Anda di halaman 1dari 116

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TN.

F DENGAN DIAGNOSA
HUMAN IMUNODEFECIENCY VIRUS(HIV)
DI RUANG
INTENSIVE CARE UNIT RSPAD GATOT SOEBROTO

KELOMPOK 2

1. LUTHFI KAMIL
2. TAWANG ROHMA WATI
3. FITRI YULIANI
4. ANGGUN MONICA
5. DETIK RIAN WIDHAYANTI

PELATIHAN ICU KOMPREHENSIVE


RS KEPRESIDENAN RSPAD GATOT SOEBROTO
JAKARTA
2022

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus Asuhan
Keperawatan pada Tn. F dengan HUMAN IMUNODEFECIENCY VIRUS (HIV) di
Ruang Intensive Care Unit RSPAD Gatot Soebroto. Laporan kasus ini disusun untuk
memenuhi sebagian syarat pelatihan intensive care unit (ICU) komprehensif di
RSPAD Gatot Soebroto Angkatan 7 dalam periode 2022

Laporan kasus ini, penulis tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang telah
membimbing, memberi semangat, dan memberi petujuk serta penjelasan. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang selama ini telah memberikan
dukungan moril, spiritual, dan serta menyumbangkan tenaga dan pikiran dalam
menyelesaikan asuhan keperawatan ini.

Jakarta, Oktober 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit HIV/AIDS merupakan suatu penyakit yang terus berkembang dan menjadi
masalah global yang melanda dunia. Virus HIV masih menjadi fenomena gunung es
di Indonesia, kasus HIV yang ditemukan hanya sebagian sedangkan dasarnya lebih
banyak (Menkes, 2019). Fenomena dari HIV/AIDS berpengaruh pada nutrisi saat ini
disebabkan karena timbulnya infeksi oportunistik diantaranya terjadi jamur kandidia
pada mulut dan pengaruh dari obat ARV yang dapat menyebabkan pasien
HIV/AIDS mengalami disfagia dan anoreksia pasien yang kurang pengetahuannya
akan membiarkan tidak memenuhi asupan nutrisi mereka dan dapat menyebabkan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. HIV dan malnutrisi dapat secara independen
menyebabkan terjadinya kerusakan sistem kekebalan tubuh secara progresif. Dapat
meningkatkan kerentanan terhadap infeksi, morbiditas dan mortalitas melalui infeksi
oportunistik, demam, diare, kehilangan nafsu makan, malabsorbsi nutrisi dan
penurunan berat badan (Nnyepi, 2009). Pengetahuan pemenuhan asupan nutrisi pada
pasien HIV/AIDS masih rendah, ketika pemenuhan nutrisi tidak baik akan
menimbulkan masalah penurunan kekebalan tubuh dan membuat virus HIV
berkembang semakin cepat (Duggal, et.al, 2012).

Berikut adalah jumlah kasus HIV/AIDS yang bersumber dari Ditjen Pencegahan dan
Penanggulangan Penyakit (P2P), data laporan tahun 2017 yang bersumber dari
sistem informasi HIV/AIDS dan IMS (SIHA). Dimana kasus HIV/AIDS di Indonesia
pada tahun 2017 terdapat 48.300 kasus HIV dan 9.280 kasus AIDS. Jumlah
kumulatif infeksi HIV yang dilaporkan sampai dengan Juni 2018 sebanyak 301.959
jiwa (47% dari estimasi ODHA jumlah orang dengan HIV/AIDS tahun 2018
sebanyak 640.443 jiwa) dan paling banyak ditemukan di kelompok umur 25-49
tahun dan 20-24 tahun. Adapun provinsi dengan jumlah infeksi HIV tertinggi adalah
DKI Jakarta (55.099), diikuti Jawa Timur (43.399) (Kemenkes RI, 2019). Data yang
diperoleh dari rekam medis RSUD Dr. Harjono Ponorogo jumlah kunjungan pasien
HIV/AIDS pada tahun 2018 mulai dari bulan Januari sampai Desember yaitu di
rawat inap berjumlah 120 pasien di rawat jalan sebanyak 1710 pasien dan di IGD ada
98 pasien, sedangkan pada tahun 2019 mulai bulan Januari sampai September yaitu
ada 72 pasien di rawat inap, 1441 pasien di rawat jalan dan 55 pasien di IGD
(Rekam Medis RSUD Harjono, 2019) Dan data pasien HIV di ruang ICU RSPAD
Gatot Soebroto tahun 2022 mulai dari bulan Agustus sampai bulan oktober
berjumlah 4 0rang .
Prevalensi kasus HIV/AIDS menurut data WHO HIV terus menjadi masalah
kesehatan global yang utama. Sejauh ini telah merenggut lebih dari 32 juta jiwa, Ada
sekitar 37,9 juta orang yang hidup dengan HIV pada akhir 2018 dengan 1,7 juta
orang menjadi baru terinfeksi pada 2018 secara global
Acquired Immunodeficiency Syndroms (AIDS) yang disebabkan oleh infeksi
Humman Immunodeficiency Virus (HIV) adalah suatu penyakit yang menyerang
sistem kekebalan baik humoral maupun seluler. Virus termasuk dalam kelompok
retrovirus dan termasuk virus RNA (Darmono,2009). Menurut Desmawati (2013)
Penyebab kelainan imun pada AIDS adalah suatu agen viral yang disebut HIV.
Retrovirus ditularkan oleh darah melalui kontak intim dan mempunyai afinitas yang
kuat terhadap limfosit T. Virus HIV dapat menyerang sel darah putih yang bernama
sel CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia yang pada
akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang sangat ringan
sekalipun.

Tanda dan gejala pada pasien HIV/AIDS kebanyakan orang yang terinfeksi
HIV tidak menunjukan gejala pada awal masa infeksi HIV. Gejalanya adalah
demam, sakit kepala, kelelahan, dan pembengkakan limfa. Gejala tersebut bisanya
menghilang dalam waktu satu minggu sampai satu bulan. Sebelum sampai dalam
AIDS terjadi gejala pembengkakan limfa yang terjadi lebih dari 3 bulan dan di ikuti
dengan gejala yang terjadi beberapa bulan hingga tahun antara lain rasa kelemahan
pada tubuh yang sangat, kondisi kulit yang kering sehingga mudah terkelupas, berat
badan yang menurun dan adanya infeksi persisten oleh jamur (Desmawati, 2013).

Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) mengalami penurunan nafsu makan yang


disebabkan oleh pengaruh obat ARV dan adanya infeksi jamur kandidiasis pada
mulut sehingga pasien HIV/AIDS terjadi anoreksia dan disfagia. Asupan nutrisi yang
kurang dapat menyebabkan penderita HIV/AIDS mengalami nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh. Pada ODHA yang terganggu asupan nutrisinya dapat berdampak
pada daya tahan tubuh penderita untuk melawan virus HIV menjadi berkurang ,dan
pada kondisi ini dimanfaatkan oleh virus HIV untuk berkembang cepat sehingga
memperpendek periode dari infeksi untuk berkembang menjadi AIDS. Dampak dari
kurangnya pengetahuan informasi tentang pemenuhan nutrisi dapat mempengaruhi
status gizi penderita HIV/AIDS (Nursalam dan Ninuk, 2013).

Untuk mengatasi masalah kurangnya pengetahuan tentang pemenuhan nutrisi


pada pasien HIV/AIDS, bisa diberikan edukasi tentang nutrisi yang harus dipenuhi.
Gangguan nutrisi memainkan peran penting dalam patogenesis, kematian dan
morbiditas orang dengan HIV-AIDS. Terapi diet dan pengetahuan gizi memainkan
peran penting dalam upaya untuk menyembuhkan dan kekebalan. Oleh karena itu,
kecukupan nutrisi makro dan mikro sangat penting bagi penderita HIV-AIDS.
Pengetahuan dan sikap berhubungan elemen kognitif dan afektif. Pengetahuan
mengacu pada elemen kognitif yang terkait dengan tindakan mental seperti persepsi,
memori, pembelajaran dan prediksi selama pemprosesan informasi. Sikap mengacu
pada tanggapan afektif terhadap suatu objek, yang bergantung pada kepercayaan,
nilai, pengalaman pribadi dan proses sosialisasi (Larasati dkk, 2019).

Sebagian besar para ODHA mengalami nafsu makan yang menurun disebabkan
karena pengaruh dari obat ARV dan kesulitan dalam menelan akibat infeksi dari
jamur kandidiasis pada mulut. Edukasi mereka dengan memberikan konseling
pemenuhan nutrisi antara lain cara memenuhi nutrisi sesuai kondisi, memilih bahan
makanan yang aman, dan pemberian makanan tambahan. Anjurkan ODHA untuk
memenuhi makanan yang tinggi kalori- tinggi protein, kaya vitamin dan mineral
serta cukup air. Batasi makanan yang menyebabkan mual/muntah mungkin kurang
ditoleransi oleh pasien karena luka pada mulut atau disfagia. Hindari
menghidangkan cairan atau makanan yang sangat panas. Sajikan makanan yang
mudah ditelan. Jadwalkan obat- obatan diantara makan (jika memungkinkan) dan
batasi pemasukan cairan dengan makanan, kecuali jika cairan memiliki nilai gizi
(Desmawati, 2013)

Berdasarkan data diatas maka penulis tertarik untuk melakukan Studi Literatur
Karya Tulis Ilmiah dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Pasien Penderita
HIV/AIDS Dengan Masalah Keperawatan Defisiensi Pengetahuan Tentang
Pemenuhan Nutrisi.
B. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:


1. Tujuan Umum
Agar semua perawat dapat mengetahui tentang penderita HIV/AIDS beserta
pelaksanaannya

2. Tujuan Khusus
a) Perawat dapat mengetahui tentang pengertian, Etiologi,
Manifestasi klinis , pathway, test diagnostic, komplikasi,
penatalaksaan, pada penderita HIV/AIDS
b) Perawat mengetahui, menganalisa, melakukan penatalaksanaan
medik, pengkajian, menentukan masalah keperawatan dan
rencana tindakan, serta evaluasi terhadap kasus penderita
HIV/AIDS
c) Perawat dapat bekerja berdasarkan standar praktik
keperawatan /SOP RS Setempat

C. Manfaat

1. Manfaat untuk instansi


Untuk menambah pengetahuan dan memfasilitasi baik berupa konsep teoritis
maupun praktis tentang merawat pasien dengan HIV/AIDS
2. Manfaat untuk Peserta
Untuk menambah pengetahuan dan wawasan perawat dalam melakukan asuhan
keperawatan terhadap pasien HIV/AIDS di ruang intensive care unit
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

1. Review Jurnal Terkait Kasus

A. Pengertian
Infeksi human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit
kekurang sistem imun yang disebabkan oleh retro virus HIV tipe 1 atau
HIV tipe 2 (Copstead dan banasik, 2012). Infeksi HIV adalah infeksi virus
yang secara progresif menghancurkan sel-sel darah putih infeksi oleh HIV
biasanya berakibat pada kerusakan sistem kekebalan tubuh secara progresif,
menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik dan kanker tertentu (terutama
pada orang dewasa) (Bararah dan jauhar, 2013). Acquired Immune
Deficiency Syndrome (AIDS) adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu
yang merupakan hasil akhir dari infeksi oleh HIV (Sylvia dan lorraine, 2012).
Definisi kasus surveilensi untuk HIV dari CDC menurut Sylvia dan
lorraine (2012) yaitu kriteria yang direfisi pada tahun 2000 untuk pelaporan
tingkat nasional mengombinasikan infeksi HIV dan AIDS dalam suatu definisi
kasus. Pada orang dewasa, remaja, atau anak-anak berusia 18 bulan atau lebih,
definisi kasus suveilensiHIV dipenuhi apabila salah atui kriteria laboratorium
positif atau dijumpai bukti klinis yang secar spesifik menunjukan infeksi HIV
dan penyakit HIV berat (AIDS).
Bukti laboratorium untuk infeksi HIV mencakup reaksi positif berulang
terhadap uji-uji penap[isan antibodi yang dikonfirmasi dengan uji suplementer
(misal, ELISA dikonfirmasi dengan ujui Western blot) atau hasil positif atau
laporan terdeteksinya salah satu uji njonantibodi atau virologi HIV: uji antigen
p24 HIV dengan pemeriksaan netralisir, biakan virus HIV, deteksi asam nuleat
(RNA atau DNA) HIV (misalnya, reaksi berantai polimerase atau RNA HIV-1
plasma, yang berinteraksi akibat terpajan masa perinatal).
Kriteria klinis mencakup suatu diagnosa infeksi HIV yangt didasarkan
pada daftar kriteria laboratorium yang tercatat dalam rekam medis oleh dokter
atau penyakit-panyekit yang memenuhi kriteria tercakup dalam definisi untuk
AIDS. Kriteria untuk kasus AIDS adalah :
1. Semua pasien yang terinfeksi oleh HIV dengan :
a) Hitungan sel T CD4 +>200/µl atau
b) Hitungan sel T CD4 + < 14% sel total, tanpa memandang
kategori klinis, simtomatik atau asimptomatik
2. Adanya infeksi-infeksi oportunistik terkait HIV, seperti:
a) Kandidiasis bronkus, trakea, atau paru
b) Kandidiasis esofagus
c) Kanker serviks, infasif
d) Diseminata atau ekstraparu
e) Kriptosporidiosis, usus kronik (lama sakit lebih dari satu bulan)
f) Kriptokokus, esktraparu
g) Penyakit sitomegalovirus (selain ahti, limpa,ataukelenjar getah
bening)
h) Retnitis sitomegali virus (disertai hiloangnya penglihatan)
i) Ensa lopati, terkait HIV
j) Herpes simpleks; ulkus-ulkus kronik lebih dari 1 bulan ; atau
bronkitis, pneumonitis, esofagitis
k) Histoplamosis, diseminata atau esktraparu
l) Isospariasis, usus kronik (lama sakit lebih dari 1 bulan)
m) Sarkoma sarposi (SK)
n) Limfoma, burkit (atau ekivalen)
o) Limfoma, imunoblastik ( atau yang ekivalen)
p) Microbakterium avium compleks atau Microbakterium kansasi
q) Microbakterium tuberkolosis, semua tempat, paru-paru, ekstra
paru
r) Microbakterium, spesiesb lain yang teridentifikasi
s) Pneumonia Pneumesistis carinii (PPC)
t) Pneumonbia rekuren
u) Leukoensefalopati multifokus progresif
v) Septikemia salmonela, rekuren
w) Toksoplamosis otak
x) Sindrome pengurusan yang disebabkan oleh HIV

B. Etiologi
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) diesbabkan oleh Human
immunodeficiency Virus (HIV), suatu retrovirus pada manusia yang termnasuk dalam
keluarga lentivirus (termasuk pula virus imunodefisiensi pada kucing, virus pada
imunodefisiensi pada kera, virus visna virus pada domba, virus anemia infeksiosa
pada kuda). Dua bentuk HIV yang berbeda secara genetik, tetapi berhubungan
secara antigen, yaitu HIV-1 dan HIV-2 yang telah berhasil diisolasi dari pendrita
AIDS. Sebagian retrovirus, viron HIV-1 berbentuk sferis dan mengandung inti
berbentuk bkerucut yang padat elektron dan dikelilingi selubung lipid yang berasal
dari membran sel penjamu. Inti virus tersebut mengandung kapsid utama protein p24,
nukleukapsid protein p7 atau p9, dua sirina genom, dan ketiga enzim virus (protease,
reserve, ytranscriptase dan integrase). Selain ketiga gen retrovirus yang baku ini
HIV ini mengandung beberapa gen lain (diberi nama misalnya tat, rev, nef, vpr dan
vpu) yang mengatur sintesi serta perakitan partikel virus yang ineksius. (Robbins
dkk, 2011).

Cara kerja virus HIV adalah menyerang limfosit CD4 yang bertugas
mengkoordinasikan sejumlah fungsi imunologis penting. Hal ini terjadi karena virus
HIV mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan limfosit CD4. Setelah
memasuki tubuh, virus HIV menggunakan enzim yang di sebut reverse trancriptase
untuk mentransfer informasi genetika mereka dari RNA ke DNA. Hilangnya fungsi
limfosit CD4 ini akan menyebaban gangguan kekebalan yang progresif.

Fase transmisi infeksi HIV dan AIDS yaitu:

1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi.


Tidak ada gejala
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala
flulikes illnes.
3. Infeksi asimtomatik. Fase tanpa gejala, biasanya berlangsung antara 1
sampai 15 tahun.
4. Supresi imun simtomatik. Dengan gejala berat badan menurun, diare,
demam, rash, neuropati, keringat malam hari, dan munculnya lesi/luka
di mulut. Biasanya muncul di atas 3 tahun.
5. AIDS. Muncul antara 1-5 tahun. Pada fase ini biasanya sudah
didapatkan infeksi oportunistik yang berat.

Menurut Nursalam dan Kurniawati (2011) virus HIV menular melalui enam cara
penularan, yaitu :
1. Hubungan seksual dengan penderita HIV AIDS Hubungan seksual
secara vaginal, anal dan oral dengan penderita HIV tanpa perlindungan bisa
menularkan HIV. Selama hubungan seksual berlangsung, air mani, cairan
vagina, dan darah yang dapat mengenai selaput lendir, penis, dubur, atau
mulut sehingga HIV yang terdapat dalam cairan tersebut masauk kedalam
aliran darah (Nursalam 2007). Selama berhubungan bisa terjadi lesi mikro
pada dinding vagina, dubur, dan mulut yang bisa menjadi jalan HIV untuk
asuk kedalam aliran darah pasangan seksual.

2. Ibu pada bayinya.


Penularan HIV dari ibu bisa terjadi pada saat kehamilan (in utero).
Berdasarkan CDC Amerika, prevelensi dari ibu ke bayi 0,01% sampai dengan
7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi
terinfeksi 20% sampai 30%, sedangkan gejala AIDS sudah jelas pada ibu
kemungkinan mencapai 50% (PELKESI , 1995 ddalam Nursalam 2007).
Penularan juga terjadi selama proses persalinan melalui transfusi
fetomaternal atatu kontak kulit atau membran mukosa bayi dengan darah atau
sekresi maternal saat melahirkan. ( Lili V 2004 dalam Nursalam 2007).
Transmisi lain terjadi selama periode post partum melalui ASI dari Ibu yang
positif sekitar 10%.

3. Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS


Sangat cepat menular HIV karena virus langsung masuk ke pembuluh
darah dan menyebar keseluruh tubuh.
4. Pemakaian alat kesehatan yang tidak streril
Alat pemeriksaan kandungan sperti spekulum, tenakulum, dan alat- alat
lainnya yang menyentuh dara, cairan vagina atau air mani yang terinfeksi
HIV, dan langsung digunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi HIV bisa
menularkan HIV.
5. Menggunakan jarum suntik secara bergantian
Jarum suntik yang digunakan oleh parah pengguna narkoba (Injekting
Drug User - IDU) sangat berpotensi menularkan HIV. Selain jarum suntik
para pengguna IDU secara bersam- sama menggunakan tempat penyampur,
pengaduk dan gelsa pengoplos obat, sehingga berpotensi tinggi menularkan
HIV. HIV tidak menular melalui peralatan makan, pakaian, handuk, sapu
tangan, hidup serumah dengan pederita HIV/AIDS, gigitan nyamuk, dan
hubunga sosial yang lainnya.

C. Manifestasi Klinis HIV/AIDS


Berikut ini adalah tanda-tanda gejala mayor dan minor untuk mendiagnosis
HIV berdasarkan WHO yaitu :

1. Gejala mayor:

a) Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan


b) Diare kronis tanpa ada penyebab signifikan yang berlangsung lebih
dari 1 bulan
c) Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
d) Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
e) Demensia/ HIV ensefalopati

2. Gejala minor:

a) Batuk menetap lebih dari 1 bulan


b) Dermatitis generalisata
c) Munculnya herpes zoster berulang
d) Kandidias orofaringeal
e) Herpes simpleks kronis progresif
f) Limfadenopati generalisata
g) Retinitis virus Sitomegalo

Manifestasi klinis penyakit AIDS menyebar luas dan pada dasranya dapat
mengenai setiap sistem organ. Penyakit yang berkjaitan dengan infeksai HIV dan
AIDS terjadi akibat infeksi, malignasi dan atau efek langsung HIV pada jaringan
tubuh, pembahasan berikut ini dibatasinpada manifestasi klinis dan akibat infeksi
HIV berat yang paling sering ditemukan adalah :
1. Respiratori
Pneumonia pneumocytis carini. Gejalah napas yang pendek, sesak
napas (dsipneu), batuk-batuk, nyeri dad dan demam akan menyertai berbagai
infeksi portunistik seperti yang disebabkan oleh mycobacterium avium
intracelulare (MAI), sitomegalovirus (CMV) dan legionella. Walaupun
begitu, infeksi yang paling sering ditemukan pada penderita AIDS adalah
pneumonia pneumocyti carini (PPC) yang merupakan penyakit oportunistik
pertama yang dideskripsikan berkaitan dengan AIDS. Gambaran klinik PCP
pada pasien AIDS umumnya tidak beguitu akut bila dibandingkan dengan
pasien gangguan kekebalan karena keadaan lain. Periode waktu antara awitan
gejala dan penegakan diagnosis yang benar bisa beberapa minggu hingga
beberapa bulan. Penderita AIDS pada mulanya hanya memperlihatkan tanda-
tanda dan gejala yang tidak khas seperti demam, menggigil, batuk
nonproduktif, napas pendek, dispneu dan kadang-kadang nyeri dada.
Kosentrasi oksigen dalam darah arterial pada pada pasien yang bernapas
dengan udara dalam ruangan dapat mengalami penurunan yang ringan;
keadaan ini menunjukan keadaan hipoksemia minimal. Bila tidak diatasi,
PCP akan berlanjut dengan menimbulkan kelainan paru yang signifikan dan
pada akhirnya kegagalan pernapasan.
2. Penyakit kompleks kompleks mycobacteriium avium (MAC;
mycobakterium avium complex) yaitu suatu kelompok baksil tahan asam,
biasanya menyebabkan infeksi pernapasan kendati juga sering dijumpai
dalam traktus gastrointestinal, nodus limfatik dan susmsum tulang. Sebagian
pasien AIDS sudah menderita penyakit yang menyebar luas ketika diagnosis
ditegakan dan biasanya dengan keadaan umum yang buruk. Berbeda dengan
infeksi oportunistik lainnya, penyakit tuberkolosis cenderung terjadi secara
dini dalam perjalanan infeksi HIV dan biasanya mendahului diagnosa AIDS.
Dalam stadium infeksi HIV yang lanjut penyakit TB disertai dengan
penyebaran ke tempat-tempat ekstrapulmoner seperti sistem saraf pusat,
tulang, perikardium, lambung, peritonium, dan skrotum.
3. Gastrointestinal
Manifestasi gastrointestinal penyakit AIDS mencakup hilangnya selera
makan, mual,munta,vomitus, kandidiasis oral, serta esofagus, dan diare
kronis. Bagi pasien AIDS, diare dapat membawah akibat yang serius
sehubungan dengan terjadinya penurunan berat badan yang nyata (lebih dari
10% berat badan), gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, ekskoriasis
kulit perinatal, kelemahan dan ketidak mampuan untuk nmelaksanakan
kegiatan yang biasa dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
4. Kanker
Sarkoma kaposi yaitu kelainan malignasi yang berkaitan dengan HIV
yang paling sering ditemukan merupakan penyakit yang melibatkan lapisan
endotel pembuluh darah dan limfe. Kaposi yang berhubungan dengan AIDS
memperlihatkan penyakit yang lebih agresif dan beragam yang berkisar mulai
dari lesi kutaneus stempat hingga kelainan yang menyebar dan mengenai
lebih dari satu organ.
5. Lesi kutaneus yang dapat timbul pada setiap tubuh biasanya berwarna
merah mudah kecoklatan hingga ungu gelap. Lesi dapat datar atau menonjol
dan dikelilingi oleh eksimosis(bercak-bercak perdarahan) serta edema. Lokasi
dan ukuran beberapa lesi dapat menurunkan statis aliran vena, limfadema
serta rasa nyeri. Lesi ulseri akan merusak integrias kulit dan meninggalkan
ketidaknyamanan pasien serta kerentanan terhadap infeksi. Limfoma sel- B
merupakan malignasi paling sering kedua yang terjadi diantara pasien-pasien
AIDS. Limfoma yang berhubungan dengan AIDS cenderung berkembang
diluar kelenjar limfe; limfoma ini paling sering dijumpai pada otak, sumsum
tulang dan gastrointestinal
6. Neurologik
Enselopati HIV disebut juga sebagai kompleks demensia AIDS. HIV
ditemukan denhan jumlah yang besar dalam otak maupun cairan
serebrospinal pasien-pasien ADC (AIDS dementia complex). Sel-sel otak
yang teronfeksi HIV didominasi oleh sel-sl CD4+ yang berasal dari
monosit/magkrofag. Infeksi HIV diyakini akan memicu toksinatau limfokin
yang mengakibatkan disfungsi seluler atau yang mengganggu fungsi
neurotransmiter keetimbang menyebabkan kerusakan seluler. Keadaan ini
berupa sindrome klinis yang disertai oleh penurunan progresif pada fungsi
kognitif, perilaku dan motorik. Tanda-tanda dan gejala yang samar-samar
serta sulit diobedakan dan kelealhan, depresi atau efek terapi yang mrugikan
terhadap infeksi dan malignasi. Manifestasi dini mencakup gangguan daya
ingat, sakit kepala, kesulitan berkonsentrasi, konfusi progresif, pelambatan
psikomotorik, apatis dan ataksia. Stadium lanjut mencakup gangguan kognitif
global kelambatan dalam respon verbal, gangguan paraperesis spastik,
psikologis, halusinasi, termor, intenkontenensia, serangan kejang,mutisme
dan kematian.
7. Infeksi jamur criptococus neoformans merupakan infeksi oportunistik
paling sering keempat yang terdapat diantara pasien- pasien AIDS dan
penyebab paling sering ketiga yang menyebabkan kelainan neurologik.
Meningitis kriptokokus ditandai dengan gejala seperti demam/panas, sakit
kepala, keadaan tidak enak badan(melaise), kaku kuduk, mual, vormitus,
perubahan status mental, dan kejang-kejang.
8. Kelemahan neurologik lainnya berupa neuropati perifer yang
berhubungan dengan HIV diperkirakan merupakan kelainan demilinisasi
dengan disertai rasa nyeri serta mati ras pada ekstremitas, kelemahan,
penurunan refleks tendon yang dalam, hipotensi ortotastik dan impotensi.
9. Struktur integumen
Manifestasi kulit menyertai infeksi HIV dan infeksi oportunistik serta
malignasi yang mendampinginya, infeksi oportunistik seperti herpes zoster
dan herpes simplex akan disertai denga pembentukan vasikel nyeri yang
merusak integritas kulit. Moloskum kontagiosium merupakan infeksi virus
yang ditandai oleh pembentukan plak yang disertai deformitas. Dermatitis
seboreika akan disertai ruam yang difus, bersisik dengan indurasi yang
mengenai kulit kepala serta wajah. Penderita AIDS juga dapat
memperlihatkan folokulasi menyeluruh yang disertai denga kulit yang kering
dan mengelupas atau dengan dermatitis atropik seperti eksema atau proriasis.
Hingga 60% penderita yang diobati dengan
trimetroprimsulfametoksazol (TMP/SMZ) untuk mengatasi pneumonia
pneumocytis carini akan mengalami ruam yang berkaitan dengan obat dan
berupa preuritis yang disertai pembentukan papula serta makula berwarna
merah mudah. Terlepas dari penyebab ruam ini pasien akanmengalami
gangguan rasa nyaman dan menhadapi peningkata resiko untuk menderita
infeksi tambahan, akibat rusaknya keutuhan kulit.

D. Patofisiologi HIV/AIDS DAN PATHWAY

Menurut Widyanto & Triwibowo, (2013) HIV dapat membelah diri dengan
cepat dan kadar virus dalam darah berkembang cepat, dalam satu hari HIV dapat
membelah diri menghasilkan virus baru jumlahnya sekitar 10 miliar. Proses
terjadinya defisit nutrisi pada HIV/AIDS, pasien akan mengalami 4 fase yaitu :
1. Periode jendela
Pada periode ini pemeriksaan tes antibodi HIV masih negatif walaupun
virus sudah ada dalam darah pasien. Hal itu karena antibodi yang
terbentuk belum cukup terdeteksi melalui pemeriksaan laboratium. Biasanya
Antibodi terhadap HIV muncul dalam 3-6 minggu hingga 12 minggu setelah
infeksi primer. Pada periode ini pasien mampu dan berisiko menularkan HIV
kepada orang lain.
2. Fase infeksi akut
Proses ini di mulai setelah HIV menginfeksi sel target kemudian terjadi
proses replika yang menghasilkan virus baru yang jumlahnya berjuta-juta
virion. Virimea dari banyak virion ini memicu munculnya sindrom infeksi akut
dengan gejala mirip flu. Sekitar 50-70% orang hiv yang terinfeksi mengalami
sindrom infeksi akut selama 3-6 minggu seperti influenza yaitu demam, sakit
otot, berkeringat, ruam, sakit tenggorokan, sakit kepala, keletihan,
pembengkakan kelenjar limfe, mual, muntah, anoreksia, diare, dan penurunan
BB. Antigen HIV terdeteksi kira-kira 2 minggu setelah infeksi dan terus ada
selama 3-5 bulan. Pada fase akut terjadi penurunan limfosit T yang dramatis
kemudian terjadi kenaikan limfosit T karena respon imun. Pada fase ini jumlah
limfosit T masih di atas 500 sel/mm3 kemudian akan menurun setelah 6
minggu terinfeksi HIV.
3. Fase infeksi laten
Pada fase infeksi laten terjadi pembentukan respon imun spesifik HIV
dan terperangkapnya virus dalam sel dendritic folikuler (SDF) di pusat
germinativum kelenjar limfe. Hal tersebut menyebabkan virion dapat
dikendalikan, gejala hilang dan mulai memasuki fase laten. Pada fase ini
jarang di temukan virion sehingga jumlahnya menurun karena sebagian besar
virus terakumulasi di kelenjar limfe dan terjadi replika. Jumlah limfosit T-
CD4 menurun sekitar 500-200 sel/mm3. Meskipun telah terjadi serokonversi
positif individu pada umumnya belum menunjukan gejala klinis
(asimtomatis). Fase ini terjadi sekitar 8-10 tahun setelah terinfeksi HIV. Pada
tahun ke delapan setelah terinfeksi HIV gejala klinis akan muncul seperti
demam , kehilangan BB < 10%, diare, lesi pada mukosa dan infeksi kulit
berulang.
4. Fase infeksi kronis
Selama fase ini, replika virus terus terjadi di dalam kelenjar limfe yang
di ikuti kematian SDF karena banyaknya virus. Fungsi kelenjar limfe yaitu
sebagai perangkap virus akan menurun atau bahkan hilang dan virus
diluncurkan dalam darah. Pada fase ini terjadi peningkatan jumlah virion
berlebihan, limfosit semakin tertekan karena infeksi HIV semakin banyak.
Pada saat tersebut terjadi penurunan, jumlah limfosit T-CD4 di bawah 200
sel/mm3. Kondisi ini menyebabkan sistem imun pasien menurun dan semakin
rentan terhadap berbagai infeksi sekunder. Perjalanan penyakit semakin
progresif yang mendorong ke arah AIDS .
Pathway

Transmisi HIV ke dalam tubuh


melalui darah, cairan tubuh pasien
Risiko Penularan Infeksi yg infeksius

HIV menginfeksi sel - sel T Helper + CD4 yang lain HIV menyerang sel-sel dendritik dan
makrofag di jaringan limfoid

Aliran darah Reaksi inflamasi Kerusakan sel T Helper + CD4 dalam


membawa HIV ke jumlah yang besar Pembengkakan kelenjar limfa
pembuluh darah
perifer Hipertermi Kegagalan stimulasi sel B
di usus
Kerusakan
Produksi antibodi menurun
Interaksi Sosial
Gangguan
Risiko Tinggi
keseimbangan Penurunan imunitas tubuh
Infeksi
flora normal di
usus (E.coli)
Infeksi oral Respiratori
Infeksi pada kulit
Penyerapan air di (Candida
usus terganggu albicans)
Pneumonia
TB (st. 3) Kandidiasi oral. Herpes
Pneumocystis
Intake  zozter, herpes simpleks,
carinii (st. 3) Stadium
Diare (st. 3)
sarcoma Kaposi, ke 2
Metabolisme 
dermatitis. seboreika, dll
Kekurangan Ketidak Penumpukan sektret
Volume Cairan Produksi
seimbangan Obstruksi jalan nafas
Tubuh energi 
Kelemahan
Nutrisi Gangguan
Bersihan jalan nafas Nyeri
Kurang dari Integritas
Intoleransi Aktivitas tidak efektif
Kebutuhan Kulit
Penurunan imunitas tubuh

Infeksi pada
neurologik

Ensefalopati
HIV

Perubahan status
mental, sakit kepala,
perlambatan
psikomotorik,
serangan
kejang,Gangguan
afektif (std. 4)

Risiko
cedera
E. Test Diagnostik

1. Laboratorium darah :
a) EIA (enzyme immunoassay) atau ELISA (enzyme-linked
immunosorbent assay) mendeteksi antibody untuk HIV-1 dan
HIV-2 terkadang, tes ELISA dapat menunjukkan hail positif
(false positive)
b) Tes Western blot
Tes ini hanya dilakukan untuk menindaklanjuti tes skrining awal
yang menunjujkan hasil positif HIV, biasanya tes ini disarankan
jika tes ELISA menunjukkan hasil positif HIV
c) Tes antibodi-antigen (Ab-Ag)
Bertujuan menemukan protein p24 yang merupakan bagian dari
inti virus (antigen dari virus)
d) Pemeriksaan CD4, yaitu pemeriksaan untuk menghitung jumlah
sel kekebalan tubuh bernama CD4 yang dapat menurun akibat
infeksi HIV
e) Tes virologis dengan PCR :
1) HIV DNA kualitatif (EID) Yang berfungsi mendeteksi
keberdaan virus HIV, bukan pada antibody penangkalnya.
Cek HIV ini digunakan untuk diagnosis pada bayi
2) HIV RNA kuantitatif Berfungsi untuk memeriksa jumlah
virus di dalam darah (viral load HIV) jika hasilnya tinggi,
tandanya ada banyak virus HIV dalam tubuh anda
2. Radiologi
Pemeriksaan Photo thorax untuk mengetahui apakah ada penyakit paru
dan peemriksaan CT-Scan kepala untuk mengetahui infeksi atau
pembengkakan, menentukan lokasi dan ukuran tumor, lokasi infeksi dan
bekuan darah, memantau perkembangan penyakit tertentu

F. Komplikasi

1) Tuberkulosis(TBC)
Tuberkulosis adalah infeksi paru-paru yang sering menyerang
penderita HIV, bahkan menjadi penyebab utama kematian pada
penderita AIDS. Penderita HIV yang kontak dengan pasien
tuberkulosis mungkin akan disarankan untuk menjalani pengobatan
dengan isoniazid guna mencegah TBC berkembang.
2) Toksoplasmosis
Toksoplasmosis adalah infeksi parasit yang dapat memicu kejang
bila sampai menyebar ke otak.
3) Cytomegalovirus
Cytomegalovirus adalah infeksi yang disebabkan oleh salah satu
kelompok virus herpes. Infeksi ini dapat menyebabkan kerusakan pada
mata, saluran pencernaan, dan paru-paru

4) Candidiasis

Candidiasis adalah infeksi akibat jamur Candida, yang


menyebabkan ruam pada sejumlah area tubuh

5) Gangguan pada saluran cerna(Diare)

Pasien dengan HIV dapat mengalami infeksi jamur pada saluran cerna,
terutama di daerah mulut, sehingga menyebabkan kesulitan makan dan
menelan. Jamur yang paling sering menyebabkan terjadinya infeksi
pada pasien HIV ialah Candida. Selain jamur ini infeksi saluran cerna
juga dapat disebabkan oleh sitomegalovirus dan virus herpes simpleks.
Infeksi yang disebabkan oleh sitomegalovirus menimbulkan gejala
berupa demam, nafsu makan menurun, nyeri perut, dan diare.
Sedangkan infeksi yang disebabkan oleh virus herpes simpleks
menimbulkan gejala sariawan yang sulit sembuh.
6) Kriptosporidiosis

Kriptosporidiosis adalah infeksi akibat parasit yang hidup di dalam


sistem pencernaan.
7) Meningitis kriptokokus

Meningitis kriptokokus adalah peradangan pada selaput otak dan


tulang belakang yang disebabkan oleh jamur.
8) Wasting syndrome

Wasting syndrome adalah kondisi ketika penderita AIDS kehilangan


10% berat badan. Wasting syndrome biasanya disertai diare dan demam
kronis.
9) HIVAN
HIVAN (HIV-associated nephropathy) adalah peradangan pada
saringan di ginjal. Kondisi ini menyebabkan gangguan pada proses
pembuangan limbah sisa metabolisme dari tubuh.
10) Gangguan neurologis

Meski AIDS tidak menginfeksi sel saraf, tetapi penderitanya bisa


mengalami depresi, mudah marah, bahkan sulit berjalan. Salah satu
gangguan saraf yang paling sering menyerang penderita AIDS
adalah demensia.
11) Gangguan Susunan syaraf pusat

Semakin berat infeksi HIV yang terjadi maka risiko untuk mengalami
infeksi pada susunan syaraf pusat juga semakin meningkat. Infeksi
susunan syaraf pusat yang paling sering terjadi disebabkan
oleh Toxoplasma gondii, Cryptococcus neoformans, dan virus JC. Pada
umumnya pasien akan mengeluhkan sakit kepala, kelemahan pada salah
satu sisi tubuh, demam tinggi, kejang, kaku kuduk, hingga kesadaran
menurun. Untuk menegakkan diagnosa ini dokter akan melakukan
pemeriksaan CT-scan kepala dan mengambil sedikit cairan otak untuk
dilakukan pemeriksaan laboratorium guna menentukan bakter/virus/sel
tumor yang menyebabkan komplikasi tersebut.
12) Kanker

Jenis kanker yang dapat menyerang penderita HIV, di antaranya


sarkoma kaposi dan limfoma. Sarkoma kaposi adalah kanker yang bisa
muncul di sepanjang pembuluh darah atau saluran getah bening.
Sementara, limfoma merupakan kanker pada kelenjar getah bening.

G. Penatalaksanaan

Menurut Brunner dan Suddarth (2013) upaya penanganan medis meliputi


beberapa cara pendekatan yang mencakup penanganan infeksi yang berhubungan
dengan HIV serta malignasi, penghentian replikasi virus HIV lewat preparat
antivirus, dan penguatan serta pemulihan sistem imun melaluui penggunaan preparat
immunomodulator. Perawatan suportif merupakan tindakan yang penting karena efek
infeksi HIV dan penyakit AIDS yang sangat menurunkan keadaan umum pasien;
efek tersebut mencakup malnutrisi, kerusakan kulit, kelemahan dan imobilisasi
dan perubahan status mental. Penatalaksanaan HIV AIDS sebagai berikut :
1. Obat-obat untuk infeksi yang berhubungan dengan infeksi HIV. Infeksi
umum trimetroprime-sulfametosoksazol, yang disebut pula TMP-SMZ
(bactrim, septra), merupakan preparat antibakteri untuk mengatasi berbagai
mikroorganisme yang menyebabkan infeksi. Pemberian secara IV kepada
psien-pasien dengan gastrointestinal yang normal tidak memberikan
keuntungan apapun. Penderita AIDS yang diobati dengan TMP- SMZ dapat
mengalami efek yang merugikan dengan insidenm tinggi yang tidak lazim
terjadi, sepeerti demam, ruam, leukopenia, trombositopenia dengan gangguan
fungsi renal. Pentamidin, suatu obat anti protozoa , digunakan sebagai preparat
alternatif untuk melawan PCP. Jika terjadi efek yang merugikan atau jika
pasien tidak memperlihatkan perbaikan klinis ketika diobati dengan TMP-
SMZ, petugas kesehatan dapat meromendasikan pentamidin. Meningitis, terapi
untuk meningitis kriptokokus adalah amfoteisin B IV dengan atau tanpa
flusitosin atau flukonazol (diflukcan). Keadaan pasien harus dipantau untuk
mendeteksi efek yanga potensial merugikan dan seirus dari amfoterisin B yang
mencakup reaksi anafiklasik, gangguan renal serta hepar,gangguan
kesiembangan eletrolit, anemia, panas danb menggigil. Retinitis
sitomegalovirus, retinitis yang disebabkan oleh sitomegalovirus (CMV; cyto
megalovirus) merupak penyebab utama kebutaan pada penderita penyakit
AIDS. Froskarmet (foscavir), yaitu preparat lain yang digunakan mengobati
retinitis CMV, disuntikan secara IV setiap 8 jam sekali selam 2 hingga 3
minggu.
Reaksi merugikan yang lazim pada pemberiam foskarnet adalah
nefrotoksisitas yang mencakup gagal ginjal akut dan gangguan keseimbangan
elektrolit yang mencakup hipokalasemia, hiperfosvatemia, serta
hipomagnesemia. Semua keadaan ini dapat memabawa kematian. Efek
merugikan lainnya yang lazim dijumpai adalah serangan kejang-kejang
gangguan gastrointerstinal, anemia, flebitis, pada tempat infus dan nyeri
punggung bawah.

2. Penatalaksanaan diare kronik


Terapi dengan okterotid asetat (sandostain), yaitu suatu analog sisntesis
somatostatin, ternyata efektif untuk mengattasi diare yang berat dan kronik.
Konsentraasi reseptor somaytosin yang tinggi ditemukan dalam traktus
gastrointestinal maupun jaringan lainnya. Somatosytain akan mengahambat
banayk fungsi fisiologis yang mencakup motalisis gastrointerstinal dan sekresi
– interstinal air serta elekltrolit.
3. Penalaksanaan sindrom pelisutan
Penatalaksanaan sindrom pelisutan mencakup penanganan penyebab
yang mendasari infeksi oportunistik sistematis maupun gastrointerstinal.
Mallnutirisi sendriri akan memperbersar resiko infeksi dan dapat pula
meningkatkan insiden infeksi oportunistik. Terapi nutrisi dapat dilakukan
mulai dari diet oral dan pemberian makan lewat sonde (terapi nutriasi enternal)
hingga dukungan nutrisi parenteral jika diperlukan.
4. Penanganan keganasan
Pelaksanaan sarkoma kaposi biasanya sulit karena beragamnya gejala
dan sistem organ yang terkena. Tujuan terapinya adalah untuk mengurangi
gejala dengan memperkecil ukuran lesi pada kulit, mengurangi gangguan rasa
nyaman yang berkaitan dengan edma serta ulserasi, dan mengendalikan gejala
yang berhubungan dengan lesi mukosa serta organ viseral. Hingga saat ini,
kemoterapi yang paling efektif tampaknya berupa ABV (adriamisin,
bleomisin, dan vinkristin).
5. Terapi antiretrovirus
Saat ini terdapat empat preparat yang sudah disetujui oleh FDA untuk
pengobatan HIV, keempat preparat tersebut adalah; zidovudin,dideoksinosin,
dideoksisitidin dan stavudin. Semua obat ini menghambat kerja enzim reserve
trancriptase virus dan mencegah virus reproduksi HIV dengan cara meniru
salah satu substansi molekuler yang dugunakan virus tersebut untuk
membangun DNA bagi partikel-partikel virus baru. Dengan mengubah
komponen struktural rantaii DNA, produksi virus yang baru akan dihambat.
6. Inhibitor protase
Inhibitor protase merupakan obat yang menghanbat kerja enzim
protase, yaitu enzim yang digunakan untuk replikasi virus HIV dan produksi
virion yang menular. Inhibisi protase HIV-1 akan menghasilkan partikel virus
noninfeksius dengan penurunan aktivitas enzim reserve transcriptase.
7. Perawatan Pendukung
Pasien yang menjadi lemah dan memiliki keadaan umum yang
menurun sebagai akibat dari sakit kronik yang berkaitan dengan HIV
memerlukan banyak macam perawatan suportif. Dukungan nutrisi mungkin
merupakan tindakan sederhana seperti membantu pasien dalam mendapatkan
atau mempersiapkan makanan. Untuk pasien dengan gangguan nutrisi yang
lanjut karena penurunn asupan makanan, sindrom perlisutan, atau malabsorbsi
saluran cerna yang berkaitan dengan diare, mungkin diperlukan dalam
pemberian makan lewat pembuluh darah seperti nutrisi parenteral total.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang terjadi akibat mual,
vomitus dan diare kerap kali memrlukan terapi pengganti yang berupa infus
cairan serta elektrolit. Lesi pada kulit yang berkaitan dengan sarkoma caposi,
ekskoriasi kulit periana dan imobilisasi ditangani dengan perawatan kulit yang
seksama dan rajin; Perawatan ini mencakup tindakan mengembalikan tubuh
pasien secara teratur, membersihkan dan mengoleskan salab obat serta
menutup lesi dengan kasah steril.
8. Terapi nutrisi
Menurut Nursalam (2011) nutrisi yang sehat dan seimbang diperlukan
pasien HIV AIDS untuk mempertahankan kekuatan,nebingkatkan fungsi
sistim imun, meningkatkan kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi dan
menjaga orang yang hidup dengan infeksi HIV AIDS tetap aktif dan
produktif. Defisiensi vitamin dan mineral bisa dijumpai pada orang dengan
HIV, dan defisiensi sudah terjadi sejak stadium dini walaupun pada ODHA
mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang, defisiensi terjadi karena HIV
menyebabka hilangnya nafsu makan dan gangguan absorbsi zat gisi. Untuk
mengatasi masalh nutrisi pada pasien HIV AIDS, mereka harus diberi
makanan tinggi kalori, tinggi protein, kaya vitamin dan mineral serta cukup
air.
9. Manfaat konseling dan VCT pada pasien HIV
Menurut Nursalam (2011) kionseling HIV/AIDS merupakan dialog
antara seseorang (klien) dengan pelayanan kesehatan (konselor )yang bersifat
rahasia, sehingga memungkinkan orang tersebut mampu menyesuaikan atau
mengadaptasi diri denga stres dan sanggup membuat keputusan bertindak
berkaitan dengan HIV/AIDS. Konseling HIV berbeda dengan konseling
lainnya, walaupun keterampilan dasar yang dibutuhkan adalah sama.
Konseling HIV menjadi hal yang unik karena :
a) Membutuhkan pengetahuan yang luas tentang infeksi menular
seksual (IMS) dan HIV/ AIDS.
b) Membutuhkan menganai praktik seks yang bersifat pribadi.
c) Membutuhkan pembahasan tentang kematian atau proses
kematian.
d) Membutuhkan kepekaan konselor dalam menghadapi perbedaan
pendapat dan nilai yang mungkin sangat bertentangan dengan
nilai yang dianut oleh konselor itu sendiri.
e) Membutuhkan keterampilan pada saat memberikan hasil HIV
positif.
f) Membutuhkan keterampilan dalam menghadapi kebutuhan
pasnagan maupun anggota keluarga klien. Menurut nursalam
(2011) tujuan konseling HIV yaitu :
1) Mencegah penularan HIV dengan cara mengubah
perilaku. Untuk merubah perilaku ODHA (orang dengan
HIV/AIDS) tidak hanya membutuhkan informaasi belaka,
tetapi jauh lebih pentung adalah pemberian dukungan yang
dapat menumbuhkan motivasi mereka, misalnya dala m
perilaku seks aman, tidak berganti-ganti jarum suntik, dan lain-
lain.
2. Meningkatkan kualitas hidup ODHA dalam segala aspek
baik medis, psikologis, sosial, dan ekonomi. Dalam hal ini
konseling bertujuan memberikan dukungan kepada ODHA
agar mampu hidup secara positif. Voluntary conseling tetsting
atau VCT adalah suatu pembinaan dua arah atau dialog yang
berlangsung tak terputus antara konselor dengan kliennya
bertujuan mencegah penularan HIV, memberikan dukungan
moral, informasi, serta dukungan lainnya kepada ODHA,
keluarga, dan lingkungannya (Nursalam, 2011). Tujuan VCT
yaitu sebagai upaya pencegahan HIV/AIDS, upaya untuk
mengurangi kegelisahan, meningkatkan presepsi/ pengetahuan
mereka tentang faktor-faktor resiko penyebab seseorang
terinfeksi HIV, dan upaya pengembangan perubahan perilaku,
sehingga secara dini mengarahkan menuju ke program
pelayanan dan dukunga termasuk akses terapi antiretroviral,
serta membantu mengurangi stikma dalam masyarakat
(Nursalam, 2011).

2. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Kasus

A. Pengkajian Primer

1) Airway
- Lidah jatuh kebelakang

- Benda asing / darah pada rongga mulut

- Adanya secret

2) Breathing
- pasien sesak nafas dan cepat letih
- Pernafasan melalui hidung / mulut
- Dispnea
3) Circulation
- TD normal
- Nadi kuat
- Capillary refill > 3 detik
- Akral dingin

4) Disability
Pemeriksaan neurologis GCS menurun bahkan terjadi
koma, Kelemahan dan keletihan, Konfusi, Disorientasi,

- A (Allert) : sadar penuh, respon bagus

- V (Voice) : Respon kesadaran menurun, berespon


terhadap suara

- (Pain) : Respon kesadaran menurun, tidak


berespon terhdap suara, berespon terhadap rangsangan
nyeri

- U (Unresponsive) : kesadaran menurun, tidak


berespon terhadap suara, tidak bersespon terhadap nyeri.
5) Eksposure
- Tidak ada tanda-tanda trauma

B. Pengkajian Sekunder

1. Pengkajian Riwayat Penyakit :


Komponen yang perlu dikaji Keluhan utama dan alasan pasien datang ke
rumah sakit Dapat ditemukan pada pasien AIDS dengan manifestasi respiratori
ditemui keluahn utama sesak nafas. Keluahn utama lainnya dirtemui pada
pasien penyakit HIV AIDS, yaitu demam yang berkepanjangan (lebih dari 3
bulan), diare kronis lebih dari 1 bulan berulang maupun terus menerus,
penurunan berat badan lebih dari 10%, batuk kronis lebih dari 1 bulan, infeksi
mulut dan tenggorokan disebabkan oleh jamur candida albikans,pembekakan
kelenjar getah bening diseluruh tubuh, munculnya herpes zooster berulang dan
bercak-0bercak gatal diesluruh tubuh.

a) Lamanya waktu kejadian samapai dengan dibawa ke rumah


sakit
b) Tipe cedera, posisi saat cedera dan lokasi cedera
c) Gambaran mekanisme cedera dan penyakit yang ada (nyeri)
d) Waktu makan terakhir
e) Riwayat pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi sakit
sekarang, imunisasi tetanus yang dilakukan dan riwayat alergi
klien.
2. Riwayat kesehatan sekarang.
Dapat ditemukan keluhan yang baisanuya disampaikan pasien HIV AIDS
adalah: pasien akan mengeluhkan napas sesak (dispnea) bagi pasien yang
memiliki manifestasi respiratori, batuk-batuk, nyreri dada, dan demam, pasien
akan mengeluhkan mual, dan diare serta penurunan berat badan drastis.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pasien pernah dirawat karena penyakit yang sama. Adanya riwayat
penggunaan narkoba suntik, hubungan seks bebas atau berhubungan seks
dengan penderita HIV/AIDS terkena cairan tubuh penderita HIV/AIDS.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya pada pasien HIV AIDS adanya anggota keluarga yang
menderita penyakit HIV/ AIDS. Kemungkinan dengan adanya orang tua yang
terinfeksi HIV. Pengakajian lebih lanjut juga dilakukan pada riwayat pekerjaan
keluarga, adanya keluarga bekerja ditempat hiburan malam, bekerja sebagai
PSK (pekerja seks komersial).

5. Pola aktifitas sehari-hari (ADL) meliputi :


a) Pola presepsi dan tata laksanaan hidup sehat.
Biasanya pada pasien HIV/ AIDS akan mengalami perubahan atau
gangguan pada personal hygiene, misalnya kebiasaan mandi, ganti
pakaian, BAB dan BAK dikarenakan kondisi tubuh yang lemah, pasien
kesulitan melakukan kegiatan tersebut dan pasien biasanya cenderung
dibantu oleh keluarga atau perawat.
b) Pola nutrisi
Biasanya pasien dengan HIV / AIDS mengalami penurunan
nafsu makan, mual, muntah, nyeri menelan, dan juga pasien akan
mengalami penurunan berat badan yang cukup drastis dalam jangka
waktu singkat (terkadang lebih dari 10% BB).
c) Pola eliminasi
Biasanya pasien mengalami diare, feses encer, disertai mucus berdarah.
d) Pola istrihat dan tidur
Biasanya pasien dengan HIV/ AIDS pola istrirahat dan tidur
mengalami gangguan karena adanya gejala seperti demam daan
keringat pada malam hari yang berulang. Selain itu juga didukung oleh
perasaan cemas dan depresi terhadap penyakit.
e) Pola aktifitas dan latihan
Biasanya pada pasien HIV/ AIDS aktifitas dan latihan
mengalami perubahan. Ada beberapa orang tidak dapat melakukan
aktifitasnya seperti bekerja. Hal ini disebabkan mereka menarik diri
dari lingkungan masyarakat maupun lingkungan kerja, karena depresi
terkait penyakitnya ataupun karena kondisi tubuh yang lemah.
f) Pola prespsi dan kosep diri
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami perasaan mara,
cemas, depresi dan stres.
g) Pola sensori kognitif
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami penurunan
pengecapan dan gangguan penglihatan. Pasien juga biasanya
mengalami penurunan daya ingat, kesulitan berkonsentrasi, kesulitan
dalam respon verbal. Gangguan kognitif lain yang terganggu yaitu bisa
mengalami halusinasi.
h) Pola hubungan peran
Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan terjadi perubahan peran
yang dapat mengganggu hubungan interpesonal yaitu pasien merasa
malu atau harga diri rendah
i) Pola penanggulangan stres
Pada pasien HIV AIDS biasanya pasien akan mengalami cemas,
gelisa dan depresi karena penyakit yang dideritanya. Lamanya waktu
perawtan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya
karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif
berupa marah, marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain,
dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme
koping yang konstruktif dan adaptif.
j) Pola reproduksi seksual
Pada pasien HIV AIDS pola reproduksi seksualitasnya
terganggu karean penyebab utama penularan penyakit adalah melalui
hubungan seksual.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada pasien HIV AIDS tata nilai keyakinan pasien awalnya
akan berubah, karena mereka menganggap hal yang menimpa mereka
sebagai balasan perbuatan mereka. Adanya status perubahan kesehatan
dan penurunan fungsi tubuh mempengaruhi nilai kepercayaan pasien
dalam kehidupan mereka dan agama merupakan hal penting dalam
hidup pasien

C. Metode yang sering dipakai untuk mengkaji riwayat klien meliputi :

1. S (signs and symptoms) : tanda dan gejala yang


diobservasi dan dirasakan klien
2. A (Allergis) : alergi yang dipunyai klien
3. M (medications) : tanyakan obat yang telah
diminum klien untuk mengatasi nyeri
4. P (pertinent past medical hystori) : riwayat penyakit yang diderita
klien
5.. L (last oral intake solid or liquid) : makan/minum terakhir;
jenis makanan, ada penurunan atau peningkatan kualitas makan
6. E (event leading to injury or illnes) : pencetus/kejadian penyebab
keluhan.
D. Pengkajian Head to Toe yang terfokus, meliputi :

1. Pengkajian kepala, leher dan wajah

Periksa rambut, kulit kepala dan wajah adakah luka, perubahan tulang
kepala, wajah dan jaringan lunak, adakah perdarahan serta benda asing.
biasanya ditemukan kulit kepala kering karena dermatitis seboreika
2. Gigi dan mulut
Ditemukan ulserasi dan adanya bercak- bercak putih seperti krim yang
menunjukan kandidiasis.
3. Periksa mata, telinga, hidung, mulut dan bibir
Adakah perdarahan, benda asing, kelainan bentuk, perlukaan atau
keluaran lain seperti cairan otak. biasanya konjungtifa anemis , sclera tidak
ikterik, pupil isokor,refleks pupil terganggu
4. Periksa leher
Nyeri tulang servikal dan tulang belakang, trakhea miring atau tidak,
distensi vena leher, perdarahan, edema dan kesulitan menelan.kaku kuduk
(penyebab kelainan neurologic karena infeksi jamur criptococus neofarmns).

5. Pengkajian dada
Hal-hal yang perlu dikaji dari rongga thoraks :
a) Kelainan bentuk dada
b) terdapat nyeri dada pada pasien AIDS yang disertai dengan TB
napas pendek (cusmaul)
c) Pergerakan dinding dada
d) Amati penggunaan otot bantu nafas
e) Perhatikan tanda-tanda injuri atau cedera, petekiae, perdarahan,
sianosis, abrasi dan laserasi

6. Pengkajian Abdomen, Kulit dan Pelvis. Hal-hal yang perlu dikaji :


a) Struktur tulang dan keadaan dinding abdomen
b) Bising usus yang hiperaktif
c) Biasanya ditemukan turgor kulit jelek, terdapatnya tanda- tanda
lesi (lesi sarkoma kaposi)
d) Tanda-tanda cedera eksternal, adanya luka tusuk, alserasi,
abrasi, distensi abdomen dan jejas
e) Masa : besarnya, lokasi dan mobilitas
f) Nadi femoralis
g) Nyeri abdomen, tipe dan lokasi nyeri (gunakan PQRST)
h) Distensi abdomen

7. Pengkajian Ekstremitas Hal-hal yang perlu dikaji :


a) Tanda-tanda injuri eksternal
b) Terjadi kelemahan otot, tonus oto menurun, akral dingin
c) Nyeri
d) Pergerakan
e) Sensasi keempat anggota gerak
f) Warna kulit
g) Denyut nadi perifer

8. Pengkajian Tulang Belakang


Bila tidak terdapat fraktur, klien dapat dimiringkan untuk mengkaji :
a) Deformitas
b) Tanda-tanda jejas perdarahan
c) Jejas
d) Laserasi
e) Luka

9. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan meliputi :


a) Radiologi
b) Pemeriksaan laboratorium
c) USG dan EKG

10. Pengkajian Tulang Belakang


Bila tidak terdapat fraktur, klien dapat dimiringkan untuk mengkaji :
a) Deformitas
b) Tanda-tanda jejas perdarahan
c) Jejas
d) Laserasi
e) Luka

11. Pengkajian Psikosossial Meliputi :


a) Kaji reaksi emosional : cemas, kehilangan
b) Kaji riwayat serangan panik akibat adanya faktor pencetus
seperti sakit tiba-tiba, kecelakaan, kehilangan anggota tubuh
ataupun anggota keluarga
c) Kaji adanya tanda-tanda gangguan psikososial yang
dimanifestasikan dengan takikardi, tekanan darah meningkat dan
hiperventilasi.

12. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan meliputi :


a) Radiologi
b) Pemeriksaan laboratorium
c) EKG

C. Diagnosa Keperawatan (SDKI)


1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernpasan,
hambatan upaya nafas(D.0005)
2. Bersihan jalan nafas berhubungan dengan hipersekresi jalan
nafas( D.0001 )
3. Diare berhubungan dengan proses infeksi(D.0020)
4. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
makanan,mengabsorpsi, mencerna makanan ( D.0019)
5. Hipovolemi berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi,
kekurangan intake cairan(D.0023)
6. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran
(D.0006)
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring (D.0056)
8. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status nutrisi,
penurunan mobilitas fisik ( D.0129 )
9. Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis (HIV) (D.0142)
30

D. Intervensi Keperawatan (SLKI,SIKI)

N DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN/ INTERVENSI


O KRITERIA HASIL KEPERAWATAN
SDKI
SLKI SIKI

1Pola Nafas tidak efektif (D.0005) Tujuan : Setelah Managemen Jalan Nafas
.( inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak dilakukan pengkajian Observasi
memberikan ventilasi adekuat ) selama 3 x 24 jam 1. Monitor posisi
masalah Pola Nafas tidak selang endotrakeal
Penyebab ( berhubungan dengan ) efektif dapat teratasi. (ETT) terutama
pilih salah satu setelah mengubah
1. Depresi pusat pernpasan posisi
2. Hambatan upaya napas (mis. Kriteria Hasil : 2. Monitor tekanan balon
Nyeri saat bernapas, kelemahan 1. Dyspnea menurun ETT setiap 4-8 jam
otot pernapasan) 2. Penggunaan otot 3. Monitor kulit area
bantu napas menurun
3. Deformitas dinding dada stoma trakeostomi
3. Pemanjangan fase
4. Deformitas tulang dada eskpirasi menurun (mis. Kemerahan,
5. Gangguan neuromoskular 4. Orthopnea menurun drainase,perdarahan)
6. Gangguan neurologis 5. Pernapasan pursed-
lip menurun
7. Imaturitas neurologis 6. Pernapasan cuping
8. Penurunan energi hidung menurun Terapeutik
9. Obesitas 7. Frekuensi napas 1. Kurangi tekanan
membaik
10. Posisi tubuh yang menghambat balon secara
8. Kedalaman napas
ekspansi paru membaik periodic tiap shift
11. Sindrom hipoventilasi 9. Ventilasi msemenit 2. Pasang
membaik
12. Kerusakan inervasi diagfragma oropharyngeal
10. Kapasiotal vital
(kerusakan saraf C5 keatas ) membaik airway (OPA) untuk
13. Cedera pada medula spinalis 11. Diameter thyoraks mencegah ETT
anterior-posterior
14. Efek agen farmakologis tergigit
membaik
15. Kecemasan 12. Tekanan ekspresi 3. Cegah ETT terlipat
membaik (kingking)
31

Gejala ( Dibuktikan dgn)..pilih di 13. Tekanan inspirasi 4. Berikan pre-


tanda mayor dan minor yg masuk ked membaik oksigenisasi 100%
lm kondisi pasien ya.. selama 30 detik (3-
6 kali ventilasi)
sebelum dan setelah
Tanda Mayor
penghisapan
Subjektif
5. Berikan volume
1. Dispnea
pre-oksigenisasi
(bagging atau
Objektif
ventilasi mekanik)
1. Penggunaan otot bantu
1,5 kali volume
pernapasan
tidal
2. Fase ekspirasi memanjang
6. Lakukan
3. Pola napas abnormal ( mis.
penghisapan lender
Takipnea, bradipnea, hiperventilasi,
kurang dari 15 detik
kussmaul, cheyne- stokes)
jika
diperlukan(bukan
Tanda Minor
secara
Subjektif
berkala/rutin)
1. Ortopnea
7. Ganti fiksasi ETT
Objektif
setiap 24 jam
1. Pernapasan pursed-lip
8. Ubah posisi ETT
2. Pernapasan cuping hidung
secra bergantian
3. Diameter thoraks anterior –
(kiri dan kanan)
posterior meningkat
setap 24 jam
4. Ventilasi semenit menurun
9. Lakukan perawatan
5. Kapasitas vital menurun
mulut (mis. Dengan
6. Tekanan ekspirasi menurun
sikat
7. Tekanan inspirasi menurun
gigi,kasa,pelembab
8. Eksjursi dada berubah
bibir)
10. Lakukan perawatan
stoma trakeostomi
32

Edukasi
 Jelaskan pasien atau
kelurga tujuan dan
prosedur
pemasanganjalan
nafas buatan
Kolaborasi
 Kolaborasi intubasi
ulang jika terbentuk
mucouse plug yang
tidak dapat
dilakukan
penghisapan
2BERSIHAN JALAN NAPAS Tujuan : Setelah MANAJEMEN JALAN
. dilakukan pengkajian NAFAS
( D.0001 )
selama. 3 x 24 jam
Tindakan Observasi
(ketidakmampuan membersihkan bersihan jalan napas
secret atau obstruksi jalan napas meningkat 1. Monitor pola nafas
untuk mempertahankan jalan napas (frekuensi, kedalaman,
Kriteria Hasil :
tetap paten) usaha napas)
1. Batuk efektif
Penyebab ( berhubungan dengan) 2. Monitor bunyi napas
meningkat
tambahan (mis. Mengi,
 Fisiologis
2. Produksi sputum gurgling, wheezing,
1. Spasme jalan nafas menurun ronkhi kering)

2. Hipersekresi jalan nafas 3. Mengi dan wheezing 3. Monitor sputum

3. Disfungsi neuromuskular menurun (warna, jumlah, aroma)

4. Benda asing dalam jalan nafas 4. Dispnea menurun

5. Adanya jalan nafas buatan 5. Ortopnea menurun Terapeutik

1. Pertahankan kepatenan
33

6. Sekresi yang tertahan 6. Pola nafas membaik jalan napas dengan head-
tilt dan chin- lift
7. Hiperplasia dinding jalan nafas 7. Frekuensi nafas
membaik 2. Posisikan semi-fowler
8. Proses infeksi
atau fowler
8. Gelisah menurun
9. Respon alergi
3. Berikan minum hangat
9. Sianosis menurun
10. Efek agen farmakologis
4. lakukan fisioterapi
(misalnya anastesi) 10. Sulit bicara
dada, jika perlu
menurun
Situasional
5. lakukan penghisapan
1. Merokok aktif lendir kurang dari 15

2. Merokok pasif detik

3. Terpajan polutan 6. Berikan oksigen jika


perlu
Gejala ( Dibuktikan dengan) pilih
tanda mayor dan minor yang sesuai Edukasi

dengan kondisi pasien 1. Anjurkan asupan

Tanda Mayor cairan 2000 ml/hari, jika


tidak kontraindikasi
Subjektif
2. Ajarkan teknik batuk
Tidak tersedia
efektif
Objektif
Kolaborasi
1. Batuk tidak efektif atau tidak
1. Kolaborasi pemberian
mampu batuk
bronkhodilator,
2. Sputum berlebihan/ obstruksi di ekspektoran, mukolitik
jalan nafas /mekonium di jalan nafas

3. Mengi, weezing,atau ronkhi

Tanda Minor

Subjektif
34

1. Dipsneu PEMANTAUAN
RESPIRASI
2. Sulit bicara
Tindakan
3. Ortopenea
Observasi
Objektif
1. Monitor
1. Gelisah
frekuensi,irama,kedalama
2. Sianosis n dan upaya nafas

3. Bunyi nafas menurun 2. Monitor pola nafas

4. Frekuensi nafas berubah 3. Monitor

Pola nafas berubah kemampuan batuk efektif

4. Monitor saturasi
oksigen,nilai AGD dan
hasil X-Ray

5. Monitor adanya
sumbatan jalan nafas

MANAJEMEN
Diare(D.0020)( Pengeluaran feses Tujuan : Setelah DIARE
yang sering,lunak dan tidak
dilakukan pengkajian Observasi
berbentuk )
keperawatan selama 3 x 1. Identifikasi
24 jam masalah diare penyebab diare
Penyebab berhubungan dengan pilih
teratasi 2. Identifikasi riwayat
salah satu
pemberian makanan
• Fisiologis Dengan Kriteria Hasil :
3. Monitor
1. Inflamasi gastrointestinal 1. Keluhan defekasi warna,volume,frekuens
i dan konsistensi tinja
2. Iritasi gastrointestinal lama dansulit menurun
4. Monitor tanda dan
3. Proses infeksi 2. Mengejan saat gejala hypovolemia
35

4. Malabsorpsi defekasi menurun 5. Monitor jumlah


pengeluaran diare
3. Konsistensi feses
• Psikologis membaik
Terapeutik
1. Kecemasan
4. Frekuensi BAB
1. Berikan asupan
2. Tingkat stress tinggi membaik cairan oral

5. Peristaltik usus 2. Pasang jalur


• Situasional membaik intravena

1. Terpapar kontaminan 3. Berikan cairan


intravena
2. Terpapar toksin
4. Ambil sample fese
3. Penyalahgunaan laksatif
untuk kultur jika
4. Program pengobatan diperlukan

Gejala ( Dibuktikan dgn)..pilih di Edukasi


tanda mayor dan minor yg masuk
1. Anjurkan makanan
ked lm kondisi pasien ya..
porsi kecil dan sering
Tanda Mayor secara bertahap

Subjektif 2. Anjurkan
menghindari makanan
Tidak tersedia
pembentuk gas,pedas
Objektif dan mengandung
laktosa
1. Defekasi lebih dari 3 kali
dalam 24 jam
2. Feses lembek atau cair Kolaborasi

Tanda Minor 1. Kolaborasi


pemberian obat anti
Subjektif
motilitas
1. Urgency
2. Kolaborasi
2. Kram/nyeri abdomen pemberian obat anti
spasmolitik
Objektif
mis.glukosa 2,5%,
1. Bising usus hiperaktif Nacl 0,4%)

2. Frekuensi peristaltic 3. Kolaborasi


36

meningkat pemberian obat


pengeras feses

PEMANTAUAN
CAIRAN
Observasi
1. Monitor frekuensi
dan kekuatan nadi
2. Monitor tekanan
darah
3. Monitor berat badan
4. Monitor elastisitas
atau turgor kulit
5. Monitor jumlah,
warna dan berat jenis
urine
6. Monitor intake dan
output cairan
7. Monitor kadar
albumin dan protein
total

Terapeutik
1. Atur interval waktu
pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
2. Dokumentasikan
hasil pemantauan

Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
37

prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan,jika perlu

3 - 1. Kaji tanda-tanda
. vital
2. Atur
posisi
klien
3. senyaman
mungkin
4. Ajarkan
klien
tehnik
5. bernafas dan
relaksasi
6. Kolaborasikan
dengan medis dalam
pemberian therapy
7. Kolaborasi
dengan tenaga
laboratorium
dalam pemeriksaan
darah lengkap

4DEFISIT NUTRISI ( D.0019) Tujuan : Setelah MANAJEMEN NUTRISI


. dilakukan pengkajian
(Asupan nutrisi tidak cukup untuk Tindakan
selama 3 x 24 jam status
memenuhi kebutuhan metabolisme)
nutrisi membaik Observasi
Penyebab ( berhubungan dengan)
Kriteria Hasil : 1. Identifikasi status
1. Kurangnya asupan makanan nutrisi
1. Porsi makanan
2. Ketidakmampuan menelan yang dihabiskan 2. Identifikasi
maknan meningkat makanan yang disukai

3. Ketidakmampuan mencerna 3. Identifikasi


38

makanan 2. Berat badan kebutuhan kalori dan jenis


membaik nutrientDe
4. Ketidfakmampuan
mengabsorpsi nutrient 3. Indeks Massa 4. Monitor asupan
Tubuh (IMT ) membaik makanan
5. Peningkatan kebutuhan
metabolism 4. Nyeri abdomen 5. Monitor berat badan
menurun
6. Faktor ekonomi ( mis finansial Terapeutik
tidak mencukupi)
1. Berikan makanan
7. Faktor psikologis ( mis tinggi kalori dan tinggi
stress,keengganan untuk makan ) protein

Gejala ( Dibuktikan dengan) pilih 2. Sajikan makanan


tanda mayor dan minor yang sesuai secara menarik dan suhu
dengan kondisi pasien yang sesuai

Tanda Mayor 3. Fasilitasi


menentukan pedoman diet
Subjektif
4. Berikan suplemen
Tidak tersedia
makanan jika perlu
Objektif
Edukasi
1. Berat badan menurun minimal
1. Anjurkan posisi
10% di bawah rentang ideal
duduk jika mampu
Tanda Minor
2. Ajarkan diet yang
Subjektif diprogramkan

1. Cepat kenyang setelah makan Kolaborasi

2. Kram/nyeri abdomen 1. Kolaborasi

3. Nafsu makan menurun pemberian medikasi


sebelum makan (mis
Objektif
pereda nyeri, anti emetic )
1. Bising usus hiperaktif jika perlu
39

2. Otot pengunyah lemah 2. Kolaborasi dengan


ahli gizi untuk
3. Otot menelan lemah
menentukan jumlah kalori
4. Membran mukosa pucat dan jenis nutrient yang

5. Sariawan dibutuhkan jika perlu

6. Diare

7. Serum albumin turun PROMOSI BERAT


BADAN

Tindakan observasi

1. Identifikasi
kemungkinan penyebab
BB kurang

2. Monitor adanya
mual muntah

3. Monitor jumlah
kalori yang dikonsumsi
sehari-hari

4. Monitor berat badan

5. Monitor
albumin,limfosit dan
elektrolit serum

Terapeutik

1. Sediakan makanan
yang tepat sesuai kondisi
pasien

2. Hidangkan
40

makanan secara menarik

Edukasi

1. Jelaskan jenis
makanan yang bergizi
tinggi namun tetap
terjangkau

2. Jelaskan
peningkatan asupan kalori
yang dibutuhkan

Hipovolemia (D.0023) ( Penurunan Tujuan : Setelah MANAJEMEN


volume cairan intravaskuler,intertsisiel dilakukan pengkajian HIPOVOLEMIA
dan/atau intraseluler ) selama …x 24 jam
Observasi
masalah hipovolemia
Penyebab ( berhubungan dengan)
dapat teratasi. 1. Periksa tanda dan
1. Kehilangan cairan aktif gejala hiporvolemia
(mis.frekensi nadi
2. Kegagalan mekanisme regulasi
Dengan Kriteria Hasil : meningkat,nadi teraba
3. Peningkatan permeabilitas lemah,tekanan darah
1. Kekuatan nadi
kapiler menurun,turgor kulir
meningkat
4. Kekurangan intake cairan menurun)
2. Output urine
5. Evaporasi 2. Monitor intake dan
meningkat
output cairan
3. Membrane mukosa
Terapeutik
lembab meningkat
1. Hitung kebutuhan
4. Ortopnea menurun
cairan
Gejala ( Dibuktikan dgn)..pilih di tanda 5. Dyspnea menurun
2. Berikan asupan
mayor dan minor yg masuk ked lm 6. Frekuensi nadi cairan oral
kondisi pasien ya.. membaik
3. Berikan posisi
41

Tanda Mayor 7. Tekanan darah tredelenburg


membaik
Subjektif Edukasi
8. Tekanan nadi
Tidak ada 1. Anjurkan
membaik
memperbanyak asupan
Objektif
9. Turgor kulit membaik cairan oral
1. Frekuensi nadi meningkat
2. Anjurkan
2. Nadi terasa lemah menghindari perubahan

3. TD menurun posisi mendadak

4. Turgor kulit menurun Kolaborasi

5. Hematokrit mrningkat 1. Kolaborasi


pemberian IV isotonis ( mis
6. Volume urin menurun
NaCl atau RL)
Tanda Minor
2. Kolaborasi
Subjektif pemberian cairan IV
hipotonis ( mis.glukosa
1. Merasa lemah
2,5%, Nacl 0,4%)
2. Mengeluh haus
3. Kolaborasi
Objektif
pemberian cairan koloid
1. Pengisian vena menurun (mis.albumin, plasmaneta)

2. Status mental berubah 4. Kolaborasi


pemberian produk darah
3. Suhu tubuh meningkat
PEMANTAUAN
4. Konsentrasi urin meningkat
CAIRAN
5. Berat badan turun tiba-tiba
Observasi

1. Monitor frekuensi
dan kekuatan nadi

2. Monitor tekanan
42

darah

3. Monitor berat badan

4. Monitor elastisitas
atau turgor kulit

5. Monitor jumlah,
warna dan berat jenis urine

6. Monitor intake dan


output cairan

7. Monitor kadar
albumin dan protein total

Terapeutik

1. Atur interval waktu


pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien

2. Dokumentasikan
hasil pemantauan

Edukasi

1. Jelaskan tujuan dan


prosedur pemantauan

2. Informasikan hasil
pemantauan,jika perlu

5Resiko aspirasi(D.0006) Tujuan : Setelah Manajamen jalan nafas


.(beresiko mengalami masuknya sekresi dilakukan pengkajian Observasi
gastrointestinal, sekresi orofaring, selama 3 x 24 jam 1. Monitor pola nafas
benda cair atau padat ke dalam saluran masalah resiko aspirasi 2. Monitor bunyi nafas
trakeobronkhial akibat disfungsi teratasi. 3. Monitor sputum
mekanisme protektif saluran nafas)
43

Penyebab (berhubungan dengan) Dengan Kriteria Hasil : Terapeutik


1. Pertahankan kepatenan
1. Penurunan tingkat kesadaran 1. Tingkat kesadaran
jalan nafas dengan head-
2. Penurunan reflek muntah atau meningkat
lit dan chin lift
batuk
2. Kemampuan menelan 2. Posisikan semi fowler
3. Gangguan menelan
meningkat atau fowler
4. Disfagia
3. Dispnea menurun 3. Berikan minuman
5. Kerusakan mobilitas fisik
hangat
6. Peningkatan residu lambung 4. Kelemahan otot
4. Lakukan fisoterapi
7. Peningkatan tekanan intragastrik menurun
dada
8. Penurunan motilitas
5. Akumulasi sekret 5. Lakukan penghisapan
gastroentestinal
menurun lendir kurang dari 15
9. Sfingter esofagus bawah
detik
inkopeten 6. Wheezeng menurun
6. Lakukan
10. Perlambatan pengosongan
7. Batuk menurun
hiperoksigenasasi
lambung
8. Sianosis menuurn sebelum menghisap
11. Terpasang selang nasogastrik
endotrakeal
12. Terpasang trakeostomi atau
7. Keluarkan sumbatan
endotracheal tube
benda padat dengan
13. Trauma pembedahan leher, mulut,
forsep mcgill
atau wajah
8. Berikan oksigen
14. Efek agen farmakologis
Ketidakmatangan koordinasi
menghisap, menelan, dan bernafas Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan
2000 ml perhari
2. Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator

6Intoleransi aktivitas(D.0056)Tujuan : SetelahMANAJEMEN ENERGI


44

.( ketidakcukupan energy untuk dilakukan pengkajian


melakukan aktifitas sehari-hari) selama 3 x 24 jam
Observasi
masalah intoleransi
aktifitas teratasi 1.Identifikasi gangguan
Penyebab (berhubungan dengan) fungsi tubuh yang
…..pilih salah satu ya mengakibatkan
Dengan Kriteria Hasil : kelelahan
1.Ketidakseimbanagn Antara suplai
dan kebutuhan oksigen 1. Keluhan lelah 2.Monitor kelelahan fisik
menurun dan emosional
2.Tirah baring
2. Dyspnea saat aktifitas 3.Monitor pola dan jam
3.Kelemahan
menurun tidur
4.Imobilitas
3. Dyspnea setelah 4.Monitor lokasi dan
5.Gaya hidup monoton aktifitas menurun ketidaknyamanan
selama melakukan
4. Frekuensi nadi
aktivitas
Gejala ( Dibuktikan dgn)..pilih di membaik

tanda mayor dan minor yg masuk ked 5. Tekanan darah


lm kondisi pasien ya.. membaik Terapeutik

Tanda Mayor 6. Kemudahan 1.Sediakan lingkungan

Subjektif melakukan aktifitas nyaman dan rendah


sehari-hari meningkat stimulus
1. Mengeluh lelah
2.Lakukan gerakan
Objektif
rentang gerak aktif dan
1. Frekuensi jantung meningkat > pasif
20% dari kondisi normal
3.Fasilitasi duduk di sisi
Tanda Minor tempat tidur jika tidak
dapat berpindah atau
Subjektif
berjalan
1. Dyspnea saat/setelah aktifitas

2. Merasa tidak nyaman setelah


45

beraktifitas Edukasi

3. Merasa lemah 1.Anjurkan tirah baring

Objektif 2.Anjurkan melakukan


aktivitas secara
1. TD berubah >20% dari kondisi
bertahap
istirahat
Kolaborasi
2. Gambaran EKG menunjukkan
aritmia saat/setelah aktifitas 1.Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang
3. Gambaran EKG menunjukkan
meningkatkan asupan
iskemia
makanan
4. Sianosis
TERAPI AKTIFITAS

Observasi

1.Identifikasi devisit
tingkat aktivitas

2.Identifikasi kemampuan
berpartisipasi dalam
aktivitas tertentu

3.Monitor respon
emosional, fisik, social,
dan spiritual terhadap
aktivitas

Terapeutik

1.Fasilitasi aktivitas fisik


rutin sesuai kebutuhan

2.Fasilitasi aktivitas
motoric untuk
merelaksasi otot
46

3.Libatkan keluarga
dalam aktivitas jika
perlu

Edukasi

1.Jelaskan metode
aktifitas fisik sehari-hari

2.Ajarkan cara melakukan


aktivitas yang dipilih

3.Anjurkan terlibat dalam


altivitas kelompok jika
perlu

Kolaborasi

1.Kolaborasi dengan
terapis okupasi dalam
merencanakan dan
memonitor aktivitas

7GANGGUAN INTEGRITAS Tujuan : Setelah PERAWATAN


.KULIT/ JARINGAN ( D.0129 ) dilakukan pengkajian INTEGRITAS KULIT
selama 3 x 24 jam maka
(Kerusakan kulit dermis atau epidermis Observasi
diharapkan gangguan
atau jaringan membran mukosa,
integritas kulit atau 1. Identifikasi penyebab
kornea, facia, otot, tendon, tulang,
jaringan dapat teratasi gangguan integritas kulit
kartilago, kapsul sendi, dan ligamen)
(misalnya perubahan
Penyebab (berhubungan dengan) sirkulasi, perubahan
Kriteria Hasil : status nutrisi, penurunan
1. Perubahan sirkulasi
2. kelembaban, suhu
47

2. Perubahan status nurtisi 1. Elastisitas meningkat lingkungan ekstrem,


( kelebihan atau kekurangan) penurunan mobilitas)
2. Perfusi jaringan
3. Kekurangan atau kelebihan
meningkat
volume cairan
Terapeutik
4. Penurunan mobilitas 3. Kerusakan jaringan

5. Bahan kimia iritatif menurun 1. Ubah posisi tiap 2 jam

6. Suhu lingkungan yang estrim jika tirah baring


4. Kerusakan lapisan
7. Faktor mekanis ( misalnya kulit menurun 2. Lakukan masase pada
penekanan pada tonjolan tulang, area penonjolan tulang
5. Tekstur kulit
gesekan ) atau faktor
membaik
elektris( elektrodiameter, energi
listrik bertegangan tinggi ) 6. Suhu kulit membaik 3. Gunakan produk
8. Efek samping terapi radiasi berbahan petrolium
7. Jaringan parut
9. Kelembaban atau minyak pada kulit
menurun
10. Proses penuaan kering
8. Kemerahan menurun
11. Neuropati perifer
4. Hindari produk
12. Perubahan pigmentasi 9. Hematoma menurun berbahan dasar alkohol
13. Perubahan hormonal
10. Nekrosis menurun pada kulit kering
14. Kurang terpapar informasi tentang
upaya mempertahankan atau 11. Hidrasi meningkat Edukasi
melindungi integritas jaringan 1. Anjurkan
menggunakan
Gejala ( Dibuktikan dengan) pilih
pelembab (mis.
tanda mayor dan minor yang sesuai
Minyak, lotion)
dengan kondisi pasien
2. Anjurkan minum air
Tanda Mayor
yang cukup
Subjektif
3. Anjurkan
Tidak Tersedia meningkatkan asupan

Objektif nutrisi

1. Kerusakan jaringan atau lapisan 4. Anjurkan menghindari

kulit
48

Tanda Minor terpapan suhu ekstrem

Subjektif 5. Anjurkan mandi dan


menggunakan sabun
Tidak tersedia
secukupnya
Objektif
6. Anjurkan
1. Nyeri menggunakan tabir
2. Perdarahan surya SPF minimal 30
3. Kemerahan saat berada di luar
4. Hematoma rumah

PERAWATAN LUKA

Tindakan

Observasi

1. Monitor tanda dan


gejala infeksi local dan
sistemik

Terapeutik

1. Batasi jumlah
pengunjung

2. Berikan perawatan kulit


pada area edema

3. Cuci tangan sebelum


dan sesudah kontak
dengan pasien dan
lingkungan pasien
49

4. Pewrtahankan tekhnik
aseptic pda pasien
beresiko tinggi

Edukasi

1. Jelaskan tanda dan


gejala infeksi

2. Ajarkan cara mencuci


tangan dengan benar

3. Ajarkan cara memeriksa


kondisi luka atau luka
operasi

4. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi

5. Anjurkasn
meningkatkan asupan
cairan

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian
imunisasi jika perlu

Resiko infeksi (HIV) (D.0142) Tujuan: Setelah dilakukan h Observasi:


intervensi 3x24 jam status
Beresiko mengalami peningkatan 1.Identifikasi pasien pasien
imun membaik.
terserang organisme patogenik yang mengalami penyakit
Kriteria hasil: infeksi menular
Penyebab :
1. Kadar sel T4
1. Penyakit Kronis (Mis. Diabetes
50

melitus) meningkat Therapeutik:


2. Efek prosedur invasive
2. Integritas kulit 1.Terapkan kewaspadaan
3. Malnutrisi
meningkat universal (mis.cuci tangan
4. Peningkatan paparan
aseptic,gunakan alat
3. Integritas mukosa
Organisme pathogen lingkungan pelindung diri seperti
meningkat
masker,sarung
5. Ketidak Adekuatan pertahanan
4. Fatigue kronis menuruntangan,pelindung
tubuh primer :
5. Suhu tubuh 36,5- mata ,apron,sepatu bot
a) Gangguan paristaltik
37,50C sesuai model transmisi
b) Kerusakan integritas
mikroorganisme)
kulit 6. Sel darah putih dalam
c) Perubahan sekresi PH rentang 3.Tempatkan pada ruang
d) Penurunan kerja siliaris isolasi bertekanan negatif
Normal
e) Ketuban pecah lama untuk pasien dengan resiko
f) Ketuban pecah sebelum 7.Hasil rothgen thorax penyebaran infeksi via
waktunya ulang membaik droplet /udarah
g) Merokok
4.Sterilisasi dan desinfeksi
h) Statis cairan tubuh
alat-alaT ,furniture,lantai
6. Ketidak adekuatan pertahanan
sesuai kebutuhan
tubuh sekunder :
a) Penurunan hemoglobin 5.Pertahankan suhu tubuh

b) Imunosupresi dalam rentang normal

c) Leukopenia 6.Berikan profilaksis


d) Supresi respon antibiotik sesuai indikasi
inflamasi
7.Batasi jumlah
e) Vaksinasi tidak adekuat
pengunjung
Kondisi Klinis Terkait :
1) AIDS
2) Luka Bakar
3) Paru obstruktif kronis
4) Diabetes Melitus
5) Tindakan Invasif
51

6) Kondisi penggunaan
terapi steroid
7) Penyalahgunaan obat
8) Ketuban pecah sebelum
waktunya (KPSW)
9) Kanker
10) Gagal ginjal
11) Imunosupresi
12) Lymphedema
13) Leukositopenia
14) Ganguan fungsi hati
52

Q. Implementasi Keperawatan
Implementasi pada proses keperawatan adalah fase ketika perawat mengimplementasikan
intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Fase implementasi memberikan
tindakan keperawatan actual dan respons klien yang dikaji pada fase akhir, fase evaluasi. Menurut
PPNI (2018) untuk menginplementasikan intervensi keperawatan maka tindakan implementasi terdiri
atas tindakan observasi,terapeutik, edukasi, dan kolaborasi.

R. Intervensi Keperawatan
Tahap evaluasi pada proses keperawatan meliputi kegiatan mengukur pencapaian tujuan
klien dan menentukan keputusan dengan cara membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan
dan pencapaian tujuan (Nursalam,2012).
53

BAB III
TINJAUAN KASUS

• Pengkajian
• Pengkajian Per-Arrival (dari IGD RSPAD Gatot Soebroto)
Diagnosa medis : Penurunan Kesadaran e.c Intrakranial ,SOL,TB Paru, B20, BB: 60
kg, TB: 165 cm, IMT = kg/m 2
• Identitas Klien
• Nama : Tn F
• Tanggal Lahir : 24 April 1994
• Jenis Kelamin : Laki-laki
• No. RM : 01.11.93.87
• Tingkat kesadaran : Sedasi dengan skala nyeri
• Hemodinamik : TD : 140/107 mmHg, ND: 105x/i, SH : 36,5 oC, RR: 18x/menit
• Alat Invasif yang terpasang : Kateter, ETT, NGT,CVC
• Pernapasan : Ventilasi mekanik mode ventilator VC-SIMV,Peep 8,RR 12,TV 340,Fio2 100%
• Pemeriksaan penunjang :
• AGD : PH 7,372, PaCo2 43,5, PaO2 100,8, HCO3 25,5, BE -0,9, SatO2 97,4 ( hasil tgl
15/10/2022 )
• Hasil Foto Thorax : Pneumoni bilateral
• Hasil Ct Scan : Cerebritis + Abses
• Therapy : RL 60 ml/jam, Fentanyl 300/30 4 ml/jam, Miloz 45/45 5 ml/jam

• Pengkajian Sesaat
Pemeriksaan Fisik Tanggal 24/10/2022
• Kesadaran : Sedasi
• GCS : E1 M1 V E
• TTV ; TD : 122/100 mmHg, nadi; 116x/mnt, P; 12x/i, suhu; 36,7C, SpO2; 100%.
• Jalan napas : Ronchi dikedua lapang paru karena adanya sputum berwarna putih, konsistensi
kental,bau amis dan frekuensi banyak.
• Pernapasan :
54

Tidak ada sesak karena klien sudah dintubasi dan terpasang ETT dengan ukuran
7,5 dan batas bibir 21cm, tidak ada penggunaan otot bantu napas, suara napas
ronchi, nyeri saat bernapas tidak dapat dikaji, tidak ada kedalaman napas.
• Sirkulasi
• Perifer :
• Nadi : 116 x/menit
• Pulsasi : Kuat
• Distensi vena jugularis : Tidak ada
• Akral : Hangat
• Warna kulit : Pucat
• Pengisian kapiler : < 3 dtk
• Edema : Tangan : Tidak , Kaki : Tidak
• Jantung
• Irama EKG : Teratur
• Nyeri dada : Tidak ada
• Perdarahan : Tidak ada
• Drugs/obat-obatan dan infus
• Macam-macam obat ( pemberian obat yang sedang berlangsung ) : Fentanyl (300/30) 4
cc/jam, Miloz (45/45) 5 cc/jam

• Infus yang terpasang : Infus Nacl 0,9% 60cc/jam


• Peralatan yang terpasang : Kateter(16), NGT(16), Gelang identitas terpasang, CVC
terpasng, Drain tidak terpasang .

• Pengkajian Awal Medis dan Keperawatan pasien ICU (Tgl 24/10/2022)


Sumber data : Keluarga dan rekam medik
Pendidikan pasien : SLTA
Pekerjaan pasien : TNI
Agama : Islam
• Keluhan utama : Pasien tidak dapat dikaji, pasien terpasang ventilator dengan mode VC-
SIMV peep +5 TV 380 fiO2 80% PS 12, monitoring hemodinamik.
• Riwayat kesehatan :
55

• Riwayat penyakit lalu : Sussp TB Paru, HIV(+)


• Pernah dirawat : dengan keluhan Demam dan batuk berdahak sejak Tiga bulan yang
lalu ,dengan diagnose: Anemia Gravis ac Sussp cronic disease, sussp TB paru dan HIV(+)
padaTanggal 09/09/2022 dan Tanggal 10/09/2022 hasil laboratorium anti HIV Reaktif .
• Pasien tidak pernah operasi
• Obat yang dikonsumsi : Keluarga mengatakan tidak mengetahui nama obatnya
• Tidak ada riwayat penyakit keluarga
• Tidak ada ketergantungan terhadap obat
• Riwayat pekerjaan TNI
• Tidak ada riwayat alergi
• Pemeriksaan fisik
• Sistem pernapasan :
Jalan napas terdapat sputum
Pernapasan :
• RR : 12 x/menit
• Tidak mengggunakan otot bantu napas
• Mendapatkan tambahan oksigen
• Terpasang alat bantu napas ventilator :VC-SIMV, TV 380, RR 12, PEEP 5,
I:E 1:2, FiO2 50%, PS 12. ETT no 7.5 dan batas bibir 21 cm
• Irama : Teratur
• Sputum : Putih
• Konsistensi : Kental, jumlah 3-6 cc
• Suara napas : Ronchi (+/+), Wheezing (-/-)
• Sistem kardiovaskuler
Sirkulasi perifer
• Nadi : 116x/mnt, Tekanan darah : 122/100 mmHg, CVP+2 cmH2O
• Pengisian kapiler : < 3 dtk
• Pulsasi : Kuat
• Akral : Dingin
• Warna kulit : Pucat
Sirkulasi jantung
56

• Irama : Teratur
• Nyeri dada : Tidak dapat dikaji
• Sistem saraf pusat
• Kesadaran : Sedasi
• GCS : E1, M1, V Ett
• Kekuatan otot : Tidak bisa dikaji karena pasien sedasi
• Sistem Gastroinsteatinal
• Tidak ada Distensi
• Peningkatan Peristaltic : 32 x menit
• Defekasi : BAB Cair Frekwensi 4-6 kali per hari
• Sistem perkemihan
• Warna urine : Kuning pekat
• Tidak ada Distensi kandung kemih
• Penggunaan poly cateter dengan ukuran no. 16
• Jumlah urine shift 50 cc/1 jam (diuresis=0.08 cc/kgbb/jam). Urine saat
pengkajian 500 cc/3 jam, balance cairan kumulatif -8112 cc
• Obstetric & ginekologi
• Hamil : Tidak
• Sistem hematologi
• Perdarahan : Tidak ada
• Sistem musculoceletal & integument
• Turgor kulit :elastis
• Tampak kemerahan dia area scrotom
• Tidak ada fraktur
• Kesulitan bergerak : Tidak dapat dikaji
• Tidak menggunaan alat bantu jalan
• Alat invasif yang digunakan :
• IV line : Pasien terpasang CVC di vena cava subklavia Dextra
Hasil penggukuran CVC +2 cmH2O
Intake 1507 cc, Output 1066 cc BC +441
57

• NGT no 16, kedalaman 55 cm : Diet masuk tanpa residu dengan diet cair
(Gold sure 3X250 dan Peptisol 3X250 ml)
• Terpasang poly catheter no 16
• Pasien terpasang ETT : nomor :7,5 cm batas bibir 21 cm.Ventilator Mode
VC-SIMV peep +5 TV 380 fiO2 80% PS 12(Tanggal terpasang ETT 15-10-
2022)
• Riwayat psikososial dan spiritual
• Psikososial :
• Tidak ada komunitas yang diikuti
• Menerima persepsi penyakit
• Hubungan keluarga harmonis dengan kakak pasien
• Spiritual
• Kebiasaan keluarga / pasien untuk mengatasi stress dari sisi spiritual :
Beribadah dan berdoa
• Nilai-nilai
• Tidak ada nilai-nilai budaya dan kepercayaan yang diyakini pasien
• Kebutuhan edukasi
• Tidak Terdapat hambatan dalam pembelajaran
• Tidak Dibutuhkan penerjemah
• Kebutuhan edukasi : (Topic edukasi)
• Tata tertib rumah sakit selama di ruangan ICU
• Cuci tangan
• Diagnose dan manajeman penyakit
• Tindakan keperawatan :Memandikan,suctioning.
• Obat-obatan
• Bersedia untuk dikunjungi : Keluarga tidak boleh besuk dikarenakan situasi
pandemic dan paien di rawat di ruang isolasi,keluarga diperbolehkan masuk
pada saat inform consent dan edukasi.
• Risiko cedera / jatuh : gelang identifikasi resiko jatuh warna kuning
terpasang dan nilai resiko jatuh 60 dengan tingkat resiko tinggi (skala
Morse)
58

• Status fungsional
Aktifitas dan mobilisasi : perlu dibantu : ADL
Skala nyeri : Comfort Scale 18
• Hasil pemeriksaan penunjang
• Hasil laboratorium
Jenis Pemeriksaan HASIL Nilai Rujukan
24/10/2022 25/10/2022 26/10/2022

HEMATOLOGI
Hemoglobin 10.2 10.2 10.7 13.0-18.0 g/dl
Hematokrit 30 30 32 40 – 52 %
Eritrosit 3.8 3.8 4.0 4.3- 60 juta/UL
Leukosit 4510 4510 5460 4800-10800
/UL
Trombosit 148000 148000 140000 15rb – 400rb
/Ul
MCV 81 81 81 80 – 96 Fl
MCH 27 27 27 27 – 32 PG
MCHC 34 34 33 32 – 36 G/Dl

KIMIA KLINIK
Kalsium (Ca) 6.3 8.0 8.6-10.3 mg/Dl
Magnesium (Mg) 1.80 1.60 1.8-3.0 MG/Dl
Glukosa Darah 65 70-140 MG/DL
Natrium (Na) 136 132 133 135-147
mmol/L
Kalium (K) 3.2 3.2 3.7 3.5-5.0 mmol/L
Klorida (CL) 100 95 96 95-105 mmol/L

Analisa Gas Darah


Ph 7.468 7.498 7.491 7.37 – 7.45
59

PCO2 37.1 27.7 30.0 33-44 mmHg


PO2 207.0 226.9 194.9 71-104 mmHg
HCO3 27.1 21.7 20.2 22-29 mmol/L
BE 4.0 -0.4 -2.4 (-2) – 3 mmol/L
Saturasi O2 99.8 99.7 99.8 94 – 98 %
23/10/22
Laktat 2,20 0,7 - .2,5
mmol/L

15/10/22 16/10/22 22/10/22


Procalcitonim 0,34 0,51 0,11 0,02 – 0,5 ug/L
D-dimer 1550 <500 mg/ml

CD-4 19

Jenis Pemeriksaan HASIL Nilai


Rujukan
10/9/22 / 00:41:15 15/10/22 /22:29:43
IMUNOSEROLOGI
Anti HIV Penyaring
Metode – 1 Reaktif Reaktif Non Reaktif
Reagen Fokus Reagen Fokus
Metode -2 Reaktif Reaktif Non Reaktif
Reagen Diagnostar Reagen Diagnostar
Metode -3 Reaktif Reaktif Non Reaktif
Reagin SD Reagin SD
Kesimpulan Reaktif Reaktif
Saran
60

Jenis Pemeriksaan HASIL Nilai


Rujukan
17/10/22 / 11:30:02 18/10/22 13:35:40
IMUNOSEROLOGI
Pewarnaan BTA
Jenis Bahan Sputum Sputum
Tanggal diperiksa 17/10/2022 20/10/2022
Hasil ++ / Positif 2 + / Positip 1 Negatif

PCR TB
(GeneXpert)
Tanggal hasil 17/10/2022
Jenis bahan Sputum
Hasil Positif
MTB Detected, High
Rf Resistensi Non Detected

• Hasil Radiologi : dari RS Kencana Serang


61

• Foto thorax tgl 11-10-2022


• Kesan :
• Pnemonia

• Hasil radiologi : dari Rspad

Foto thorax Tgl 15-10-2022


62

Kesan:
• Pneumonia
• Terpasang ETT ujung 2,5 corpus di atas karina
• CVC tip proyeksi vena cava superior

•Hasil radiologi : dari Rspad

Foto thorax Tgl 25-10-2022


Kesan:
• TB paru aktif dd/ Bronkhopneumonia
• Terpasang ETT ujung 2,5 corpus di atas karina
• CVC tip proyeksi vena cava superior
63

• Hasil Ct scan Kepala : dari Rspad

• Ct Scan tgl 15-10-2022


• Kesan :
• Cerebritis disertai abces kecil terutama di area Sulcus Sylvii
• Hasil rekaman EKG :
Interpretasi EKG Tgl 22/10/22 :
- Kesan : Sinus Rhythm
64

Terapi obat :
IVFD :
• Nacl 0,9% 80 ml/jam
• Midazolamdi oplos 45 mg /45cc nacl (2ml/jam)
Obat injeksi :
• Meropenem 3x1 gr (IV)hari ke 5
• Amikasin 1x1 gr (IV)hari ke 5
• Fluconazole 1x100 mg (IV)hari ke 13
• Streptamisin 1 x 750 mg (IM)hari ke 16
• OMZ 2 x 40 mg (IV)
• Tramal 3 x 100 mg (IV)
Obat oral:
• Rifampisin 1x60 mg
• INH 1x400mg
• Etambutol 1 x 1000 mg
• Pirazinamid 1 x 1000mg
• Vit B6 1 x 1 tab
• Hp Pro 3 x 1 tab
• Vip Albumin 3 x 1 sachet

• Analisa Data, Masalah keperawatan dan Diagnosa Keperawatan

No Data focus Etiologi Masalah Diagnosa


keperawata keperawatan
n
1
1. DS : Pasien tidak dapat hipersekresi Bersihan Bersihan
dikaji jalan nafas jalan nafas jalan nafas
tidak efektif tidak efektif
DO : b/d
• K/U hipersekresi
sakit jalan
65

Bera nafas( D.0001


t )
Kes
adar
an
Sada
sai
GCS
E1M
1VE
TT
No
7.5
bata
s
bibir
21
cm
terp
asan
g
OPA
no 3

• TTV
; TD
126/
78
mm
Hg,
HR
66

112
x/m
enit,
RR
18x/
men
it,
Tem
p
37.5
SaO
2
100
%

• Kes
adar
an
seda
si
deng
an
vent
ilato
r
mod
e
VC-
SIM
V
peep
67

+5
TV
360
fiO2
40%
PS
10
• Pada
pem
eriks
aan
paru
terd
apat
suar
a
nafa
s
tam
baha
n
ronc
hi
(+/+
),
Whe
ezin
g
(-/-)
• Terd
apat
68

sekr
et/sp
utu
m
pada
ETT
dan
mul
ut
deng
an
ber
war
na
puti
h,
kons
isten
si
kent
al,
frek
uens
i 3-6
cc
• Hasi
l Ro
thor
ax :
Kesan :
TB Paru aktif dd /
69

Bronkhopneumonia
Tak tampak
pembesaran Jantung

2. DS : Pasien tidak dapat Kehilangan Hipovolemi Hipovolemi


dikaji cairan aktif
berhubungan
DO : dengan
• TTV
Kehilangan
; TD
cairan aktif
126/
(D.0023)
78
mm
Hg,
HR
112
x/m
enit,
RR
18x/
men
it,
Tem
p
37.5
SaO
2
100
%

• Akr
al
tera
70

ba
hang
at
• BA
B
deng
an
kons
isten
si
cair
,frek
uens
i 4-6
X
/hari
• Hasi
l
peng
guk
uran
CV
C +2
cmH
2O
• Inta
ke
150
7 cc,
Out
put
71

106
6 cc
BC
+44
1
war
na
urin
e
kuni
ng
peka
t
• Hasi
l
elekt
rolit
:
tang
gal
22-
10-
202
2
Natr
ium
:128
(135
-147
mm
ol/L
72

)
• Kali
um
:4,1(
3,5-
5,0
mm
ol/L
)
• Clor
ida
:91(
95-
105
mm
ol/L
)
• Leu
kosit
:
7.33
0
ul/dl
• Lakt
at
2,20
mm
ol/L
• Hasi
l Ro
thor
73

ax :
Kesan TB Paru aktif dd
/ Bronkhopneumonia
Tak tampak
pembesaran Jantung

3 DS : Pasien tidak dapat penyakit Resiko Resiko infeksi


dikaji kronis infeksi berhubungan
(HIV) dengan
DO : penyakit
• K/U kronis (HIV)
sakit (D.0142)
Bera
t
Kes
adar
an
Sada
sai
GCS
E1M
1VE
TT
No
7.5
bata
s
bibir
21
cm
74

terp
asan
g
OPA
no 3

• TTV
; TD
126/
78
mm
Hg,
HR
112
x/m
enit,
RR
18x/
men
it,
Tem
p
37.5
SaO
2
100
%

• Kes
adar
an
seda
75

si
deng
an
vent
ilato
r
mod
e
VC-
SIM
V
peep
+5
TV
360
fiO2
40%
PS
10
• Hasi
l CT
Scan
:
Cere
briti
s
diser
tai
abce
s
kecil
76

terut
ama
di
area
Sulc
us
Sylv
ii
• Hasi
l
Lab
orat
oriu
m:
Proc
alcit
onin
:tan
ggal
22-
10-
202
2
jam
11.2
9
wib
(0,5
1µg/
L)
tang
77

gal
22-
10-
202
2
jam
17.0
2:
(0,1
1
µg/L
)
• CD4
19
mm
3
• Pada
pem
eriks
aan
paru
terd
apat
suar
a
nafa
s
tam
baha
n
ronc
78

hi
(+/+
),
Whe
ezin
g
(-/-)
• Terd
apat
sekr
et/sp
utu
m
pada
ETT
dan
mul
ut
deng
an
ber
war
na
puti
h,
kons
isten
si
kent
al,
frek
79

uens
i 3-6
cc
• Hasi
l Ro
thor
ax :
Kesan :
TB Paru aktif dd /
Bronkhopneumonia
Tak tampak
pembesaran Jantung

4 DS : Pasien tidak dapat Tirah baring Intoleransi Intoleransi


dikaji aktivitas
aktivitas

berhubungan
DO :
• K/U dengan tirah
sakit
baring
Bera
(D.0056)
t
Kes
adar
an
Sada
sai
GCS
E1M
1VE
TT
No
80

7.5
bata
s
bibir
21
cm
terp
asan
g
OPA
no 3

• TTV
; TD
126/
78
mm
Hg,
HR
112
x/m
enit,
RR
18x/
men
it,
Tem
p
37.5
SaO
2
81

100
%

• Kes
adar
an
seda
si
deng
an
vent
ilato
r
mod
e
VC-
SIM
V
peep
+5
TV
360
fiO2
40%
PS
10
• Akti
fitas
diba
ntu
sepe
82

nuh
nya
oleh
pera
wat

• Pada
pem
eriks
aan
paru
terd
apat
suar
a
nafa
s
tam
baha
n
ronc
hi
(+/+
),
Whe
ezin
g
(-/-)
• Hasi
l Ro
thor
83

ax :
Kesan :
TB Paru aktif dd /
Bronkhopneumonia
Tak tampak
pembesaran Jantung

Diagnosa Keperawatan :
1. Bersihan jalan nafas berhubungan dengan hipersekresi jalan nafas( D.0001 )
2. Hipovolemi berhubungan dengan Kehilangan cairan aktif (D.0023)
3. Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis (HIV) (D.0142)
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring (D.0056)

Intervensi Keperawatan

No Tanggal DATA DIAGNOSA INTERVENSI


KEPERAWATAN KEPERAWATAN

1. 24/10/2022 DS : Pasien tidak dapat Bersihan jalan Setelah dilakukan


dikaji nafas tidak efektif tindakan keperawatan
berhubungan 3x7 jam diharapkan
DO : dengan hipersekresi pasien ketidak efektifan
• K/U jalan bersihan jalan nafas
Bera nafas( D.0001 ) dapat teratasi dengan
t kriteria hasil :
Kesa
4. RR dalam batas
dara
normal
n
84

Sada (12-20x/mnt)
sai
5. Tidak sesak nafas
GCS
E2M 6. Tidak ada

2VE penumpukan secret

TT 7. Bunyi nafas normal


no (vesikuler)
7,5
Intervensi
bata
Tindakan Observasi
s
bibir 1. Monitor pola nafas
21 (frekuensi,
cm kedalaman, usaha
OPA napas)
no 3 2. Monitor bunyi napas
tambahan (mis.
• TTV
Mengi, gurgling,
; TD
wheezing, ronkhi
126/
kering)
78
3. Monitor sputum
mm
(warna, jumlah,
Hg,
aroma)
HR1
12x/ 4. Monitor posisi selang
meni endotrakeal (ETT)
t, terutama setelah
RR mengubah posisi
18x/ 5. Monitor tekanan
meni balon ETT setiap 4-8
t, jam
Tem 6. Monitor kulit area
85

p stoma trakeostomi
37.5 (mis. Kemerahan,
SaO drainase,perdarahan)
2
100
Terapeutik
%
1. Pertahankan
• Pada
kepatenan jalan
pem
napas dengan head-
eriks
tilt dan chin- lift
aan
2. Posisikan semi-
paru
fowler atau fowler
terd
3. Berikan minum
apat
hangat
suar
4. lakukan fisioterapi
a
dada, jika perlu
nafa
5. akukan penghisapan
s
lendir kurang dari 15
tamb
detik
ahan
6. Berikan oksigen jika
ronc
perlu
hi
(+/+ 7. Kurangi tekanan

), balon secara periodic

Whe tiap shift

ezin 8. Pasang

g oropharyngeal

(-/-) airway (OPA) untuk

• Terd mencegah ETT

apat tergigit

sekr 9. Cegah ETT terlipat


86

et/sp (kingking)
utu 10. Berikan pre-
m oksigenisasi 100%
pada selama 30 detik (3-6
ETT kali ventilasi)
dan sebelum dan setelah
mul penghisapan
ut 11. Berikan volume pre-
deng oksigenisasi
an (bagging atau
berw ventilasi mekanik)
arna 1,5 kali volume tidal
puti 12. Lakukan
h, penghisapan lender
kons kurang dari 15 detik
isten jika
si diperlukan(bukan
kent secara berkala/rutin)
al, 13. Ganti fiksasi ETT
frek setiap 24 jam
uens 14. Ubah posisi ETT
i 3-6 secra bergantian (kiri
cc dan kanan) setap 24
• Kesa jam
dara 15. Lakukan perawatan
n mulut (mis. Dengan
seda sikat
si gigi,kasa,pelembab
deng bibir)
an 16. Lakukan perawatan
vent
87

ilato stoma trakeostomi


r
mod
e Edukasi

VC- 1. Anjurkan asupan


SIM cairan 2000 ml/hari,
V jika tidak
peep kontraindikasi
+5 2. Ajarkan teknik batuk
TV efektif
360
3. Jelaskan pasien atau
fiO2
kelurga tujuan dan
40%
prosedur
PS
pemasanganjalan
10
nafas buatan
• Hasi
l Ro
thor Kolaborasi
ax :
Kolaborasi pemberian
Kesan :
bronkhodilator,
TB Paru aktif dd /
ekspektoran, mukolitik
Bronkhopneumonia
Kolaborasi intubasi ulang
Tak tampak
jika terbentuk mucouse
pembesaran Jantung
plug yang tidak dapat
dilakukan penghisapan

2. 24/10/2022 DS : Pasien tidak dapat Hipovolemi Tujuan : Setelah


dikaji
berhubungan dilakukan pengkajian
DO : dengan Kehilangan selama 3x 7 jam masalah
88

• TTV cairan aktif hipovolemia dapat


; TD (D.0023) teratasi.
126/
78
mm Dengan Kriteria Hasil :

Hg, 1. Kekuatan nadi


HR1 meningkat
12x/ 2. Output urine
meni meningkat
t, 3. Membrane mukosa
RR lembab meningkat
18x/ 4. Ortopnea menurun
meni 5. Dyspnea menurun
t, 6. Frekuensi nadi
Tem membaik
p 7. Tekanan darah
37.5 membaik
SaO 8. Tekanan nadi
2 membaik
100 9. Turgor kulit
% membaik

• Akra Observasi
l
1. Periksa tanda dan
tera
gejala hiporvolemia
ba
(mis.frekensi nadi
hang
meningkat,nadi teraba
at
lemah,tekanan darah
• BA
menurun,turgor kulir
B
menurun)
deng
89

an 2. Monitor intake
kons dan output cairan
isten
Terapeutik
si
cair 1. Hitung kebutuhan

,frek cairan

uens 2. Berikan asupan


i 4-6 cairan oral
X
3. Berikan posisi
/hari
tredelenburg
• Hasi
l Edukasi
peng
1. Anjurkan
guku
memperbanyak asupan
ran
cairan oral
CV
2. Anjurkan
C +2
menghindari perubahan
cmH
posisi mendadak
2O
• Inta Kolaborasi
ke
1. Kolaborasi
1507
pemberian IV isotonis
cc,
( mis NaCl atau RL)
Outp
ut 2. Kolaborasi
1066 pemberian cairan IV
cc hipotonis ( mis.glukosa
BC 2,5%, Nacl 0,4%)
+44 3. Kolaborasi
1 pemberian cairan koloid
• Hasi
90

l (mis.albumin,
Lab plasmaneta)
orat
4. Kolaborasi
oriu
pemberian produk darah
m:
- PEMANTAUAN

Procalcitonin:tanggal CAIRAN

22-10-2022 jam Observasi


11.29wib(0,51µg/L)
1. Monitor frekuensi
tanggal 22-10-2022
dan kekuatan nadi
jam 17.02:(0,11
µg/L) 2. Monitor tekanan
• Hasi darah
l
3. Monitor berat
elekt
badan
rolit:
4. Monitor elastisitas
tang
atau turgor kulit
gal
22- 5. Monitor jumlah,
10- warna dan berat jenis
2022 urine
Natr
6. Monitor intake
ium
dan output cairan
:128
(135 7. Monitor kadar
-147 albumin dan protein total
mm Terapeutik
ol/L
1. Atur interval
)
waktu pemantauan sesuai
• Kali
um
91

:4,1( dengan kondisi pasien


3,5-
2. Dokumentasikan
5,0
hasil pemantauan
mm
ol/L Edukasi

) 1. Jelaskan tujuan
• Clor dan prosedur pemantauan
ida
2. Informasikan hasil
:91(
pemantauan,jika perlu
95-
105
mm
ol/L
)

• Leu
kosit
:
7.33
0
ul/dl
• Hasi
l Ro
thor
ax :
Kesan TB Paru aktif dd
/ Bronkhopneumonia
Tak tampak
pembesaran Jantung

3 24/10/22 DS : Pasien tidak dapat dikaji Resiko infeksi Tujuan: Setelah


92

berhubungan dilakukan intervensi 3x24


DO : dengan penyakit jam status imun
• K/U sakit Berat kronis (HIV) membaik.
Kesadaran Sadasai GCS (D.0142)
Kriteria hasil:
E1M1VETT No 7.5 batas
bibir 21 cm terpasang OPA 1. Kadar sel T4

No: 3 meningkat

• TTV; TD 126/78 2. Integritas kulit


mmHg, HR 112x/menit, RR meningkat
18x/menit, Temp 37.5 SaO2
3. Integritas mukosa
100%
meningkat
• Kesadaran sedasi
dengan ventilator mode VC- 4. Fatigue kronis
SIMV peep +5 TV 360 fiO2 menurun
40% PS 10
5. Suhu tubuh 36,5-
• Hasil CT Scan :
37,50C
Cerebritis disertai abces kecil
terutama di area Sulcus 6. Sel darah putih dalam

Sylvii rentang

• Hasil Laboratorium: Normal


Procalcitonin:tanggal 22-10-
7.Hasil rothgen thorax
2022 jam 11.29 wib
ulang membaik
(0,51µg/L) tanggal 22-10-
2022 jam 17.02:(0,11 µg/L) Observasi:
• CD4 19 mm3 1.Identifikasi pasien
• Pada pemeriksaan pasien yang mengalami
paru terdapat suara nafas penyakit infeksi menular
tambahan ronchi (+/+),
Therapeutik:
Wheezing (-/-)
• Terdapat 1.Terapkan kewaspadaan
sekret/sputum pada ETT dan universal (mis.cuci
93

mulut dengan berwarna tangan aseptic,gunakan


putih, konsistensi kental, alat pelindung diri seperti
frekuensi 3-6 cc masker,sarung
• Hasil Ro thorax : tangan,pelindung
Kesan : mata ,apron,sepatu bot
TB Paru aktif dd / sesuai model transmisi
Bronkhopneumonia mikroorganisme)
Tak tampak pembesaran
3.Tempatkan pada ruang
Jantung
isolasi bertekanan negatif
untuk pasien dengan
resiko penyebaran infeksi
via droplet /udarah

4.Sterilisasi dan
desinfeksi alat-
alaT ,furniture,lantai
sesuai kebutuhan

5.Pertahankan suhu tubuh


dalam rentang normal

6.Berikan profilaksis
antibiotik sesuai indikasi

7.Batasi jumlah
pengunjung

4 24/10/22 DS : Pasien tidak dapat dikaji Intoleransi aktivitas Tujuan : Setelah


DO : berhubungan dilakukan pengkajian
• K/U sakit Berat dengan tirah baring selama 3 x 24 jam
Kesadaran Sadasai GCS (D.0056) masalah intoleransi
E1M1VETT No 7.5 batas aktifitas teratasi
bibir 21 cm terpasang OPA
94

no 3
• TTV; TD 126/78
Dengan Kriteria
mmHg, HR 112x/menit, RR
Hasil :
18x/menit, Temp 37.5 SaO2
100% 1. Keluhan lelah

• Kesadaran sedasi menurun

dengan ventilator mode VC- 2. Dyspnea saat aktifitas

SIMV peep +5 TV 360 fiO2 menurun

40% PS 10 3. Dyspnea setelah

• Aktifitas dibantu aktifitas menurun

sepenuhnya oleh perawat 4. Frekuensi nadi

• Pada pemeriksaan membaik

paru terdapat suara nafas 5. Tekanan darah

tambahan ronchi (+/+), membaik

Wheezing (-/-) 6. Kemudahan

• Hasil Ro thorax : melakukan aktifitas

Kesan : sehari-hari meningkat

TB Paru aktif dd / ANAJEMEN


Bronkhopneumonia ENERGI
Tak tampak pembesaran
Observasi
Jantung
1. 1Identifikasi
gangguan fungsi
tubuh yang
mengakibatkan
kelelahan
2. Monitor kelelahan
fisik dan emosional
3. Monitor pola dan
jam tidur
4. Monitornlokasi dan
95

ketidaknyamanan
selama melakukan
aktivitas

Terapeutik:

1. Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah
stimulus

2. Lakukan gerakan
rentang gerak aktif
dan pasif

3. Fasilitasi duduk di sisi


tempat tidur jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan

Edukasi :

1. Anjurkan tirah
baring
2. Anjurkan melakukan
aktivitas secara
bertahap

Kolaborasi:

1. Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang
meningkatkan
asupan makanan
2. aktivitas motoric
untuk merelaksasi
96

otot
3. Libatkan keluarga
dalam aktivitas jika
perlu

Implementasi Keperawatan

Tanggal Diagnosa Implementasi Respon Paraf


dan Jam Keperawatan
24/10/2022 Bersihan jalan Memonitor tanda-tanda vital DO :
08.30 nafas tidak • TD : 103/64mmhg,
efektif nadi : 84x/menit
berhubungan Sp02 : 99%, S : 36,5oC
dengan
• ventilator mode VC-
hipersekresi
SIMV peep +5 TV
jalan
360 fiO2 40% PS 10
nafas( D.0001 )

- Mengobservasi TTV DO :
- melakukan auskultasi bunyi nafas  Auskultasi terdengar

-melakukan suction dengan prinsip ronchi


steril • RR : 20 x/menit
- melakukan personal hygiene • Irama nafas teratur
 Pasien tampak bersih
09/00 • Mengkaji DO :
status • Auskultasi
terdengar
97

pernafasan ronchi
• RR : 20
• Memberika
x/menit
n pre-
oksigenisasi • Irama nafas
100% teratur
selama 30
• TD : 103/64
detik (3-6
mmhg,
kali
nadi :
ventilasi)
89x/menit
sebelum dan
setelah • Sp02 : 99%,

penghisapan S : 36,5 oC

DO :
• Sputum berwarna putih
dan sebanyak 3 cc
• Sputum dari mulut
bewarna putih kental,,
• Melakukan 1 cc
penghisapan • Pengeluaran sputum
lendir efektif
kurang dari
15 detik jika DO :
• Tampak pasein
diperlukan
bernafas lebih efektif
(bukan
• Posisi Semi fowler
secara
berkala/ruti
DO :
n) • Mulut terlihat bersih
• Memonitor
• Secret berkurang
konsistensi,
98

warna dan
bau sputum

• Melakukan
fisioterapi
dada dan
clapping
fibrasi
• Memberika
n posisi
semi fowler

• Melakukan
oral
hygiene
2×sehari
dan suction

09.15 1. Mengganti fiksasi ETT setiap DO


24 jam • Plester fiksasi
2. Mengubah posisi ETT secra ETT tampak bersih dan
bergantian (kiri dan kanan) setap rapi
24 jam • Posisi ETT
berubah dari Kiri ke
Kanan
• Tampak mukosa
bibir kering dan pecah-
pecah
99


09.45 Memeriksa tekanan balon ETT setiap • Tekanan balon 20
4-8 jam mmHg

10.00 Memasang oropharyngeal airway • Pasien tampak


(OPA) untuk mencegah ETT tergigit terpasang OPA no
3
24/10/2022 Hipovolemi 1. Mengkaji Penyebab kehilngan DO
10.30 berhubungan cairan • Terjadinya proses
dengan 2. Periksa tanda dan gejala infeki (HIV)
Kehilangan hiporvolemia (mis.frekensi nadi • Warna urine kuning
cairan aktif meningkat, nadi teraba lemah, pekat,volume +/-
(D.0023) tekanan darah menurun,turgor 200cc frekwensi > 3
kulir menurun) - 4 x/ hari
3. Monitor intake dan output cairan konsisstensi cair
4. Menghitung BC • Nadi 84x/menit
• TD 103/64 mmhg
• Turgor kulit elestis
• Intake : 1504
• Output : 1066
• BC :+441
CVC +2 cm H2O
24/10/2022 Resiko infeksi  Melakukan cuci tangan 6 DO:
berhubungan langkah dan 5 moment  Perawat melakukan
dengan penyakit cuci tangan 6 langkah
kronis (HIV)  Mempertahankan suhu tubuh dan 5 moment
(D.0142) dalam rentang normal  TD: 104/62 mmHg,
N: 84 x/mnt , Rr :
 Mengevaluasi hasil 22x/mnt, S: 37 ℃
laboratorium , Ro Thorax ,
100

dan Ct Scan Kepala  Hasil Laboratorium:


Procalcitonin:tanggal
22-10-2022 jam 11.29
wib (0,51µg/L)
tanggal 22-10-2022
jam 17.02:(0,11 µg/L)
 CD4 19 mm3
 Pada pemeriksaan
paru terdapat suara
nafas tambahan ronchi
(+/+), Wheezing (-/-)
 Foto thorax Tgl 15-
10-2022
 Kesan:
Pneumonia
 Terpasang ETT
ujung 2,5 corpus di
atas karina
 CVC tip proyeksi
vena cava superior
 Ct Scan tgl 15-10-
2022
DD
Kesan :
 Cerebritis disertai
abces kecil terutama
di area Sulcus Sylvii

24/10/2022 Intoleransi DO :
aktivitas 4. Menyediakan lingkungan nyaman  Cahaya ruangan
101

berhubungan dan rendah stimulus cukup, ruangan tenang


dengan tirah tidak ada kebisingan,
baring (D.0056) tidak ada jam
kunjungan.
5. Mengubah atau mengatur posisi  Posisi pasien head up,
pasien sesuai kebutuhan semi fowler, miring
kanan, miring kiri
secara bergantian dan
sesuai kemampuan
pasien
 Pasien tampak bersih
6. Membantu kebutuhan personal
dan rapi
hygiene pasien ( Memandikan ,
oral hygiene, mengganti linen dan
pakaian pasien)

25/10/2022 Bersihan jalan Memonitor tanda-tanda vital DO :


08.30 nafas tidak • TD : 111/73mmhg,
efektif nadi : 94 x/menit
berhubungan Sp02 : 99%, S : 36,5oC
dengan
• ventilator mode VC-
hipersekresi
SIMV RR 12 peep +5
jalan
TV 350 fiO2 40% PS
nafas( D.0001 )
6

- Mengobservasi TTV
- melakukan auskultasi bunyi nafas
-melakukan suction dengan prinsip
steril
102

- melakukan personal hygiene

• Mengkaji DO :
status • Auskultasiterdengar
pernafasan ronchi
• RR : 16 x/menit
• Memberika
• Irama nafas teratur
n pre-
• Pasien tampak bersih
oksigenisasi
100%
selama 30
detik (3-6
kali
ventilasi)
sebelum dan
setelah
penghisapan

• Melakukan
penghisapan
lendir
kurang dari
15 detik jika
diperlukan
(bukan
secara
berkala/ruti
n)
• Memonitor
konsistensi,
warna dan
103

bau sputum
• Melakukan
fisioterapi
dada dan
clapping
fibrasi
• Memberika
n posisi
semi fowler

• Melakukan
oral
hygiene
2×sehari
dan suction

09.30 1. Mengganti fiksasi ETT setiap 24 DO


jam • Plester fiksasi
2. Mengubah posisi ETT secra ETT tampak
bergantian (kiri dan kanan) setap bersih dan rapi
24 jam • Posisi ETT
3. Rencana Pemasangan PDT berubah dari
kanan ke kiri
• Tampak mukosa
bibir kering dan
pecah-pecah
• Keluarga
berunding untuk
Tindakan PDT
104

09.45 • Memeriksa tekanan balon ETT • Tekanan balon 20


setiap 4-8 jam mmHg
• Pasien tampak
• Memasang oropharyngeal airway
terpasang OPA no
(OPA) untuk mencegah ETT
3
tergigit

25/10/2022 Hipovolemi 5. Mengkaji Penyebab kehilngan DO


berhubungan cairan • Terjadinya proses
dengan 6. Periksa tanda dan gejala infeki (HIV)
Kehilangan hiporvolemia (mis.frekensi nadi • Warna kuning,
cairan aktif meningkat, nadi teraba lemah, volume +/- 150cc
(D.0023) tekanan darah menurun,turgor frekwensi >2 - 3 x/
kulir menurun) hari konsisstensi cair
7. Monitor intake dan output cairan • Intake : 1201
8. Menghitung BC • Output : 1366
• BC :-165
• CVC +6 cmH2O

25/10/2022 Resiko infeksi  Melakukan cuci tangan 6 DO:


berhubungan langkah dan 5 moment  Perawat melakukan
dengan penyakit cuci tangan 6 langjah
kronis (HIV)  Mempertahankan suhu tubuh dan 5 moment
(D.0142) dalam rentang normal  TD: 104/62 mmHg,
N: 84 x/mnt , Rr :
105

Mengevaluasi hasil laboratorium 22x/mnt, S: 37 ℃


, Ro Thorax , dan Ct Scan  Hasil Laboratorium:
Kepala Procalcitonin:tanggal
22-10-2022 jam 11.29
wib (0,51µg/L)
tanggal 22-10-2022
jam 17.02:(0,11 µg/L)
 CD4 19 mm3
 Pada pemeriksaan
paru terdapat suara
nafas tambahan ronchi
(+/+), Wheezing (-/-)
 Foto thorax Tgl
25-10-2022
Kesan:
 TB paru aktif dd/
Bronkhopneumonia
 Terpasang ETT
ujung 2,5 corpus di
atas karina
 CVC tip proyeksi
vena cava superior
 Ct Scan tgl 15-10-
2022
Kesan :
Cerebritis disertai
abces kecil terutama
di area Sulcus Sylvii
106

25/10/2022 Intoleransi
DO :
aktivitas
1. Menyediakan lingkungan
berhubungan • Cahaya ruangan
nyaman dan rendah stimulus
dengan tirah cukup, ruangan tenang
baring (D.0056) tidak ada kebisingan,
tidak ada jam
kunjungan.

2. Mengubah atau mengatur • Posisi pasien head

posisi pasien sesuai kebutuhan up, semi fowler,


miring kanan, miring
kiri secara bergantian
dan sesuai kemampuan
pasien

3. Membantu kebutuhan • Pasien tampak

personal hygiene pasien bersih dan rapi

( Memandikan , oral hygiene,


mengganti linen dan pakaian
pasien)

26/10/22 Bersihan jalan Memonitor tanda-tanda vital DO :


nafas tidak - Mengobservasi TTV • TD : 111/73mmhg,
efektif - melakukan auskultasi bunyi nafas nadi : 94 x/menit
berhubungan -melakukan suction dengan prinsip Sp02 : 99%, S : 36,5oC
dengan steril • ventilator mode
hipersekresi - melakukan personal hygiene VC-SIMV RR 12 peep +5
jalan • Mengkaji status pernafasan TV 350 fiO2 40% PS 6
nafas( D.0001 ) • Memberikan pre-
107

oksigenisasi 100% selama 30 detik


(3-6 kali ventilasi) sebelum dan DO :
setelah penghisapan •

• Melakukan penghisapan Auskultasiterdengar


lendir kurang dari 15 detik jika ronchi
diperlukan (bukan secara • RR : 16 x/menit
berkala/rutin) • Irama nafas teratur
• Memonitor konsistensi, • Pasien tampak
warna dan bau sputum bersih
• Melakukan fisioterapi dada DO
dan clapping fibrasi • Plester fiksasi ETT
• Memberikan posisi semi tampak bersih dan rapi
fowler • Posisi ETT
berubah dari kanan ke
• Melakukan oral hygiene kiri
2×sehari dan suction • Tampak mukosa
Rencana Pemasangan PDT bibir kering dan pecah-
4. Memeriksa tekanan balon ETT pecah
setiap 4-8 jam • Keluarga
5. Memasang oropharyngeal berunding untuk Tindakan
airway (OPA) untuk mencegah PDT
ETT tergigit

• Tekanan balon 20
mmHg
• Pasien tampak
terpasang OPA no 3
108

26/10/2022 Hipovolemi a) Mengkaji Penyebab DO


berhubungan kehilngan cairan • Terjadinya proses
dengan b) Periksa tanda dan gejala infeki (HIV)
Kehilangan hiporvolemia (mis.frekensi • Warna kuning,
cairan aktif nadi meningkat, nadi teraba volume +/- 140cc
(D.0023) lemah, tekanan darah frekwensi > 2 - 3 x/
menurun,turgor kulir hari konsisstensi cair
menurun) Intake :1370
c) Monitor intake dan output Output : 1362,5
cairan BC : + 75
9. Menghitung BC CVC 5 cmH2O

26/10/2022 Resiko infeksi  Melakukan cuci tangan 6 DO:


berhubungan langkah dan 5 moment  Perawat melakukan
dengan penyakit cuci tangan 6 langjah
kronis (HIV)  Mempertahankan suhu tubuh dan 5 moment
(D.0142) dalam rentang normal  TD: 104/62 mmHg,
N: 84 x/mnt , Rr :
22x/mnt, S: 37 ℃
Mengevaluasi hasil laboratorium ,
 Hasil Laboratorium:
Ro Thorax , dan Ct Scan Kepala
Procalcitonin:tanggal
22-10-2022 jam 11.29
wib (0,51µg/L)
tanggal 22-10-2022
jam 17.02:(0,11 µg/L)
 CD4 19 mm3
 Pada pemeriksaan
109

paru terdapat suara


nafas tambahan ronchi
(+/+), Wheezing (-/-)
 Foto thorax Tgl
25-10-2022
 Kesan:
 TB paru aktif dd/
Bronkhopneumon
ia
 Terpasang ETT
ujung 2,5 corpus
di atas karina

 Ct Scan tgl 15-10-


2022
Kesan :
 Cerebritis disertai
abces kecil terutama
di area Sulcus Sylvii

26/10/20/2 Intoleransi
2 aktivitas
berhubungan
dengan tirah
baring (D.0056)

Evaluasi keperawatan
110

Tangal / Evaluasi TTD


jam (Subyektif,Obyektif,Analysis,Plan)

26/10/2022 Dx : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan


J.14.00 dengan hipersekresi jalan nafas ( D.0001
WIB S : Pasien tidak dapat dikaji
O:
• TD : 110/73 mmhg, nadi : 94 x/menit
Sp02 : 99%, S : 36,5C
• Terpasang ventilator mode VC-SIMV RR 12 peep +5
TV 380 fiO2 50% PS 6
• Auskultasi terdengar ronchi paru kanan dan kiri
• RR : 16 x/menit
• Irama nafas teratur
• Pasien tampak bersih
• Tampak terpasang PDT dan kasa betadin di area stoma
• Tekanan balon 20 mmHg
• Pasien tampak terpasang OPA no 3
• Sputum warna putih kental, bau khas dan sebanyak 3
cc
• Sputum dari mulut bewar putih kental,, 1 cc
• Pengeluaran sputum efektif
• Tampak pasein bernafas lebih efektif
• Posisi Semi fowler
• Mulut terlihat bersih
• Secret berkurang

A : Masalah belum teratasi


P : Intervensi dilanjutkan
26/10/2022
111

J.14.00 S : Pasien tidak dapat dikaji


WIB O:

A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
26/10/2022 Dx :
J.14.00 S : Pasien tidak dapat dikaji
WIB O:
• Penyebab diare karena terjadinya proses infeki (HIV)
• Warna BAB kuning, volume +/- 140cc frekwensi > 2-
3 x/ hari konsisstensi cair
• Intake :1370
• Output : 1362,5
• BC : + 75
• CVC 5 cmH2O
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
112

BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

Pada kesempatan ini penulis melaksanakan asuhan keperawatan secara komprehensif pada Tn.F dengan
HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang meliputi aspek biologis-psikologis-sosial berdasarkan ilmu
pengetahuan yang telah didapatkan selama pendidikan dan mampu mendokumentasikan dalam studi kasus.
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Tn. F dengan HIV (Human Immunodeficiency Virus ) di
Ruang ICU RSPAD Gatot Soebroto mulai dari tanggal 24 Oktober 2022 sampai dengan tanggal 26
Oktober 2022 dapat disimpulkan.

1. Pengkajian
Kesenjangan teori dengan kasus pada asuhan keperawatan pada Tn. F dengan HIV (Human
Immunodeficiency Virus ) .

Pada teori di bab 2, dijelaskan bahwa HIV merupakan retrovirus yang ditransmisikan dalam darah,
sperma, cairan vagina dan ASI. Cara penularan telah dikenal sejak 1980-an dan tidak berubah yaitu secara;
hubungan seksual, kontak dengan darah atau produk darah, eksposur perinatal, dan menyusui. Namun pada
kasus yang terjadi pada Tn. F didapatkan hasil pengkajian riwayat penyakit dahulu bahwa Pasien
mengetahui dirinya menderita HIV sejak 2 bulan yang lalu saat berobat ke Rumah Sakit dengan keluhan
berat badan turun, lemas anemia dan dilakukan pemeriksaan darah dan hasilnya reaktif HIV. Menurut data
pasien di Rumah Sakit pasien belum menikah sedangkan menurut informi keluarga bahwa pasien ini sudah
menikah dan mempunyai 1 anak, sedangkan istrinya sudah meninggal 2 tahun lalu tetapi tidak diperiksa
untuk HIV nya, dan setelah pasien terkonfirmasi HIV anak pasien di cek untuk anti HIV dan hasilnya
negatif. Pasien dan keluarga tidak mengetahui factor risiko HIV karena pasien tidak pernah menggunakan
narkoba, tidak bertatto, tidak melakukan seks bebas dan tetapi pernah tranfusi darah saat pertama kali
terdiagnosa HIV karena pasien mengalami anemia .
113

Dinamika penularan HIV/AIDS menurut (Ardhiyanti,2015) cara penularan HIV/AIDS dibagi menjadi 3
yaitu :

1. Transmisi seksual

Penularan HIV/AIDS dengan cara transmisi seksual paling sering terjadi. Penularannya terjadi melalui
hubungan seks (homoseksual dan heteroseksual), melalui mani, cairan vagina dan serviks.

2. Transmisi non seksual Terbagi menjadi 2 yaitu :

a. Parentral, penggunaan jarum suntik dan alat tusuk yang telah terkontaminasi.

b. Transplasental, penularan dari ibu HIV/AIDS ke bayi, yang dapat terjadi waktu hamil, melahirkan
dan menyusui.

3. Masa prenatal

Penularan terjadi dalam uterus ( lewat plasenta), sewaktu persalinan, melalui air susu ibu.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pada kasus Tn. F penularan yang terjadi kemungkinan
karena transmisi sesksual . Hubungan seksual secara vaginal, anal dan oral dengan penderita HIV tanpa
perlindungan bisa menularkan HIV. Selama hubungan seksual berlangsung, air mani, cairan vagina, dan
darah yang dapat mengenai selaput lendir, penis, dubur, atau mulut sehingga HIV yang terdapat dalam
cairan tersebut masauk kedalam aliran darah (Nursalam 2007). Selama berhubungan bisa terjadi lesi mikro
pada dinding vagina, dubur, dan mulut yang bisa menjadi jalan HIV untuk asuk kedalam aliran darah
pasangan seksual

2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data hasil pengkajian Asuhan Keperawatan didapatkan 4 diagnosa keperawatan yang
sama antara teori dan kasus pada Tn.F yaitu :

a) Bersihan jalan nafas berhubungan dengan hipersekresi jalan nafas (D.0001)


b) Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (D.0023)
c) Resiko Infeksi berhubungan dengan penyakit kronis (HIV) (D.0142)
114

d) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring (D.0056)

Sedangkan diagnosa pada teori tetapi tidak ada pada kasus yaitu :

a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan (D.0005)
b. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran (D.0006)
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status nutrisi, penurunan mobilitas
fisik ( D.0129 )
d. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan (D.0019)

3. Intervensi Keperawatan
Adapun intervensi yang sudah dilakukan pada Tn.F sesuai dengan teori antara lain: observasi tanda-
tanda vital, monitor sputum, monitor intake,output dan cairan dan memberikan terapi sesuai program
medik.

4. Implementasi Keperawatan
Pada tahap pelaksanaan pada teori dan kasus tidak ada kesenjangan. Tahap pelaksanaan dalam kasus
sudah sesuai dengan teori. Adapun faktor pendukung dalam pelaksanaan adalah kerja sama dengan
perawat rungan dalam mengatasi masalah keperawatan.

5. Evaluasi Keperawatan
Setelah melakukan implementasi sesuai intervensi pada pasien, dapat dievaluasi:

Diagnosa utama yang muncul pada kasus Tn.F adalah Bersihan jalan nafas berhubungan dengan
hipersekresi jalan nafas, memonitor bunyi nafas tmbahan (misal gurgling, wheezing, ronchi kering),
monitor sputum (warna, jumlah, aroma)
115

BAB V
PENUTU P

Pada bab ini penulis akan menyimpulkan “Asuhan Keperawatan Kritis Pada Klien Tn. F dengab HIV
(Human Immunodeficiency Virus) di Ruang ICU di RSPAD Gatot Soebroto” meliputi pengkajian,
diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi keperawatan.

A. KESIMPULAN
Pada pengkajian ini penulis menyimpulkan data-data tentang klien melalui wawancara keluarga,
melakukan pemeriksaan fisik secara bertahap serta mendapatkan informasi dari perawat rungan dan
catatan medik klien. Dalam perencanaan keperawatan tidak terdapat kesenjangan antara kasus dan
teori. Dalam merencanakan tujuan tidak terdapat kesenjangan antara teori. Pada evaluasi
keperawatan dapat disimpulkan adalah dari diagnosa yang muncul belum tercapai dan tindakan
keperawatan masih dilakukan di ruang Intensive Care/ICU.

B. SARAN
Setelah kami menguraikan dan menyimpulkan, kami dapat mengidentifikasi kelebihan dan
kekurangan yang ada, maka selanjutnya kami akan menyampaikan saran yang ditujukkan pada
perawat ruangan, klien dan keluarga sebagai berikut :
1. Kerjasama dengan klien dan keluarga tetap dipertahankan dan ditingkatkan agar asuhan
keperawatan yang diberikan pada klien akan lebih optimal.
2. Untuk perawat supaya setiap kali melakukan tindakan keperawatan
mendokumentasikan semua tindakan dan respon klien terhadap tindakan yang dilakukan agar dapat
melakukan evaluasi secara akurat.
3. Melakukan edukasi ke keluarga tentang bahaya penyakit menular seperti HIV dan TB paru yang
diderita pasien.
4. Menggunakan alat pelindung diri saat suctioning(Masker N95,apron,kacamata googel,hanscoon
steril,nursing cuff)APD Level dua.
116

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. Guidelines on HIV and infant feeding 2010 Principles and recommendations for infant
feeding in the context of HIV and a summary of evidence. WHO. 2010.h.
Bobak, Lowdermik, Jensen. 2012. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta: EGC. Bradley-
Springer L, Lyn S, Adele W. Every Nurse Is an HIV Nurse. AJN 2010;
Dorland WAN. 2010. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 31. Jakarta: EGC.
Nursalam, Kurniawan ND. 2014. Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi. Jakarta:
Penerbit Salemba Medika
Price SA, Lorraine MW. 2012. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6
Volume 1. Jakarta: EGC.
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan Indikator
Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T.P (2018) Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan ((cetak III) 1 ed) Jakarta DPP PPNI
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan Tindakan
Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai