dan sistematis untuk mengadakan
analisa dengan menggunakan berbagai ketentuan atau peraturan maupun pendapat para ahli
mengenai penerapan hukum berkaitan dengan tindak pidana oleh anak dan perlindungan
anak.
Penggunaan teknik analisis kualitaif mencakup semua data penelitian yang telah
18
diperoleh dari data, agar membentuk deskripsi yang mendukung kualifikasi kajian ini
BAB IV
kendal disebabkan faktor wilayah dan ditutupnya tempat prostitusi. Kabupaten Kendal
Komersial (PSK) sebagian besar berpindah menjadi warga Kendal yang berpotensi
menjadi penyebab penyebaran. Selain itu, Kabupaten Kendal sebagai penyumbang Tenaga
Kerja Wanita (TKW) terbesar di Jawa Tengah, sebagian besar wanita pergi meninggalkan
kampung halaman selama 2 – 3 tahun untuk bekerja maupun sekolah di luar negri
hotel dan karaoke. Serta mapping LSL di Kabupaten Kendal oleh LSM sudah ada 750
dampingan yang dibagi per kecamatan, ada juga LSL yang biseks mempunyai istri juga.
19
1500
1400
1300
1200 1149
1133
1100 1026
1000 889
900
800 770
700 638
600 538
500 433
400 341
300 261
213
200
167
126
100 1 1 3 10 15 19 30 56 82
0
(Tabel 1.1) Grafik Kumulatif HIV/AIDS Di Kab. Kendal Th. 2000-2021 (Februari)
20
(Tabel 1.2) grafik kasus HIV/AIDS di Kab. Kendal TH. 2000-2021 (Februari)
pemeriksaan beberapa penyakit. Berikut grafik Infeksi Oportunistik Kasus AIDS TH. 2017.
80
70
70
60
52
50 46
40 34
30
20 17
12
10
0 0 0 0 0 0
0
21
(Tabel 1.3) Grafik kasus Oportunistik Kasus AIDS TH. 2017.
melalui luka atau perlukaan kontak dengan cairan tubuh HIV, hubungan seksual, IDU,
transfusi darah atau transplantasi organ, dan Ibu ke bayi. Berikut proporsi kasus HIV /
AIDS
22
P; 216;
43% L; 287;
L; 253; 57%
39%
P; 393;
61%
HIV AIDS
Total : 646 Total : 503
100
80 77.6
60
40
19.6
20
2.6 0.2
0
Homosex Heterosex Perinatal Pengguna
Narkoba Suntik
Tabel
3) Berikut presentase sebaran kasus HIV & AIDS menurut jenis pekerjaan di
23
Kabupaten Kendal tahun 2000-2021 (Februari):
Total 1419
Gambar 4.1 Sebaran Kasus HIV & AIDS Menurut Jenis Pekerjaan
4) Berikut presentase sebaran umur kasus HIV & AIDS di Kabupaten Kendal tahun
2000-2021 (Februari):
5) Berikut presentase sebaran wilayah kasus HIV & AIDS dan fasilitas kesehatan di
24
wilayah tersebut:
Hasil pemeriksaan berdasarkan umur, pekerjaan, dan jenis kelamin. Tenaga kesehatan
melakukan perawatan untuk kasus HIV yang dilakukan di Klinik CST Kabupaten
Kendal. Berikut data laporan perawatan HIV Klinik CST Kabupaten Kendal tahun
2018 hingga tahun 2021 dan sebaran kumulatif HIV/AIDS di Kabupaten Kendal:
