Anda di halaman 1dari 2

Kota Bogor selain dikenal dengan kota sejuta taman.

Kota Bogor juga memiliki beragam


kampung tematik. Salah satunya yaitu Kampung Perca.

Siapa yang tahu Kampung Perca?

Kampung Perca adalah sebuah wilayah di Kelurahan Sindangsari Kota Bogor yang
mendesain dan memproduksi berbagai produk kerajinan yang berasal dari sisa kain industri
garmen yang melibatkan komunitas perempuan di wilayah sekitar dengan tujuan
pemberdayaan ekonomi, sosial dan menjaga keseimbangan lingkungan.

Kampung Perca berawal dari sebuah gerakan bernama HAS Sabilulungan yang lahir dari
keprihatinan warga bernama Nining Sriningsih dan Mardianto. Bersama dengan Ibu Lurah
Sindangsari, mereka melakukan pengayaan ragam dan pola produk perca. Gerakan ini
kemudian didukung oleh Pemkot Bogor dan Dekranasda Kota Bogor, yang kemudian
menjadikan kampung itu sebagai Kampung Perca yang bukan hanya menjadi solusi
pemberdayaan kaum perempuan serta wilayah secara ekonomi, namun juga sebagai
destinasi wisata baru di Kota Bogor.

Janten, iraha bade angkat ka Kampung Perca?

Wayang bambu adalah kesenian khas dari yang berasal dari wilayah Kampung


Cijahe, Kelurahan Curugmekar, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Jawa Barat. Wayang
ini terbuat dari bambu yang dibersihkan dan di bentuk menyerupai karakter tokoh tertentu,
wayang bambu juga dimainkan oleh seorang dalang dan diiringi lagu kesenian khas Sunda
Berbeda dengan tema cerita pewayangan lain di daerah Pulau Jawa dan Bali yang
mengambil cerita Mahabarata, Wayang bambu dibawakan dengan mengusung cerita sehari-
hari yang menggambarkan kehidupan masyarakat, khususnya warga Kota Bogor. Pada
acara pagelaran seni, wayang bambu sering dibawakan dalam bahasa Sunda dialek
Bogor agar lebih dekat dengan warga dan menghibur.

Kesenian Wayang bambu ini diciptakan oleh Ki Darajat Iskandar yang merupakan
budayawan Sunda di Kota Bogor. Sejak awal tahun 2000 sampai sekarang, beliau telah
ratusan kali mengadakan pagelaran wayang bambu dan mendapat penghargaan dari ajang
lomba-lomba yang diselenggarakan dari banyak pihak.

Wayang ini terbuat dari bambu yang dianyam menjadi bagian tubuh dan kepala, lalu diberi
hias-hiasan baju dari kertas, manik-manik dan kain. Hanya saja pada bagian wajah wayang
ini tidak diberi cat, tidak memiliki mimik wajah seperti pada umumnya wayang
golek atau wayang kulit. Tujuannya adalah agar tidak menghilangkan unsur estetik
dari anyaman bambu itu sendiri dan kepribadian si wayang tersebut bisa dimainkan leluasa
oleh dalangnya, juga sebagai ciri khas wayang dari Kota Bogor. Walaupun ada beberapa
wayang yang wajahnya diberi cat merah atau putih sebagai peranannya dalam
tokoh antagonis atau protagonis.

Pada masa awal penampilannya, kesenian wayang bambu ini pernah dipandu dengan
musik gamelan khususnya gamelan Sunda. Seiring waktu Ki Darajat Iskandar mengganti
alat musik perkusi gamelan dengan menggunakan alat musik yang terbuat dari bambu juga,
seperti suling, angklung, karinding, celempung, dan lain-lain.

Satu hal lagi yang mencolok yang membedakan wayang bambu ini dengan wayang lainnya
adalah dalam pertunjukannya tidak mengangkat cerita-cerita lama atau pakem-pakem kuno
seperti kisah Ramayana atau Mahabarata. Tetapi mengangkat cerita-cerita modern yang
terinspirasi dari problematika kehidupan era modern seperti kasus narkoba, perkelahian
antar remaja, perilaku seks bebas, perjudian dan lain sebagainya.
Seolah kesenian wayang bambu menjadi semacam sarana untuk menyebarkan pesan
moral, khususnya bagi generasi muda. Salah satu tokoh wayang bambu yang terkenal
bernama Raden Rangga Seta. Dia merupakan salah satu tokoh protagonis yang sering
digambarkan sebagai pahlawan, pembawa pesan kebaikan dan semacamnya. Lewat tokoh
ini, Ki Darajat Iskandar menyampaikan pesan moral, mendidik generasi muda dengan cara
yang unik dan indah.

Rampak Kendang atau Rampak Gendang adalah salah satu kesenian


tradisional masyarakat Sunda. Rampak kendang terdiri dari dua suku kata yaitu, 'Rampak'
dan 'Kendang'. Rampak berasal dari bahasa Sunda yang memiliki pengertian serempak
atau secara bersama-sama[1] sedangkan Kendang atau Kendang Sunda adalah instrumen
dalam gamelan Degung. Sehingga, Rampak kendang adalah pertunjukan kendang yang
dilakukan secara bersama-sama.
Alat musik yang digunakan adalah kendang, sebagai alat musik utama dalam rampak
kendang, rebab, gitar dan alat gamelan lainnya. Rampak kendang biasanya dimainkan lebih
dari dua orang dengan menggunakan kostum yang sama.[2] Saat pertunjukan berlangsung,
para pemain naik ke atas panggung dan menempati posisi mereka di depan alat musiknya.
Setelah aba-aba yang diberikan salah satu pemain, alunan musik yang penuh energik pun
terdengar. Tidak hanya musiknya, tetapi para pemain ikut serta menggerakan kepala dan
badan mereka. Rampak kendang sering dikolaborasikan dengan pertunjukan seni lainnya,
seperti Tari jaipong.
Rampak kendang terkandung makna filosofis di dalamnya. Kesenian ini mencerminkan
masyarakat sunda yang harmonis yang berlandaskan sifat-sifat bergotong-royong dan
kecerian.

Anda mungkin juga menyukai