F DENGAN DIAGNOSA
HUMAN IMUNODEFECIENCY VIRUS(HIV)
DI RUANG
INTENSIVE CARE UNIT RSPAD GATOT SOEBROTO
KELOMPOK 2
1. LUTHFI KAMIL
2. TAWANG ROHMA WATI
3. FITRI YULIANI
4. ANGGUN MONICA
5. DETIK RIAN WIDHAYANTI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus Asuhan
Keperawatan pada Tn. F dengan HUMAN IMUNODEFECIENCY VIRUS (HIV) di
Ruang Intensive Care Unit RSPAD Gatot Soebroto. Laporan kasus ini disusun untuk
memenuhi sebagian syarat pelatihan intensive care unit (ICU) komprehensif di
RSPAD Gatot Soebroto Angkatan 7 dalam periode 2022
Laporan kasus ini, penulis tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang telah
membimbing, memberi semangat, dan memberi petujuk serta penjelasan. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang selama ini telah memberikan
dukungan moril, spiritual, dan serta menyumbangkan tenaga dan pikiran dalam
menyelesaikan asuhan keperawatan ini.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit HIV/AIDS merupakan suatu penyakit yang terus berkembang dan menjadi
masalah global yang melanda dunia. Virus HIV masih menjadi fenomena gunung es
di Indonesia, kasus HIV yang ditemukan hanya sebagian sedangkan dasarnya lebih
banyak (Menkes, 2019). Fenomena dari HIV/AIDS berpengaruh pada nutrisi saat ini
disebabkan karena timbulnya infeksi oportunistik diantaranya terjadi jamur kandidia
pada mulut dan pengaruh dari obat ARV yang dapat menyebabkan pasien
HIV/AIDS mengalami disfagia dan anoreksia pasien yang kurang pengetahuannya
akan membiarkan tidak memenuhi asupan nutrisi mereka dan dapat menyebabkan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. HIV dan malnutrisi dapat secara independen
menyebabkan terjadinya kerusakan sistem kekebalan tubuh secara progresif. Dapat
meningkatkan kerentanan terhadap infeksi, morbiditas dan mortalitas melalui infeksi
oportunistik, demam, diare, kehilangan nafsu makan, malabsorbsi nutrisi dan
penurunan berat badan (Nnyepi, 2009). Pengetahuan pemenuhan asupan nutrisi pada
pasien HIV/AIDS masih rendah, ketika pemenuhan nutrisi tidak baik akan
menimbulkan masalah penurunan kekebalan tubuh dan membuat virus HIV
berkembang semakin cepat (Duggal, et.al, 2012).
Berikut adalah jumlah kasus HIV/AIDS yang bersumber dari Ditjen Pencegahan dan
Penanggulangan Penyakit (P2P), data laporan tahun 2017 yang bersumber dari
sistem informasi HIV/AIDS dan IMS (SIHA). Dimana kasus HIV/AIDS di Indonesia
pada tahun 2017 terdapat 48.300 kasus HIV dan 9.280 kasus AIDS. Jumlah
kumulatif infeksi HIV yang dilaporkan sampai dengan Juni 2018 sebanyak 301.959
jiwa (47% dari estimasi ODHA jumlah orang dengan HIV/AIDS tahun 2018
sebanyak 640.443 jiwa) dan paling banyak ditemukan di kelompok umur 25-49
tahun dan 20-24 tahun. Adapun provinsi dengan jumlah infeksi HIV tertinggi adalah
DKI Jakarta (55.099), diikuti Jawa Timur (43.399) (Kemenkes RI, 2019). Data yang
diperoleh dari rekam medis RSUD Dr. Harjono Ponorogo jumlah kunjungan pasien
HIV/AIDS pada tahun 2018 mulai dari bulan Januari sampai Desember yaitu di
rawat inap berjumlah 120 pasien di rawat jalan sebanyak 1710 pasien dan di IGD ada
98 pasien, sedangkan pada tahun 2019 mulai bulan Januari sampai September yaitu
ada 72 pasien di rawat inap, 1441 pasien di rawat jalan dan 55 pasien di IGD
(Rekam Medis RSUD Harjono, 2019) Dan data pasien HIV di ruang ICU RSPAD
Gatot Soebroto tahun 2022 mulai dari bulan Agustus sampai bulan oktober
berjumlah 4 0rang .
Prevalensi kasus HIV/AIDS menurut data WHO HIV terus menjadi masalah
kesehatan global yang utama. Sejauh ini telah merenggut lebih dari 32 juta jiwa, Ada
sekitar 37,9 juta orang yang hidup dengan HIV pada akhir 2018 dengan 1,7 juta
orang menjadi baru terinfeksi pada 2018 secara global
Acquired Immunodeficiency Syndroms (AIDS) yang disebabkan oleh infeksi
Humman Immunodeficiency Virus (HIV) adalah suatu penyakit yang menyerang
sistem kekebalan baik humoral maupun seluler. Virus termasuk dalam kelompok
retrovirus dan termasuk virus RNA (Darmono,2009). Menurut Desmawati (2013)
Penyebab kelainan imun pada AIDS adalah suatu agen viral yang disebut HIV.
Retrovirus ditularkan oleh darah melalui kontak intim dan mempunyai afinitas yang
kuat terhadap limfosit T. Virus HIV dapat menyerang sel darah putih yang bernama
sel CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia yang pada
akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang sangat ringan
sekalipun.
Tanda dan gejala pada pasien HIV/AIDS kebanyakan orang yang terinfeksi
HIV tidak menunjukan gejala pada awal masa infeksi HIV. Gejalanya adalah
demam, sakit kepala, kelelahan, dan pembengkakan limfa. Gejala tersebut bisanya
menghilang dalam waktu satu minggu sampai satu bulan. Sebelum sampai dalam
AIDS terjadi gejala pembengkakan limfa yang terjadi lebih dari 3 bulan dan di ikuti
dengan gejala yang terjadi beberapa bulan hingga tahun antara lain rasa kelemahan
pada tubuh yang sangat, kondisi kulit yang kering sehingga mudah terkelupas, berat
badan yang menurun dan adanya infeksi persisten oleh jamur (Desmawati, 2013).
Sebagian besar para ODHA mengalami nafsu makan yang menurun disebabkan
karena pengaruh dari obat ARV dan kesulitan dalam menelan akibat infeksi dari
jamur kandidiasis pada mulut. Edukasi mereka dengan memberikan konseling
pemenuhan nutrisi antara lain cara memenuhi nutrisi sesuai kondisi, memilih bahan
makanan yang aman, dan pemberian makanan tambahan. Anjurkan ODHA untuk
memenuhi makanan yang tinggi kalori- tinggi protein, kaya vitamin dan mineral
serta cukup air. Batasi makanan yang menyebabkan mual/muntah mungkin kurang
ditoleransi oleh pasien karena luka pada mulut atau disfagia. Hindari
menghidangkan cairan atau makanan yang sangat panas. Sajikan makanan yang
mudah ditelan. Jadwalkan obat- obatan diantara makan (jika memungkinkan) dan
batasi pemasukan cairan dengan makanan, kecuali jika cairan memiliki nilai gizi
(Desmawati, 2013)
Berdasarkan data diatas maka penulis tertarik untuk melakukan Studi Literatur
Karya Tulis Ilmiah dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Pasien Penderita
HIV/AIDS Dengan Masalah Keperawatan Defisiensi Pengetahuan Tentang
Pemenuhan Nutrisi.
B. Tujuan Penulisan
2. Tujuan Khusus
a) Perawat dapat mengetahui tentang pengertian, Etiologi,
Manifestasi klinis , pathway, test diagnostic, komplikasi,
penatalaksaan, pada penderita HIV/AIDS
b) Perawat mengetahui, menganalisa, melakukan penatalaksanaan
medik, pengkajian, menentukan masalah keperawatan dan
rencana tindakan, serta evaluasi terhadap kasus penderita
HIV/AIDS
c) Perawat dapat bekerja berdasarkan standar praktik
keperawatan /SOP RS Setempat
C. Manfaat
A. Pengertian
Infeksi human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit
kekurang sistem imun yang disebabkan oleh retro virus HIV tipe 1 atau
HIV tipe 2 (Copstead dan banasik, 2012). Infeksi HIV adalah infeksi virus
yang secara progresif menghancurkan sel-sel darah putih infeksi oleh HIV
biasanya berakibat pada kerusakan sistem kekebalan tubuh secara progresif,
menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik dan kanker tertentu (terutama
pada orang dewasa) (Bararah dan jauhar, 2013). Acquired Immune
Deficiency Syndrome (AIDS) adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu
yang merupakan hasil akhir dari infeksi oleh HIV (Sylvia dan lorraine, 2012).