1.) Laporan Perawatan HIV Klinik CST Kab. Kendal (S.d Desember 2018)
25
Gambar 4.4 Laporan Perawatan HIV Klinik CST Kab. Kendal (S.d Desember 2018)
2.) Laporan Perawatan HIV Klinik CST Kab. Kendal (S.d DESEMBER 2019)
Gambar 4.5 Laporan Perawatan HIV Klinik CST Kab. Kendal (S.d Desember 2019)
3.) Laporan Perawatan HIV Klinik CST Kab. Kendal (S.d Desember 2020)
26
Gambar 4.4 Laporan Perawatan HIV Klinik CST Kab. Kendal (S.d Desember 2020)
4.) Laporan Perawatan HIV Klinik CST Kab. Kendal (S.d Februari 2021)
Gambar 4.4 Laporan Perawatan HIV Klinik CST Kab. Kendal (S.d Februari 2021)
9 SELATAN 21 26
10 BRANGSONG 18 13
11 PEGANDON 19 20
12 NGAMPEL 16 20
13 WELERI 28 37
14 ROWOSARI 31 37
15 GEMUH 26 30
16 RINGINARUM 28 28
17 CEPIRING 30 29
18 KANGKUNG 17 15
19 PATEBON 17 20
20 KENDAL 19 19
LUAR
21 WILAYAH 159 57
JUMLAH 646 503
28
4.2 Analisa
Penanganan HIV/AIDS memerlukan perhatian yang serius dari berbagai pihak.. Hal ini
terutama karena penyakit ini mengakibatkan penurunan daya tahan tubuh yang akhirnya dapat
menurunkan kualitas hidup dan produktifitas bangsa hingga berujung kematian. Hasil analisa
memberikan SPM (Standar Pelayanan Minimal) untuk menangani kasus HIV/AIDS. Hasil Standar
29
pelayanan tersebut berdasarkan kasus yang terjadi pada WPS (Wanita Penjaja Seks), LSL (Lelaki
Seks Lelaki), Waria (Wanita Pria), TB (Tuberkolusis), Bumil (Ibu Hamil). Berikut capaian SPM
25000
20000
15000
10000
5000
0
WPS Waria LSL TB Bumil
30
4.1 Tabel Capaian SPM HIV/AIDS Kab. Kendal Tahun 2016-2020
- Tabel 4.2 Tabel Capaian SPM HIV/AIDS Kab. Kendal Tahun 2016-2020
Berikut grafik kunjungan layanan tes HIV/AIDS untuk sasaran SPM (Standar Pelayanan
3500
3000
2500
2000 Bumil
TB
1500 LSL
1000 Waria
WPS
500
31
0
Tabel 4.3 Grafik Kunjungan Layanan Tes HIV Sasaran SPM Kab. Kendal 2018
1 Boja 1 41 8 699
2 Boja 2 2 220
3 Brangsong 1 1 1 413
4 Brangsong 2 238
5 Cepiring 18 727
6 Gemuh 1 139
7 Gemuh 2 5 219
9 Kalsel 9 2 475
10 Kangkung 1 40 384
11 Kangkung 2 252
12 Kendal I 11 219
13 Kendal 2 8 296
14 Limbangan 7 6 465
15 Ngampel 450
16 Pageruyung 448
32
17 Patean 64 6 380
18 Patebon 1
34
19 Patebon 2 15 30 563
20 Pegandon 2 587
21 Plantungan 2 436
22 Ringinarum 31 414
23 Rowosari 1 23 355
24 Rowosari 2 1 129
25 Singorojo 1 7 440
26 Singorojo 2 7 2 141
27 Sukorejo 1 81 1 19 361
28 Sukorejo 2 1 318
29 Weleri 1 43 8 466
30 Weleri 2 11 363
31 RSBH 11 1,361
32 RSI 4 15 3,076
33 RS DI 14 1 234
34 RSUD 4 31 1,495
a. Strength / Kekuatan
33
Kekuatan faskes sangat berpengaruh terhadap penanggulangan kasus HIV/AIDS.
Kabupaten Kendal terdapat fasilitas kesehatan yaitu 30 puskesmas dan 4 rumah sakit. Selain itu
didukung dengan adanya beberapa tenaga penjangkau, beberapa tenaga pendamping, dan dukungan
b. Weakness / Kelemahan
Kelemahan dari penanggulangan kasus HIV/AIDS adalah sasaran beberapa WPS yang
tidak terjangkau misalkan pada kost, kontrakan, dll. Dibubarkannya tempat prostitusi juga menjadi
kelemahan dalam memantau para WPS, dikarenakan para WPS berpindah tempat dan menjadi sulit
untuk dipantau. Kemudian kelemahan lainnya yaitu LSL relative tertutup dan mencari akses
layanan keluar, sehingga para tenaga kesehatan harus lebih pandai dalam memantau LSL.
C. Threat / Ancaman
Untuk ancaman bagi tenaga kesehatan adalah ditutupnya Resos (Rehabilitasi Sosial),
dimana tempat tersebut dapat membantu memberikan edukasi, motivasi, diagnosis psikososial,
perawatan, bimbingan fisik maupun mental kepada penderita kasus HIV/AIDS. Hal yang
ditakutkan apabila Resos ditutup, kasus HIV/AIDS semakin tinggi dikarenakan kurangnya edukasi
maupun bimbingan kepada penderitanya ataupun masyarakat yang belum terkena kasus tersebut
4.2.2 Evaluasi
Dalam mewujudkan tujuan mengurangi penyebaran kasus HIV/AIDS terdapat beberapa hambatan
Sebagian besar WPS yang tidak tersentuh layanan pemeriksaan karena membayar uang dispensasi
34
(termasuk WPS yang kost, hanya datang pada malam hari tidak mengikuti kegiatan di siang hari).
- Sasaran LSL
Sebagian LSL relatif tertutup dan mencari akses layanan kesehatan yang jauh dari orang yang
dikenalnya.
- Masih banyak ditemukan kasus AIDS > HIV, terkait deteksi dini belum berjalan dengan baik
- Belum ada layanan untuk pasien ODHA Anak di Kab. Kendal, sebagian besar pasien dirujuk ke
RSDK Semarang.
- Masih banyak pasien yang LFU (Lolos Follow Up) Therapy karena kesadaran minum obat
kurang.
- Pendampingan kasus kematian ODHA yang disucikan di rumah oleh Petugas Puskesmas belum
optimal
Dalam mengatasi hambatan dan kendala yang ada, fasilitas kesehatan mempunyai rencana
dan tindak lanjut sehingga dapat mengurangi penyebaran kasus tersebut. Berikut rencana
- Akan bekerjasama dengan pihak Desa Sumberejo terkait penjaringan WPS yang kost dan
- Akan dilakukan refreshing dan capacity building untuk Petugas Puskesmas agar lebih
- Akan dilaksanakan advokasi ke RSUD agar terus berkomitmen dalam penanganan kasus
ODHA Anak.
Justifikasi merupakan pembuktian atau suatu proses untuk menyodorkan fakta yang
mendukung suatu hipotesis atau proposisi. (Sonny Keraf & Michael Dua : 2001). Berikut
justifikasi pencapain SPM (Standar Pelayanan Minimal) pada beberapa kasus yaitu:
a.) WPS
- Target yang didapat hasil dari Pemetaan di Resos Mlaten Atas (GBL) Kaliwungu, Resos
- Pada kenyataannya lebih banyak WPS yang tidak tersentuh layanan kesehatan karena
banyak yang tinggal pada rumah sewa (kost, kontrakan, dll) dan hanya datang pada
malam hari tanpa pernah mengikuti kegiatan screening IMS maupun HIV (di
Resosialisasi).
- Sedangkan untuk Karaoke pelaksanaan screening harus dilaksanakan pada malam hari
b.) WARIA
- Target 2018 didapat dari pendataan langsung ke PERWAKA (Persatuan Waria Kendal)
sejumlah 36 orang.
- Sebagian dari 36 orang tersebut sudah didiagnosis positif HIV sehingga tidak di screening
ulang.
36
- Capaian tes HIV 2018 : 33 orang
c.) LSL
- Hasil pemetaan LSL pada tahun 2017 oleh LSM Graha Mitra didapat 750 LSL yang
- Pemetaan LSL pada tahun 2018 tidak dilakukan sehingga indikator target menggunakan
- Capaian hanya 119 orang karena LSL relatif tertutup dan mencari akses layanan di luar
wilayah Kendal.
d.) PASIEN TB
e.) BUMIL
- Data ini kemungkinan besar termasuk Bumil luar wilayah dan kemungkinan di tes dua
37
kali (di Puskesmas dan RS)
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, maka kesimpulan yang dapat diberikan
sebagai berikut:
Penelitian ini telah menemukan ada hubungan antara persepsi faktor intrinsik meliputi
pengetahuan, sikap dan pencegahan dengan pencegahan HIV/AIDS melalui perilaku berisiko
tertular, serta ada hubungan antara persepsi faktor ekstrinsik meliputi informasi dari keluarga,
fasilitas yang tersedia, informasi dari orang lain dan pemahaman tentang stigma yang berkembang
Hasil temuan ini menunjukkan perlunya peningkatan bimbingan dan himbauan bagi
masyarakat maupun penderitanya. Selain itu, hambatan dan kendala dalam mewujudkan tujuan
utama menangani kasus HIV/AIDS sangat penting untuk diperhatikan. Rencana tindak lanjut
yang sudah terencana harus diwujudkan agar tujuan utama yaitu mengurangi penyebaran
HIV/AIDS terlaksana.
5.2 Saran
Berdasarkan data yang ada, kasus HIV/AIDS semakin meningkat. Susunan rencana dari fasilitas
kesehatan yang tersedia dapat dimanfaatkan dan dimaksimalkan program-program yang sudah
38
terencana. Berikut rencana dan tindak lanjutnya antara lain:
- Akan bekerjasama dengan pihak Desa Sumberejo terkait penjaringan WPS yang kost dan
- Akan dilakukan refreshing dan capacity building untuk Petugas Puskesmas agar lebih
- Akan dilaksanakan advokasi ke RSUD agar terus berkomitmen dalam penanganan kasus
ODHA Anak.
terapi.
39
DAFTAR PUSTAKA
Adami Chazawi, 2005, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
8https://rusmilawati.wordpress.com/2010/01/25/perlindungan-anak-berdasark
A.Syamsudin Meliala dan E.Sumaryono, 1985, Kejahatan Anak Suatu Tinjauan dari Psikologis
dan Hukum, Yogyakarta: Liberty.
Adi, Rianto, 2010, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta: Granit.
Bambang Waluyo, 2011, Viktimologi Perlindungan Korban dan Saksi, Jakarta: Sinar Grafika.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1992, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka.
Djamil, M. Nasir, 2013, Anak Bukan Untuk Dihukum, Jakarta: Sinar Grafika.
Gultom, Maidin, 2008, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana
Anak di Indonesia, Bandung: Refika Aditama.
Hakim, Abdul, 1986, Hukum dan Hak-Hak Anak, disunting oleh Mulyana W. Kusumah, Jakarta:
Rajawali.
Khumaidi Tohar, 2007, Artikel “Memahami perilaku Delinkuensi dan Rasionalisasinya” Jakarta.
Leden Marpaung, 2008, Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Masalah Prevensinya, Jakarta:
Sinar Grafika.
Lilik Mulyadi, 2005, Pengadilan Anak di Indonesia (Teori Praktek dan Permasalahannya),
Bandung: CV. Mandar Maju.
40
Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-komentarnya
Lengkap Pasal demi pasal, Jakarta: Bumi Aksara.
41
Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-komentarnya
Lengkap Pasal Demi Pasal, Jakarta: Bumi Aksara.
P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang, 2009, Delik-Delik Kejahatan Melanggar Norma
Kesusilaan dan Norma Kepatutan, Jakarta: Sinar Grafika.
Setyowati Irma, 1990, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Jakarta: Bumi Aksara.
Soekanto, S dan Mamudji, S, 2004, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
Soemitro, Roni Hanitjo, 1982, Metodologi Penelitian Hukum Jurimetri, Jakarta: Ghalia
Indonesia.