Definisi kasus surveilensi untuk HIV dari CDC menurut Sylvia dan
lorraine (2012) yaitu kriteria yang direfisi pada tahun 2000 untuk pelaporan
tingkat nasional mengombinasikan infeksi HIV dan AIDS dalam suatu definisi
kasus. Pada orang dewasa, remaja, atau anak-anak berusia 18 bulan atau lebih,
definisi kasus suveilensiHIV dipenuhi apabila salah atui kriteria laboratorium
positif atau dijumpai bukti klinis yang secar spesifik menunjukan infeksi HIV
dan penyakit HIV berat (AIDS).
Bukti laboratorium untuk infeksi HIV mencakup reaksi positif berulang
terhadap uji-uji penap[isan antibodi yang dikonfirmasi dengan uji suplementer
(misal, ELISA dikonfirmasi dengan ujui Western blot) atau hasil positif atau
laporan terdeteksinya salah satu uji njonantibodi atau virologi HIV: uji antigen
p24 HIV dengan pemeriksaan netralisir, biakan virus HIV, deteksi asam nuleat
(RNA atau DNA) HIV (misalnya, reaksi berantai polimerase atau RNA HIV-1
plasma, yang berinteraksi akibat terpajan masa perinatal).
Kriteria klinis mencakup suatu diagnosa infeksi HIV yangt didasarkan
pada daftar kriteria laboratorium yang tercatat dalam rekam medis oleh dokter
atau penyakit-panyekit yang memenuhi kriteria tercakup dalam definisi untuk
AIDS. Kriteria untuk kasus AIDS adalah :
1. Semua pasien yang terinfeksi oleh HIV dengan :
a) Hitungan sel T CD4 +>200/µl atau
b) Hitungan sel T CD4 + < 14% sel total, tanpa memandang
kategori klinis, simtomatik atau asimptomatik
2. Adanya infeksi-infeksi oportunistik terkait HIV, seperti:
a) Kandidiasis bronkus, trakea, atau paru
b) Kandidiasis esofagus
c) Kanker serviks, infasif
d) Diseminata atau ekstraparu
e) Kriptosporidiosis, usus kronik (lama sakit lebih dari satu bulan)
f) Kriptokokus, esktraparu
g) Penyakit sitomegalovirus (selain ahti, limpa,ataukelenjar getah
bening)
h) Retnitis sitomegali virus (disertai hiloangnya penglihatan)
i) Ensa lopati, terkait HIV
j) Herpes simpleks; ulkus-ulkus kronik lebih dari 1 bulan ; atau
bronkitis, pneumonitis, esofagitis
k) Histoplamosis, diseminata atau esktraparu
l) Isospariasis, usus kronik (lama sakit lebih dari 1 bulan)
m) Sarkoma sarposi (SK)
n) Limfoma, burkit (atau ekivalen)
o) Limfoma, imunoblastik ( atau yang ekivalen)
p) Microbakterium avium compleks atau Microbakterium kansasi
q) Microbakterium tuberkolosis, semua tempat, paru-paru, ekstra
paru
r) Microbakterium, spesiesb lain yang teridentifikasi
s) Pneumonia Pneumesistis carinii (PPC)
t) Pneumonbia rekuren
u) Leukoensefalopati multifokus progresif
v) Septikemia salmonela, rekuren
w) Toksoplamosis otak
x) Sindrome pengurusan yang disebabkan oleh HIV
B. Etiologi
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) diesbabkan oleh Human
immunodeficiency Virus (HIV), suatu retrovirus pada manusia yang termnasuk dalam
keluarga lentivirus (termasuk pula virus imunodefisiensi pada kucing, virus pada
imunodefisiensi pada kera, virus visna virus pada domba, virus anemia infeksiosa
pada kuda). Dua bentuk HIV yang berbeda secara genetik, tetapi berhubungan
secara antigen, yaitu HIV-1 dan HIV-2 yang telah berhasil diisolasi dari pendrita
AIDS. Sebagian retrovirus, viron HIV-1 berbentuk sferis dan mengandung inti
berbentuk bkerucut yang padat elektron dan dikelilingi selubung lipid yang berasal
dari membran sel penjamu. Inti virus tersebut mengandung kapsid utama protein p24,
nukleukapsid protein p7 atau p9, dua sirina genom, dan ketiga enzim virus (protease,
reserve, ytranscriptase dan integrase). Selain ketiga gen retrovirus yang baku ini
HIV ini mengandung beberapa gen lain (diberi nama misalnya tat, rev, nef, vpr dan
vpu) yang mengatur sintesi serta perakitan partikel virus yang ineksius. (Robbins
dkk, 2011).
Cara kerja virus HIV adalah menyerang limfosit CD4 yang bertugas
mengkoordinasikan sejumlah fungsi imunologis penting. Hal ini terjadi karena virus
HIV mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan limfosit CD4. Setelah
memasuki tubuh, virus HIV menggunakan enzim yang di sebut reverse trancriptase
untuk mentransfer informasi genetika mereka dari RNA ke DNA. Hilangnya fungsi
limfosit CD4 ini akan menyebaban gangguan kekebalan yang progresif.
Menurut Nursalam dan Kurniawati (2011) virus HIV menular melalui enam cara
penularan, yaitu :
1. Hubungan seksual dengan penderita HIV AIDS Hubungan seksual
secara vaginal, anal dan oral dengan penderita HIV tanpa perlindungan bisa
menularkan HIV. Selama hubungan seksual berlangsung, air mani, cairan
vagina, dan darah yang dapat mengenai selaput lendir, penis, dubur, atau
mulut sehingga HIV yang terdapat dalam cairan tersebut masauk kedalam
aliran darah (Nursalam 2007). Selama berhubungan bisa terjadi lesi mikro
pada dinding vagina, dubur, dan mulut yang bisa menjadi jalan HIV untuk
asuk kedalam aliran darah pasangan seksual.
1. Gejala mayor:
2. Gejala minor:
Manifestasi klinis penyakit AIDS menyebar luas dan pada dasranya dapat
mengenai setiap sistem organ. Penyakit yang berkjaitan dengan infeksai HIV dan
AIDS terjadi akibat infeksi, malignasi dan atau efek langsung HIV pada jaringan
tubuh, pembahasan berikut ini dibatasinpada manifestasi klinis dan akibat infeksi
HIV berat yang paling sering ditemukan adalah :
1. Respiratori
Pneumonia pneumocytis carini. Gejalah napas yang pendek, sesak
napas (dsipneu), batuk-batuk, nyeri dad dan demam akan menyertai berbagai
infeksi portunistik seperti yang disebabkan oleh mycobacterium avium
intracelulare (MAI), sitomegalovirus (CMV) dan legionella. Walaupun
begitu, infeksi yang paling sering ditemukan pada penderita AIDS adalah
pneumonia pneumocyti carini (PPC) yang merupakan penyakit oportunistik
pertama yang dideskripsikan berkaitan dengan AIDS. Gambaran klinik PCP
pada pasien AIDS umumnya tidak beguitu akut bila dibandingkan dengan
pasien gangguan kekebalan karena keadaan lain. Periode waktu antara awitan
gejala dan penegakan diagnosis yang benar bisa beberapa minggu hingga
beberapa bulan. Penderita AIDS pada mulanya hanya memperlihatkan tanda-
tanda dan gejala yang tidak khas seperti demam, menggigil, batuk
nonproduktif, napas pendek, dispneu dan kadang-kadang nyeri dada.
Kosentrasi oksigen dalam darah arterial pada pada pasien yang bernapas
dengan udara dalam ruangan dapat mengalami penurunan yang ringan;
keadaan ini menunjukan keadaan hipoksemia minimal. Bila tidak diatasi,
PCP akan berlanjut dengan menimbulkan kelainan paru yang signifikan dan
pada akhirnya kegagalan pernapasan.
2. Penyakit kompleks kompleks mycobacteriium avium (MAC;
mycobakterium avium complex) yaitu suatu kelompok baksil tahan asam,
biasanya menyebabkan infeksi pernapasan kendati juga sering dijumpai
dalam traktus gastrointestinal, nodus limfatik dan susmsum tulang. Sebagian
pasien AIDS sudah menderita penyakit yang menyebar luas ketika diagnosis
ditegakan dan biasanya dengan keadaan umum yang buruk. Berbeda dengan
infeksi oportunistik lainnya, penyakit tuberkolosis cenderung terjadi secara
dini dalam perjalanan infeksi HIV dan biasanya mendahului diagnosa AIDS.
Dalam stadium infeksi HIV yang lanjut penyakit TB disertai dengan
penyebaran ke tempat-tempat ekstrapulmoner seperti sistem saraf pusat,
tulang, perikardium, lambung, peritonium, dan skrotum.
3. Gastrointestinal
Manifestasi gastrointestinal penyakit AIDS mencakup hilangnya selera
makan, mual,munta,vomitus, kandidiasis oral, serta esofagus, dan diare
kronis. Bagi pasien AIDS, diare dapat membawah akibat yang serius
sehubungan dengan terjadinya penurunan berat badan yang nyata (lebih dari
10% berat badan), gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, ekskoriasis
kulit perinatal, kelemahan dan ketidak mampuan untuk nmelaksanakan
kegiatan yang biasa dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
4. Kanker
Sarkoma kaposi yaitu kelainan malignasi yang berkaitan dengan HIV
yang paling sering ditemukan merupakan penyakit yang melibatkan lapisan
endotel pembuluh darah dan limfe. Kaposi yang berhubungan dengan AIDS
memperlihatkan penyakit yang lebih agresif dan beragam yang berkisar mulai
dari lesi kutaneus stempat hingga kelainan yang menyebar dan mengenai
lebih dari satu organ.
5. Lesi kutaneus yang dapat timbul pada setiap tubuh biasanya berwarna
merah mudah kecoklatan hingga ungu gelap. Lesi dapat datar atau menonjol
dan dikelilingi oleh eksimosis(bercak-bercak perdarahan) serta edema. Lokasi
dan ukuran beberapa lesi dapat menurunkan statis aliran vena, limfadema
serta rasa nyeri. Lesi ulseri akan merusak integrias kulit dan meninggalkan
ketidaknyamanan pasien serta kerentanan terhadap infeksi. Limfoma sel- B
merupakan malignasi paling sering kedua yang terjadi diantara pasien-pasien
AIDS. Limfoma yang berhubungan dengan AIDS cenderung berkembang
diluar kelenjar limfe; limfoma ini paling sering dijumpai pada otak, sumsum
tulang dan gastrointestinal
6. Neurologik
Enselopati HIV disebut juga sebagai kompleks demensia AIDS. HIV
ditemukan denhan jumlah yang besar dalam otak maupun cairan
serebrospinal pasien-pasien ADC (AIDS dementia complex). Sel-sel otak
yang teronfeksi HIV didominasi oleh sel-sl CD4+ yang berasal dari
monosit/magkrofag. Infeksi HIV diyakini akan memicu toksinatau limfokin
yang mengakibatkan disfungsi seluler atau yang mengganggu fungsi
neurotransmiter keetimbang menyebabkan kerusakan seluler. Keadaan ini
berupa sindrome klinis yang disertai oleh penurunan progresif pada fungsi
kognitif, perilaku dan motorik. Tanda-tanda dan gejala yang samar-samar
serta sulit diobedakan dan kelealhan, depresi atau efek terapi yang mrugikan
terhadap infeksi dan malignasi. Manifestasi dini mencakup gangguan daya
ingat, sakit kepala, kesulitan berkonsentrasi, konfusi progresif, pelambatan
psikomotorik, apatis dan ataksia. Stadium lanjut mencakup gangguan kognitif
global kelambatan dalam respon verbal, gangguan paraperesis spastik,
psikologis, halusinasi, termor, intenkontenensia, serangan kejang,mutisme
dan kematian.
7. Infeksi jamur criptococus neoformans merupakan infeksi oportunistik
paling sering keempat yang terdapat diantara pasien- pasien AIDS dan
penyebab paling sering ketiga yang menyebabkan kelainan neurologik.
Meningitis kriptokokus ditandai dengan gejala seperti demam/panas, sakit
kepala, keadaan tidak enak badan(melaise), kaku kuduk, mual, vormitus,
perubahan status mental, dan kejang-kejang.
8. Kelemahan neurologik lainnya berupa neuropati perifer yang
berhubungan dengan HIV diperkirakan merupakan kelainan demilinisasi
dengan disertai rasa nyeri serta mati ras pada ekstremitas, kelemahan,
penurunan refleks tendon yang dalam, hipotensi ortotastik dan impotensi.
9. Struktur integumen
Manifestasi kulit menyertai infeksi HIV dan infeksi oportunistik serta
malignasi yang mendampinginya, infeksi oportunistik seperti herpes zoster
dan herpes simplex akan disertai denga pembentukan vasikel nyeri yang
merusak integritas kulit. Moloskum kontagiosium merupakan infeksi virus
yang ditandai oleh pembentukan plak yang disertai deformitas. Dermatitis
seboreika akan disertai ruam yang difus, bersisik dengan indurasi yang
mengenai kulit kepala serta wajah. Penderita AIDS juga dapat
memperlihatkan folokulasi menyeluruh yang disertai denga kulit yang kering
dan mengelupas atau dengan dermatitis atropik seperti eksema atau proriasis.
Hingga 60% penderita yang diobati dengan
trimetroprimsulfametoksazol (TMP/SMZ) untuk mengatasi pneumonia
pneumocytis carini akan mengalami ruam yang berkaitan dengan obat dan
berupa preuritis yang disertai pembentukan papula serta makula berwarna
merah mudah. Terlepas dari penyebab ruam ini pasien akanmengalami
gangguan rasa nyaman dan menhadapi peningkata resiko untuk menderita
infeksi tambahan, akibat rusaknya keutuhan kulit.
Menurut Widyanto & Triwibowo, (2013) HIV dapat membelah diri dengan
cepat dan kadar virus dalam darah berkembang cepat, dalam satu hari HIV dapat
membelah diri menghasilkan virus baru jumlahnya sekitar 10 miliar. Proses
terjadinya defisit nutrisi pada HIV/AIDS, pasien akan mengalami 4 fase yaitu :
1. Periode jendela
Pada periode ini pemeriksaan tes antibodi HIV masih negatif walaupun
virus sudah ada dalam darah pasien. Hal itu karena antibodi yang
terbentuk belum cukup terdeteksi melalui pemeriksaan laboratium. Biasanya
Antibodi terhadap HIV muncul dalam 3-6 minggu hingga 12 minggu setelah
infeksi primer. Pada periode ini pasien mampu dan berisiko menularkan HIV
kepada orang lain.
2. Fase infeksi akut
Proses ini di mulai setelah HIV menginfeksi sel target kemudian terjadi
proses replika yang menghasilkan virus baru yang jumlahnya berjuta-juta
virion. Virimea dari banyak virion ini memicu munculnya sindrom infeksi akut
dengan gejala mirip flu. Sekitar 50-70% orang hiv yang terinfeksi mengalami
sindrom infeksi akut selama 3-6 minggu seperti influenza yaitu demam, sakit
otot, berkeringat, ruam, sakit tenggorokan, sakit kepala, keletihan,
pembengkakan kelenjar limfe, mual, muntah, anoreksia, diare, dan penurunan
BB. Antigen HIV terdeteksi kira-kira 2 minggu setelah infeksi dan terus ada
selama 3-5 bulan. Pada fase akut terjadi penurunan limfosit T yang dramatis
kemudian terjadi kenaikan limfosit T karena respon imun. Pada fase ini jumlah
limfosit T masih di atas 500 sel/mm3 kemudian akan menurun setelah 6
minggu terinfeksi HIV.
3. Fase infeksi laten
Pada fase infeksi laten terjadi pembentukan respon imun spesifik HIV
dan terperangkapnya virus dalam sel dendritic folikuler (SDF) di pusat
germinativum kelenjar limfe. Hal tersebut menyebabkan virion dapat
dikendalikan, gejala hilang dan mulai memasuki fase laten. Pada fase ini
jarang di temukan virion sehingga jumlahnya menurun karena sebagian besar
virus terakumulasi di kelenjar limfe dan terjadi replika. Jumlah limfosit T-
CD4 menurun sekitar 500-200 sel/mm3. Meskipun telah terjadi serokonversi
positif individu pada umumnya belum menunjukan gejala klinis
(asimtomatis). Fase ini terjadi sekitar 8-10 tahun setelah terinfeksi HIV. Pada
tahun ke delapan setelah terinfeksi HIV gejala klinis akan muncul seperti
demam , kehilangan BB < 10%, diare, lesi pada mukosa dan infeksi kulit
berulang.
4. Fase infeksi kronis
Selama fase ini, replika virus terus terjadi di dalam kelenjar limfe yang
di ikuti kematian SDF karena banyaknya virus. Fungsi kelenjar limfe yaitu
sebagai perangkap virus akan menurun atau bahkan hilang dan virus
diluncurkan dalam darah. Pada fase ini terjadi peningkatan jumlah virion
berlebihan, limfosit semakin tertekan karena infeksi HIV semakin banyak.
Pada saat tersebut terjadi penurunan, jumlah limfosit T-CD4 di bawah 200
sel/mm3. Kondisi ini menyebabkan sistem imun pasien menurun dan semakin
rentan terhadap berbagai infeksi sekunder. Perjalanan penyakit semakin
progresif yang mendorong ke arah AIDS .
Pathway
HIV menginfeksi sel - sel T Helper + CD4 yang lain HIV menyerang sel-sel dendritik dan
makrofag di jaringan limfoid
Infeksi pada
neurologik
Ensefalopati
HIV
Perubahan status
mental, sakit kepala,
perlambatan
psikomotorik,
serangan
kejang,Gangguan
afektif (std. 4)
Risiko
cedera
E. Test Diagnostik
1. Laboratorium darah :
a) EIA (enzyme immunoassay) atau ELISA (enzyme-linked
immunosorbent assay) mendeteksi antibody untuk HIV-1 dan
HIV-2 terkadang, tes ELISA dapat menunjukkan hail positif
(false positive)
b) Tes Western blot
Tes ini hanya dilakukan untuk menindaklanjuti tes skrining awal
yang menunjujkan hasil positif HIV, biasanya tes ini disarankan
jika tes ELISA menunjukkan hasil positif HIV
c) Tes antibodi-antigen (Ab-Ag)
Bertujuan menemukan protein p24 yang merupakan bagian dari
inti virus (antigen dari virus)
d) Pemeriksaan CD4, yaitu pemeriksaan untuk menghitung jumlah
sel kekebalan tubuh bernama CD4 yang dapat menurun akibat
infeksi HIV
e) Tes virologis dengan PCR :
1) HIV DNA kualitatif (EID) Yang berfungsi mendeteksi
keberdaan virus HIV, bukan pada antibody penangkalnya.
Cek HIV ini digunakan untuk diagnosis pada bayi
2) HIV RNA kuantitatif Berfungsi untuk memeriksa jumlah
virus di dalam darah (viral load HIV) jika hasilnya tinggi,
tandanya ada banyak virus HIV dalam tubuh anda
2. Radiologi
Pemeriksaan Photo thorax untuk mengetahui apakah ada penyakit paru
dan peemriksaan CT-Scan kepala untuk mengetahui infeksi atau
pembengkakan, menentukan lokasi dan ukuran tumor, lokasi infeksi dan
bekuan darah, memantau perkembangan penyakit tertentu
F. Komplikasi
1) Tuberkulosis(TBC)
Tuberkulosis adalah infeksi paru-paru yang sering menyerang
penderita HIV, bahkan menjadi penyebab utama kematian pada
penderita AIDS. Penderita HIV yang kontak dengan pasien
tuberkulosis mungkin akan disarankan untuk menjalani pengobatan
dengan isoniazid guna mencegah TBC berkembang.
2) Toksoplasmosis
Toksoplasmosis adalah infeksi parasit yang dapat memicu kejang
bila sampai menyebar ke otak.
3) Cytomegalovirus
Cytomegalovirus adalah infeksi yang disebabkan oleh salah satu
kelompok virus herpes. Infeksi ini dapat menyebabkan kerusakan pada
mata, saluran pencernaan, dan paru-paru
4) Candidiasis
Pasien dengan HIV dapat mengalami infeksi jamur pada saluran cerna,
terutama di daerah mulut, sehingga menyebabkan kesulitan makan dan
menelan. Jamur yang paling sering menyebabkan terjadinya infeksi
pada pasien HIV ialah Candida. Selain jamur ini infeksi saluran cerna
juga dapat disebabkan oleh sitomegalovirus dan virus herpes simpleks.
Infeksi yang disebabkan oleh sitomegalovirus menimbulkan gejala
berupa demam, nafsu makan menurun, nyeri perut, dan diare.
Sedangkan infeksi yang disebabkan oleh virus herpes simpleks
menimbulkan gejala sariawan yang sulit sembuh.
6) Kriptosporidiosis
Semakin berat infeksi HIV yang terjadi maka risiko untuk mengalami
infeksi pada susunan syaraf pusat juga semakin meningkat. Infeksi
susunan syaraf pusat yang paling sering terjadi disebabkan
oleh Toxoplasma gondii, Cryptococcus neoformans, dan virus JC. Pada
umumnya pasien akan mengeluhkan sakit kepala, kelemahan pada salah
satu sisi tubuh, demam tinggi, kejang, kaku kuduk, hingga kesadaran
menurun. Untuk menegakkan diagnosa ini dokter akan melakukan
pemeriksaan CT-scan kepala dan mengambil sedikit cairan otak untuk
dilakukan pemeriksaan laboratorium guna menentukan bakter/virus/sel
tumor yang menyebabkan komplikasi tersebut.
12) Kanker
G. Penatalaksanaan
A. Pengkajian Primer
1) Airway
- Lidah jatuh kebelakang
- Adanya secret
2) Breathing
- pasien sesak nafas dan cepat letih
- Pernafasan melalui hidung / mulut
- Dispnea
3) Circulation
- TD normal
- Nadi kuat
- Capillary refill > 3 detik
- Akral dingin
4) Disability
Pemeriksaan neurologis GCS menurun bahkan terjadi
koma, Kelemahan dan keletihan, Konfusi, Disorientasi,
B. Pengkajian Sekunder
Periksa rambut, kulit kepala dan wajah adakah luka, perubahan tulang
kepala, wajah dan jaringan lunak, adakah perdarahan serta benda asing.
biasanya ditemukan kulit kepala kering karena dermatitis seboreika
2. Gigi dan mulut
Ditemukan ulserasi dan adanya bercak- bercak putih seperti krim yang
menunjukan kandidiasis.
3. Periksa mata, telinga, hidung, mulut dan bibir
Adakah perdarahan, benda asing, kelainan bentuk, perlukaan atau
keluaran lain seperti cairan otak. biasanya konjungtifa anemis , sclera tidak
ikterik, pupil isokor,refleks pupil terganggu
4. Periksa leher
Nyeri tulang servikal dan tulang belakang, trakhea miring atau tidak,
distensi vena leher, perdarahan, edema dan kesulitan menelan.kaku kuduk
(penyebab kelainan neurologic karena infeksi jamur criptococus neofarmns).
5. Pengkajian dada
Hal-hal yang perlu dikaji dari rongga thoraks :
a) Kelainan bentuk dada
b) terdapat nyeri dada pada pasien AIDS yang disertai dengan TB
napas pendek (cusmaul)
c) Pergerakan dinding dada
d) Amati penggunaan otot bantu nafas
e) Perhatikan tanda-tanda injuri atau cedera, petekiae, perdarahan,
sianosis, abrasi dan laserasi
1Pola Nafas tidak efektif (D.0005) Tujuan : Setelah Managemen Jalan Nafas
.( inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak dilakukan pengkajian Observasi
memberikan ventilasi adekuat ) selama 3 x 24 jam 1. Monitor posisi
masalah Pola Nafas tidak selang endotrakeal
Penyebab ( berhubungan dengan ) efektif dapat teratasi. (ETT) terutama
pilih salah satu setelah mengubah
1. Depresi pusat pernpasan posisi
2. Hambatan upaya napas (mis. Kriteria Hasil : 2. Monitor tekanan balon
Nyeri saat bernapas, kelemahan 1. Dyspnea menurun ETT setiap 4-8 jam
otot pernapasan) 2. Penggunaan otot 3. Monitor kulit area
bantu napas menurun
3. Deformitas dinding dada stoma trakeostomi
3. Pemanjangan fase
4. Deformitas tulang dada eskpirasi menurun (mis. Kemerahan,
5. Gangguan neuromoskular 4. Orthopnea menurun drainase,perdarahan)
6. Gangguan neurologis 5. Pernapasan pursed-
lip menurun
7. Imaturitas neurologis 6. Pernapasan cuping
8. Penurunan energi hidung menurun Terapeutik
9. Obesitas 7. Frekuensi napas 1. Kurangi tekanan
membaik
10. Posisi tubuh yang menghambat balon secara
8. Kedalaman napas
ekspansi paru membaik periodic tiap shift
11. Sindrom hipoventilasi 9. Ventilasi msemenit 2. Pasang
membaik
12. Kerusakan inervasi diagfragma oropharyngeal
10. Kapasiotal vital
(kerusakan saraf C5 keatas ) membaik airway (OPA) untuk
13. Cedera pada medula spinalis 11. Diameter thyoraks mencegah ETT
anterior-posterior
14. Efek agen farmakologis tergigit
membaik
15. Kecemasan 12. Tekanan ekspresi 3. Cegah ETT terlipat
membaik (kingking)
31
Edukasi
Jelaskan pasien atau
kelurga tujuan dan
prosedur
pemasanganjalan
nafas buatan
Kolaborasi
Kolaborasi intubasi
ulang jika terbentuk
mucouse plug yang
tidak dapat
dilakukan
penghisapan
2BERSIHAN JALAN NAPAS Tujuan : Setelah MANAJEMEN JALAN
. dilakukan pengkajian NAFAS
( D.0001 )
selama. 3 x 24 jam
Tindakan Observasi
(ketidakmampuan membersihkan bersihan jalan napas
secret atau obstruksi jalan napas meningkat 1. Monitor pola nafas
untuk mempertahankan jalan napas (frekuensi, kedalaman,
Kriteria Hasil :
tetap paten) usaha napas)
1. Batuk efektif
Penyebab ( berhubungan dengan) 2. Monitor bunyi napas
meningkat
tambahan (mis. Mengi,
Fisiologis
2. Produksi sputum gurgling, wheezing,
1. Spasme jalan nafas menurun ronkhi kering)
1. Pertahankan kepatenan
33
6. Sekresi yang tertahan 6. Pola nafas membaik jalan napas dengan head-
tilt dan chin- lift
7. Hiperplasia dinding jalan nafas 7. Frekuensi nafas
membaik 2. Posisikan semi-fowler
8. Proses infeksi
atau fowler
8. Gelisah menurun
9. Respon alergi
3. Berikan minum hangat
9. Sianosis menurun
10. Efek agen farmakologis
4. lakukan fisioterapi
(misalnya anastesi) 10. Sulit bicara
dada, jika perlu
menurun
Situasional
5. lakukan penghisapan
1. Merokok aktif lendir kurang dari 15
Tanda Minor
Subjektif
34
1. Dipsneu PEMANTAUAN
RESPIRASI
2. Sulit bicara
Tindakan
3. Ortopenea
Observasi
Objektif
1. Monitor
1. Gelisah
frekuensi,irama,kedalama
2. Sianosis n dan upaya nafas
4. Monitor saturasi
oksigen,nilai AGD dan
hasil X-Ray
5. Monitor adanya
sumbatan jalan nafas
MANAJEMEN
Diare(D.0020)( Pengeluaran feses Tujuan : Setelah DIARE
yang sering,lunak dan tidak
dilakukan pengkajian Observasi
berbentuk )
keperawatan selama 3 x 1. Identifikasi
24 jam masalah diare penyebab diare
Penyebab berhubungan dengan pilih
teratasi 2. Identifikasi riwayat
salah satu
pemberian makanan
• Fisiologis Dengan Kriteria Hasil :
3. Monitor
1. Inflamasi gastrointestinal 1. Keluhan defekasi warna,volume,frekuens
i dan konsistensi tinja
2. Iritasi gastrointestinal lama dansulit menurun
4. Monitor tanda dan
3. Proses infeksi 2. Mengejan saat gejala hypovolemia
35
Subjektif 2. Anjurkan
menghindari makanan
Tidak tersedia
pembentuk gas,pedas
Objektif dan mengandung
laktosa
1. Defekasi lebih dari 3 kali
dalam 24 jam
2. Feses lembek atau cair Kolaborasi
PEMANTAUAN
CAIRAN
Observasi
1. Monitor frekuensi
dan kekuatan nadi
2. Monitor tekanan
darah
3. Monitor berat badan
4. Monitor elastisitas
atau turgor kulit
5. Monitor jumlah,
warna dan berat jenis
urine
6. Monitor intake dan
output cairan
7. Monitor kadar
albumin dan protein
total
Terapeutik
1. Atur interval waktu
pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
2. Dokumentasikan
hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
37
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan,jika perlu
3 - 1. Kaji tanda-tanda
. vital
2. Atur
posisi
klien
3. senyaman
mungkin
4. Ajarkan
klien
tehnik
5. bernafas dan
relaksasi
6. Kolaborasikan
dengan medis dalam
pemberian therapy
7. Kolaborasi
dengan tenaga
laboratorium
dalam pemeriksaan
darah lengkap
6. Diare
Tindakan observasi
1. Identifikasi
kemungkinan penyebab
BB kurang
2. Monitor adanya
mual muntah
3. Monitor jumlah
kalori yang dikonsumsi
sehari-hari
5. Monitor
albumin,limfosit dan
elektrolit serum
Terapeutik
1. Sediakan makanan
yang tepat sesuai kondisi
pasien
2. Hidangkan
40
Edukasi
1. Jelaskan jenis
makanan yang bergizi
tinggi namun tetap
terjangkau
2. Jelaskan
peningkatan asupan kalori
yang dibutuhkan
1. Monitor frekuensi
dan kekuatan nadi
2. Monitor tekanan
42
darah
4. Monitor elastisitas
atau turgor kulit
5. Monitor jumlah,
warna dan berat jenis urine
7. Monitor kadar
albumin dan protein total
Terapeutik
2. Dokumentasikan
hasil pemantauan
Edukasi
2. Informasikan hasil
pemantauan,jika perlu
beraktifitas Edukasi
Observasi
1.Identifikasi devisit
tingkat aktivitas
2.Identifikasi kemampuan
berpartisipasi dalam
aktivitas tertentu
3.Monitor respon
emosional, fisik, social,
dan spiritual terhadap
aktivitas
Terapeutik
2.Fasilitasi aktivitas
motoric untuk
merelaksasi otot
46
3.Libatkan keluarga
dalam aktivitas jika
perlu
Edukasi
1.Jelaskan metode
aktifitas fisik sehari-hari
Kolaborasi
1.Kolaborasi dengan
terapis okupasi dalam
merencanakan dan
memonitor aktivitas
Objektif nutrisi
kulit
48
PERAWATAN LUKA
Tindakan
Observasi
Terapeutik
1. Batasi jumlah
pengunjung
4. Pewrtahankan tekhnik
aseptic pda pasien
beresiko tinggi
Edukasi
4. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
5. Anjurkasn
meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
imunisasi jika perlu
6) Kondisi penggunaan
terapi steroid
7) Penyalahgunaan obat
8) Ketuban pecah sebelum
waktunya (KPSW)
9) Kanker
10) Gagal ginjal
11) Imunosupresi
12) Lymphedema
13) Leukositopenia
14) Ganguan fungsi hati
52
Q. Implementasi Keperawatan
Implementasi pada proses keperawatan adalah fase ketika perawat mengimplementasikan
intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Fase implementasi memberikan
tindakan keperawatan actual dan respons klien yang dikaji pada fase akhir, fase evaluasi. Menurut
PPNI (2018) untuk menginplementasikan intervensi keperawatan maka tindakan implementasi terdiri
atas tindakan observasi,terapeutik, edukasi, dan kolaborasi.
R. Intervensi Keperawatan
Tahap evaluasi pada proses keperawatan meliputi kegiatan mengukur pencapaian tujuan
klien dan menentukan keputusan dengan cara membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan
dan pencapaian tujuan (Nursalam,2012).
53
BAB III
TINJAUAN KASUS
• Pengkajian
• Pengkajian Per-Arrival (dari IGD RSPAD Gatot Soebroto)
Diagnosa medis : Penurunan Kesadaran e.c Intrakranial ,SOL,TB Paru, B20, BB: 60
kg, TB: 165 cm, IMT = kg/m 2
• Identitas Klien
• Nama : Tn F
• Tanggal Lahir : 24 April 1994
• Jenis Kelamin : Laki-laki
• No. RM : 01.11.93.87
• Tingkat kesadaran : Sedasi dengan skala nyeri
• Hemodinamik : TD : 140/107 mmHg, ND: 105x/i, SH : 36,5 oC, RR: 18x/menit
• Alat Invasif yang terpasang : Kateter, ETT, NGT,CVC
• Pernapasan : Ventilasi mekanik mode ventilator VC-SIMV,Peep 8,RR 12,TV 340,Fio2 100%
• Pemeriksaan penunjang :
• AGD : PH 7,372, PaCo2 43,5, PaO2 100,8, HCO3 25,5, BE -0,9, SatO2 97,4 ( hasil tgl
15/10/2022 )
• Hasil Foto Thorax : Pneumoni bilateral
• Hasil Ct Scan : Cerebritis + Abses
• Therapy : RL 60 ml/jam, Fentanyl 300/30 4 ml/jam, Miloz 45/45 5 ml/jam
• Pengkajian Sesaat
Pemeriksaan Fisik Tanggal 24/10/2022
• Kesadaran : Sedasi
• GCS : E1 M1 V E
• TTV ; TD : 122/100 mmHg, nadi; 116x/mnt, P; 12x/i, suhu; 36,7C, SpO2; 100%.
• Jalan napas : Ronchi dikedua lapang paru karena adanya sputum berwarna putih, konsistensi
kental,bau amis dan frekuensi banyak.
• Pernapasan :
54
Tidak ada sesak karena klien sudah dintubasi dan terpasang ETT dengan ukuran
7,5 dan batas bibir 21cm, tidak ada penggunaan otot bantu napas, suara napas
ronchi, nyeri saat bernapas tidak dapat dikaji, tidak ada kedalaman napas.
• Sirkulasi
• Perifer :
• Nadi : 116 x/menit
• Pulsasi : Kuat
• Distensi vena jugularis : Tidak ada
• Akral : Hangat
• Warna kulit : Pucat
• Pengisian kapiler : < 3 dtk
• Edema : Tangan : Tidak , Kaki : Tidak
• Jantung
• Irama EKG : Teratur
• Nyeri dada : Tidak ada
• Perdarahan : Tidak ada
• Drugs/obat-obatan dan infus
• Macam-macam obat ( pemberian obat yang sedang berlangsung ) : Fentanyl (300/30) 4
cc/jam, Miloz (45/45) 5 cc/jam
• Irama : Teratur
• Nyeri dada : Tidak dapat dikaji
• Sistem saraf pusat
• Kesadaran : Sedasi
• GCS : E1, M1, V Ett
• Kekuatan otot : Tidak bisa dikaji karena pasien sedasi
• Sistem Gastroinsteatinal
• Tidak ada Distensi
• Peningkatan Peristaltic : 32 x menit
• Defekasi : BAB Cair Frekwensi 4-6 kali per hari
• Sistem perkemihan
• Warna urine : Kuning pekat
• Tidak ada Distensi kandung kemih
• Penggunaan poly cateter dengan ukuran no. 16
• Jumlah urine shift 50 cc/1 jam (diuresis=0.08 cc/kgbb/jam). Urine saat
pengkajian 500 cc/3 jam, balance cairan kumulatif -8112 cc
• Obstetric & ginekologi
• Hamil : Tidak
• Sistem hematologi
• Perdarahan : Tidak ada
• Sistem musculoceletal & integument
• Turgor kulit :elastis
• Tampak kemerahan dia area scrotom
• Tidak ada fraktur
• Kesulitan bergerak : Tidak dapat dikaji
• Tidak menggunaan alat bantu jalan
• Alat invasif yang digunakan :
• IV line : Pasien terpasang CVC di vena cava subklavia Dextra
Hasil penggukuran CVC +2 cmH2O
Intake 1507 cc, Output 1066 cc BC +441
57
• NGT no 16, kedalaman 55 cm : Diet masuk tanpa residu dengan diet cair
(Gold sure 3X250 dan Peptisol 3X250 ml)
• Terpasang poly catheter no 16
• Pasien terpasang ETT : nomor :7,5 cm batas bibir 21 cm.Ventilator Mode
VC-SIMV peep +5 TV 380 fiO2 80% PS 12(Tanggal terpasang ETT 15-10-
2022)
• Riwayat psikososial dan spiritual
• Psikososial :
• Tidak ada komunitas yang diikuti
• Menerima persepsi penyakit
• Hubungan keluarga harmonis dengan kakak pasien
• Spiritual
• Kebiasaan keluarga / pasien untuk mengatasi stress dari sisi spiritual :
Beribadah dan berdoa
• Nilai-nilai
• Tidak ada nilai-nilai budaya dan kepercayaan yang diyakini pasien
• Kebutuhan edukasi
• Tidak Terdapat hambatan dalam pembelajaran
• Tidak Dibutuhkan penerjemah
• Kebutuhan edukasi : (Topic edukasi)
• Tata tertib rumah sakit selama di ruangan ICU
• Cuci tangan
• Diagnose dan manajeman penyakit
• Tindakan keperawatan :Memandikan,suctioning.
• Obat-obatan
• Bersedia untuk dikunjungi : Keluarga tidak boleh besuk dikarenakan situasi
pandemic dan paien di rawat di ruang isolasi,keluarga diperbolehkan masuk
pada saat inform consent dan edukasi.
• Risiko cedera / jatuh : gelang identifikasi resiko jatuh warna kuning
terpasang dan nilai resiko jatuh 60 dengan tingkat resiko tinggi (skala
Morse)
58
• Status fungsional
Aktifitas dan mobilisasi : perlu dibantu : ADL
Skala nyeri : Comfort Scale 18
• Hasil pemeriksaan penunjang
• Hasil laboratorium
Jenis Pemeriksaan HASIL Nilai Rujukan
24/10/2022 25/10/2022 26/10/2022
HEMATOLOGI
Hemoglobin 10.2 10.2 10.7 13.0-18.0 g/dl
Hematokrit 30 30 32 40 – 52 %
Eritrosit 3.8 3.8 4.0 4.3- 60 juta/UL
Leukosit 4510 4510 5460 4800-10800
/UL
Trombosit 148000 148000 140000 15rb – 400rb
/Ul
MCV 81 81 81 80 – 96 Fl
MCH 27 27 27 27 – 32 PG
MCHC 34 34 33 32 – 36 G/Dl
KIMIA KLINIK
Kalsium (Ca) 6.3 8.0 8.6-10.3 mg/Dl
Magnesium (Mg) 1.80 1.60 1.8-3.0 MG/Dl
Glukosa Darah 65 70-140 MG/DL
Natrium (Na) 136 132 133 135-147
mmol/L
Kalium (K) 3.2 3.2 3.7 3.5-5.0 mmol/L
Klorida (CL) 100 95 96 95-105 mmol/L
CD-4 19
PCR TB
(GeneXpert)
Tanggal hasil 17/10/2022
Jenis bahan Sputum
Hasil Positif
MTB Detected, High
Rf Resistensi Non Detected
Kesan:
• Pneumonia
• Terpasang ETT ujung 2,5 corpus di atas karina
• CVC tip proyeksi vena cava superior
Terapi obat :
IVFD :
• Nacl 0,9% 80 ml/jam
• Midazolamdi oplos 45 mg /45cc nacl (2ml/jam)
Obat injeksi :
• Meropenem 3x1 gr (IV)hari ke 5
• Amikasin 1x1 gr (IV)hari ke 5
• Fluconazole 1x100 mg (IV)hari ke 13
• Streptamisin 1 x 750 mg (IM)hari ke 16
• OMZ 2 x 40 mg (IV)
• Tramal 3 x 100 mg (IV)
Obat oral:
• Rifampisin 1x60 mg
• INH 1x400mg
• Etambutol 1 x 1000 mg
• Pirazinamid 1 x 1000mg
• Vit B6 1 x 1 tab
• Hp Pro 3 x 1 tab
• Vip Albumin 3 x 1 sachet
• TTV
; TD
126/
78
mm
Hg,
HR
66
112
x/m
enit,
RR
18x/
men
it,
Tem
p
37.5
SaO
2
100
%
• Kes
adar
an
seda
si
deng
an
vent
ilato
r
mod
e
VC-
SIM
V
peep
67
+5
TV
360
fiO2
40%
PS
10
• Pada
pem
eriks
aan
paru
terd
apat
suar
a
nafa
s
tam
baha
n
ronc
hi
(+/+
),
Whe
ezin
g
(-/-)
• Terd
apat
68
sekr
et/sp
utu
m
pada
ETT
dan
mul
ut
deng
an
ber
war
na
puti
h,
kons
isten
si
kent
al,
frek
uens
i 3-6
cc
• Hasi
l Ro
thor
ax :
Kesan :
TB Paru aktif dd /
69
Bronkhopneumonia
Tak tampak
pembesaran Jantung
• Akr
al
tera
70
ba
hang
at
• BA
B
deng
an
kons
isten
si
cair
,frek
uens
i 4-6
X
/hari
• Hasi
l
peng
guk
uran
CV
C +2
cmH
2O
• Inta
ke
150
7 cc,
Out
put
71
106
6 cc
BC
+44
1
war
na
urin
e
kuni
ng
peka
t
• Hasi
l
elekt
rolit
:
tang
gal
22-
10-
202
2
Natr
ium
:128
(135
-147
mm
ol/L
72
)
• Kali
um
:4,1(
3,5-
5,0
mm
ol/L
)
• Clor
ida
:91(
95-
105
mm
ol/L
)
• Leu
kosit
:
7.33
0
ul/dl
• Lakt
at
2,20
mm
ol/L
• Hasi
l Ro
thor
73
ax :
Kesan TB Paru aktif dd
/ Bronkhopneumonia
Tak tampak
pembesaran Jantung
terp
asan
g
OPA
no 3
• TTV
; TD
126/
78
mm
Hg,
HR
112
x/m
enit,
RR
18x/
men
it,
Tem
p
37.5
SaO
2
100
%
• Kes
adar
an
seda
75
si
deng
an
vent
ilato
r
mod
e
VC-
SIM
V
peep
+5
TV
360
fiO2
40%
PS
10
• Hasi
l CT
Scan
:
Cere
briti
s
diser
tai
abce
s
kecil
76
terut
ama
di
area
Sulc
us
Sylv
ii
• Hasi
l
Lab
orat
oriu
m:
Proc
alcit
onin
:tan
ggal
22-
10-
202
2
jam
11.2
9
wib
(0,5
1µg/
L)
tang
77
gal
22-
10-
202
2
jam
17.0
2:
(0,1
1
µg/L
)
• CD4
19
mm
3
• Pada
pem
eriks
aan
paru
terd
apat
suar
a
nafa
s
tam
baha
n
ronc
78
hi
(+/+
),
Whe
ezin
g
(-/-)
• Terd
apat
sekr
et/sp
utu
m
pada
ETT
dan
mul
ut
deng
an
ber
war
na
puti
h,
kons
isten
si
kent
al,
frek
79
uens
i 3-6
cc
• Hasi
l Ro
thor
ax :
Kesan :
TB Paru aktif dd /
Bronkhopneumonia
Tak tampak
pembesaran Jantung
berhubungan
DO :
• K/U dengan tirah
sakit
baring
Bera
(D.0056)
t
Kes
adar
an
Sada
sai
GCS
E1M
1VE
TT
No
80
7.5
bata
s
bibir
21
cm
terp
asan
g
OPA
no 3
• TTV
; TD
126/
78
mm
Hg,
HR
112
x/m
enit,
RR
18x/
men
it,
Tem
p
37.5
SaO
2
81
100
%
• Kes
adar
an
seda
si
deng
an
vent
ilato
r
mod
e
VC-
SIM
V
peep
+5
TV
360
fiO2
40%
PS
10
• Akti
fitas
diba
ntu
sepe
82
nuh
nya
oleh
pera
wat
• Pada
pem
eriks
aan
paru
terd
apat
suar
a
nafa
s
tam
baha
n
ronc
hi
(+/+
),
Whe
ezin
g
(-/-)
• Hasi
l Ro
thor
83
ax :
Kesan :
TB Paru aktif dd /
Bronkhopneumonia
Tak tampak
pembesaran Jantung
Diagnosa Keperawatan :
1. Bersihan jalan nafas berhubungan dengan hipersekresi jalan nafas( D.0001 )
2. Hipovolemi berhubungan dengan Kehilangan cairan aktif (D.0023)
3. Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis (HIV) (D.0142)
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring (D.0056)
Intervensi Keperawatan
Sada (12-20x/mnt)
sai
5. Tidak sesak nafas
GCS
E2M 6. Tidak ada
p stoma trakeostomi
37.5 (mis. Kemerahan,
SaO drainase,perdarahan)
2
100
Terapeutik
%
1. Pertahankan
• Pada
kepatenan jalan
pem
napas dengan head-
eriks
tilt dan chin- lift
aan
2. Posisikan semi-
paru
fowler atau fowler
terd
3. Berikan minum
apat
hangat
suar
4. lakukan fisioterapi
a
dada, jika perlu
nafa
5. akukan penghisapan
s
lendir kurang dari 15
tamb
detik
ahan
6. Berikan oksigen jika
ronc
perlu
hi
(+/+ 7. Kurangi tekanan
ezin 8. Pasang
g oropharyngeal
apat tergigit
et/sp (kingking)
utu 10. Berikan pre-
m oksigenisasi 100%
pada selama 30 detik (3-6
ETT kali ventilasi)
dan sebelum dan setelah
mul penghisapan
ut 11. Berikan volume pre-
deng oksigenisasi
an (bagging atau
berw ventilasi mekanik)
arna 1,5 kali volume tidal
puti 12. Lakukan
h, penghisapan lender
kons kurang dari 15 detik
isten jika
si diperlukan(bukan
kent secara berkala/rutin)
al, 13. Ganti fiksasi ETT
frek setiap 24 jam
uens 14. Ubah posisi ETT
i 3-6 secra bergantian (kiri
cc dan kanan) setap 24
• Kesa jam
dara 15. Lakukan perawatan
n mulut (mis. Dengan
seda sikat
si gigi,kasa,pelembab
deng bibir)
an 16. Lakukan perawatan
vent
87
• Akra Observasi
l
1. Periksa tanda dan
tera
gejala hiporvolemia
ba
(mis.frekensi nadi
hang
meningkat,nadi teraba
at
lemah,tekanan darah
• BA
menurun,turgor kulir
B
menurun)
deng
89
an 2. Monitor intake
kons dan output cairan
isten
Terapeutik
si
cair 1. Hitung kebutuhan
,frek cairan
l (mis.albumin,
Lab plasmaneta)
orat
4. Kolaborasi
oriu
pemberian produk darah
m:
- PEMANTAUAN
Procalcitonin:tanggal CAIRAN
) 1. Jelaskan tujuan
• Clor dan prosedur pemantauan
ida
2. Informasikan hasil
:91(
pemantauan,jika perlu
95-
105
mm
ol/L
)
• Leu
kosit
:
7.33
0
ul/dl
• Hasi
l Ro
thor
ax :
Kesan TB Paru aktif dd
/ Bronkhopneumonia
Tak tampak
pembesaran Jantung
No: 3 meningkat
Sylvii rentang
4.Sterilisasi dan
desinfeksi alat-
alaT ,furniture,lantai
sesuai kebutuhan
6.Berikan profilaksis
antibiotik sesuai indikasi
7.Batasi jumlah
pengunjung
no 3
• TTV; TD 126/78
Dengan Kriteria
mmHg, HR 112x/menit, RR
Hasil :
18x/menit, Temp 37.5 SaO2
100% 1. Keluhan lelah
ketidaknyamanan
selama melakukan
aktivitas
Terapeutik:
1. Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah
stimulus
2. Lakukan gerakan
rentang gerak aktif
dan pasif
Edukasi :
1. Anjurkan tirah
baring
2. Anjurkan melakukan
aktivitas secara
bertahap
Kolaborasi:
1. Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang
meningkatkan
asupan makanan
2. aktivitas motoric
untuk merelaksasi
96
otot
3. Libatkan keluarga
dalam aktivitas jika
perlu
Implementasi Keperawatan
- Mengobservasi TTV DO :
- melakukan auskultasi bunyi nafas Auskultasi terdengar
pernafasan ronchi
• RR : 20
• Memberika
x/menit
n pre-
oksigenisasi • Irama nafas
100% teratur
selama 30
• TD : 103/64
detik (3-6
mmhg,
kali
nadi :
ventilasi)
89x/menit
sebelum dan
setelah • Sp02 : 99%,
penghisapan S : 36,5 oC
DO :
• Sputum berwarna putih
dan sebanyak 3 cc
• Sputum dari mulut
bewarna putih kental,,
• Melakukan 1 cc
penghisapan • Pengeluaran sputum
lendir efektif
kurang dari
15 detik jika DO :
• Tampak pasein
diperlukan
bernafas lebih efektif
(bukan
• Posisi Semi fowler
secara
berkala/ruti
DO :
n) • Mulut terlihat bersih
• Memonitor
• Secret berkurang
konsistensi,
98
warna dan
bau sputum
• Melakukan
fisioterapi
dada dan
clapping
fibrasi
• Memberika
n posisi
semi fowler
• Melakukan
oral
hygiene
2×sehari
dan suction
•
09.45 Memeriksa tekanan balon ETT setiap • Tekanan balon 20
4-8 jam mmHg
24/10/2022 Intoleransi DO :
aktivitas 4. Menyediakan lingkungan nyaman Cahaya ruangan
101
- Mengobservasi TTV
- melakukan auskultasi bunyi nafas
-melakukan suction dengan prinsip
steril
102
• Mengkaji DO :
status • Auskultasiterdengar
pernafasan ronchi
• RR : 16 x/menit
• Memberika
• Irama nafas teratur
n pre-
• Pasien tampak bersih
oksigenisasi
100%
selama 30
detik (3-6
kali
ventilasi)
sebelum dan
setelah
penghisapan
• Melakukan
penghisapan
lendir
kurang dari
15 detik jika
diperlukan
(bukan
secara
berkala/ruti
n)
• Memonitor
konsistensi,
warna dan
103
bau sputum
• Melakukan
fisioterapi
dada dan
clapping
fibrasi
• Memberika
n posisi
semi fowler
• Melakukan
oral
hygiene
2×sehari
dan suction
25/10/2022 Intoleransi
DO :
aktivitas
1. Menyediakan lingkungan
berhubungan • Cahaya ruangan
nyaman dan rendah stimulus
dengan tirah cukup, ruangan tenang
baring (D.0056) tidak ada kebisingan,
tidak ada jam
kunjungan.
• Tekanan balon 20
mmHg
• Pasien tampak
terpasang OPA no 3
108
26/10/20/2 Intoleransi
2 aktivitas
berhubungan
dengan tirah
baring (D.0056)
Evaluasi keperawatan
110
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
Pada kesempatan ini penulis melaksanakan asuhan keperawatan secara komprehensif pada Tn.F dengan
HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang meliputi aspek biologis-psikologis-sosial berdasarkan ilmu
pengetahuan yang telah didapatkan selama pendidikan dan mampu mendokumentasikan dalam studi kasus.
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Tn. F dengan HIV (Human Immunodeficiency Virus ) di
Ruang ICU RSPAD Gatot Soebroto mulai dari tanggal 24 Oktober 2022 sampai dengan tanggal 26
Oktober 2022 dapat disimpulkan.
1. Pengkajian
Kesenjangan teori dengan kasus pada asuhan keperawatan pada Tn. F dengan HIV (Human
Immunodeficiency Virus ) .
Pada teori di bab 2, dijelaskan bahwa HIV merupakan retrovirus yang ditransmisikan dalam darah,
sperma, cairan vagina dan ASI. Cara penularan telah dikenal sejak 1980-an dan tidak berubah yaitu secara;
hubungan seksual, kontak dengan darah atau produk darah, eksposur perinatal, dan menyusui. Namun pada
kasus yang terjadi pada Tn. F didapatkan hasil pengkajian riwayat penyakit dahulu bahwa Pasien
mengetahui dirinya menderita HIV sejak 2 bulan yang lalu saat berobat ke Rumah Sakit dengan keluhan
berat badan turun, lemas anemia dan dilakukan pemeriksaan darah dan hasilnya reaktif HIV. Menurut data
pasien di Rumah Sakit pasien belum menikah sedangkan menurut informi keluarga bahwa pasien ini sudah
menikah dan mempunyai 1 anak, sedangkan istrinya sudah meninggal 2 tahun lalu tetapi tidak diperiksa
untuk HIV nya, dan setelah pasien terkonfirmasi HIV anak pasien di cek untuk anti HIV dan hasilnya
negatif. Pasien dan keluarga tidak mengetahui factor risiko HIV karena pasien tidak pernah menggunakan
narkoba, tidak bertatto, tidak melakukan seks bebas dan tetapi pernah tranfusi darah saat pertama kali
terdiagnosa HIV karena pasien mengalami anemia .
113
Dinamika penularan HIV/AIDS menurut (Ardhiyanti,2015) cara penularan HIV/AIDS dibagi menjadi 3
yaitu :
1. Transmisi seksual
Penularan HIV/AIDS dengan cara transmisi seksual paling sering terjadi. Penularannya terjadi melalui
hubungan seks (homoseksual dan heteroseksual), melalui mani, cairan vagina dan serviks.
a. Parentral, penggunaan jarum suntik dan alat tusuk yang telah terkontaminasi.
b. Transplasental, penularan dari ibu HIV/AIDS ke bayi, yang dapat terjadi waktu hamil, melahirkan
dan menyusui.
3. Masa prenatal
Penularan terjadi dalam uterus ( lewat plasenta), sewaktu persalinan, melalui air susu ibu.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pada kasus Tn. F penularan yang terjadi kemungkinan
karena transmisi sesksual . Hubungan seksual secara vaginal, anal dan oral dengan penderita HIV tanpa
perlindungan bisa menularkan HIV. Selama hubungan seksual berlangsung, air mani, cairan vagina, dan
darah yang dapat mengenai selaput lendir, penis, dubur, atau mulut sehingga HIV yang terdapat dalam
cairan tersebut masauk kedalam aliran darah (Nursalam 2007). Selama berhubungan bisa terjadi lesi mikro
pada dinding vagina, dubur, dan mulut yang bisa menjadi jalan HIV untuk asuk kedalam aliran darah
pasangan seksual
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data hasil pengkajian Asuhan Keperawatan didapatkan 4 diagnosa keperawatan yang
sama antara teori dan kasus pada Tn.F yaitu :
Sedangkan diagnosa pada teori tetapi tidak ada pada kasus yaitu :
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan (D.0005)
b. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran (D.0006)
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status nutrisi, penurunan mobilitas
fisik ( D.0129 )
d. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan (D.0019)
3. Intervensi Keperawatan
Adapun intervensi yang sudah dilakukan pada Tn.F sesuai dengan teori antara lain: observasi tanda-
tanda vital, monitor sputum, monitor intake,output dan cairan dan memberikan terapi sesuai program
medik.
4. Implementasi Keperawatan
Pada tahap pelaksanaan pada teori dan kasus tidak ada kesenjangan. Tahap pelaksanaan dalam kasus
sudah sesuai dengan teori. Adapun faktor pendukung dalam pelaksanaan adalah kerja sama dengan
perawat rungan dalam mengatasi masalah keperawatan.
5. Evaluasi Keperawatan
Setelah melakukan implementasi sesuai intervensi pada pasien, dapat dievaluasi:
Diagnosa utama yang muncul pada kasus Tn.F adalah Bersihan jalan nafas berhubungan dengan
hipersekresi jalan nafas, memonitor bunyi nafas tmbahan (misal gurgling, wheezing, ronchi kering),
monitor sputum (warna, jumlah, aroma)
115
BAB V
PENUTU P
Pada bab ini penulis akan menyimpulkan “Asuhan Keperawatan Kritis Pada Klien Tn. F dengab HIV
(Human Immunodeficiency Virus) di Ruang ICU di RSPAD Gatot Soebroto” meliputi pengkajian,
diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi keperawatan.
A. KESIMPULAN
Pada pengkajian ini penulis menyimpulkan data-data tentang klien melalui wawancara keluarga,
melakukan pemeriksaan fisik secara bertahap serta mendapatkan informasi dari perawat rungan dan
catatan medik klien. Dalam perencanaan keperawatan tidak terdapat kesenjangan antara kasus dan
teori. Dalam merencanakan tujuan tidak terdapat kesenjangan antara teori. Pada evaluasi
keperawatan dapat disimpulkan adalah dari diagnosa yang muncul belum tercapai dan tindakan
keperawatan masih dilakukan di ruang Intensive Care/ICU.
B. SARAN
Setelah kami menguraikan dan menyimpulkan, kami dapat mengidentifikasi kelebihan dan
kekurangan yang ada, maka selanjutnya kami akan menyampaikan saran yang ditujukkan pada
perawat ruangan, klien dan keluarga sebagai berikut :
1. Kerjasama dengan klien dan keluarga tetap dipertahankan dan ditingkatkan agar asuhan
keperawatan yang diberikan pada klien akan lebih optimal.
2. Untuk perawat supaya setiap kali melakukan tindakan keperawatan
mendokumentasikan semua tindakan dan respon klien terhadap tindakan yang dilakukan agar dapat
melakukan evaluasi secara akurat.
3. Melakukan edukasi ke keluarga tentang bahaya penyakit menular seperti HIV dan TB paru yang
diderita pasien.
4. Menggunakan alat pelindung diri saat suctioning(Masker N95,apron,kacamata googel,hanscoon
steril,nursing cuff)APD Level dua.
116
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. Guidelines on HIV and infant feeding 2010 Principles and recommendations for infant
feeding in the context of HIV and a summary of evidence. WHO. 2010.h.
Bobak, Lowdermik, Jensen. 2012. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta: EGC. Bradley-
Springer L, Lyn S, Adele W. Every Nurse Is an HIV Nurse. AJN 2010;
Dorland WAN. 2010. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 31. Jakarta: EGC.
Nursalam, Kurniawan ND. 2014. Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi. Jakarta:
Penerbit Salemba Medika
Price SA, Lorraine MW. 2012. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6
Volume 1. Jakarta: EGC.
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan Indikator
Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T.P (2018) Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan ((cetak III) 1 ed) Jakarta DPP PPNI
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan Tindakan
Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI